MEREKA MEMANG ADA | 1982 | MARDALI SYARIEF | Director | |
DEWI | 1974 | AMI PRIJONO | Actor | |
KAFIR | 2002 | MARDALI SYARIEF | Director | |
MISTRI RONGGENG JAIPONG | 1982 | MARDALI SYARIEF | Director | |
DORCE KETEMU JODOH | 1990 | MARDALI SYARIEF | Director | |
TUAN, NYONYA DAN PEMBANTU | 1991 | MARDALI SYARIEF | Director | |
AYAH TIRIKU IBU TIRIMU | 1977 | MARDALI SYARIEF | Director | |
SENGATAN KOBRA | 1986 | MARDALI SYARIEF | Actor Director | |
BIBIR-BIBIR BERGINCU | 1984 | MARDALI SYARIEF | Director | |
DERU CAMPUR DEBU | 1972 | MARDALI SYARIEF | Director | |
PRAHARA | 1974 | NICO PELAMONIA | Actor | |
TUJUH WANITA DALAM TUGAS RAHASIA | 1983 | MARDALI SYARIEF | Director | |
LANGIT TAKKAN RUNTUH | 1987 | MARDALI SYARIEF | Director |
PEMBUAT FILM INDONESIA 1900-1992, Blog ini tentang pembuat film Indonesia, mulai dari Isu, peristiwa, sosok, dibalik layar, berita, bioskop, analisa, kritikus, undang-undang film, film negara, bintang film, sutradara, Cinematographer, produser, sosok yang berpengaruh, sang legend, aktor, aktris, perkembangan film Nasional, jadul, lawas, nostalgia, jaman, kejayaan, keemasan, mereka yang membuat film, penonton, situasi sosial saat itu, perjuangan, kemerdekaan, era Belanda, Jepang, fungsi film dll.
Tampilkan postingan dengan label MARDALI SYARIEF / MARDALY SJARIF / 1972-2002. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MARDALI SYARIEF / MARDALY SJARIF / 1972-2002. Tampilkan semua postingan
Jumat, 04 Februari 2011
MARDALI SYARIEF / MARDALY SJARIF / 1972-2002
MEREKA MEMANG ADA / 1982
Nugroho (Meify D. Canto), seorang waria dari golongan masyarakat bawah, tinggal bersama ibu dan adiknya, Nining di sebuah perkampungan kumuh. Dalam kondisi keluarga yang serba prihatin, Nugroho menjadi tulang punggung ekonomi mereka. Ibu dan adiknya dapat menerima dengan tulus dan kasih atas kodrat Nugroho. Tetapi Robaka (Ali Usman Said) sebagai ayah tirinya tidak suka terhadap keadaan Nugroho dan suka mengejeknya. Lelaki penganggur ini banyak lupa akan tanggung jawabnya. Bahkan suatu malam akan memperkosa Nining.
Lain lagi dengan problem yang dihadapi Daniel, seorang waria dari kalangan atas. Keluarganya merasa tercemar dan malu akan kodrat yang dialami Daniel. Suatu saat Daniel disiksa untuk menghilangkan sifat kebanciannya. Untung dapat diselamatkan oleh Iwan dan dibawa lari untuk dititipkan ke tokoh pemimpin waria bernama Mirna (Mirna). Di sana Daniel berhasil dibimbing menjadi seorang peragawati yang berbakat. Akhirnya keluarga Daniel menyadari dan mengerti dengan keadaan Daniel.
Kisah-kisah itu merupakan reportase Arifin (Alan Nuari), seorang wartawan yang menulis tentang waria.
MISTRI RONGGENG JAIPONG / 1982
Letnan (Pol) Iskandar (Kelly Kalyubi) diikutsertakan dalam misi dokter ke sebuah desa yang sedang dilanda muntaber. Tugas perwira polisi itu sebenarnya ada hubungan dengan kematian beberapa pemuda desa dan Dr. Rusli (Deddy Mizwar). Kematian-kematian itu ditandai dengan semacam patukan ular di leher mereka. Dan selalu terjadi setelah korban bercinta dengan Wulan Sari (Giselawaty). Wulan memang dikenal sebagai gadis pembawa maut. Kemudian beberapa penduduk desa mati tanpa terlebih dulu berhubungan cinta dengan Wulan. Iskandar lalu berkesimpulan, ada seorang pembunuh di desa itu. Iskandar terus berusaha keras mengungkap misteri itu, termasuk pembunuhan Ny. Suti (Tuty S), bekas penari jaipong yang terkenal.
P.T. DHARMA PUTRA JAYA FILM |
GISELAWATY DODDY SUKMA RUDY SALAM YATTI SURACHMAN HENDRA CIPTA DEDDY MIZWAR KELLY KALYUBI ALI USMAN SAID TUTY S |
KAFIR / 2002
Dibuat tahun 2002, mencoba menyemarakan film horor yang sedang laku saat itu, termasuk Jalangkung. Masih menggunakan tehnik mistik, horor, dan wanita sexy.
Kuntet (Sudjiwo Tedjo) berprofesi sebagai dukun santet. Ia menjual jasa ke berbagai lapisan masyarakat. Hasil kerjanya membuat kehidupannya mewah, tapi tidak memberi kebahagiaan istri dan anaknya yang dikucilkan dalam pergaulan masyarakat. Kemudian terungkap bahwa untuk mendapatkan ilmu, Kuntet harus menyerahkan nyawa kepada gurunya. Apalagi saat dia ingin mencapai keabadian. Kematian anak-anak di kampungnya membangkitkan kecurigaan warga, meski sulit dibuktikan. Kuntet bisa meredam kemarahan masyarakat dengan bersumpah bahwa kalau benar dia telah membunuh orang dengan santetnya, maka kalau mati, jasadnya tidak diterima bumi. Ternyata sumpah ini makan tuan. Waktu meninggal, jasadnya tidak bisa dikuburkan, dan selalu kembali ke rumah. Akhirnya mayat Kuntet terbakar bersama rumah dan hartanya. Jasadnya disambar kilat hingga hancur.
Kuntet (Sudjiwo Tedjo) berprofesi sebagai dukun santet. Ia menjual jasa ke berbagai lapisan masyarakat. Hasil kerjanya membuat kehidupannya mewah, tapi tidak memberi kebahagiaan istri dan anaknya yang dikucilkan dalam pergaulan masyarakat. Kemudian terungkap bahwa untuk mendapatkan ilmu, Kuntet harus menyerahkan nyawa kepada gurunya. Apalagi saat dia ingin mencapai keabadian. Kematian anak-anak di kampungnya membangkitkan kecurigaan warga, meski sulit dibuktikan. Kuntet bisa meredam kemarahan masyarakat dengan bersumpah bahwa kalau benar dia telah membunuh orang dengan santetnya, maka kalau mati, jasadnya tidak diterima bumi. Ternyata sumpah ini makan tuan. Waktu meninggal, jasadnya tidak bisa dikuburkan, dan selalu kembali ke rumah. Akhirnya mayat Kuntet terbakar bersama rumah dan hartanya. Jasadnya disambar kilat hingga hancur.
I SINEMA |
SUJIWO TEJO MERIAM BELLINA CHANDRA LOIS |
Sutradara dan Produser Film Kafir Minta Maaf Rabu, 16 April 2003
TEMPO Interaktif, Jakarta:Sutradara dan produser film Kafir, Mardali Syarif dan Chand Parwez Servia mengaku telah meminta maaf kepada warga adat karuhun Sunda Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Keduanya membantah jika film yang laris manis di pasaran itu diambil dari kisah nyata karuhun Sunda Cigugur.
“Mereka mengaku hanya terilhami,” ujar Wakil Ketua Komnas HAM, KH Salahuddin Wahid kepada Tempo News Room usai menerima Mardali dan Chand Parwez di gedung Komnas HAM, Rabu (16/4).
Kehadiran keduannya dalam rangka memenuhi panggilan Komnas HAM menyusul tuntutan Masyarakat Peduli Hak Sipil dan Budaya yang meminta keduanya memulihkan nama baik Pangeran Madrais, tokoh dalam film tersebut. Selain itu mereka juga diminta mencabut peredaran film Kafir, baik dalam bentuk VCD ataupun bentuk publikasi film lainnya.
Menurut Gus Solah, panggilan akrab Salahudin Wahid, pada 22 dan 23 Februari lalu, Mardali mengaku sudah berkunjung ke Cigugur. Dalam pertemuan dengan masyarakat di sana, secara terbuka dia sudah meminta maaf.
Kepada Gus Solah, Mardali juga menjelaskan bahwa dirinya tidak bermaksud mendeskreditkan, melecehkan, menista, apalagi menghina komunitas karuhun Sunda di Cigugur. “Semua tidak ada dalam tujuan pembuatan film tersebut,” ujar Gus Solah.
Mengenai tuntutan agar pihaknya mencabut peredaran film Kafir, baik dalam bentuk VCD dan bentuk publikasi film lainnya Gus Solah mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan. Sebab, sangat tidak mungkin menarik peredaran film yang sudah tersebar luas di masyarakat.
“Lagi pula inti persoalan bukan karena filmnya melainkan dugaan penyertaan kata-kata kisah nyata dalam promosi film oleh sutradara dan produser di sejumlah media,” jelas Gus Solah.
Komnas HAM sendiri, lanjutnya, akan mencari formulasi penyelesaian yang melegakkan kepada kedua belah pihak. Untuk itu usai pertemuan dengan kedua belah pihak dirinya akan berdiskusi dengan beberapa anggota Komnas HAM lainnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Rabu (9/4) lalu sejumlah tokoh masyarakat Sunda yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Hak Sipil dan Budaya mengadukan sutradara dan produser film ini ke Komnas HAM. Mereka menganggap film itu telah melecehkan dan mencemarkan nama baik warga adat karuhun Sunda Cigugur, di Kuningan, Jawa Barat.
Dalam pandangan mereka gambaran Pangeran Mardais sebagai dukun santet yang mengajarkan ilmu hitam seperti dalam film tersebut merupakan penggambaran yang menghina dan merendahkan ajaran-ajaran Mardais. Sebab, dia dikenal sebagai tokoh spiritual komunitas karuhun Sunda di Cigugur yang mendakwahkan perdamaian dan kerukunan antar penganut agama.
Mereka juga menilai Pangeran Madrais merupakan seseorang yang kuat memegang teguh ajaran agama Islam dan meninggal secara wajar. Hal tersebut bertolakbelakang dengan apa yang diucapkan Mardali bahwa pangeran Madrais tewas oleh pengikutnya yang menjadi Katolik karena ada gereja di desa tersebut.
“Padahal orang Katolik sendiri di sana keberatan kalau pengikut Madrais memeluk Katolik karena para pengikut Pangeran Mardais ada yang memeluk Islam, Protestan, Hindu, penghayat dan Budha,” kata P Djatikusuma, salah satu wakil Masyarakat Peduli Hak Sipil dan Budaya.
NEWS
Film Kafir besutan Mardali Syarief, yang menampilkan Sujiwo Tejo sebagai pemeran utama, juga mengingatkan prototipe film klenik lama. Kafir berkisah tentang seorang dukun yang mayatnya tak diterima tanah, lalu masyarakat meminta bantuan seorang kiai. Lagi-lagi ini menunjukkan kecenderungan film horor kita yang lucu:tokoh kiai selalu ditampilkan sebagai hero at the last minute. Lihat saja film Kutukan Nyai Roro Kidul (1979). Tersebutlah sebuah desa di pantai selatan, seorang perempuan bernama Wulan kerasukan Nyi Roro Kidul. (Lucunya, sebuah adegan memperlihatkan lokasi syuting di Juntinyoat, Indramayu, yang notabene di pantai utara.) Akibat kerasukan, suaminya sendiri dicakarnya di tempat tidur. Wulan kawin lagi dan membunuh lagi. Tiba-tiba di akhir cerita datang seorang kiai muda yang bertugas membasmi kutukan itu dan akhirnya mengawini Wulan.
Sosok pastor juga muncul sebagai "penyelamat mendadak", terutama dalam film yang bertautan dengan keluarga Belanda, misalnya Ranjang Setan (1986), yang menampilkan Chintami Atmanegara. Ini cerita tentang keluarga kaya yang tinggal di rumah tua bekas milik keluarga Belanda yang ditembak mati oleh perampok. Hantu Belanda itu sering menakut-nakuti. Sementara itu, setan nyonya Londo sering muncul dan berkata "..come here…" dengan logat sinyo keju yang mengajak pacar Chintami bersanggama.
Satu per satu isi rumah itu tewas. Seorang pastor akhirnya tiba-tiba muncul membasmi setan itu dengan kayu yang dipalang jadi salib. Beres. Simpel.
Kenapa harus diakhiri dengan kiai atau pastor sebagai pahlawan? "Itu aturan dari lembaga sensor nasional. Mereka bilang film horor harus ada misi agamanya," tutur Ali Tien, mantan produser PT Cancer Mas, sebuah perusahaan film yang di masa lalu gemar memproduksi film-film horor. Atas perintah Menteri Penerangan Ali Murtopo dan Ketua Dewan Film Nasional pada tahun 1981, "Hasil perumusan seminar ini akan dibawa ke Sidang Majelis Musyawarah Perfilman Indonesia agar terutama Badan Sensor Film dapat bekerja. Dilihat dari kepentingan pemerintah, dengan adanya kode etik, kemungkinan silang selisih pembuat film dengan masyarakat dapat dikurangi seminimal mungkin…," tuturnya dalam sebuah seminar film di Jakarta.
Kode etik itu disusun oleh delapan komisi, dari komisi film dan moral bangsa, film dan kesadaran disiplin nasional, hingga komisi film dalam hubungannya ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Komisi II adalah komisi yang khusus membahas hubungan film dan ketakwaan yang diketuai oleh H. Muzayn Arifin, dengan anggota 19 orang, di antaranya Aisyah Amini, Ki Soeratman, dan Sukarno M. Noor. Komisi ini merekomendasikan banyak poin, di antaranya adalah seperti tertera berikut: "Dialog, adegan, visualisasi, dan konflik-konflik antara protagonis dan antagonis dalam alur cerita seharusnya menuju ke arah ketakwaan dan pengagungan terhadap Tuhan YME." Juga: "Jalan cerita disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan kepada penonton bahwa yang jahat itu pasti akan menerima/menanggung akibatnya dan menderita, dan yang baik itu pasti menerima ganjaran kebahagiaan."
Apakah memang imbauan Ali Murtopo itu begitu mempengaruhi produser dan sineas film horor kita saat itu? "Pada waktu itu BSF sangat mencampuri, macam-macam caranya. Jika penyelesaian masalah dalam cerita tidak menampilkan kiai, filmnya bakal dibredel. Untuk menyelamatkan diri, ya, kami terpaksa membikin-bikin munculnya tokoh kiai. Kadang-kadang memang tak masuk akal, tahu-tahu tokoh itu masuk dan menyelesaikan masalah," tutur Ferry Angriawan, jujur.
Produser PT Prasidi Teta, Budiati Abiyoga, masih ingat saat ia menjadi anggota juri Festival Film Indonesia. Ketika itu banyak film horor yang jadinya asal-asalan menempelkan agama: "Bayangkan, ada sebuah adegan seks dalam film horor, tapi kemudian di layar muncul ayat Quran ditambah kalimat adegan ini tak benar menurut Quran," katanya. Gaya hitam-putih dan simplistik seperti ini kemudian "menurun" pada generasi sineas film horor berikutnya. "Saat saya menggarap film horor, saya hanya berpatokan pada hitam dan putih, yang baik mengalahkan yang jahat. Itu saja intinya," tutur Atok Suharto, sutradara Si Manis Jembatan Ancol (1994).
Walhasil, dengan prototipe hitam-putih demikian, tak mungkin kita bisa menyaksikan film horor bermutu yang berangkat dari problematika teologi. Trilogi The Omen, misalnya, yang menceritakan anak titisan setan bernama Damien, menjadi sangat menakutkan karena dapat mengargumentasikan secara rasional bahwa setiap manusia memiliki sisi gelap manusia dan bahwa, ketika penjelmaan setan kalah, spiritnya tetap ada sampai kapan pun.
Tapi tentu saja kita terlalu menyederhanakan masalah jika menganggap kebijakan Ali Murtopo adalah penyebab utama konyolnya film horor Indonesia. Faktor utama yang menyebabkan film horor Indonesia tampak konyol, tak logis, dan mengumbar erotisme tentu saja adalah para cukong film yang ingin cepat untung. Bukan rahasia lagi, film horor saat itu murah meriah ditinjau dari segi biaya, tapi dianggap paling cepat kembali modal asalkan ada adegan syurnya. Itu yang menggoda. Misalnya Tjut Jalil, sutradara Pembalasan Ratu Pantai Selatan, bisa memproduksi empat judul film dalam setahun. Satu judul film bisa mencapai 15-20 kopi. "Biayanya murah, Rp 1,5 juta per kopi. Bandingkan, sekarang bisa mencapai Rp 15 juta per kopi," katanya.
Saat itu memang permintaan terhadap film horor yang seronok dari distributor film di Medan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur tengah menggebu. "Saya akui itu. Karena kami berpikir yang menonton itu kalangan menengah ke bawah, kita tak terlalu peduli jalinan utuh suatu cerita atau lainnya," kata Ferry. Menjelang krisis moneter tahun 1996-1997, penggarapan film Indonesia semakin amburadul. Produksi syuting pendek, skenario sejadinya, asal menonjolkan paha dan dada. "Saya yakin, menjelang krisis moneter, semua produser sebetulnya malu melihat hasil karya film sendiri. Mutunya parah sekali," kata Ferry.
Saat itu memang permintaan terhadap film horor yang seronok dari distributor film di Medan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur tengah menggebu. "Saya akui itu. Karena kami berpikir yang menonton itu kalangan menengah ke bawah, kita tak terlalu peduli jalinan utuh suatu cerita atau lainnya," kata Ferry. Menjelang krisis moneter tahun 1996-1997, penggarapan film Indonesia semakin amburadul. Produksi syuting pendek, skenario sejadinya, asal menonjolkan paha dan dada. "Saya yakin, menjelang krisis moneter, semua produser sebetulnya malu melihat hasil karya film sendiri. Mutunya parah sekali," kata Ferry.
Toh, sutradara Tjut Jalil tak setuju. Dia mengingatkan bahwa film Leak yang disutradarainya pada tahun 1981 pernah lumayan dikenal di Eropa. "Saya sampai diwawancarai sebuah rumah produksi tentang bagaimana membuat film seram seperti film Leak, yang berasal dari kepercayaan Hindu, tapi di masyarakat yang mayoritas Islam," tutur Tjut Jalil.
TUJUH WANITA DALAM TUGAS RAHASIA / 1983
Kisah dengan latar belakang saat Ibu Kota RI pindak ke Yogyakarta. Di Jawa Barat ada dua kekuatan yang bersifat memberontak, yaitu DI dan kelompoknya Gozali (Hendra Cipta) yang frustasi. Aadalah laskar wanita yang dipimpin Mayor Meity (Joice Erna). Laskar ini mengembang tugas rahasia untuk menyusup ke daerah sasaran. Mereka menyusuri pantai Banten Selatan dan memasuki muara Sungai Cimandur. Sebelum sampai di daerah tujuan, mereka harus berhadapan dengan kelompok pemberontak yang dipimpin Gozali. Berbagai siksaan terpaksa harus mereka alami, mereka pantang menyerah, dan mendapat bantuan dari seorang serdadu Jepang yang mempunyai hubungan misterius dengan Gozali yang bernama Yoshiro (Eddy Wardy) Akhirnya tugas mereka berhasil, Gozali tewas.
P.T. VIRGO PUTRA FILM
JOYCE ERNA HENDRA CIPTA ESTHER ATMANEGARA LYDIA KANDOU CHETTY HAWAFARA EDDY WARDY DOLLY MARTIN SOENDJOTO ADIBROTO EDWIN LERRICK |
Latar cerita adalah saat ibu kota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Di Jawa Barat ada dua kekuatan besar yang memberontak terhadap pemerintah; DI dan band Gozali (Hendra Cipta) yang frustasi. Ada satu kesatuan pasukan wanita yang dipimpin oleh Mayor Meity (Joice Erna). Pasukan mengemban misi rahasia untuk menyusup ke wilayah penargetan. Mereka menyusuri pesisir pantai Banten Selatan hingga memasuki delta sungai Cimandur. Sebelum mencapai tujuan, mereka harus menghadapi band pemberontak yang dipimpin oleh Gozali. Kemudian para wanita itu ditangkap dan dibawa ke kamp hutan Gozali. Mereka harus mengalami banyak siksaan dan ada pula yang diperkosa. Mereka tidak menyerah, dan mereka mendapat bantuan dari seorang tentara Jepang bernama Yoshiro, yang memiliki hubungan misterius dengan Gozali. Yoshiro membantu para wanita melarikan diri dari kamp. Selama perburuan berikutnya melalui hutan, semua bandit terbunuh. Gozali dibunuh oleh Yoshiro. Yoshiro kemudian melakukan Hara-kiri.
Campuran aksi hutan dan Perang. Dan ketika para wanita terjebak di kamp hutan para bandit dalam sangkar besar, dipukuli dan diperkosa beberapa, bahkan sampai menyentuh film-film Wanita di penjara. Selama berburu melalui hutan, perangkap pohon dan tombak wajib digunakan. Ada banyak aksi untuk dilihat, tetapi secara keseluruhan agak rata-rata. Pada akhirnya itu terlalu melodramatis dan patriotik. Oh, Lydia Kandou dan Dana Christina (dari 5 Malaikat Mematikan) juga hadir.
Campuran aksi hutan dan Perang. Dan ketika para wanita terjebak di kamp hutan para bandit dalam sangkar besar, dipukuli dan diperkosa beberapa, bahkan sampai menyentuh film-film Wanita di penjara. Selama berburu melalui hutan, perangkap pohon dan tombak wajib digunakan. Ada banyak aksi untuk dilihat, tetapi secara keseluruhan agak rata-rata. Pada akhirnya itu terlalu melodramatis dan patriotik. Oh, Lydia Kandou dan Dana Christina (dari 5 Malaikat Mematikan) juga hadir.
SENGATAN KOBRA / 1986
Film ini dibuat saat hebohnya film Cobra dari Hollywood.
Johny (Barry Prima) kerasukan kobra dan menyebabkan ayahnya meninggal. Untuk penyembuhannya, dia pergi ke desa kawannya, Rasyid (Baron Hermanto). Pada saat itu Rasyid sedang ditimpa kesulitan hutang pada Salim (Tedy Purba), pemilik pembakaran kapur dan jagoan di wilayah itu. Salim mengincar Santi (Lia Fadilla) adik Rasyid, yang mencintai Johny. Atas saran Mang Oyong (Mardali Syarief) Johny berobat ke seorang Pawang yang tidak jelas pengobatannya. Namun Rasyid sembuh setelah mengobrak-abrik sarang Salim dan komplotannya.
Johny (Barry Prima) kerasukan kobra dan menyebabkan ayahnya meninggal. Untuk penyembuhannya, dia pergi ke desa kawannya, Rasyid (Baron Hermanto). Pada saat itu Rasyid sedang ditimpa kesulitan hutang pada Salim (Tedy Purba), pemilik pembakaran kapur dan jagoan di wilayah itu. Salim mengincar Santi (Lia Fadilla) adik Rasyid, yang mencintai Johny. Atas saran Mang Oyong (Mardali Syarief) Johny berobat ke seorang Pawang yang tidak jelas pengobatannya. Namun Rasyid sembuh setelah mengobrak-abrik sarang Salim dan komplotannya.
DERU CAMPUR DEBU / 1972
Adi (Arman Effendy), pelarian dari penjara, berhasil menarik simpati penduduk sebuah desa, bahkan diangkat anak oleh Salam (Chaidar Djafar), yang tak punya anak. Adi berniat menempuh jalan baik dan giat membantu penduduk desa. Suatu hari ia menolong Indahsari (Dewi Rosaria Indah), anak kepala sekolah desa itu, Puspa (Rosaline Oscar). Persahabatan Adi dengan Indah dianggap oleh Maman (Sandy Suwardi Hassan), anak lurah yang sudah lama naksir Puspa tapi sering berzinah dengan ibu tirinya, sebagai cara mendekati Puspa. Maka niat Adi untuk menjadi orang baik, urung. Dia terpaksa berhadapan dengan Maman dan membunuhnya dalam sebuah perkelahian. Polisi yang memang mencari-cari datang menangkapnya dan membawanya pergi. Penduduk desa merasa sayang dan terharu.
P.T. KAMAJAYA FILM CORP. |
SANDY SUWARDI HASSAN EVA MUSLIM RD MOCHTAR OLOAN SITOMPUL CONNIE SUTEDJA ROSALINE OSCAR SARI NARULITA ARMAN EFFENDY CHAIDAR DJAFAR DEWI ROSARIA INDAH SAM SUHARTO TATY ABDILLAH |
NEWS
08 September 1973
Belum tiga tragedi
MELONCATI tembok penjara di malam buta, Adi (Arman Effendi) memang berhasil bebas. Tapi penonton kemudian terkungkung belitan dua tentang, awal mula sang Adi berkenalan bui. Tingkah lakunya yang terpuji ketika bersembunyi di desa, budi baiknya pada gadis kecil Tndahsari (Rosaria Indah), sikap jantannya membela ibu guru Puspasari dari cengkeraman Maman (Sandy Suwardi Hassan) si anak kepala desa, semuanya membujuk pembeli karcis untuk sepakat menduga Adi bukan penjahat. Maka amatah mengejutkan bahwa di bagian terakhir film Deru Campur Debu ini, polisi yang menangkap pelarian itu berbicara tentang "orang yang dicari-cari karena melakukan kejahatan di berbagai tempat dengan nama samaran yang bermacam-macam". Perwatakan Adi yang kabur menjadi lebih menyulitkan oleh sutradara Mardali Syarif menangani tokoh pelarian ini. Penuh misteri dan banyak diam, orang boleh berharap sebuah surprise pada akhir kisah. Mula-mula terduga bakal ada lap setory antara Adi dan Puspasari (Rosalin Oskar), atau paling sedikit pertemuan kembali 2 saudara Adi dengan bekas pemain ronggeng (Elva Muslim).
Tapi hingga lampu kembali terang dalam ruang pertunjukan harapan-harapan itu boleh terus berkembang dalam kepala masing-masing penonton saja. Kisah pemain ronggeng yang kemudian jadi bini muda kepala desa (Sam Suharto) memang masih harus diberi kesempatan lebih banyak. Menjadi kepal desa dengan isteri seorang perempuan bekas ronggeng keliling, bukanlah soal mudah. Nilai seorang ronggeng di mata penduduk tidaklah bagaikan ke dudukan bintang film di masyarakat kota, apa lagi kalau ronggeng itu terkabar pula berbuat zina dengan anak tirinya. Mudah dibayangkan bahwa bukan tanpa keistimewaan tatkala seorang kepala desa siap mengambil resiko kawin dengan ronggeng, tapi ketika sang ronggeng berkeputusan untuk pergi di malam hujan, tidak banyak perubahan pada wajah suaminya, jangan pula usaha mencegahnya. Puspasari juga ada cerita. Puteri tunggalnya, Indahsari, adalah hasil hubungan luar perkawinan ketika ia masih sekolah di kota. Maman yang tahu soal tersebut, toh tidak berputus asa bagi menjadi suami untuk perempuan yang mendukung aib itu. Begitu hebatkah Puspasari menyembunyikan rahasianya hingga di desa hanya Maman yang tahu kecelakaan yang pernah menimpanya? Tidakkah Indahsari suatu kali bertanya tentang ayahnya? Dan bagaimana orang desa berbicara tentang kejandaan ibu guru? Semua ini nampaknya dipersederhana saja oleh si penulis cerita dan skenario.
Walhasil, film yang judulnya dipinjam dari nama kumpulan sajak penyair Chairil Anwar itu sesungguhnya mengandungi 3 tragedi. Sayangnya ketigatiga tragedi itu tak satupun yang diurus dengan rapi. Tentu saja cerita jadi mengambang oleh salah urus tersebut dan ini terlalu pantas untuk dirisaukan, melihat bahwa film ini mempunyai harapan untuk menjadi tontonan yang baik. Warna cerita dan lokasi pemotretannya pada sebuah desa yang sejuk di Jawa Barat. tenancar sear ke mata penonton yang konon nyaris bosan oleh film-film kehidupan kota yang berlimpah kemewahan. Permainan para bintangpun tidak mengecewakan, apalagi karena watak-watak yang mereka harus bawakan adalah watak-watak orang desa yang tidak memerlukan imajinasi berlebihan seperti kalau Sandi Suwardy harus memainkan tokoh orang intelektuil, misalnya. Jadi soalnya, itulah: cerita yang berhasrat mengandung terlalu banyak bayi, dengan persiapan skenario yang kurang apik, hasilnya hanya bak kata pepatah "yang dikandung kececeran, yang dikejarpun tak dapat". Salim Said
AYAH TIRIKU IBU TIRIMU / 1977
Ibunya Dina, sorang janda dan guru, dipersunting Hendra, penyanyi duda dengan dua anak. Intrik datang dari adik sang duda, seorang perawan tua dan pasangannya, tukang susu Abdullah untuk menggagalkan kehidupan perkawinan ini. Usahanya nyaris berhasil. Anak-anak minggat, mertua Hendra yang datang dari kampung sakit hati atas perlakuan Ellya. Maka rahasia Ellya dibuka. Perawan tua ini pernah sakit jiwa. Akhirnya semua bisa selesai. Ellya dilamar Abdullah.
P.T. YUKAWI NAVIRI FILM PROD. |
DINA MARIANA ELLYA KHADAM MAY SUMARNA USMAN SAID LILLY IBRAHIM YATTI KUSUMAH ARMAN EFFENDY NASUM AS VIVIE YUNITA PUSPONEGORO |
TUAN, NYONYA DAN PEMBANTU / 1991
Maryani (Anna Shirley) yang sangat senang dengan keindahan tubuh dan kariernya, lupa akan kewajiban rumah tangga, hingga suaminya, Zainul (Deddy Mizwar), diam-diam berhubungan dengan pembantu mereka, Nyi Imas (Eva Rachmat). Tetapi ketahuan juga oleh istrinya, Maryani. Maryani mengusir Nyi Imas dari rumahnya. Akhirnya Maryani pun sadar dan rumah tangganya terselamatkan juga.
Atas nama emansipasi Mariyani atau Yani (Anna Shirley)
bertindak ingin menyetarakan dengan laki-laki, ia tidak mau kalah dengan
laki-laki. Ia sangat menikmati keindahan tubuhnya dengan fitness. Adalah Zainul
(Deddy Mizwar) suaminya yang seharusnya di urus oleh istrinya Yani, namun
sayang sekali Yani melemparkan tanggungjawabnya pada Surti (Evalia Rachmat)
pembantunya untuk mengurusi segala macam kebutuhan Zainul termasuk melepas
sepatu, mengambilkan handuk untuk mandi dan mengganti pakaian Zainul, suatu
tanggungjawab yang seharusnya di lakukan oleh Yani.
Zainul sempat protes pada Yani, apalagi ketika mengetahui
kalau Yani lebih care pada sahabatnya Lilis (Alba Fuad). Yani memperlakukan
Lilis seolah ingin melindunginya dan berusaha meracuni Lilis agar tidak mau
kalah dengan laki-laki. Namun hasilnya, Zainul malah di marahin dengan alas an
emansipasi. Yanipun menolak kehadiran ayahnya yang dulu pernah meninggalkan
yani ketika masih kecil dan kawin lagi. Zainul dan Yani tinggal di kota
Semarang .
Yani sibuk dengan urusan menggelembungkan ototnya, sementara
Zainul sendiri pun akhirnya mencari pelampiasan dengan menjadikan Surti sebagai
teman curhatnya. Surti tidak hanya sekedar mengurus Zainul namun lebih dari
itu, Surti menjadi tempat curahan hati dari Zainul. Zainul menganggap pekerjaan
Surti adalah pekerjaan seorang istri, karena lebih pantas Surti lah yang jadi
istrinya dibandingkan dengan Yani yang sibuk dengan urusannya. Surti justru lebih care dengan Lilis
bawahannya, bahkan ketika Lilis sedang menginap di hotel dengan Yani karena
urusan pekerjaan, suami Lilis datang dan menghajar Lilis, namun akhirnya
Yanilah yang menyelesaikan masalahnya dengan menghajar balik suami Lilis yang
pengangguran.
Sementara itu Zainul akhirnya mengajak Surti untuk mendampinginya
ke resepsi pernikahan kawannya dengan berpura-pura sebagai istrinya . Surti
yang tidak biasa memakai hak tinggi akhirnya merasa kikuk sendiri di buatnya,
dan bahkan sepatunya sempat tertinggal satu. Ketika resepsi sedang berlangsung,
tiba-tiba Yani dan Lilis datang ke resepsi yang sama. Karena panik, akhirnya
Surti dan Zainul tercebur ke kolam renang. Keduanya akhirnya mengendap-endap
untuk menghindari Yani. Apalagi setelah tahu Yani dan Lilis mau segera pulang
karena ada catatan yang tertinggal dirumah, akhirnya dengan menaiki taksi,
Surti dan Zainul akhirnya segera pulang kerumah sebelum keduluan Yani. Bahkan
keduanya harus menaiki pagar rumah untuk dapat masuk kedalam. Akhirnya keduanya
sampai kerumah sebelum Yani sampai. Yani kaget di buatnya karena rambut Surti
basah, apalagi setelah Lilis mencium bau parfum Yani di tubuh Surti.
Yani ditugaskan keluar negeri, sementara itu sebagai
pengganti Yani di rumah, maka Lilis di suruh tinggal dirumah Yani. Tentu saja
ini membuat Zainul semakin merasa tidak di hargai sebagai suami. Lilis bahkan
memata-matain Zainul. Selama keberadaan Lilis di rumah, Zainul merasa tidak
betah, dan jarang sekali dirumah. Lilis mengikuti Zainul hingga ke hotel,
bahkan memergoki Yona sekretarisnya di kamar hotel. Yona adalah sekretarisnya
yang ketika datang kehotel memang sedang mengadakan meeting dengan klien, namun
Lilis tidak mengetahuinya dan menganggap Zainul telah berselingkuh.
Ketika Yani sudah
kembali ke Semarang,
maka segera Lilis mengadukan Zainul yang telah berselingkuh. Yani marah. Ia
menghajar Yona dan juga sopir Zainul, bahkan Yani juga menonjok Zainul. Zainul
pergi dari rumah dan melampiaskannya dengan mabok-mabokan.
Akhirnya Sandiwara
Surti dan Zainul terungkap oleh Yani, Yani marah pada Surti karena telah
menghancurkan kepercayaanya, namun Zainul membela Surti, karena Yanilah yang
membuat keadaan antara keduanya terpojok dan tidak ada pilihan lain hingga
akhirnya keduanya pun saling mencintai. Akhirnya Surti pulang ke kampung,
meninggalkan Yani dan Zainul.
P.T. PANCARAN INDRA CINE FILM |
BIBIR-BIBIR BERGINCU / 1984
Sahada, ayah Sari (Chintami Atmanegara)dipenjara karena pembunuhan untuk mempertahankan hidup. Sari dan ibunya terjerumus dalam dunia pelacuran. Ketika Suhada bebas dari penjara dan melihat kenyataan isteri dan anaknya, ia sangat berang. Deny (Dolly Martin), pemuda yang sangat menyenangi Sari ditusuk oleh Suhada, sehingga ia harus berurusan kembali dengan polisi. Ayah Deny sama sekali tidak setuju, anaknya berhubungan dengan Sari, karena sang ayah sudah lebih dulu berkencan dengan Sari. Demi cinta mereka tetap berhubungan, kendati pun sulit.
DORCE KETEMU JODOH / 1990
Cerita tentang banci bernama Dorce (Dorce), diperankan oleh seorang banci dengan nama yang sama. Dorce pindah dari Surabaya ke Jakarta untuk menjadi penyanyi pub. Dalam kehidupan malam, Dorce menemukan cinta. Dari Tante Gladiol (Ida Kusumah) yang menganggap Dorce seorang pemuda tampan dan dari Rico (Harry Capri) yang menganggap Dorce gadis paling cantik di dunia. Di sini Dorce memilih untuk hanya menjadi satu jenis, pilihan yang tak sesuai dengan kodrat fisiknya sebagai pria.
LANGIT TAKKAN RUNTUH / 1987
Julia (Faika) yang memiliki paras cantik menggunakan kecantikannya itu jadi foto model untuk menyelamatkan kehidupan keluarganya yang pas-pasan. Suaminya hanya pegawi kecil merangkap sopir taksi. Julia sukses tapi anaknya yang diserahkan pada pembantu karena kesibukkannya lari dari rumah. Rumah tangganya nyaris hancur, apalagi suaminya tertabrak orang yang hendak mengencani Julia. Maka ayah Julia turun tangan untuk menyelamatkan perkawinan anaknya.
P.T. JENJANG SEJAHTERA FILM
FAIKA ANTON SUMADI ROY MARTEN ALBERT FAUZIE S. BONO YAYUK SRI RAHAYU ERMI NOOR IBRAHIM RAY HALIM ENNY YULL |
Langganan:
Postingan (Atom)