GOTOT PRAKOSA
Nama :Gotot Prakosa
Lahir :Padang, Sumatera Barat,
10 Desember 1955
Pendidikan :
Lahir :Padang, Sumatera Barat,
10 Desember 1955
Pendidikan :
Taman Siswa Ibu Pawiyatan, Yogyakarta,Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI),Jurusan Film FFTV IKJ, Jakarta (1981),Animation Workshop, University of Phillipines (1982),
Pendidikan Pengajar Sinematografi (1984),
Pendidikan Animasi di Laussane, Swiss (1984),
IKJ Jurusan Filmologi,
S-2 Program Studi Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, UGM Jogyakarta (1992-2002)
Profesi :
Pembuat Film,
Pengajar bidang Film dan Multimedia,
Pelukis,
Penulis
Pendidikan Pengajar Sinematografi (1984),
Pendidikan Animasi di Laussane, Swiss (1984),
IKJ Jurusan Filmologi,
S-2 Program Studi Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, UGM Jogyakarta (1992-2002)
Profesi :
Pembuat Film,
Pengajar bidang Film dan Multimedia,
Pelukis,
Penulis
Lukisan Warna,
Telur & Singkong,
Jakarta-Bandung
Penghargaan :
Festival Film Mini DKJ (1976-1981),
Experimental Work Film (1987),
Art Houses Association (Kanada),
International Film Forum Jerman,
Film Dokumenter Kantata Takwa yang dibuat bersama Erros Djarot dan Slamet Rahardjo meraih penghargaan Golden Hanoman dan Geber Award pada Jogja Netpac Asian Film Festival 2008
Filmografi :
Sepasang Tanduk (Animasi, 1975),
Impuls (Animasi, 1976),
Meta-Meta (Animasi,1977),
Dialog (Animasi, 1978),
Koen Faya Koen (Animasi, 1980),
Genesis-Genesis (Animasi, 1981),
Self Potret (Animasi, 1982),
Ular Besi (Animasi, 1983),
Kosmopolis (1982-1984),
Gamelan Series (U-Matic, 1986),
Infermental (Betamac, 1987),
Bedoyo Sokamaya (U-Matic, 1988),
Wahyu and His Works (Video-8, 1989),
Kantata Takwa (1990),
Kosmopolis II (Animasi, 1992),
Sinyo Salam (1994),
Sakura di Bumi Nusantara (Betacam, 1995)
Telur & Singkong,
Jakarta-Bandung
Penghargaan :
Festival Film Mini DKJ (1976-1981),
Experimental Work Film (1987),
Art Houses Association (Kanada),
International Film Forum Jerman,
Film Dokumenter Kantata Takwa yang dibuat bersama Erros Djarot dan Slamet Rahardjo meraih penghargaan Golden Hanoman dan Geber Award pada Jogja Netpac Asian Film Festival 2008
Filmografi :
Sepasang Tanduk (Animasi, 1975),
Impuls (Animasi, 1976),
Meta-Meta (Animasi,1977),
Dialog (Animasi, 1978),
Koen Faya Koen (Animasi, 1980),
Genesis-Genesis (Animasi, 1981),
Self Potret (Animasi, 1982),
Ular Besi (Animasi, 1983),
Kosmopolis (1982-1984),
Gamelan Series (U-Matic, 1986),
Infermental (Betamac, 1987),
Bedoyo Sokamaya (U-Matic, 1988),
Wahyu and His Works (Video-8, 1989),
Kantata Takwa (1990),
Kosmopolis II (Animasi, 1992),
Sinyo Salam (1994),
Sakura di Bumi Nusantara (Betacam, 1995)
SINYO SALAM | 1993 | GOTOT PRAKOSA | Director |
Sejak kecil hingga remaja, salah satu putera pasangan Drs. Hengky Soemarso dan Penny Soedarpendah ini, memang dibesarkan dalam tradisi lingkungan Perguruan Taman Siswa, Yogyakarta. Sempat serius menekuni seni lukis di Sekolah Menengah Seni Rupa Indonesia (SSRI). Selepas dari Yogyakarta, Jakarta menjadi tujuan hidupnya, sembari terus ikut berbagi dan menimba ilmu. Setelah lebih kurang enam tahun, ia lantas melanjutkan studi ke Sekolah Film LPKJ-TIM, untuk bidang Penyutradaraan dan Animasi Eksperimental.
Perkenalannya dengan dunia animasi ini sebenarnya lahir tanpa sengaja. Pasalnya, karir pasangan hidup dari Susy Natalia ini, bermula dari kebiasaannya melukis. Kesenangannya itu kemudian ia salurkan saat mengumpulkan beberapa seluloid film milik Sjumandjaja. Selanjutnya dari seluloid bekas ini, ia mulai menggambar beberapa cerita yang membentuk sebuah story-board dan kemudian dijadikan film kreasinya. Semua itu ia lakukan selama studi di LPKJ-TIM, selain juga ikut menjadi salah satu tenaga pengajarnya sejak tahun 1978. Mendapat kesempatan khusus untuk belajar animasi di Filipina dan Singapura. Kemudian dilanjutkan ke Swiss pada tahun 1984, selama satu tahun. Di sini ia bertemu dengan dua pekerja animator handal, Robi Engler asal Swiss, dan Carl Fugun asal Austria-Jerman, dari Studio Imagination, di Kota Laussane, Swiss.
Sekitar 30 karya film pendek eksperimentalnya dibuat tahun 1970-an, sejak tahun 1991 sudah direservasi ulang oleh National Film Archive, Canberra, Australia sebagai bahan studi khusus di Monash University, dan beberapa universitas lainnya di Australia. Kemunculannya karya-karyanya di akhir tahun 1970-an cukup memberi catatan tersendiri dalam perjalanan karirnya. Mengingat di era sebelumnya, Indonesia lebih banyak dikenal dengan garapan-garapan film dokumenter yang banyak menjual eksotisme seni dan budaya. Tak heran, jika karya-karya film eksperimentalnya banyak dianggap aneh oleh beberapa pengamat film saat itu. Beberapa karya garapnya yang sempat mengemuka adalah Lukisan Warna, Telur & Singkong, dan Jakarta-Bandung. Sebagai pekerja seni, selain akrab dengan dunia produksi, Ketua Program Studi Animasi FFTV-IKJ ini, sering menjadi langganan juri untuk berbagai festival bergengsi dari kelas independen sampai komersil setingkat Festival Film Indonesia.
Kiprahnya di dunia film secara keseluruhan juga sudah diakui baik di tingkat nasional maupun mancanegara. Beberapa penghargaan itu, di antaranya datang dari ajang Festival Film Mini-DKJ (1976-1981), dan Experimental Work Film (1987), dari Art Houses Association (Kanada), serta International Film Forum Jerman.
Energi ayah dari putera semata wayang, Nur Langit Lembayung itu, seolah tak pernah habis untuk mensosialisasikan animasi. Selain masih terus keliling berbagi ilmu, ia juga masih terbilang aktif di sejumlah tim produksi sebagai sutradara. Selain itu, ia juga pernah ikut menggarap beberapa film layar lebar besutan sutradara Teguh Karya (alm), Eros Djarot, dan Slamet Rahardjo. Dari sinilah mereka kemudian sepakat mendirikan PT. Ekapraya Tata Cipta, yang digawangi oleh Eros Djarot, Slamet Rahardjo, Rahim Latif, dan Christine Hakim.
Gotot Prakosa, kerap menjadi salah satu sumber informasi yang paling sering dicari atau dijadikan narasumber seputar keberadaan perjalananan panjang animasi tanah air. Ia adalah Ketua ANIMA (Asosiasi Film Animasi Indonesia). Selain itu, sejak Mei 2006 lalu, ia juga menjadi Board Member ASIFA (Asosiasi Film Animasi Internasional) untuk wilayah Asia Tenggara.
Seiring maraknya kembali dunia perfilman tanah air beberapa tahun terakhir, jadwal mantan Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta itu, selalu disesaki dengan beragam seminar dan penjurian seputar dunia film. Dalam sebulan, ia bahkan bisa berada di beberapa tempat untuk maksud dan tujuan yang sama. Bukan tanpa alasan, jika alumni Program Sastra-Humaniora, Pasca Sarjana UGM Yogyakarta ini terlihat begitu getol menyuarakan nasib animasi tanah air di berbagai kesempatan.
Perkenalannya dengan dunia animasi ini sebenarnya lahir tanpa sengaja. Pasalnya, karir pasangan hidup dari Susy Natalia ini, bermula dari kebiasaannya melukis. Kesenangannya itu kemudian ia salurkan saat mengumpulkan beberapa seluloid film milik Sjumandjaja. Selanjutnya dari seluloid bekas ini, ia mulai menggambar beberapa cerita yang membentuk sebuah story-board dan kemudian dijadikan film kreasinya. Semua itu ia lakukan selama studi di LPKJ-TIM, selain juga ikut menjadi salah satu tenaga pengajarnya sejak tahun 1978. Mendapat kesempatan khusus untuk belajar animasi di Filipina dan Singapura. Kemudian dilanjutkan ke Swiss pada tahun 1984, selama satu tahun. Di sini ia bertemu dengan dua pekerja animator handal, Robi Engler asal Swiss, dan Carl Fugun asal Austria-Jerman, dari Studio Imagination, di Kota Laussane, Swiss.
Sekitar 30 karya film pendek eksperimentalnya dibuat tahun 1970-an, sejak tahun 1991 sudah direservasi ulang oleh National Film Archive, Canberra, Australia sebagai bahan studi khusus di Monash University, dan beberapa universitas lainnya di Australia. Kemunculannya karya-karyanya di akhir tahun 1970-an cukup memberi catatan tersendiri dalam perjalanan karirnya. Mengingat di era sebelumnya, Indonesia lebih banyak dikenal dengan garapan-garapan film dokumenter yang banyak menjual eksotisme seni dan budaya. Tak heran, jika karya-karya film eksperimentalnya banyak dianggap aneh oleh beberapa pengamat film saat itu. Beberapa karya garapnya yang sempat mengemuka adalah Lukisan Warna, Telur & Singkong, dan Jakarta-Bandung. Sebagai pekerja seni, selain akrab dengan dunia produksi, Ketua Program Studi Animasi FFTV-IKJ ini, sering menjadi langganan juri untuk berbagai festival bergengsi dari kelas independen sampai komersil setingkat Festival Film Indonesia.
Kiprahnya di dunia film secara keseluruhan juga sudah diakui baik di tingkat nasional maupun mancanegara. Beberapa penghargaan itu, di antaranya datang dari ajang Festival Film Mini-DKJ (1976-1981), dan Experimental Work Film (1987), dari Art Houses Association (Kanada), serta International Film Forum Jerman.
Energi ayah dari putera semata wayang, Nur Langit Lembayung itu, seolah tak pernah habis untuk mensosialisasikan animasi. Selain masih terus keliling berbagi ilmu, ia juga masih terbilang aktif di sejumlah tim produksi sebagai sutradara. Selain itu, ia juga pernah ikut menggarap beberapa film layar lebar besutan sutradara Teguh Karya (alm), Eros Djarot, dan Slamet Rahardjo. Dari sinilah mereka kemudian sepakat mendirikan PT. Ekapraya Tata Cipta, yang digawangi oleh Eros Djarot, Slamet Rahardjo, Rahim Latif, dan Christine Hakim.
Gotot Prakosa, kerap menjadi salah satu sumber informasi yang paling sering dicari atau dijadikan narasumber seputar keberadaan perjalananan panjang animasi tanah air. Ia adalah Ketua ANIMA (Asosiasi Film Animasi Indonesia). Selain itu, sejak Mei 2006 lalu, ia juga menjadi Board Member ASIFA (Asosiasi Film Animasi Internasional) untuk wilayah Asia Tenggara.
Seiring maraknya kembali dunia perfilman tanah air beberapa tahun terakhir, jadwal mantan Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta itu, selalu disesaki dengan beragam seminar dan penjurian seputar dunia film. Dalam sebulan, ia bahkan bisa berada di beberapa tempat untuk maksud dan tujuan yang sama. Bukan tanpa alasan, jika alumni Program Sastra-Humaniora, Pasca Sarjana UGM Yogyakarta ini terlihat begitu getol menyuarakan nasib animasi tanah air di berbagai kesempatan.
Pekerja Film alumni Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta (FFTV-IKJ) ini, sudah amat mahfum dengan seluk-beluk perjalanan dunia animasi tanah air, yang baginya harus segera dicarikan solusinya. Hampir semua memanfaatkan pendekatan budaya dalam filmnya, yang berangkat dari cerita rakyat seperti legenda atau mitologi. “Harus disadari, film animasi yang beredar di televisi nasional masih dikuasai oleh pasar impor. Suatu saat nanti kondisi ini harus berubah, mengingat jumlah SDM kita yang besar dan pasar yang belum tergarap. Mungkin kita harus belajar dari Jepang dan juga harus berbuat hal yang sama,” katanya. “Film-film impor ini bisa bertahan karena memiliki modal dan tenaga besar yang sabar menaklukkan waktu dalam sebuah sistem industri hiburan. Seperti halnya Jepang yang kini sudah melampaui Amerika,” tambahnya.”
Film Pendek dan Karya Animasi oleh Gotot Prakosa
Adegan kelompok dari 'Meta Ekologi' dengan anak-anak setempat menyaksikan acara pertunjukan dipentaskan di halaman Institut Seni Jakarta
Sembilan film pendek - awalnya diproduksi pada film 16mm, beberapa di antaranya animasi - dan dua video pendek, semua oleh Gotot Prakosa, disuplai pada satu video kompilasi dengan waktu pemutaran sekitar 105 menit.
Gotot Prakosa adalah pembuat film pendek eksperimental terkemuka di Indonesia. Sebagian besar koleksi di sini adalah pekerjaan yang dilakukan antara 1974 dan 1987 pada saat ia masih seorang siswa dan guru muda di Fakultas Sinematografi di Institut Seni Jakarta. Karya-karya tersebut berkisar dari animasi yang dihasilkan dengan menggambar langsung pada film (Meta-meta dan Impulse), atau dengan memotret gambar (Koen Faya Koen, dan A = Absolute, Z = Zen) atau benda-benda seperti buah dan telur (Dialog dan Genesis-Genesis) ), ke jenis "dokumenter" yang lebih teratur (Jalur, perjalanan cepat ke Bandung) ke "sinematisasi" seni pertunjukan (Meta-ekologi) yang mendalam dan halus, berdasarkan peristiwa kinerja tahun 1979 dengan nama yang sama dengan pertunjukan terkemuka di Indonesia artis, Sardono W. Kusuma, atau Vancouver-Borobodur, sebuah video, juga dilakukan dengan Sardono, kali ini di Vancouver di stan Indonesia di International Expo pada tahun 1986). Sebagian besar dari karya-karya ini memiliki kualitas eksperimen yang muda dan tidak sopan. Terkadang mereka relatif abstrak dan minimalis dan mengejutkan singkat. Sebagian besar bermain di sepanjang spektrum yang mencakup rasa tajam akan kekhasan budaya Indonesia dan kesadaran akan gaya dan suara internasional modern yang menarik.
Catatan tentang Film
Catatan dalam koma terbalik telah disediakan oleh Gotot Prakosa.
Meta Meta ('Gambar') (awalnya dilukis di atas film 16mm, warna, 3 mnt, 1975-6) "Gambar-gambar kekuatan kehidupan membuncah. Ini adalah film yang menggambarkan mimpi visual yang saya miliki ketika saya baru 12 tahun "Saya membuat film ini dengan cara yang sama seperti saya melukis."
Impuls (awalnya dilukis pada film 16mm, warna, 2 mnt.) Animasi abstrak eksperimental awal, dibuat dengan menggambar langsung ke film 16mm
Dialog (aslinya 16mm; warna; 3 mnt) Karya eksperimental awal, dibuat dengan menjiwai buah dalam mangkuk. Berbagai macam dialog - menggunakan bahasa tubuh - terjadi di antara buah.
Jalur ('Lane') (awalnya dibuat pada film 16mm, berwarna, 11 menit, 1977) "Perjalanan dari Jakarta ke Bandung. Film ini adalah ekspresi dari perjalanan, seolah-olah itu adalah meditasi, sebuah perjalanan di mana Anda mengabaikan semua yang ada di sekitar Anda. "
Non KB ('Keluarga Berencana') (Animasi, awalnya diambil pada 16mm, warna, 2 mnt, 1979) "Huruf KB merujuk pada istilah resmi` Keluarga Berencana ', yaitu `Keluarga Berencana'. Ini adalah" Non KB "Film. Visi spontan tentang pengenalan keluarga berencana."
Koen Faya Koen (Animasi, aslinya diambil pada 16mm, warna, 3 menit, 1979) "Koen Faya Koen!" adalah tangisan dalam bahasa Arab yang digunakan oleh pesulap jalanan Jakarta (dengan isyarat permohonan) ketika ia pergi untuk menyulap sesuatu. Koen Faya Koen adalah film ironis tentang penciptaan dunia, di mana Tuhan adalah semacam pesulap jalanan.
Salah satu peserta dalam 'Meta Ekologi'
Meta Ekologi (Awalnya dibuat pada film 16mm di Institut Kesenian Jakarta, B. & W., 14 mnt, 1979). Disutradarai oleh Gotot Prakosa dan berdasarkan pada acara pertunjukan yang dikembangkan oleh Sardono W. Kusuma. "Film ini merupakan tanggapan terhadap upaya untuk berdialog dengan ekologi bumi dan air. Kemanusiaan mengungkapkan perasaannya melalui tubuhnya dengan berusaha untuk menjadi satu dengan alam semesta. Ini seperti petani yang bekerja di tanah, ditutupi dengan lumpur. Suatu proses poeticisation. " Salah satu film paling luar biasa yang pernah dibuat di Indonesia.
Genesis, Genesis (Animation, aslinya dibuat pada 16mm, color, 12 min., 1981) "Sebuah film yang terinspirasi oleh mitologi kehidupan manusia dari bagian Indonesia, yang berbicara tentang kelas dan karakter". (Telur yang dicat, apel dan pawai ubi jalar dalam formasi mirip militer di lanskap pegunungan.)
A = Absolute, Z = Zen (Animasi, aslinya diambil pada film 16mm, warna, 4 mnt, 1983) Memulai setiap bagian dengan mudra baru (isyarat tangan) dari Sang Buddha, "seri penglihatan oleh Borobodur Buddha ini terkait ke Buddhisme Zen Jepang, sebagai serangkaian refleksi atas sifat masyarakat konsumeris ".
Vancouver-Borobodur (Video dengan koreografi dan pertunjukan oleh Sardono W. Kusuma, 1986, 20 menit.) Videografi oleh Gotot Prakosa di Vancouver di the Indonesian Expo). Dipotret pada pita rendah U-matic, kualitas teknis dari kaset ini bervariasi.
Wahyoe dan Karyanya (Video, 20 mnt., 1989, Videographer: Gotot Prakosa). "Bali sering menyimpan misteri, dan mungkin salah satu dari misteri ini adalah eksotisme Bali. Tapi bagi orang Bali, mungkin eksotisme itu adalah para turis itu sendiri. Wahyoe dibesarkan di Bali, tetapi dia telah tersentuh oleh nilai-nilai Barat. Meskipun dia telah bepergian di Amerika dan Eropa, dia masih memilih Bali, tinggal di sana sebagai pelukis modern, dan memiliki wanita kulit putih yang berbeda sebagai mitranya. Sebuah potret sisi lain kehidupan di Bali. " Dipotret pada pita rendah U-matic, kualitas teknis dari kaset ini bervariasi.
Film Pendek dan Karya Animasi oleh Gotot Prakosa
Adegan kelompok dari 'Meta Ekologi' dengan anak-anak setempat menyaksikan acara pertunjukan dipentaskan di halaman Institut Seni Jakarta
Sembilan film pendek - awalnya diproduksi pada film 16mm, beberapa di antaranya animasi - dan dua video pendek, semua oleh Gotot Prakosa, disuplai pada satu video kompilasi dengan waktu pemutaran sekitar 105 menit.
Gotot Prakosa adalah pembuat film pendek eksperimental terkemuka di Indonesia. Sebagian besar koleksi di sini adalah pekerjaan yang dilakukan antara 1974 dan 1987 pada saat ia masih seorang siswa dan guru muda di Fakultas Sinematografi di Institut Seni Jakarta. Karya-karya tersebut berkisar dari animasi yang dihasilkan dengan menggambar langsung pada film (Meta-meta dan Impulse), atau dengan memotret gambar (Koen Faya Koen, dan A = Absolute, Z = Zen) atau benda-benda seperti buah dan telur (Dialog dan Genesis-Genesis) ), ke jenis "dokumenter" yang lebih teratur (Jalur, perjalanan cepat ke Bandung) ke "sinematisasi" seni pertunjukan (Meta-ekologi) yang mendalam dan halus, berdasarkan peristiwa kinerja tahun 1979 dengan nama yang sama dengan pertunjukan terkemuka di Indonesia artis, Sardono W. Kusuma, atau Vancouver-Borobodur, sebuah video, juga dilakukan dengan Sardono, kali ini di Vancouver di stan Indonesia di International Expo pada tahun 1986). Sebagian besar dari karya-karya ini memiliki kualitas eksperimen yang muda dan tidak sopan. Terkadang mereka relatif abstrak dan minimalis dan mengejutkan singkat. Sebagian besar bermain di sepanjang spektrum yang mencakup rasa tajam akan kekhasan budaya Indonesia dan kesadaran akan gaya dan suara internasional modern yang menarik.
Catatan tentang Film
Catatan dalam koma terbalik telah disediakan oleh Gotot Prakosa.
Meta Meta ('Gambar') (awalnya dilukis di atas film 16mm, warna, 3 mnt, 1975-6) "Gambar-gambar kekuatan kehidupan membuncah. Ini adalah film yang menggambarkan mimpi visual yang saya miliki ketika saya baru 12 tahun "Saya membuat film ini dengan cara yang sama seperti saya melukis."
Impuls (awalnya dilukis pada film 16mm, warna, 2 mnt.) Animasi abstrak eksperimental awal, dibuat dengan menggambar langsung ke film 16mm
Dialog (aslinya 16mm; warna; 3 mnt) Karya eksperimental awal, dibuat dengan menjiwai buah dalam mangkuk. Berbagai macam dialog - menggunakan bahasa tubuh - terjadi di antara buah.
Jalur ('Lane') (awalnya dibuat pada film 16mm, berwarna, 11 menit, 1977) "Perjalanan dari Jakarta ke Bandung. Film ini adalah ekspresi dari perjalanan, seolah-olah itu adalah meditasi, sebuah perjalanan di mana Anda mengabaikan semua yang ada di sekitar Anda. "
Non KB ('Keluarga Berencana') (Animasi, awalnya diambil pada 16mm, warna, 2 mnt, 1979) "Huruf KB merujuk pada istilah resmi` Keluarga Berencana ', yaitu `Keluarga Berencana'. Ini adalah" Non KB "Film. Visi spontan tentang pengenalan keluarga berencana."
Koen Faya Koen (Animasi, aslinya diambil pada 16mm, warna, 3 menit, 1979) "Koen Faya Koen!" adalah tangisan dalam bahasa Arab yang digunakan oleh pesulap jalanan Jakarta (dengan isyarat permohonan) ketika ia pergi untuk menyulap sesuatu. Koen Faya Koen adalah film ironis tentang penciptaan dunia, di mana Tuhan adalah semacam pesulap jalanan.
Salah satu peserta dalam 'Meta Ekologi'
Meta Ekologi (Awalnya dibuat pada film 16mm di Institut Kesenian Jakarta, B. & W., 14 mnt, 1979). Disutradarai oleh Gotot Prakosa dan berdasarkan pada acara pertunjukan yang dikembangkan oleh Sardono W. Kusuma. "Film ini merupakan tanggapan terhadap upaya untuk berdialog dengan ekologi bumi dan air. Kemanusiaan mengungkapkan perasaannya melalui tubuhnya dengan berusaha untuk menjadi satu dengan alam semesta. Ini seperti petani yang bekerja di tanah, ditutupi dengan lumpur. Suatu proses poeticisation. " Salah satu film paling luar biasa yang pernah dibuat di Indonesia.
Genesis, Genesis (Animation, aslinya dibuat pada 16mm, color, 12 min., 1981) "Sebuah film yang terinspirasi oleh mitologi kehidupan manusia dari bagian Indonesia, yang berbicara tentang kelas dan karakter". (Telur yang dicat, apel dan pawai ubi jalar dalam formasi mirip militer di lanskap pegunungan.)
A = Absolute, Z = Zen (Animasi, aslinya diambil pada film 16mm, warna, 4 mnt, 1983) Memulai setiap bagian dengan mudra baru (isyarat tangan) dari Sang Buddha, "seri penglihatan oleh Borobodur Buddha ini terkait ke Buddhisme Zen Jepang, sebagai serangkaian refleksi atas sifat masyarakat konsumeris ".
Vancouver-Borobodur (Video dengan koreografi dan pertunjukan oleh Sardono W. Kusuma, 1986, 20 menit.) Videografi oleh Gotot Prakosa di Vancouver di the Indonesian Expo). Dipotret pada pita rendah U-matic, kualitas teknis dari kaset ini bervariasi.
Wahyoe dan Karyanya (Video, 20 mnt., 1989, Videographer: Gotot Prakosa). "Bali sering menyimpan misteri, dan mungkin salah satu dari misteri ini adalah eksotisme Bali. Tapi bagi orang Bali, mungkin eksotisme itu adalah para turis itu sendiri. Wahyoe dibesarkan di Bali, tetapi dia telah tersentuh oleh nilai-nilai Barat. Meskipun dia telah bepergian di Amerika dan Eropa, dia masih memilih Bali, tinggal di sana sebagai pelukis modern, dan memiliki wanita kulit putih yang berbeda sebagai mitranya. Sebuah potret sisi lain kehidupan di Bali. " Dipotret pada pita rendah U-matic, kualitas teknis dari kaset ini bervariasi.