Tampilkan postingan dengan label BANYUWANGI - PROBOLINGGO - JEMBER - BONDOWOSO - SITUBONDO BIOSCOOP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BANYUWANGI - PROBOLINGGO - JEMBER - BONDOWOSO - SITUBONDO BIOSCOOP. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Agustus 2020

BANYUWANGI - PROBOLINGGO - JEMBER - BONDOWOSO - SITUBONDO BIOSCOOP

BANYUWANGI

Dimasa Kolonial Belanda ada 2 bioskop di Banyuwangi.

SOCIETEIT DE CLUB BIOSCOOP
Di Kepatihan, milik orang Eropa W.C.H Toewater.


Societeit de Club termasuk bioskop elit yang penontonya adalah golongan orang-orang Belanda dan ras kulit putih murni yang datang dari Eropa. Dalam struktur pengelompokan ala kolonial, mereka disebut warga kelas satu. Film yang di putar adalah film Jerman dan Hollywood dengan terjemahan teks Bahasa Belanda. Gedung Society yang terletak di utara Taman Blambangan, di samping sebagai bioskop juga berfungsi sebagai tempat bersosialisasi dengan menampilkan berbagai hiburan dan permainan. Di antaranya adalah permainan billiard (bola sodok). Di jaman Belanda juga digunakan untuk penyambutan tamu-tamu penting, rombongan Mangkoenegoro dijamu di Gedung societeit ini. masyarakat menyebut dengan nama Kamar Bola atau Gedung Juang 45 saat ini.


SRIKANDI BIOSCOOP

Srikandi Bioscoop yang terletak di selatan Masjid Jami’ Baiturrohman milik warga pribumi M.A Edris. Bioskop Srikandi terletak di selatan Masjid Jami’ Baiturrohman.

Bioskop Srikandi yang berdiri sejak zaman Belanda dan memiliki 100 kursi dengan harga tiket sekitar Rp 5 sen. jika film yang diputar adalah film "Jawa" maka di depan bioskop akan digelar pertunjukan Angklung Caruk.

Di sana sering memutar film Melayu dan Mandarin dengan terjemahan Bahasa Melayu dan Mandarin (kuo yu). Film ini disukai oleh masyarakat Tionghoa peranakan dan masyarakat pribumi. Film melayu yang sangat disukai kala itu adalah Terang Boelan (1937), Alang alang, Gagak Hitam (1939), Dasima, Kris Mataram, dan Melati Van Agam(1940).

Saat sore hari, poster film akan diputar keliling kota menggunakan dokar. Menurut Hasnan jika film yang diputar adalah Film Tarzan, maka akan ada tokoh Tarzan yang akan ikut berkeliling membawa poster. 

Bioskop Srikandi tutup pada tahun 1980-an dan bekas bangunannya sudah difungsikan sebagai perpustakaan. Saat ini bangunan Bioskop Srikandi sudah tidak ada dan di ganti dengan aula Masjid Agung Baiturrahman. 

BIOSKOP SYLVA


Di daerah Benculuk, kec Cluring, Banyuwangi
bioskop ini dibangun sekitar tahun 1970-an
sekitar tahun 1988 gedung ini mulai jarang dioperasionalkan krn minat masyarakat melihat film di bioskop makin turun


BIOSKOP SUZANA
Di Jalan Kapten Ilyas tepat di barat Bioskop Srikandi.

Bioskop Suazana adalah salah satu bioskop yang paling megah di Banyuwangi. Kala itu ada empat jenis tiket yang dijual yakni Kelas 1A dengan harga tiket Rp 15 sen, kelas 1B harga 7 sen 5 ketip. Sedangkan kelas 2 dan kelas 3 harga tiket sekitar Rp 1 sen. Sayangnya Bioskop Suazana tutup sekitar tahun 1993.

BIOSKOP IRAMA / SEDERHANA


Lokasi dekat dengan pelabuhan Boom, sudah ada tahun 1971. Lalu di sewakan ke salah seorang pengusaha Bali yang kemudian menyulap bangunan tersebut menjadi bioskop sederhana. Ada 500 kursi spon yang disediakan dengan tiket penjualan Rp 75. Semua jenis film diputar mulai dari film India sampai Rhoma Irama. Bahkan Film Titanic yang fenomenal pada masanya pernah diputar. Saat itu poster film diumumkan dengan mobil pick up dengan pengeras suara dibawa keliling Kota Banyuwangi. 

Saat nonton di Bioskop Irama hanyalah gelap, lembab, aroma kecoa dan tikus yang sangat kuat, selalu menaikkan kaki saat nonton film karena takut dengan tikus yang tiba-tiba melintas dengan cepat.


PROBOLINGGO

Di era 80-90an, ada sekitar lima gedung bioskop menghiasi Kota Probolinggo. Pada masa itu, kelima gedung bioskop di kota penghasil Mangga dan Anggur ini bersaing ketat demi menarik hati pecinta film layar lebar. Persaingan dalam menyajikan tontonan yang diminati agar konsumen datang ke gedung bioskop mereka. Seiring dengan berlalunya waktu, gedung bioskop di Probolinggo menghilang satu per satu karena masyarakat yang mulai beralih ke televisi. Saat ini gedung bioskop yang tersisa pun harus bersaing dengan dirinya sendiri untuk dapat hidup, menghadirkan geliat film layar lebar di kota yang sering disebut sebagai Kota Bayuangga. 

Jalan Sutomo adalah pusat kota juga hiburan ada tida bioskop di sana, saling menarik pengunjungnya.


BIOSKOP GUNTUR 21
Di Jalan dr. Sutomo, Gedung lama tidak berbekas, di rehap hingga wajah baru dan join dengan 21.


BIOSKOP GARUDA


di Jalan dr. Sutomo  akhir era 90an, gedung bioskop ini masih berfungsi sebagai mana layaknya gedung bioskop, yakni menayangkan film-film yang dapat disaksikan pengunjung. Di halaman depan gedung bioskop terdapat banyak pedagang buku, minyak wangi (parfum), obat tradisional, minyak lawang, tas, dompet, makanan, tambal ban, dan sebagainya. Halaman gedung ini akan semakin ramai oleh pedagang dan calon konsumen pada malam minggu. Di samping gedung bioskop Garuda juga ada arena “game dingdong” yang dipenuhi anak-anak. Ramainya pedagang di halaman gedung bioskop dan adanya arena permainan dingdong ternyata tidak sejalan dengan bisnis film layar lebar yang pengunjungnya semakin berkurang. Pada akhirnya, di awal 2000an, Bioskop Garuda pun tutup dan praktis hanya menyisakan pedagang berbagai macam jenis barang dan game dingdong.


BIOSKOP RIA / REGINA


Jalan dr. Sutomo Bioskop Regina dengan mengambil konsumen dari kalangan (seharusnya) dewasa. Spanduk film yang dapat disaksikan yang terletak di halaman depan gedung bioskop sering kali ditutup oleh jahitan kain hitam atau putih pada beberapa bagian. Penutupan bagian spanduk ini tidak lain dimaksudkan untuk sensor bagian yang dianggap erotis. Lama-kelamaan penayangan spanduk iklan film yang akan diputar di Bioskop Regina diganti menggunakan kain lebar bewarna hitam dengan rangkaian huruf berwarna putih. Rangkaian huruf tersebut membentuk kalimat “Putar Film Seperti Biasa”. Nampaknya para pelanggan Bioskop Regina sudah mengetahui dan paham betul tentang film yang bisa dinikmati di gedung bioskop tersebut. Pada akhir tahun 2000an, gedung ini pun menyusul tiga gedung bioskop lainnya untuk gulung tikar. Saat ini sama seperti Bioskop Garuda, hanya menyisakan pedagang makanan, minuman, penyewaan komik, pangkas rambut, dan sebagainya di halaman depan gedung bioskop.

BIOSKOP PUSAKA
Gedung Bioskop Pusaka terletak di Jalan Raya Dringu, tidak jauh dari pos polisi Randu Pangger Probolinggo.


BIOSKOP WIJAYA KUSUMA
Gedung Bioskop Wijaya Kusuma terletak di bagian selatan Jalan Basuki Rahmat, tepatnya berada di dalam komplek Wijaya Kusuma Mall, berseberangan dengan Pasar Mangunharjo. Bioskop Wijaya Kusuma adalah gedung bioskop yang masih bertahan hidup di Kota Probolinggo. Di dalam komplek Wijaya Kusuma Mall ini sendiri tidak hanya ada gedung Bioskop Wijaya Kusuma, namun terdapat juga tempat billiard, saloon, warnet, toko buku, penyewaan komik, fitness, gym, dulu juga terdapat arena game dingdong. 


JEMBER

BIOSKOP REX / JAYA





Bioskop pertama di Jember, REX, sekitar tahun 1940an, pada tahun 1960an berubah namanya menjadi bioskop JAYA, dan sekarang menjadi toko Sumber Kasih di Jl. Diponegoro.


CHATAY THEATRE 



Bioskop kedua di Jember, Chatay Theatre (foto th 1963), sekarang Telkom baratnya Pemda.

Bioskop pertama di Jember, REX, sekitar tahun 1940an, pada tahun 1960an berubah namanya menjadi bioskop JAYA, dan sekarang menjadi toko Sumber Kasih di Jl. Diponegoro


BIOSKOP AMBASADOR / DUTA / KUSUMA / JEMBER CINEPLEX



Pada 1957, yang kemudian menjadi bioskop DUTA, lalu berubah lagi menjadi bioskop KUSUMA. Inilah satu-satunya bioskop yang masih bertahan di Jember, dan sekarang.

JEMBER THEATRE



Jember Theater adalah bioskop yang berada di daerah Kepatihan (di depan GM). Jember Theater menempati Gedung GNI yang berdiri pada tahun 1956. Dulunya gedung GNI adalah tempat pertunjukan kesenian tradisional seperti ludruk dan wayang, setelah itu GNI menjadi gedung serbaguna. Menurut Pak Untung, seorang saksi sejarah yang berumur 55 tahun, Jember Theater mengalami masa kejayaan pada 1986-1990an. Kapasitas bioskop ini sekitar 450 tempat duduk. Dulunya pemutaran film di Jember Theater begitu ketat. “Dulu nonton film diawasi polisi mbak.” katanya. Setelah bioskop mati, gedung GNI ini dipakai sebagai apotik, tempat praktek dokter dan sekarang menjadi tempat futsal.

BIOSKOP SAMPURNA
Dekat dengan bioskop Jaya, gedung terbakar dan hilang.

BIOSKOP INDRA
Jl. Trunojoyo 



BONDOWOSO

BIOSKOP PRESIDENT




SITUBONDO

Ada bioskop SINAR PUSAKA THEATRE letaknya berada di Kecamatan Kendit.



Puluhan tahun silam, bioskop di Situbondo sangat aktif. Ada dua tempat yang dikelola pemerintah. Yaitu di pertigaan pojok timur Jalan bawean, dan didalam pasar Mimbaan baru. Ketika ada film-film baru, masyarakat berbondong-bondong datang untuk menonton.

 

Ada juga BIOSKOP GELORA di Karesidenan Besuki, Situbondo. Bioskop, yang dibangun sekitar 1965


Harga tiketnya masih dibandrol Rp 1,- paling murah. Di bioskop Gelora kursi penonton dipisah menjadi 3 kelas, kelas I - II - III. Pemutaran film dilakukan setiap hari bahkan bisa berlangsung dua hari untuk satu film jika itu menarik minat masyarakat Besuki, salah satunya film India. Unik ya, kami takjub gedung ini masih berdiri tegak dengan segala perjuangannya sampai hari ini. Memang merupakan properti pribadi namun telah menjadi ikonik dan kenangan yang melekat bagi masyarakat Besuki sampai saat ini. Seiring teknologi berkembang dan televisi berwarna sudah membumi, bioskop kehilangan penggemarnya dan pemilik bangunan terpaksa menghentikan usaha entertainment ini