ARIZAL
ARIZAL BA
Waktu kecil saya sering menonton filmnya, terutama yang ada hubungan dengan Warkop. Kebetulan saya suka juga dengan drama radio Warkop Prambos. Dan saat sekolah di IKJ, saya sepat ketemu Arizal di TIM. Tidak ada lucu-lucunya. Tapi filmnya adalah membawa sebuah warna baru bagi komedi Indonesia selain Nyah Abas Yakup yang lebih dulu menemukan warna komedi Indonesia, selanjutnya Warkop. Tentu Srimulat beda lagi style komedinya. Mungkin srimulat lebih kepada tehnik panggung sandiwara, atau ludruk di Indonesia. Tetapi yang pasti Nyah Abas, Arizal, atau srimulat memiliki gaya khas komedinya yang membuat banyaknya warna komedia di Indonesia. Terlepas dari sosok perempuan sexy yang tampil dalam filmnya, tetapi jaman tidak dapat di tipu. Saat warkop masih hidup dan sudah fakum. Saya lihat mereka muncul di sinetron warkop juga. Tetapi mereka kalah dengan pelawak baru yang ada. TEtapi ketika satu persatu warkop meninggal dunia, maka filmnya di buru, kaosnya di buru,...inilah yang disebut the Legend. Sama halnya seperti Benyamin.S.
MULTIARTIS
DUNIA FILM
06 September 1986
Insan di belakang film pesanan
DI tahun 1970, Almarhum Usmar Ismail tertarik pada sebuah komik yang dibuat seorang wartawan muda. "Pembuat komik ini punya bakat bikin film," kata Almarhum. Maka, wartawan muda itu pun ditawari jadi sutradara. Usmar keburu meninggal -- dan Arizal, sekarang 43, akhirnya memulai kariernya sebagai pembuat film di bawah bimbingan Turino Djunaidi. Tetapi, menurut kisahnya sendiri, bukan dengan Turino untuk pertama kalinya Arizal berkenalan dengan dunia film. "Di tahun 1968 saya sudah jadi figuran di Hollywood dan bermain bersama Burt Reynold," katanya. Konon, waktu itu dibutuhkan pemain Melayu untuk sebuah film fiktif -- dengan syarat tinggi 155 senti, hidung tidak pesek, badan atletis. Untuk peran itu ia tinggal di Amerika sekitar lima bulan. Sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi UI, lepas dari Hollywood itu ia mencoba melanjutkan sekolahnya dengan biaya sendiri. Untuk itu Arizal menjadi wartawan, mencipta lagu pop, mendesain pakaian ("sayalah yang mendesain jaket kuning UI"), bermain sulap, dan menggambar komik. Nah, kebolehan terakhir itulah yang membuka jalan baginya ke dunia film. Dan gurunya yang pertama, Turino, mengajarkan: bikin film semurah dan secepat mungkin. Maka, jadilah ia sutradara terlaris, termahal, tersibuk -- sutradara Indonesia yang terbanyak membuat film dalam dua dasawarsa terakhir ini. Sejak mulai menyutradarai pada 1974, hingga kini ia menghasilkan 35 film. Rahasianya? "Saya tidak tega melihat produser rugi karena saya." Para produser senang karena, "Arizal kerja cepat dan hemat." Dan hasilnya? "Kecuali beberapa, hampir semua film saya box office." Film laris belum tentu film bagus, tentu saja. Ini Arizal tahu.
Aneh juga -- toh penonton yang menjadi target film-film Arizal, sebagai yang diakuinya sendiri, adalah kelas menengah-bawah. Benarkah mereka mempersoalkan sumber cerita, jika filmnya selucu dan selancar Pengantin Baru ? Pertanyaan terakhir: sebagai sutradara yang dikejar-kejar produser, tidakkah Anda berada dalam posisi kuat untuk membuat film lebih baik dari yang Anda buat sekarang? "Saya tahu, saya ini sudah dicap sutradara pesanan. Ya, saya ingin mengubah citra itu. Saya ingin juga mendapat Piala Citra." Kurang dijelaskan, apa bentuk ikhtiarnya untuk itu -- tapi tentu tidak terlalu mudah. Soalnya, modal utama Arizal di mata para produser adalah sikapnya yang penuh kompromi itu. Untuk bikin film yang lebih baik lazimnya dibutuhkan waktu yang lebih panjang, biaya yang lebih besar, dan sikap yang kadang kurang serasi dengan produser. Bisakah mereka menerima? Setelah membuat sekian film dalam 12 tahun, sutradara jebolan Fakultas Ekonomi UI ini sudah menjadi satu dari hanya beberapa sutradara paling terampil di Indonesia. Adalah keterampilan yang menyebabkan Arizal bisa membuat film dalam waktu cepat dan dengan biaya murah. Jika kemungkinan perubahan yang jadi masalah, bisakah Arizal melihat film lebih dari sekadar hasil keterampilan? Jika bisa, dan berhasil, maka paling sedikit akan ada dua sutradara Indonesia yang terkemuka dalam waktu dekat, Arizal dan Teguh Karya. Yang terakhir memulai langkahnya dengan memperlakukan film sebagai media ekspresi, yang pertama melihat film sebagai barang dagangan. Untuk sampai di Roma, kata orang, memang ada banyak jalan, bukan ? Salim Said
Masih ketawa bersama prambors DETEKTIF Dono lengah. Di saat harus waspada mengawasi buronannya, ia justru asyik berajojing dengan seorang gadis di suatu disko. Ia memperlihatkan kemahirannya di disko itu sambil menirukan gaya John Travolta dalam film Saturday Night Fever. Banyak pengunjung, termasuk rekannya, detektif Kasino, sampai melongo dibuatnya. Buronan mereka, seorang istri yang dituduh menyeleweng, tentu saja memanfaatkan kelengahan kedua detektif partikelir itu. Bersama pacar gelapnya, wanita itu dengan cepat minggat. Untuk kesekian kalinya, Dono dan Kasino dari PT Kasino Bersama gagal. Serangkaian kisah sial kedua detektif tersebut merupakan bagian menarik dalam film Pintar-Pintar Bodoh sutradara Arizal. Di film itu juga dipertunjukkan kesialan detektif Indro dan Dorman dari PT Indro dan Konco -- saingan usaha PT Kasino Bersama -- melayani klien mereka. Di luar dugaan, Pintar-Pintar Bodoh - sekalipun tak terlalu baik sebagai film komedi -- ternyata menyedot 461 ribu penonton pada putaran tahap atas dan sliding di Jakarta. Sampai Mei ini, ia masih merupakan film komedi nasional yang paling banyak ditonton. Tahun lalu rekor tertinggi dipegang film Kabut Sutra Ungu (diperankan Yenny Rachman dan disutradarai Sjuman Djaja), menyedot 488 ribu penonton. "Prestasi film Pintar-Pintar Bodoh merupakan kejutan," sebut Zulharmans Said, Direktur PT Perfin, pengedar film nasional Keberhasilannya meraih penonton, katanya lagi, banyak dibantu oleh popularitas Warung Kopi (Warkop) Prambors yang telah dikenal luas lewat panggung dan rekaman kaset. Di film itu, anggota Warkop Prambors -- Dono Kasino dan Indro -- bertindak sebagai pemeran utama. Nanuk Mulyono yang masih sakit tak ikut. Ia digantikan Dorman Borisman. Nanuk hanya bermain dalam Mana Tahan -- film Prambors lainnya --yang meraih 400 ribu penonton. Dalam Gengsi Dong -- juga film Prambors yang meraih 230 ribu penonton -- ia juga tak ikut. Pertengahan Mei ini, bila tak ada aral melintang film Prambors keempat: Ge . . . Er (Gede Rasa) memasuki peredaran. Posternya yang menyolok, misalnya, sudah terpasang di bioskop Mulia Agung, Jakarta Pusat. Di situ tampak sedikit porno, Dono yang setengah telanjang kaget mendekap sesuatu. Istrinya di rumah sempat risi juga menyaksikan poster seperti itu. "Kalau mau dijadikan poster, mbok ya jangan adegan itu dong yang dipasang," ujar Dono menirukan "protes" istrinya.
ARIZAL BA
Lahir Senin, 11 Januari 1943 di Airmolek (Riau). Pendidikan : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Tingkat IV). Pendidikan Kewartawanan dan Workshop Film (KFT). Arizal pernah menjadi penulis cerpen, karikatur dan wartawan sebelum terjun ke film. Debut pertamanya sebagai astrada dalam film Kabut Bulan Madu (1972), produksi PT Sarinande Film. Ia baru dipercaya oleh PT Surya Indonesia Medan Film dalam Senyum Dan Tangis (1974) yang skenarionya ditulis sendiri. Setulus Hatimu (1975) meraih piala Citra pada FFI 1975 dan FFA 1975, untuk aktris utama Yenni Rachman. Sebagian filmnya selalu menyedot banyak penonton. Pintar Pintar Bodoh dan Maju Kena Mundur Kena adalah film yang paling laku, masing-masing pada 1981 dan 1983. Segi Tiga Emas (1986) dan Dendam Membara (1988) sukses dalam peredarannya di luar negeri.
Waktu kecil saya sering menonton filmnya, terutama yang ada hubungan dengan Warkop. Kebetulan saya suka juga dengan drama radio Warkop Prambos. Dan saat sekolah di IKJ, saya sepat ketemu Arizal di TIM. Tidak ada lucu-lucunya. Tapi filmnya adalah membawa sebuah warna baru bagi komedi Indonesia selain Nyah Abas Yakup yang lebih dulu menemukan warna komedi Indonesia, selanjutnya Warkop. Tentu Srimulat beda lagi style komedinya. Mungkin srimulat lebih kepada tehnik panggung sandiwara, atau ludruk di Indonesia. Tetapi yang pasti Nyah Abas, Arizal, atau srimulat memiliki gaya khas komedinya yang membuat banyaknya warna komedia di Indonesia. Terlepas dari sosok perempuan sexy yang tampil dalam filmnya, tetapi jaman tidak dapat di tipu. Saat warkop masih hidup dan sudah fakum. Saya lihat mereka muncul di sinetron warkop juga. Tetapi mereka kalah dengan pelawak baru yang ada. TEtapi ketika satu persatu warkop meninggal dunia, maka filmnya di buru, kaosnya di buru,...inilah yang disebut the Legend. Sama halnya seperti Benyamin.S.
Ketika masih hidup, kurang meledak, tetapi ketika ia sudah meninggal....langsung meledak, semua yang berhubungan dengannya di buru orang. Inilah dia teori The Legend yang tidak bisa di ciptakan atau pun di perkirakan. Seseorang itu bisa legend ketika apa yang terjadi bila dia sudah mati. The Legend juga tidak perlu butuh karya banyak atau pun kurun waktu yang lama untuk karir. Gombol dan Mbah surip juga fenomenal. Jaman lah yang membuktikan nanti, apakah the legend sejati, atau musiman.
Pada tahun 1970-1974 aktif di bidang kewartawanan.
Terjun ke film tahun 1972 sebagai pembantu sutradara, ia juga merangkap tugas sebagai penata artistik. Tahun 1974 ia mulai menulis skenario selanjutnya menjadi sutradara.
PENDIDIKAN
• Sekolah Rakyat Negeri 1 Tahun 1955 di Airmolek
• Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tahun 1958 di Airmolek
• Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tahun 1962 di Pekanbaru
• Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tahun 1971 di Jakarta
• West Coast Institute Of Menagement & Technology 4 Th Guardian MBA 20 Februari 2000 di Perth Australia.
• Sekolah Rakyat Negeri 1 Tahun 1955 di Airmolek
• Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tahun 1958 di Airmolek
• Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tahun 1962 di Pekanbaru
• Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tahun 1971 di Jakarta
• West Coast Institute Of Menagement & Technology 4 Th Guardian MBA 20 Februari 2000 di Perth Australia.
1. Karikaturis majalah Selecta dan lain lain 1963 – 1968 di Jakarta
2. Pemain orkes ”Singgalang Ria” Asuhan Kapt.TNI Syusamsir 1958 – 1962 di Pekanbaru
3. Pelukis cerita bergambar/komik di Medan dan Jakarta 1958 – 1968
4. Pengarang lagu: Usah Kau Goda - Emie Djohan 1967; Mengapa - Alfian 1967; Senyum dan Tangis/Film - Rano Karno 1974; Setulus Hatimu/Film – Tanty Yosepha & Elly S 1975; dan Main Film – Benyamin S 1975
5. Desainer mebel dan furnitur PT.Boanez 1964-1967 di Jakarta
6. Ketua band “Boanez” Melati Room Proyek Senen 1967-1968 di Jakarta
7. Figuran film “Skull Duggery” Universal Studio – Yamaica USA 1968
8. Asst. Artistic Cartoon Walt Disney Universal Studio – Los Angeles USA 1968-1969
9. Staf redaksi majalah “Mayapada” 1969-1970 di Jakarta
10. Staf Redaksi Majalah “Panorama” 1970-1972 di Jakarta
11. Art. director biro iklan “Yapernas 1970-1972 di Jakarta
12. Asisten sutradara film: “Pengejaran Keneraka”/Widyasari, Mark Sungkar – Umbara Film 1971; “Kabut Bulan Madu”/Rahmat Kartolo – Sarinande Film 1972 Jakarta; ”Akhir Sebuah Impian”/Emilia Kontessa, Broery-Sarinande Film 1972 Jakarta; “Intan Berduri”/Rima Melati, Benyamin S – Sarinande Film 1973 Jakarta; “Si manis Jembatan Ancol”/Lenny Marlinam, Farouk Afero – Sarinande 1973 Jakarta; dan ”Kutukan Ibu”/Sophia WD, Farouk Afero – Sarinande Film 1973 Jakarta.
DUNIA FILM
06 September 1986
Insan di belakang film pesanan
DI tahun 1970, Almarhum Usmar Ismail tertarik pada sebuah komik yang dibuat seorang wartawan muda. "Pembuat komik ini punya bakat bikin film," kata Almarhum. Maka, wartawan muda itu pun ditawari jadi sutradara. Usmar keburu meninggal -- dan Arizal, sekarang 43, akhirnya memulai kariernya sebagai pembuat film di bawah bimbingan Turino Djunaidi. Tetapi, menurut kisahnya sendiri, bukan dengan Turino untuk pertama kalinya Arizal berkenalan dengan dunia film. "Di tahun 1968 saya sudah jadi figuran di Hollywood dan bermain bersama Burt Reynold," katanya. Konon, waktu itu dibutuhkan pemain Melayu untuk sebuah film fiktif -- dengan syarat tinggi 155 senti, hidung tidak pesek, badan atletis. Untuk peran itu ia tinggal di Amerika sekitar lima bulan. Sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi UI, lepas dari Hollywood itu ia mencoba melanjutkan sekolahnya dengan biaya sendiri. Untuk itu Arizal menjadi wartawan, mencipta lagu pop, mendesain pakaian ("sayalah yang mendesain jaket kuning UI"), bermain sulap, dan menggambar komik. Nah, kebolehan terakhir itulah yang membuka jalan baginya ke dunia film. Dan gurunya yang pertama, Turino, mengajarkan: bikin film semurah dan secepat mungkin. Maka, jadilah ia sutradara terlaris, termahal, tersibuk -- sutradara Indonesia yang terbanyak membuat film dalam dua dasawarsa terakhir ini. Sejak mulai menyutradarai pada 1974, hingga kini ia menghasilkan 35 film. Rahasianya? "Saya tidak tega melihat produser rugi karena saya." Para produser senang karena, "Arizal kerja cepat dan hemat." Dan hasilnya? "Kecuali beberapa, hampir semua film saya box office." Film laris belum tentu film bagus, tentu saja. Ini Arizal tahu.
Ia belum pernah mendapat Citra -- tapi tidak kecil hati. "Film Citra dibicarakan hanya di hari-hari festival. Film saya menjadi buah bibir orang banyak," katanya sambil senyum. Film Arizal, terutama yang dibintangi kelompok Warung Kopi Prambors, memang paling laris. Karena pelawaknya atau karena penanganan sang sutradara? "Kalau orang lain yang menyutradarai Prambors, hasilnya tidak selaris yang saya bikin," jawab Arizal. Kurangnya penghargaan kepada sutradara yang satu ini, di mata para pengamat film, juga disebabkan oleh cerita-cerita yang digarapnya yang pada umumnya jiplakan. Tapi, kata Arizal, "Kalau tiruan kita lebih baik tentu lebih bagus." Lagi pula, menurut dia lebih dari 90% cerita yang difilmkan di Indonesia sebenarnya hasil jiplakan. "Dijiplak utuh juga tidak -- sebab kita sesuaikan dengan kondisi Indonesia, dan kita tambahi dengan pengalaman-pengalaman kita di sini." Tapi, mengapa harus jiplakan ? "Wah, sulit cari cerita di Indonesia. Kalau ada novel bagus, itu sudah jadi rebutan produser." Karena itu, ditiru sajalah film asing. Dan dengan majunya teknologi video, tidak sulit mendapat film asing -- termasuk serial televisi yang belum beredar di sini, sehingga diharap tidak mudah diketahui penonton. Film Arizal yang sedang beredar di Jakarta adalah contoh yang menarik. Pengantin Baru, judul komedi itu, dibintangi Deddy Mizwar dan Lidya Kandou. Lancar, lucu, dan dikerjakan dengan terampil, barang yang lagi laris ini sebenarnya tiruan kreatif dari sebuah episode serial televisi Amerika yang berjudul Three Crowns. Mengapa tidak disebutkan saja bahwa itu saduran film asing? "Kalau disebutkan, filmnya malah bisa tidak laku," kata Ram Punjabi, sang produser.
Aneh juga -- toh penonton yang menjadi target film-film Arizal, sebagai yang diakuinya sendiri, adalah kelas menengah-bawah. Benarkah mereka mempersoalkan sumber cerita, jika filmnya selucu dan selancar Pengantin Baru ? Pertanyaan terakhir: sebagai sutradara yang dikejar-kejar produser, tidakkah Anda berada dalam posisi kuat untuk membuat film lebih baik dari yang Anda buat sekarang? "Saya tahu, saya ini sudah dicap sutradara pesanan. Ya, saya ingin mengubah citra itu. Saya ingin juga mendapat Piala Citra." Kurang dijelaskan, apa bentuk ikhtiarnya untuk itu -- tapi tentu tidak terlalu mudah. Soalnya, modal utama Arizal di mata para produser adalah sikapnya yang penuh kompromi itu. Untuk bikin film yang lebih baik lazimnya dibutuhkan waktu yang lebih panjang, biaya yang lebih besar, dan sikap yang kadang kurang serasi dengan produser. Bisakah mereka menerima? Setelah membuat sekian film dalam 12 tahun, sutradara jebolan Fakultas Ekonomi UI ini sudah menjadi satu dari hanya beberapa sutradara paling terampil di Indonesia. Adalah keterampilan yang menyebabkan Arizal bisa membuat film dalam waktu cepat dan dengan biaya murah. Jika kemungkinan perubahan yang jadi masalah, bisakah Arizal melihat film lebih dari sekadar hasil keterampilan? Jika bisa, dan berhasil, maka paling sedikit akan ada dua sutradara Indonesia yang terkemuka dalam waktu dekat, Arizal dan Teguh Karya. Yang terakhir memulai langkahnya dengan memperlakukan film sebagai media ekspresi, yang pertama melihat film sebagai barang dagangan. Untuk sampai di Roma, kata orang, memang ada banyak jalan, bukan ? Salim Said
Masih ketawa bersama prambors DETEKTIF Dono lengah. Di saat harus waspada mengawasi buronannya, ia justru asyik berajojing dengan seorang gadis di suatu disko. Ia memperlihatkan kemahirannya di disko itu sambil menirukan gaya John Travolta dalam film Saturday Night Fever. Banyak pengunjung, termasuk rekannya, detektif Kasino, sampai melongo dibuatnya. Buronan mereka, seorang istri yang dituduh menyeleweng, tentu saja memanfaatkan kelengahan kedua detektif partikelir itu. Bersama pacar gelapnya, wanita itu dengan cepat minggat. Untuk kesekian kalinya, Dono dan Kasino dari PT Kasino Bersama gagal. Serangkaian kisah sial kedua detektif tersebut merupakan bagian menarik dalam film Pintar-Pintar Bodoh sutradara Arizal. Di film itu juga dipertunjukkan kesialan detektif Indro dan Dorman dari PT Indro dan Konco -- saingan usaha PT Kasino Bersama -- melayani klien mereka. Di luar dugaan, Pintar-Pintar Bodoh - sekalipun tak terlalu baik sebagai film komedi -- ternyata menyedot 461 ribu penonton pada putaran tahap atas dan sliding di Jakarta. Sampai Mei ini, ia masih merupakan film komedi nasional yang paling banyak ditonton. Tahun lalu rekor tertinggi dipegang film Kabut Sutra Ungu (diperankan Yenny Rachman dan disutradarai Sjuman Djaja), menyedot 488 ribu penonton. "Prestasi film Pintar-Pintar Bodoh merupakan kejutan," sebut Zulharmans Said, Direktur PT Perfin, pengedar film nasional Keberhasilannya meraih penonton, katanya lagi, banyak dibantu oleh popularitas Warung Kopi (Warkop) Prambors yang telah dikenal luas lewat panggung dan rekaman kaset. Di film itu, anggota Warkop Prambors -- Dono Kasino dan Indro -- bertindak sebagai pemeran utama. Nanuk Mulyono yang masih sakit tak ikut. Ia digantikan Dorman Borisman. Nanuk hanya bermain dalam Mana Tahan -- film Prambors lainnya --yang meraih 400 ribu penonton. Dalam Gengsi Dong -- juga film Prambors yang meraih 230 ribu penonton -- ia juga tak ikut. Pertengahan Mei ini, bila tak ada aral melintang film Prambors keempat: Ge . . . Er (Gede Rasa) memasuki peredaran. Posternya yang menyolok, misalnya, sudah terpasang di bioskop Mulia Agung, Jakarta Pusat. Di situ tampak sedikit porno, Dono yang setengah telanjang kaget mendekap sesuatu. Istrinya di rumah sempat risi juga menyaksikan poster seperti itu. "Kalau mau dijadikan poster, mbok ya jangan adegan itu dong yang dipasang," ujar Dono menirukan "protes" istrinya.
Film mereka yang pertama, Mana Tahan terasa hanya mengeksploatasi kekonyolan mahasiswa. Sejumlah mahasiswa yang mondok di rumah seorang tante dikisahkannya menjumpai pengalaman lucu. Tapi karena hanya menonjolkan visualisasi akting yang dibuat-buat, serangkaian adegan dalam film itu terasa konyol. "Saya ingin mengejek keadaan dengan cara berseloroh tapi tidak konyol," kata Dono. Kritik dengan seloroh memang bisa dilakukan Warkop Prambors di atas panggung -- dalam bentuk sejumlah guyon (joke) pendek. Di film yang menghendaki cerita utuh, cara seperti itu dianggap tak bisa ditempuh. Nawi Ismail yang menyutradarai Mana Tahan dan Gengsi Dong lebih banyak menampilkan joke tadi secara visual -- tidak verbal seperti di panggung. Ia sengaja menjadikan film tersebut sebagai tontonan dagelan kasar (slapstick). "Sebab sasaran film itu adalah masyarakat menengah ke bawah," ujarnya. "Bila mereka disuguhi tontonan macam penampilan Warkop Prambors di panggung, film itu tak akan termakan . " Di luar dugaan komedi macam itu menarik banyak penonton. Zulharmans menyebut bahwa film Warkop Prambors menandai kembalinya suatu periode yang pernah dicapai beberapa film yang diperankan Benyamin Syuaib beberapa tahun lampau. "Masyarakat memang masih menginginkan suatu masalah dikemukakan dengan ringan dan penuh tawa, ' ujarnya. Namun sutradara Nawi mengaku ia semula sangat sulit mendapatkan ide cerita humor. Hingga ia kemudian memasukkan sejumlah pengalaman anggota Warkop Prambors ke dalam film itu.
Semula PT Parkit Films, produser Pintar-Pintar Bodoh, juga menemui kesulitan mendapatkan ide cerita. Membuat film komedi, demikian Raam Punjabi dari PT Parkit, lebih sulit dibanding melodrama. Ia mengungkapkan bahwa ide membuat biro jasa detektif partikelir dalam Pintar-Pintar Bodob diperolehnya setelah menonton Mr Boo, film Hong Kong. "Lebih baik menjiplak yang baik daripada membuat asli, tapi jelek," kata Raam ketawa. Baik Dono maupun Kasino mengaku mereka agak canggung ketika pertama kali beraksi di depan kamera. Karena mereka sering salah berdialog, pengambilan suatu adegan kadang diulang sampai sepuluh kali. "Dengan mengambil banyak gambar dalam setiap adegan, saya jadi punya banyak pilihan dalam editing," ujar Nawi, 63 tahun. Untuk Mana Tahan, ia menghabiskan sekitar 120 can film. Di depan kamera, kesulitan Dono maupun Indro antara lain tak bisa mendengar tawa spontan dari penonton. "Kami cuma bisa meraba-raba apakah suatu adegan berakibat lucu atau tidak," kata Kasino. "Sering terjadi adegan yang kami anggap tidak lucu, ternyata justru menyebabkan penonton ketawa terpingkal-pingkal," tambah Dono. Ingin Bertahan 10 Tahun Sampai kini Warkop Prambors sudah bermain dalam empat film. Tiga film lagi yang diperani kelompok ini segera menyusul. Tapi mereka berpikir-pikir dengan mumpung populer. "Saya ingin menghindari kejenuhan penonton," sebut Kasino. "Saya tak ingin punya 13 mercy (mobil Mercedes - red.) dalam tempo singkat, tapi hanya bertahan setahun.
Saya masih ingin bertahan sepuluh tahun," tambah Dono. Dengan upaya melawak di panggung, film dan rekaman kaset, kelompok Warkop Prambors -- beranggotakan Drs. Wahyu Sardono, Drs. Kasino, Indrojoyo dan Nanuk Mulyono -- bisa hidup sejahtera. Kasino dan Indro, misalnya, sudah tinggal di rumah sendiri di Jalan Pulo Nangka Timur, Jakarta. Untuk sementara Kasino merasa cukup hidup dengan hanya melawak. Sedang Dono menambah penghasilan sebagai asisten dosen di Fakultas Ilmu-ilmu Sosial UI. Dari sana Dono sebulan memperoleh tambahan Rp 5.500. Sementara Indro dan Nanuk masih kuliah, masing-masing di Fakultas Ekonomi Univ. Pancasila dan FIS UI. Warkop Prambors semula hanya terdiri dari Kasino dan Nanuk yang mengisi acara Siaran Pencinta Alam (1973) di Radio Prambors Jakarta. Setahun kemudian masuk Rudi Badil dan Dono. Keempatnya kemudian mengelola acara tengah malam di stasiun radio swasta niaga itu: Obrolan di Warung Kopi. Kemudian Indro bergabung (1976) ketika masih pelajar SMA di Jakarta. Dari siaran radio, kelimanya sering pula diajak mengisi acara api unggun dalam perkemahan. Pernah pula mereka melawak ketika SMP IX Jakarta menyelenggarakan pesta 1976 di Bali Room Hotel Indonesia. Baru dua tahun kemudian mereka berani tampil secara komersial. "Sebelumnya kalau kami dapat honor, sering kami habiskan makanmakan di Pecenongan bersama kawankawan," kata Kasino. Kini honor mereka begitu besar, tak bisa dihabiskan di restoran.
SALAH PENCET | 1992 | ARIZAL | Director | |
SALAH MASUK | 1992 | ARIZAL | Director | |
LAKI-LAKI BINAL | 1978 | ARIZAL | Director | |
SETULUS HATIMU | 1975 | ARIZAL | Director Composer | |
PINTAR-PINTAR BODOH | 1980 | ARIZAL | Director | |
MELODI CINTA | 1980 | ARIZAL | Director | |
KESEMPATAN DALAM KESEMPITAN | 1985 | ARIZAL | Director | |
SAMA-SAMA ENAK | 1987 | ARIZAL | Director | |
NIKMATNYA CINTA | 1980 | ARIZAL | Director | |
STABILIZER, THE | 1984 | ARIZAL | Director | |
MEMBAKAR LINGKARAN API | 1989 | ARIZAL | Director | |
SECERAH SENYUM | 1977 | ARIZAL | Director | |
BERGOLA IJO | 1983 | ARIZAL | Director | |
FEROCIOUS FEMALE FREEDOM FIGHTERS, PART 2 | 1981 | ARIZAL | Director | |
DONGKRAK ANTIK | 1982 | ARIZAL | Director | |
RAYUAN GOMBAL | 1980 | ARIZAL | Director | |
PENGANTIN BARU | 1986 | ARIZAL | Director | |
SUDAH PASTI TAHAN | 1991 | ARIZAL | Director | |
MAJU KENA MUNDUR KENA | 1983 | ARIZAL | Director | |
SAYA DULUAN DONG | 1994 | ARIZAL | Director | |
MASUK KENA KELUAR KENA | 1992 | ARIZAL | Director | |
TAHU BERES | 1993 | ARIZAL | Director | |
TAHU DIRI DONG | 1984 | ARIZAL | Director | |
SEGI TIGA EMAS | 1986 | ARIZAL | Director | |
GANTIAN DONG | 1985 | ARIZAL | Director | |
AMERICAN HUNTER | 1988 | ARIZAL | Director | |
HANYA UNTUKMU | 1976 | ARIZAL | Director | |
MEMBAKAR MATAHARI | 1981 | ARIZAL | Director | |
KECUPAN PERTAMA | 1979 | ARIZAL | Director | |
DR. FIRDAUS | 1976 | ARIZAL | Director | |
AKAL-AKALAN | 1991 | ARIZAL | Director | |
FINAL SCORE | 1988 | ARIZAL | Director | |
AULA CINTA | 1977 | ARIZAL | Director | |
BISA NAIK BISA TURUN | 1991 | ARIZAL | Director | |
COWOK KOMERSIL | 1977 | ARIZAL | Director | |
GITA CINTA DARI S.M.A. | 1979 | ARIZAL | Director | |
ANTRI DONG | 1990 | ARIZAL | Director | |
GARA-GARA | 1993 | ARIZAL | Director | |
BODOH-BODOH MUJUR | 1981 | ARIZAL | Director | |
BILA HATI PEREMPUAN MENJERIT | 1981 | ARIZAL | Director | |
SEMAU GUE | 1977 | ARIZAL | Director | |
ITU BISA DIATUR | 1984 | ARIZAL | Director | |
REMAJA IDAMAN | 1979 | ARIZAL | Director | |
MANA BISA TAHAN | 1990 | ARIZAL | Director | |
MUMPUNG ADA KESEMPATAN | 1993 | ARIZAL | Director | |
POKOKNYA BERES | 1983 | ARIZAL | Director | |
PUSPA INDAH TAMAN HATI | 1979 | ARIZAL | Director | |
BAYAR TAPI NYICIL | 1988 | ARIZAL | Director | |
REMAJA-REMAJA | 1979 | ARIZAL | Director | |
IKUT-IKUTAN | 1990 | ARIZAL | Director | |
PENCET SANA PENCET SINI | 1994 | ARIZAL | Director | |
SERBUAN HALILINTAR | 1982 | ARIZAL | Director | |
MUSIM BERCINTA | 1978 | ARIZAL | Director | |
JANJI SARINAH | 1976 | ARIZAL | Director | |
SENYUM DAN TANGIS | 1974 | ARIZAL | Director | |
CURI-CURI KESEMPATAN | 1990 | ARIZAL | Director | |
LEBIH ASYIK SAMA KAMU | 1989 | ARIZAL | Director |