RAJA JIN PENJAGA PINTU KERETA
Gono (Sukarno M. Noor) adalah bekas pemain lenong dengan peran khas Raja Jin. Ia kemudian bekerja sebagai penjaga pintu lintasan kereta api. Gono, karena begitu terobsesi dengan peran Raja Jin, maka baik dalam pekerjaan maupun di rumah, Gono tak pernah melepas peran itu, meskipun keluarga istrinya sangat membencinya. Tarian Gono ini menjadi hiburan bagi para pengendara mobil yang terhenti di lintasan saat kereta lewat, sementara orang lain memanfaatkan keadaan ini untuk berjualan.
Masalah timbul setelah kedua anaknya malu, karena tingkah bapaknya menjadi bahan ejekan teman sekolah, sementara pemilik warung justru marah ketika ia berhenti menari, seolah-olah menari itu sudah menjadi perintah dari kepala stasiun. Pemilik warung semakin serakah, dengan meminta Gono untuk lebih sering menutup pintu lintasan. Hal ini menimbulkan kemarahan kepala stasiun dan berlanjut keluarnya peringatan keras.
Tiba-tiba saja anak perempuannya jatuh dari pohon dan terancam lumpuh. Gono merasa sangat terpukul tidak bisa mendapat uang untuk mengobati anaknya. Anak lelaki dan istrinya berusaha bekerja, karena rayuan akhirnya ia menggunakan uang simpanan untuk membeli undian. Saat hujan di malam hari, terjadi banjir dan iapun harus menutup pintu lintasan. Bersama anak lelakinya, ia berusaha menghentikan kereta yang melintas. Karena usahanya itu, ia mendapat penghargaan dan uang.
|
P.T. CAHAYA SEMBILAN CORP. |
Film ini sarat dengan kedalaman perenungan dan penyindiran yang ada, birokrasi, masalah profesionalisme kerja, dan kecintaan dengan profesi kita. Diawal, orang salut dan kagum dengan pak Gono, yang jujur, sederhana dan memiliki hati menghibur orang tampa pambrih, walaupun ia miskin, tapi ia tetap bergembira dan senang melakukan pekerjaannya. Ketika penonton simpatik dengan tokoh ini, konflik pertama muncul dibawa oleh Tan Joi Bok yang curang, sehingga penonton sedih melihat nasib Pak Gono, tetapi setelah itu penonton segar lagi bahkan tertawa melihat upaya anak pak Gono meyakinkan Pak Kepala Stasiun KA( Mansyur S) agar tidak memecat bapak mereka, kalimat di pecat menjadi khas dalam adegan itu yang dilontarkan pak KS (kepala stasiun), lalu penonton sedih yang teramat lagi ketika sehabis gembira dan tertawa, bencana muncul dengan lumpuhnya anak pak Gono yang di awal film sudah digambarkan sebagai anak yang periang dan selalu bermain, artinya yang selalu menggunakan kakinya untuk kebahagiaan, tetapi kini dia lumpuh, jalan tidak bisa. Butuh perobatan yang mahal harganya. Keputusasaan Pak Gono kurang digambarkan dalam film, dan juga saat scene yang seharusnya tegang dan menjadi titik ledakan dalam film ini, malah kurang sekali...disaat Pak Gono dan anaknya menghentikan kereta api.
Walaupun sudah dibuat rintangan, hujan, anak terjatuh dan sebagainya. Tetapi adegan ini kurang sekali. Bahkan terkesan tidak meledak dengan besar tapi hanya lewat saja. Saya sekali. Problemnya mungkin adalah karena scene ini scene malam, exterior lagi. Mungkin sangat kurang dari penataan cahaya untuk malam exterior, karena dari awal film sampai scene ini, tidak ada scene malam. Sedangkan bagaimana cara expouse banjir di malam hari dan kereta api melintas, mungkin sangat sulit dari tehnis kamera dan kereta api ini dalam pengaturan scene saat itu mengingat pembuatan film tahun itu juga masih perlu peralatan tehnis khusus. Penonton tidak melihat banjir di atas Rel, penonton melihat hanya mobil yang mogok di rel palang pintu saat hujan. Penonton mengira mobil inilah permasalahannya, tetapi pengemudinya yang sedang membetultan mobilnya biasa saja, tidak ada expresi kedatangan kereta, bahkan ngedumel ke pak Gono memberitahukan kereta akan lewat.
Seharusnya scene ini bisa bagus sekali kalau mungkin tehnis film sudah maju dan SDMnya dengan tenis seperti ini bisa diatasi. Tetapi ini cerita yang baik sekali, penonton hanya kecewa di endingnya saja. Penonton terobati oleh tokoh Masyur S (pak KS) ini.
Sinopsis lengkapnya
Adegan dibuka dengan lewatnya kereta api jaman dahulu kala yang masih klasik dan hitam sekali. Raja Jin alias Gono (Soekarno M. Noor) adalah seorang penjaga pintu kereta api manual yang akan menutup pintu kereta yang juga mantan pemain Lenong. Dalam permainannya di Lenong ia selalu berperan sebagai Raja Jin, oleh karena itulah ia lebih dikenal sebagai Raja Jin. Sedangkan Istrinya (Rina Hasim) adalah seorang Ibu yang baik yang mempunyai dua orang anak Yanti (Noor Cahya) dan Yanto (Rawanto). Mereka tinggal di pinggir dekat rel kereta api diareal pesawahan dimana ketika buang hajat juga dari air yang mengalir dengan ditutup gubuk seadanya. Soekarno M. Noor bermain total di film ini, sehingga peran yang dibawakan juga membuat penonton. Keluarga Raja Jin dengan kaji Rp. 5000, sebulan. Yah gaji jaman segitu sih pas-pasan sekali. Lima Ribu……
Meski hidup sangat sederhana akan tetapi kehidupan raja jin selalu gembira, karena apapun yang di kerjakan selalu di landasi dengan kegembiraan. Raja Jin akan berjoget ketika Kereta api lewat setelah menutup palang pintu kereta api setelah itu kemudian melambaikan tangan ke kereta api yang lewat. Ini menjadi hiburan tersendiri bagi para penumpang bis yang sedang berhenti di pintu kereta api. Penumpang Kereta Api yang merasa mendapat hiburan akan melemparkan uang sekedarnya kepada raja jin sebagai balasan atas hiburan yang diberikannya.
Melihat peluang demikian menyebabkan jalur pintu kereta api tersebut menjadi ramai, dan akhirnya tumbuhlah warung-warung di sekitar pintu kereta api. Keadaan ini dimanfaatkan betul oleh bos penjual makanan untuk mengkoordinir orang-orang sekitar untuk berjualan.
****
Yanto di ejek oleh anak-anak di sekolah kakaknya kalau Bapaknya badut, kemudian berkelahi.
Ketika Yanto sedang di keroyok anak-anak tersebut, kemudian datanglah Yanti kakaknya yang melindungi Yanto. Pak Gono alias Raja Jin dikatain sebagai badut dan orang gila oleh anak-anak, hal ini menyebabkan Yanti dan Yanto menjadi malu. Akhirnya keduanya membalas kenakalan anak tersebut yang ternyata adalah anak dari Pak KS sang kepala Stasiun.
Sesampai di rumah selepas menutup pintu kereta api, Pak Gono disambut kecut oleh Yanto yang biasanya berteriak “raja jin mau lewat….” Atau kadang berteriak “raja jin mau berangkat”.. ketika Pak Gono mau berangkat ke pintu perlintasan kereta api. Akhirnya pak Gono menyadari ada yang tidak beres, dan akhirnya diketahui kalau Yanti baru berkelahi dengan anak pak KS yang diakibatkan oleh tingkah Bapaknya yang suka ngelenong di pintu kereta yang dianggap badut dan orang gila. Akan tetapi Pak Gono membesarkan hati anak-anaknya, bahwa ia tidak perlu malu dengan apa yang ia lakukan. Dengan penjelasan yang bijaksana, Pak Gono memberikan argumentasi yang sangat masuk akal dan mudah dimengerti anaknya. Mendengar penjelasan Bapaknya, Yanti menjadi sadar dan tidak malu lagi dengan Bapaknya bahkan bangga dengan kebaikan dan tingkah Bapaknya. Akan tetapi sesampai di pintu kereta api, tingkah Pak Gono tidak seperti biasanya, ia tertegun dengan pikiran kemana-mana karena ia tidak mau anaknya menjadi malu, pak Gono tidak berjoget lagi, hal ini menyebabkan aneh bagi penumpang bus yang selalu menunggu aksinya, dan menjadi kerugian tersendiri bagi pedagang disekitarnya. Akibatnya menyebabkan kemarahan bagi pedagang karena barang dagangannya tidak laku, mereka mengumpat dan memaki Pak Gono.
Begitu kereta berlalu, datanglah utusan Pak KS, pimpinan Kereta api yang datang untuk memerintahkan Pak Gono untuk tetap menutup pintu dengan member hiburan. Artinya Pak Gono diperintahkan untuk ngelenong kalau ada kereta api lewat. Ini memang akal-akalan Pak KS yang mempunyai rencana tersendiri. Dengan perasaan yang bercampur aduk, akhirnya dengan berpikir keras dan meluapkan emosinya, Pak Gono kembali berjoget. Dengan sedih Pak Gono berjoget sambil menangis meluapkan emosinya antara sedih, marah dan kecewa dengan keadaan. Ia memang berjoget awalnya karena ikhlas, namun kini atas perintah pak KS sang pimpinan stasiun kereta api, ia menjadi enggan, Keluarganya Yanti, Yanto dan juga ibunya terdiam larut dalam kesedihan. Inilah nasih orang kecil yang selalu dipermainkan dengan nasib……..
Hal ini juga dimanfaatkan oleh pemilik warung yang juga mengaku masih saudaranya Pak KS ikut bermain. Ia menyuruh Pak Gono untuk sering-sering menutup pintu kereta meski tidak ada kereta yang lewat agar hasil dagangannya besar. Hal ini tentu saja menyebabkan kemarahan bagi para pengendara mobil yang ingin lewat. Sehingga Pak Gono sering di marah-marah oleh para penumpang.
Akhirnya Pak Gono Pun dipecat dari penjaga pintu kereta.
****
Yanti dan Yanto kedua kakak beradik anak Pak Gono mengetahui keadaan Bapaknya, dan iapun diam-diam membantu dengan mendekati pak KS. Ia bisa main dirumah pak KS. Pada suatu hari Yanti dan Yanto bermain balon. Keduanya berlarian riang gembira, hingga akhirnya balonnya tersangkut di pohon. Yanto merengek pada Yanti untuk diambilkan, akan tetapi Yanti menolak. Namun karena terus didesak akhirnya Yanti naik ke pohon yang menyebabkan ia jatuh terduduk dan divonis menderita kelumpuhan. Jika ingin sembuh maka harus dibawa ke Jakarta. Hal ini menjadi pemikiran tersendiri karena pak Gono tidak mempunyai biaya untuk itu.
Pak Gono yang sudah bekerja kembali sebagai penjaga pintu kereta meski ditawarin untuk membeli nomor buntut dengan tegas menolaknya meski ia membutuhkan biaya. Sedangkan Yanto yang merasa bersalah terhadap Yanti mencoba bekerja di rumah Pak KS. Namun anak majikannya tersebut selalu menjadi penghalang bagi Yanto, sehingga iapun sering dimarahin oleh istri pak KS. Sedangkan pak KS sendiri merasa puas dengan hasil kerja Yanto. Anak Pak KS yang memang sudah berseteru sejak lama, merampas hasil kerja Yanto, uangnyapun di ambil. Yanto hanya bisa meratapi nasibnya. Sedangkan bos pemilik warung, yang biasa memanfaatkan Pak Gono dengan berjoget sehingga jualannya laku keras, ketika dimintai pinjaman oleh Pak Gono pun tidak memberikan pinjaman.
Pak Gono merasa selama ini dimanfaatkan, orang-orang hanya memanfaatkan sehingga ketika ia susahpun tidak ada satupun yang membantu. Hal ini menyebabkan Pak Gono tidak peduli dengan apa yang terjadi, sehingga meski kereta api mau lewat pak Gono berusaha cuek dan tidak peduli. Meski di beritahu ada tanah longsor disebelah barat yang bisa membuat kereta hancur..
Tersadar akhirnya Pak Gono dan Yanto ditengah malam disertai hujan deras berusaha lari mengejar kereta api, untuk mencegatnya dan menghentikannya. Dengan bersusah payah, akhirnya keduanya berhasil menghentikan laju kereta api tersebut. Atas jasa menyelamatkan nyawa dan kereta api, Pak Gono dan Yanto diberi penghargaan. Bahkan Yanto bisa bersekolah dan mengobati kaki Yanti.
Diakhir kisah ditutup dengan Yanto yang menggantikan Bapaknya di pintu kereta api, sambil berjoget seperti layaknya Bapaknya yang sedang ngelenong.
Soekarno M. Noor berhasil bermain dengan sangat bagus, aktingnya sudah tidak diragukan lagi, sehingga film ini terasa lebih bernyawa dan berisi. Film ini syarat dengan pendidikan dan unsur kebersamaan dan kerukunan keluarga meskipun memang sederhana. Cocok sebagai hiburan keluarga, tanpa harus takut akan adanya adegan-adegan yang tidak lulus sensor