Senin, 24 Januari 2011

TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUDJUH / 1959

TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUDJUH

Ini adalah Film pertama Asrul menyutradarai. Sudah pasti cerita yang baik baik, belum tentu di layar tampak baik juga. Karena Asrul biasa bermain dengan kata-kata untuk membuat sebuah imajinasi pembaca, kali ini ia harus membuat gambar yang imajinasi penonton untuk bercerita.
MURNI FILM


TATIEK MALIYATI
S. EFFENDY
ENNY ROCHAENI
A. HADI
ALI YUGO

Film ini dibuat ulang lagi oleh  CHAERUL UMAM dengan judul yang sama  TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH dan merubah sedikit skenario Asrul Sani.

Film ini sangat kental dengan keagamaan islam, egoisme, munafik, kekafiran, dan segala dosa yang ada dalam manusia, sehingga seseorang (semacam tugas Nabi) harus melakukan pembaikan terhadap sebuah daerah dengan masyarakatnya yang seperti itu. Ceritanya lebih kepada, bagaimana kebajikan/ sebuah agama belum tersentuh oleh sebuah daerah yang penuh dengan dosa. Dan tugas yang paling berat adalah ulama itu sendiri yang harus memperbaiki mereka kejalan yang benar menurut islam.

Film ini kurang sukses, sehingga Chairul Umam membuat ulang lagi film ini, dan menjadikan sukses.

Film Titian Serambut Dibelah Tujuh (1959) ini sendiri berkisah tentang seorang guru agama muda bernama Ibrohim yang sedang melakukan perjalanan dakwah dan singgah di sebuah desa di Sumatera Barat, kemudian disana terjadi hal-hal amoral yang dilakukan oleh petinggi-petinggi desa yang ditakuti dengan memperkosa seorang gadis kemudian menuduh gadis tersebut telah berzinah. Kemudian dikisahkan dari salah satu petinggi adalah pecinta sesama jenis dan memiliki istri yang memiliki nafsu tidak terpuaskan sehingga akhirnya mengincar ibrohim. Yang lebih ditekankan adalah bagaimana masyarakat sekitar menanggapi keadaan social ini, rupanya mereka acuh, dan mereka sudah mengabaikan nilai-nilai social dan keagamaan bahkan salah satu guru mengaji di desa itu pun tidak berani bertindak apa-apa. Dan disini agama juga digunakan sebagai kedok untuk mendapat kekuasaan, sebagai topeng atas kemunafikan. Perjalanan sang guru agama Ibrohim dalam membuka tabir kemusyrikan dan peliknya konflik social di desa itu harus dilewatinya dengan berbagai macam halangan bagaikan menjalani titian serambut dibelah tujuh.

Tokoh ibrohim dalam film ini merupakan seruan dakwah seorang asrul sani, ia mampu menampilkan sosok yang sangat membumi dan rendah hati meski terkadang terlihat lemah dan naïf. Beberapa adegan bisa membuat penonton geram karena tidak langsungnya terungkap kebejatan si ulama tua ataupun sifat dengki istrinya.

Ketika pada jaman tersebut film nasional didominasi oleh film perang yang sangat eskapis dengan gambar yang fantastis dan memilik artis-artis yang sangat rupawan. Rupanya masyarakat haus dan menantikan film-film yang mampu kembali menyebarkan nilai-nilai social yang tidak lupa berintikan ajaran agama didalamnya. Sedangkan asrul sani yang banyak dipengaruhi oleh keadaan sekitar dan pergaulanya pada saat itu percaya bahwa film adalah alat berekespresi dengan bahasa-bahasa sastra.

Banyak sekali nilai yang bisa didapat melalui ungkapan-ungkapan pada dialog pemainya. Bagaimana tokoh Arsyad (si pemerkosa dan pengangguran di desa tersebut) berlagak bijaksana dalam mengomentari pembangunan mesjid. Lalu tokoh Harun seorang saudagar penguasa disitu begitu disegani dan ditakuti bahkan muncul sifat-sifat penjilat orang kecil yang hingga sekarang masih dekat dengan keseharian masyarakat kita. Kemunafikan kehidupan keluarga harun yang sangat tidak harmonis, dimana ia sendiri adalah homoseksual dan istrinya seorang heteroseksual memiliki imajinasi-imajinasi liar yang berkedok islam. juga karakter halimah yang lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa terhadap peraturan adat setempat yang cenderung konvesional namun menyimpang dari fakta. Dan yang paling mencolok adalah Sulaiman guru Ibrohim yang memiliki ajaran-ajaran yang penuh kompromi dengan monopoli kekuasaan duniawi Harun. Ia memilih diam ketika Halimah di pasung dan menyelamatkan dirinya. Nilai-nilai diatas diangkat cukup dekat dengan ajaran agama dengan benteng-benteng yang kuat dalam menghalau nilai barat yang masuk begitu gencar pada masa itu. Bagaimana menyelesaikan kriminalitas dan konflik tajam didalamnya, dan juga membawa rahmatan lil alimin bagi sekitarnya. Menangkap berbagai potret orang islam yang tersebar di seluruh Indonesia khususnya di ranah minang. Bagaimana kita bisa salah menilai sebuah ajaran agama berdasarkan perilaku penganutnya. Melihat penyimpangan arti surat-surat ataupun hadist nabi dalam berkehidupan pada jaman itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar