TEMANGGUNG
TEMANGGUNG THEATER
Lokasi ada di sekitar Pasar Temanggung. Sudah lama tutup
Lokasi ada di sekitar Pasar Temanggung. Sudah lama tutup
CENTRAL THEATER
Lokasi ada di Jl. A. Yani dekat dengan Kantor Bupati Temanggung. Sangat
jelas berada di pinggir jalan dan bangunannya khas. Saya sampai sekarang
belum ada waktu untuk menyempatkan memotret bangunan ini. Yang jelas
sudah tutup lama.
WONOSOBO
Dieng Theatre Wonosobo adalah salah satu bioskop jaman dulu yang masih tersisa di Jawa Tengah. Jl. Sruni, Karangkajen, Wonosobo. Bioskop ini
cukup mudah ditemukan, walaupun letaknya tidak berada di pinggir jalan
besar. Terdapat
sebuah poster film berukuran besar
terpampang pada salah satu dindingnya. Bahwa bioskop ini sekarang masih dapat beroperasi dengan
empat orang pegawai. Pak Parto sendiri mengurusi bagian tiket. Halaman depan
bioskop ini sekarang sedang dibangun sebuah tempat futsal.
Dieng Cinema hanya memiliki satu buah teater. Bioskop ini hanya
memainkan satu film yang sama setiap minggunya.
Lama tayangnya pun tidak tentu, tergantung banyaknya penonton tiap
harinya. Kalau memang banyak yang nonton, ya film itu akan tayang lebih
lama
Bioskop ini sudah ada sejak 1988. Bioskop ini termasuk salah satu bioskop lama non-21 yang ada di Jawa Tengah. Bioskop lainnya tersebar di Purwokerto, Semarang, Brebes, Tegal hingga Magelang. Beruntung, bioskop ini merupakan salah satu yang masih dipertahankan. Banyak bioskop lainnya yang sudah ditutup, bahkan gedungnya sudah dialihfungsikan.
Bioskop di Wonosobo ini masuk masa jayanya pada sekitar tahun 1990-an.
Sekitar awal 2000-an, bioskop ini hampir benar-benar bangkrut.
Perkembangan film indonesia, yang dipelopori film Ada Apa dengan Cinta? membuat
bioskop ini mampu bertahan hingga kini. Penonton mulai
berbondong-bondong kembali mendatangi bioskop. Bioskop pun mulai
mendapat untung dari penjualan tiket.
Pihak bioskop harus pintar memilih film apa yang akan diputar, mengingat tidak setiap film yang diputar akan ramai dibanjiri penonton. Oleh sebab itu, umumnya mereka memilih untuk memutar film-film box office. Selain karena master film lebih mudah didapat, juga karena film tersebut diharapkan mampu mendatangkan penonton yang banyak, sehingga biaya operasional bioskop dapat ditutupi. Rata-rata film yang diputar di sini adalah film Hollywood. Apabila yang diputar film barat, penonton biasanya lebih ramai dibanding dengan film Indonesia. Seingat Mba Ayu, film Indonesia terakhir banyak ditonton adalah Laskar Pelangi dan Habibie Ainun.
Pihak bioskop harus pintar memilih film apa yang akan diputar, mengingat tidak setiap film yang diputar akan ramai dibanjiri penonton. Oleh sebab itu, umumnya mereka memilih untuk memutar film-film box office. Selain karena master film lebih mudah didapat, juga karena film tersebut diharapkan mampu mendatangkan penonton yang banyak, sehingga biaya operasional bioskop dapat ditutupi. Rata-rata film yang diputar di sini adalah film Hollywood. Apabila yang diputar film barat, penonton biasanya lebih ramai dibanding dengan film Indonesia. Seingat Mba Ayu, film Indonesia terakhir banyak ditonton adalah Laskar Pelangi dan Habibie Ainun.
SALATIGA
Ada tiga Bioskop yaitu: REKSA - MADYA - SALATIGA THEATER
Keberadaan Rex, gedung bioskop pertama di Salatiga yang di belakang hari
berubah nama menjadi Reksa juga atas peran serta pengusaha keturunan
Tiongkok bernama Liem Siang Soei. Selain Rex, Liem Siang Soei juga
pemilik Bioskop Madya di Jalan Letjen Sukowati. Namun sayang, keberadaan
dua bioskop tersebut kini tinggal sejarah.
Bioskop Reksa kini telah menjadi toko, sementara Madya berubah fungsi menjadi tempat ibadah. Bioskop Rex yang berada di Soloschweg kini Jalan Jenderal Sudirman dituturkan Eddy menjadi tempat hiburan warga yang paling diminati saat itu. "Orang-orang pribumi waktu itu menyebut dengan istilah 'gambar sorot', karena filmnya bisa dan hanya melihat gambar yang disorotkan dari proyektor ke layar," kata Eddy.
Di awal-awal keberadaannya, selama film diputar biasanya ada iringan musik yang disajikan secara live. Seorang pemain piano yang duduk di dekat layar memainkan musik saat pertunjukan berlangsung. Untung Cahyono (54), warga RT 11/RW 03 Kampung Baru, Kutowinangun menuturkan, hingga 1990'an, setidaknya ada empat gedung bioskop di Salatiga yang menjadi jujugan warga. Keempatnya adalah Salatiga Theater, Atrium, Madya dan Reksa.
Untung sendiri mengaku merupakan mantan karyawan Salatiga Theater yang mengawali karirnya sebagai penjaga tiket. Di akhir pekan, tak kurang 500 pengunjung memadati gedung ingin menyaksikan film yang diputar.
Untung menceritakan, sebelumnya Salatiga Theater berada di Gedung Nasional (kini Gedung Pertemuan Daerah). Pada awal 1980, Salatiga Theater pindah lokasi ke Taman Sari. Untung hanya merasakan tiga tahun bekerja di Salatiga Theater. Setelah itu para pegawai Salatiga Theater sebagian pindah ke Atrium Theater (kini gedung karaoke Zenzho) pada 1993.
Di tempat ini, Untung memegang peranan baru sebagai petugas rolling film antarbioskop. Pekerjaannya sebagai petugas rolling film menjadi pengalaman tak terlupakan. Dengan sepeda onthel dia membawa gulungan film dari Atrium menuju Madya Theater. "Saya harus cermat dalam memperhitungkan waktu. Jangan sampai terlambat dan membuat penonton menunggu," kenangnya.
Seiring dengan maraknya peredaran VCD dan DVD bajakan serta kehadiran televisi swasta menyebabkan banyak bioskop bangkrut, termasuk di Salatiga. Tak ada lagi bioskop yang tersisa. Kini, bioskop kembali jadi tontonan mahal yang hanya ada di kota-kota besar
Bioskop Reksa kini telah menjadi toko, sementara Madya berubah fungsi menjadi tempat ibadah. Bioskop Rex yang berada di Soloschweg kini Jalan Jenderal Sudirman dituturkan Eddy menjadi tempat hiburan warga yang paling diminati saat itu. "Orang-orang pribumi waktu itu menyebut dengan istilah 'gambar sorot', karena filmnya bisa dan hanya melihat gambar yang disorotkan dari proyektor ke layar," kata Eddy.
Di awal-awal keberadaannya, selama film diputar biasanya ada iringan musik yang disajikan secara live. Seorang pemain piano yang duduk di dekat layar memainkan musik saat pertunjukan berlangsung. Untung Cahyono (54), warga RT 11/RW 03 Kampung Baru, Kutowinangun menuturkan, hingga 1990'an, setidaknya ada empat gedung bioskop di Salatiga yang menjadi jujugan warga. Keempatnya adalah Salatiga Theater, Atrium, Madya dan Reksa.
Untung sendiri mengaku merupakan mantan karyawan Salatiga Theater yang mengawali karirnya sebagai penjaga tiket. Di akhir pekan, tak kurang 500 pengunjung memadati gedung ingin menyaksikan film yang diputar.
Untung menceritakan, sebelumnya Salatiga Theater berada di Gedung Nasional (kini Gedung Pertemuan Daerah). Pada awal 1980, Salatiga Theater pindah lokasi ke Taman Sari. Untung hanya merasakan tiga tahun bekerja di Salatiga Theater. Setelah itu para pegawai Salatiga Theater sebagian pindah ke Atrium Theater (kini gedung karaoke Zenzho) pada 1993.
Di tempat ini, Untung memegang peranan baru sebagai petugas rolling film antarbioskop. Pekerjaannya sebagai petugas rolling film menjadi pengalaman tak terlupakan. Dengan sepeda onthel dia membawa gulungan film dari Atrium menuju Madya Theater. "Saya harus cermat dalam memperhitungkan waktu. Jangan sampai terlambat dan membuat penonton menunggu," kenangnya.
Seiring dengan maraknya peredaran VCD dan DVD bajakan serta kehadiran televisi swasta menyebabkan banyak bioskop bangkrut, termasuk di Salatiga. Tak ada lagi bioskop yang tersisa. Kini, bioskop kembali jadi tontonan mahal yang hanya ada di kota-kota besar
REKSA
Bioskop Rex beralamat di Jalan Jendral Sudirman, Kalicacing, Sidomukti,
kota Salatiga 50742. Bioskop ini sempat berganti nama menjadi Bioskop
Reksa. Bekas bangunan bioskop beralifungsi menjadi toko.
MADYA
EX Bioskop Madya, Jl. Sukowati
SALATIGA THEATER
Lokasi ada di kompleks atrium Salatiga, Jl. Jenderal Sudirman. Kondisi sekarang sudah tidak beroperasi.
ATRIUM THEATER
Atrium Theater terletak di daerah Kalicacing, kecamatan Sidomulti, kota
Salatiga. Bekas bangunan beralihfungsi menjadi tempat karaoke yang
bernama Zensho Karaoke.ATRIUM THEATER