Tampilkan postingan dengan label LAMPUNG BIOSCOOP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label LAMPUNG BIOSCOOP. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 Juli 2020

LAMPUNG BIOSCOOP

Di Bandar Lampung sekarang, tercatat rentang pada 1947-1970an, di Bumi Ruwa Jurai sudah berdiri beberapa bangunan bioskop tua yang menjadi primadona pada masanya. Sebut saja bioskop Kim Jaya, Bioskop Panorama, dan Bioskop Queen.

Bioskop yang pertama kali ada di Provinsi Lampung adalah BIOSKOP KIM JAYA yang berdiri pada tahun antara 1947-1948.

Bioskop Kim Jaya ini dulu berada di tiga tempat, yang pertama ada di Jalan Ikan Bawal, Kecamatan Telukbetung, yang kedua ada di sekitaran belakang Gereja Katedral Kristus Raja di Jalan Kotaraja, Tanjungkarang Pusat, dan ketiga ada di Kotabumi, Lampung Utara. Namun yang masih ada bangunannya sampai sekarang hanya di Telukbetung,”


Lalu pada tahun 60-an, berdiri lagi sebuah bangunan bioskop yang bernama PANORAMA. Bioskop tersebut terletak tidak jauh dari bangunan bioskop Kim Jaya.

“Rentang antara tahun 40-an sampai tahun 60-an, bioskop Kim Jaya dan Panorama adalah dua bioskop andalan masyarakat Lampung pada waktu itu. Kalau tidak salah harga tiket nonton pada tahun 50-an berkisar antara Rp 50 sampai Rp 200, tergantung kelasnya. Dulu ada pembagian kelas nonton (kelas 1, 2, dan 3),”



Lalu Pada awal tahun 70-an, berdiri sebuah bangunan bioskop paling elite di Lampung, yaitu BIOSKOP QUEEN. Bangunan ini terletak di Jalan Ikan Tongkol, Kecamatan Telukbetung. Cik Mat Zain menuturkan, Bioskop Queen adalah bioskop paling mewah dan bergengsi di tahun 70an. “Waktu dulu, film-film yang diputar di bioskop kebanyakan film-film dari luar, seperti film koboi dari Amerika, film-film Malaysia (P Ramlee), serta film-film Mesir. Gambarnya masih hitam putih. Lawannya dari bioskop Queen yang megah, di daerah Kedaton pada waktu itu ada juga bIoskop Misbar (gerimis bubar), bioskop ini tidak ada atapnya, dan mayoritas yang menonton di sini adalah masyarakat kelas bawah,”


Setelah masuk tahun 1970-an akhir sampai era tahun 80-an, mulai berdiri bioskop-bioskop modern seperti BIOSKOP KING di Jalan Teuku Umar, BIOSKOP SEDERHANA dan BIOSKOP RAYA di Pasar Bawah, BIOSKOP GOLDEN di area Pasar Tengah, dan lain-lain.

Namun seiring berjalannya waktu, bioskop-bioskop tua seperti Kim Jaya, Panorama, dan Queen tersebut kini hanya meninggalkan kenangan berupa bangunan tua yang masih terlihat sisa-sisa kemewahannya yang terus lapuk dimakan zaman.
Tahun 1970-1990-an, Bandar Lampung merupakan surga bagi penikmat film. Pada masa itu ada sekitar 10 bioskop. Sebuah prestasi yang jelas tidak akan terulang pada kini dan beberapa tahun ke depan.

"Zaman itu jelas tidak bisa disamakan dengan sekarang. Ketika itu bioskop dah kayak berjejer, tinggal pilih mau menonton di mana,"


Semisal, Bioskop Apsara di Jalan Agus Salim, Bioskop Rajawali di Jalan ZA Pagar Alam, Bioskop Sinar di Jalan Pangeran Antasari. Ada lagi bioskop Cahaya di Jalan Ki Maja, Bioskop King, yang saat ini menjadi Gedung Juang 45.


Belum lagai Bioskop Bambu Kuning yang kini menjadi pusat perbelanjaan. Lalu Bioskop Bumijaya yang terletak di kawasan Jalan Raden Intan, dan Bioskop Kadora yang terletak di Jalan Teuku Umar.

"Dan yang paling ramai kala itu adalah Bioskop Raya yang bersebelahan (adu belakang) dengan Bioskop Sederhana di Pasar Bawah. Sekarang lokasinya  jadi Ramayana itu," ujar bapak tiga anak itu. Masih ada lagi bioskop di bilangan Telukbetung yang dimiliki keluarga keturunan, yaitu Bioskop Kim, Queen, dan Panorama. Sedangkan untuk di luar itu masih ada lagi dua bioskop di Kemiling.

Pada masa itu, penonton film di bioskop selalu membeludak. "(Bioskop) Raya dan Sederhana kalau malam minggu, selalu berubah menjadi pasar malam mendadak. Semua orang berebut tiket, bahkan bagi yang nggak dapet di loket di masa itu sudah ada calo yang bisa bantu kita dapatkan tiket,"

Kala itu, ingat dia, tiket termurah adalah di Bioskop Sederhana yaitu Rp 1.500. Sedangkan bioskop lainnya seperti Raya menetapkan harga Rp 2.000. "Itu mengapa Sederhana menjadi favorit kalangan menengah kebawah. Harga yang relatif murah selalu menjadi daya pikat tersendiri,"


Film aksi seperti Si Buta dari Gua Hantu, drama musikal khas Rhoma Irama Gitar Tua, atau Pat Guli Pat, yang dibintangi Elya Khadam selalu mendapatkan tempat bagi penonton. "Saa itu bioskop adalah salah satu hiburan yang dapat dinikmati masayarakat selain layar tancap pastinya. Sebab, warga yang memiliki televisi, terbilang sangat jarang,"

Namun keberadaan bioskop, sambung warga Kedaton ini, tidak berusia abadi. Gencarnya pembangunan yang dilakukan pemerintah pada taun 1990-an, membuat satu persatu bioskop harus gulung tikar. Hal ini pun diperparah dengan hadirnya stasiun televisi swasta yang ramaikan industri layar kaca.

"Munculnya stasiun televisi baru, pembangunan, dan yang tidak bisa dielakkan adalah munculnya teknologi VCD menjadi penggusur bioskop. Alternatif hiburan baru ini sedikit demi sedikit mengancam, hingga yang terakhir yang terus berusaha bertahan adalah Bambu Kuning itu dengan film-film lawas yang selalu diputar,"

Hingga seiring jalannya waktu, bisnis bioskop ini hanya dikuasai oleh grup 21, yang kini akrab dikenal dengan Cinema 21. "Mereka unggul karena mampu memutar semua film-film yang tergolong baru. Selain itu, dengan harga yang relatif mahal mereka memberikan pakem sendiri atas arti sebuah bioskop nyaman,"

BIOSKOP KING
Ini adalah gedung bioskop paling Hits di tahun 80'an. Terletak di Jalan Teuku Umar - Tanjung Karang, bersinggungan dengan  pemukiman padat penduduk - Gunung Sari. Berada di kawasan ramai pinggir jalan. Kata 'KING' cukup familiar bagi warga yang sejak tahun 80an sudah tinggal di Bandar Lampung. Mulai dari King Supermarket And Departement Store,  Lorong King hingga Bioskop King.  Kini keriuhan suasana Bioskop kala itu tak dapat lagi di jumpai bahkan bangkai bangunan pun tak lagi dapat di lihat karena telah berganti dengan Gedung Juang dan rapatnya rumah penduduk Gunung Sari yang khas hingga kini.

BIOSKOP SEDERHANA / RAYA


Konon bioskop Sederhana dan bioskop Raya ini kerap jadi sasaran kalangan menengah ke bawah karena harga tiket yang lebih murah di banding Bioskop King. Bioskop Raya bersebelahan dengan Bioskop Sederhana. Terletak di kawasan Pasar Bawah - sebutan kala itu, yang bersentuhan dekat dengan areal Stasiun Kereta Api TanjangKarang sejak dulu. Baik Bioskop Sederhana dan Bioskop Raya kini telah hilang tak lagi berbekas karena telah berubah menjadi gedung besar bangunan pusat perbelanjaan modern - Ramayana dan terminal angkutan umum plus pasar sayur los bawah Ramayana. Bioskop Sederhana hanya tinggal nama dan cerita. Beberapa penduduk asli yang tinggal dekat dengan stasiun kereta api sejak dulu menceritakan betapa ramainya suasana Bioskop Sederhana dan lingkungan sekitar kala itu, jika malam minggu sekitar Bioskop Raya dan Sederhana berubah menjadi pasar malam.

BIOSKOP GOLDEN


Di awal tahun 1980, bioskop Golden adalah pusat hiburan menonton film paling 'happening'. Berjarak tak jauh dari lokasi Bioskop King dan Bioskop Sederhana, bioskop Golden menawarkan suasana lebih ramai. Bagaimana tidak, terletak di sebuah jalan padat kendaraan areal Pasar Tengah (sebutannya) dengan bangunan tinggi mencorong dan paling kinclong kala itu, plus pusat perbelanjaan bernama 'DIAMOND' menjadikan Bioskop Golden sebagai pusat paling glamour di kawasan Tanjung Karang. Terlebih ada banyak hotel hotel kecil bagi pelancong dahulu dan masih ada hingga kini. Bioskop Golden kini hanya tinggal wujud gedung dengan tampilan toko toko baju.

BIOSKOP ODEON
Setelah kejayaan Bioskop King, Bioskop Sederhana, bioskop Raya dan  Bioskop Golden perlahan runtuh. Hadirlah gedung bioskop Odeon atau yang akrab di sebut warga Bioskop Bambu Kuning - karena berada dalam satu gedung dengan pusat perbelanjaan bernama sama dengan kawasannya : Bambu Kuning. Bioskop ini terus hidup hingga awal tahun 2000. Saya punya banyak kenangan kala SMA kerap menonton film film silat khas Indonesia tempo dulu di Bioskop Odeon atau film film Indonesia bernuansa 'mesum' komplit dengan bintang layar perak nan seksi. Dengan harga tiket Rp.3.000 jadi sebuah hiburan mewah anak SMA kala itu.

BIOSKOP JAYAPURA
Selain kawasan Tanjungkarang, Way Halim adalah sebuah wilayah di Bandar Lampung yang juga ramai. Bermula dari ragam areal perumahan menjadikan Way Halim sebagai kawasan padat pemukiman. Bioskop Jayapura adalah salah satu hiburan di Way Halim sejak tahun 90an. Menyajikan film film khas Indonesia kala itu. Saya masih ingat saat SMA di tugaskan oleh sekolah menonton film perjuangan di Bioskop Jayapura dan menulis kembali cerita film tersebut sebelum di kumpul. Kini Bioskop Jayapura masih menyisakan bentuk megah gedung masa lalu dengan berganti menjadi toko waralaba.

BIOSKOP CAHAYA - WAY HALIM

Berjarak sekitar 100meter dari Bioskop Jayapura. Dahulu Bioskop Cahaya Way Halim dan Jayapura yang sama sama terletak di jalan Ki Maja itu jadi pusat hiburan di Way Halim. Kini gedung Bioskop Way Halim yang bentuknya sedikit lebih kecil dari bioskop Jayapura telah beralih fungsi menjadi toko ragam elektronik.

BIOSKOP KEMILING



Meski kala itu Kemiling tak seramai Tanjungkarang atau Way Halim, tapi di kawasan Kemiling memiliki bangunan Bioskop yang juga tak kalah megah pada masanya. Kini gedung Bioskop telah berubah fungsi menjadi toko waralaba.

BIOSKOP APOLLO
Nama Bioskop ini langsung jadi perhatian warga di kawasan Panjang - kawasan penduduk dengan sektor industri pabrik paling banyak di Bandar Lampung sejak dulu. Bioskop Apolo terletak di pinggir jalan tak jauh dari terminal Kendaraan dalam dan antar kota. Saya pernah beberapa kali nonton film di bioskop Apolo karena letaknya tak jauh dari sahabat saya kala SMA.

BIOSKOP ARTOMORO 1

Sebelum bangunan Departemen Store CENTRAL PLAZA (CP) saat ini, dahulu adalah bangunan megah di pusat kota bernama Artomoro - Departement Store. Dengan sarana dan fasilitas paling lengkap di Bandar Lampung kala itu. Di tahun 1980 hingga 1990an, Serangan film film Hollywood berkualitas dapat di simak di teater 21 Artomoro.


BIOSKOP ARTOMORO 2
Seolah melengkapi hingar bingar Trends film film Hollywood kala itu,  bioskop 21 (twenty one) hadir di gedung cabang Artomoro departemen store. Terletak di pinggir jalan utama kawasan Teluk Betung dan bersebelahan dengan pesisir teluk lampung. Kini gedung megah pada masanya itu telah jadi gudang dengan hamparan belukar tak terawat. Meski wilayah sekitar masih jadi wilayah padat aktivitas.

BIOSKOP QUEEN

 
Nama bioskop ini seolah ingin melengkapi kehadiran Bioskop King yang terletak di Tanjungkarang. Bertempat di jalan Ikan Kakap - Bioskop Queen adalah Bioskop paling pertama hadir di kawasan Teluk Betung. Berdiri pada awal tahun 1970 an menjadikan Bioskop Queen sebagai pusat keramaian paling bergengsi kala itu. Kala melihat bangunan Bioskop Queen dari dekat kita akan merasakan betapa Megahnya dunia hiburan perfilman hadir di Teluk Betung saat itu.

BIOSKOP MEGA RIA


Bertempat di lokasi padat penduduk dan aktivitas di Teluk Betung menjadikan Bioskop Mega Ria sebagai Bioskop tertua kedua di Bandar Lampung setelah Bioskop Queen. Dulu selain suasana ramai karena tontonan film film Indonesia ternama di masa nya, bioskop Mega Ria juga kerap di sebut sebagai Bioskop Cimeng - begitu sebutannya hingga kini. Kejayaan Bioskop Cimeng masih dapat di saksikan dari kokohnya bangunan Gedung yang kini berada dekat dengan keramaian pasar tradisional dan pemukiman padat.

BIOSKOP KIM JAYA


Selain peninggalan gedung gedung lampau, Kemegahan dan kejayaan kawasan Teluk Betung pada masanya juga dapat di lihat dari gedung Bioskop Kim Jaya yang sampai kini masih berdiri kokoh di pinggir jalan utama di Teluk Betung. Dahulu Kim Jaya adalah tempat menyaksikan film film romantis khas tahun 80 dan 90an hingga film film laga dan mafia mafia ala Tionghoa. Saya juga pernah beberapa kali nonton di bioskop Kim Jaya kala zaman SMA. Kini meski bentuk gedung masih membekas sebagai gedung bioskop lengkap dengan tata letak loket dan jarak pajang poster film, tapi aktivitas pemutaran film sudah tidak lagi terjadi. Bahkan seorang penjaga yang saya temui di sana mengatakan sedang di lakukan bertahap peremajaan gedung dan alih fungsi menjadi gedung serba guna atau hall event.
 

BIOSKOP PANORAMA


Juga berlokasi di Teluk Betung, letak Bioskop Panorama tak jauh dari Kim Jaya. Bahkan sepanjang Kim Jaya dan Panorama adalah pusat keramaian sejak lampau di Teluk Betung. Suasana gemerlap perkotaan di Bandar Lampung mulai di retas sejak kehadiran Kim Jaya dan Panorama serta pusat hiburan malam lainnya di Teluk Betung. Pergeseran Trend kehidupan tak terbantahkan. Denyut bisnis bioskop Panorama telah runtuh jauh sebelum Kim Jaya menyusul gulung tikar di era akhir tahun 90an.  Kini gedung Bioskop Panorama tinggal bongkahan gedung tak bernyawa dan beraura. Meski terkesan seram namun ada kehidupan jual beli - perdagangan di sekitar gedung Bioskop yang hits dimasanya.

Dari banyaknya nama gedung Bioskop yang saya uraikan diatas, belum termasuk beberapa nama bioskop yang sempat eksis di beberapa titik dalam kota Bandar Lampung pada masanya, di antaranya  ;
Bioskop Apsara di jalan Agus Salim - Kaliawi.
Bioskop Rajawali di jalan Z.A. Pagar Alam.
Bioskop Sinar di jalan P. Antasari
Bioskop Bumijaya di jalan Raden Intan
Bioskop Kadora di jalan Teuku Umar
Yang hingga kini nama nama bioskop tersebut hanya tinggal nama. Lokasi yang dulu gedung bioskop telah berubah fungsi menjadi pertokoan atau malah hilang berganti gedung gedung baru yang lebih modern.

Bisnis Bioskop di tahun 1970-1990 marak seiring dengan produksi film Indonesia yang cukup banyak dengan harga tiket murah dan masyarakat yang belum banyak memiliki TV. Makin beranjak tahun, akses nonton film tak hanya Bioskop, tersedianya DVD dan VCD film menjadikan kemudahan tersendiri selain tayangan tayangan TV yang menjadi alternatif hiburan warga.  Selain itu, tak dapat di pungkiri bisnis gedung pemutaran film (bioskop) di nusantara harus mengalah dengan kedigdayaan 21 Group dengan termasuk Cinema XXI dan The Premier yang menguasai - bahkan cenderung memonopoli bisnis pemutaran film sejak lebih dari 2 dekade.  21 Group menguasai hampir 90 persen jaringan bioskop di Indonesia. Di tambah kehadiran Blitz Megaplez di tahun 2006. Bisa jadi semua itu menjadi salah satu alasan mengapa gedung gedung bioskop bisnis personal atau kelompok lokal yang sejak dulu eksis harus rela gulung tikar dan menghilang dari peredaran.

Pada kenyataannya, kini hanya tersisa 1 gedung bioskop - 21 group, itupun jadi satu dengan pusat perbelanjaan CENTRAL PLAZA di kawasan Tanjungkarang - gedung yang dulu bernama Artomoro. Kelak akan ada XXI di Mall Boemi Kedaton.

Belum begitu piawai saya Menganalisa seputar bisnis bioskop dan jaringannya, tapi yang menarik bagi saya adalah gedung gedung Bioskop di Bandar Lampung yang ternyata ada banyak pada masanya serta mengandung banyak kisah di dalamnya. Setiap masa di wakili oleh sebuah gedung bioskop. Setiap personal memiliki segudang memori berkenaan dengan gedung Bioskop.

Bermula perbincangan ringan bersama anak anak dan istri menjadikan saya mendatangi dan melihat langsung gedung gedung bioskop di Bandar Lampung yang tersebar di beberapa kawasan dengan mengulik kisah kisah menarik berkenaan dengan gedung gedung tersebut.