AMI PRIJONO
Sinetron :Bung Besar (1994),Salah asuhan (1994),Jendela Hati (1994),Erte Erwe (1995),Si Doel Anak Sekolahan II (1995-1996),Singgasana Brama Kumbara (1995),Pedang Keadilan (1996),Agency (1996),Rembulan Teriknya Matahari (1996-1997)
Kemudian ia juga merebut hadiah penyajian teknik”dan tema masa kini pada Festival Film Asia tahun 1978 di Sydney, Australia.
Berawal dari Penata Artistik Film
30 Oktober 1976
Karmila dan hiburan dengan "b"...
Ia memang tidak sampai selesai mempelajari ilmu penataan artistik (art directing). Tapi jelas bukan itu soal yang jadi sumber kekecewaannya sehingga ia terpaksa hijrah dari bidangnya. "Di sini penata artistik hampir tidak ada artinya, cuma embel-embel"? kata Ami, 37 tahun 7 pekan silam. Sejumlah film ia kerjakan sebagai penata artistik tapi di sana ia tidak merasa berbuat apa-apa. "Produser kita belum menyadari hal itu, hingga banyak kali film dibikin tanpa seorang penata artistik". Meski mendapat porsi yang teramat kecil dengan bayaran yang amat murah, Ami toh bekerja keras. Dan Festival Film Indonesia di Surabaya sepakat untuk memilih pemuda kelahiran Jakarta ini sebagai penata seni terbaik untuk festival itu lewat film A.M.B.I.S.I.
Banyak orang yang mengenalnya sebagai pemain film, penata artistik film yang juga sekolah film di Moskow (tidak tamat), hingga sedikit yang tahu kalau dia Sutradara film juga.
Nama :Lembu Amiluhur Priyawardhana Priyono
Lahir :Jakarta, 23 Oktober 1939
Wafat :16 Juni 2001
Pendidikan:Akademi Sinematografi, Moskwa jurusan Penata Tari
Prestasi : Meraih piala Citra dalam FFI 1974 Surabaya, sebagai Penata Seni terbaik melalui film Ambisi,
Meraih piala Citra FFI 1978 Ujungpandang, sebagai Sutradara Terbaik, Skenario Terbaik, Penata Artistik Terbaik dan Aktor Pendukung Terbaik melalui film Jakarta, Jakarta,
Merebut hadiah penyajian teknik”dan tema masa kini pada Festival Film Asia tahun 1978 di Sydney, Australia.
Sinetron :Bung Besar (1994),Salah asuhan (1994),Jendela Hati (1994),Erte Erwe (1995),Si Doel Anak Sekolahan II (1995-1996),Singgasana Brama Kumbara (1995),Pedang Keadilan (1996),Agency (1996),Rembulan Teriknya Matahari (1996-1997)
Anak tunggal almarhum Prof. Priyono ini terjun ke dunia film tahun 1968, sebagai penata seni dalam film Jampang Mencari Naga Hitam. Sebagai penata seni dia pernah memperoleh penghargaan melalui film Ambisi, dalam Festival Fim Indonesia tahun 1974 di Surabaya.Kemahirannya sebagai penata seni pernah pula dia ajarkan di Akademi Teater Nasional, Jakarta dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta.Ami yang jangkung itu dikenal sebagai pemain. Ia muncul sebagai pemain pembantu, antara lain dalam film Tuan Tanah Kedawung”tahun 1970, Beranak Dalam Kubur” pada tahun 1972, Anjing-Anjing Geladak” ditahun 1972, Laki-Laki Pilihan”dan Mama tahun 1973. Pada tahun 1979, ia mendapat peran utama dalam film Bayang-Bayang Kelabu.”Film yang pertama disutradarai olehnya adalah Dewi tahun 1974, kemudian Karmila”di tahun 1975, yang mendapat banyak sambutan publik, lalu Kampus Biru”yang ia buat tahun 1976.Kerjasama dan pengertian antara sutradara dan produser, menurut Ami, merupakan syarat penting untuk keberhasilan sesuatu film. Dalam Film”Kenangan Desember”tahun 1976, “kerjasama dan pengertian itu tercapai sehingga saya memperoleh kebebasan kreatif untuk melaksanakan ide-ide saya”, “begitu kata Ami.Di Ujungpandang, pada FFI tahun 1978, filmnya Jakarta, Jakarta”yang ia sutradarai tahun 1977 menghasilkan 5 buah piala Citra, masing-masing untuk film terbaik, penyutradaraan terbaik, skenario terbaik yang ditulis bersama N. Riantiarno, penata artistik terbaik, yang didapat Judy Subroto dan aktor pendukung terbaik yang diperankan oleh Masito Sitorus.
Kemudian ia juga merebut hadiah penyajian teknik”dan tema masa kini pada Festival Film Asia tahun 1978 di Sydney, Australia.
Berawal dari Penata Artistik Film
30 Oktober 1976
Karmila dan hiburan dengan "b"...
Ia memang tidak sampai selesai mempelajari ilmu penataan artistik (art directing). Tapi jelas bukan itu soal yang jadi sumber kekecewaannya sehingga ia terpaksa hijrah dari bidangnya. "Di sini penata artistik hampir tidak ada artinya, cuma embel-embel"? kata Ami, 37 tahun 7 pekan silam. Sejumlah film ia kerjakan sebagai penata artistik tapi di sana ia tidak merasa berbuat apa-apa. "Produser kita belum menyadari hal itu, hingga banyak kali film dibikin tanpa seorang penata artistik". Meski mendapat porsi yang teramat kecil dengan bayaran yang amat murah, Ami toh bekerja keras. Dan Festival Film Indonesia di Surabaya sepakat untuk memilih pemuda kelahiran Jakarta ini sebagai penata seni terbaik untuk festival itu lewat film A.M.B.I.S.I.
Di dunia film Indonesia seorang yang telah mendapat hadiah festival biasanya mendapat banyak kesempatan kerja, tapi Ami ternyata dihindari oleh nasib baik demikian. "Saya pikir-pikir, kalau begini terus, tidak bakalan saya bisa kerja kreatif", keluh Ami yang kemudian juga sering mengisi kosongnya sebagai pemain film. Ia ingin jadi sutradara saja. Ini memang bukan keinginan berlebihan, sebab di Indonesia, mereka yang tak ketentuan pendidikan dan pengalamannya saja tiba-tiba bisa jadi sutradara. "Selama jadi penata artistik, saya juga memperhatikan teman-teman bikin film. Saya belajar dari Asrul Sani, Sjuman Djaja, Wim Umboh, Niko dan Abbas Akup", begitu Ami menjelaskan. Dan Ami Priyono bekas mahasiswa Sekolah Film Moskow memang jadi sutradara. Filmnya yang pertama, Dewi, tidak beredar di Jakarta. Ini lantaran ribut antara produser dan pemilik modal.
Film Karmila yang kini sedang menyedot sejumlah besar penonton, juga nyaris tidak bisa ditonton. Meliwati proses rumit, menghabiskan waktu yang cukup panjang, film itu akhirnya beredar juga. Dan produser Yudi Astono Cahaya langsung membikin kontrak dengan Ami. Kini Ami sibuk menyiapkan film Kenangan Desember untuk PT Baskara Film. Sementara itu beberapa produser lainnya dikabarkan sedang menanti kesempatan berikutnya untuk mencoba tenaga sutradara baru ini.
T: Tawaran yang banyak itu apakah anda akan terima semua?
J: Saya menghadapi tawaran itu dengan sebuah prinsip. Saya hanya akan bisa bikin 3 film dalam 2 tahun. Dengan begitu saya akan cukup waktu mengisi diri supaya tidak kering, tidak kehabisan kreatifitas.
J: Saya menghadapi tawaran itu dengan sebuah prinsip. Saya hanya akan bisa bikin 3 film dalam 2 tahun. Dengan begitu saya akan cukup waktu mengisi diri supaya tidak kering, tidak kehabisan kreatifitas.
T: Adakah prinsip lain yang anda pegang dalam menghadapi para produser?
J: Bagi saya honorarium adalah soal ke dua. Untuk bekerja, saya perlu kondisi obyektif. Saya perlu cerita yang baik, pembiayaan yang luwes, karyawan yang baik dan laboratorium harus Tokyo. Film-film yang menghasilkan uang banyak semua dibuat dengan prinsip ini, coba anda perhatikan.
T: Setelah mendapat kesempatan jadi sutradara, apakah ambisi anda selanjutnya?
J: Sederhana. Ingin berkomunikasi dengan penonton. Sebagian besar film kita kurang berkomunikasi dengan penontonnya. Ini saya kira disebabkan lantaran kebanyakan sutradara kita kurang memperhatikan keinginan penontonnya. Saya tidak akan bikin film macam-macaum. saya cuma ingin film ini bukan dengan "h besar. Kalau nanti saya cukup punya uang lebih, saya akan coba bikin film-film ekspresi diri dengan biaya dari saku saya sendiri. Sembari bersiap-siap memulai pembuatan film Kenangan Desember. Ami juga masih harus merampungkan pembicaraan dengan PT Madu Segara, produser film Karmila yang berhasil menarik banyak penonton itu.
T: Apakah lanjutan Karmila itu dibikin lantaran film Karmila sekarang ini membawa untung besar?
J: (jawaban dari pihak Madu Segara) Untung besar terang tidak, sebab uang yang tertanam juga besar (93 juta) dan uang itu lama terkatung-katung lantaran ribut yang sampai ke pengadilan dulu itu. Pembuatan seri berikut dilakukan lantaran permintaan banyak orang dan kalangan perbioskopan. Investasi kita nanti tidak akan sebesar dulu, sebab biasanya film serial macam itu akan kurang menghasilkan uang.
J: (jawaban Ami): Bagi saya film Karmila yang sudah beredar itu barulah buka layar. Konflik-konflik hidup berkeluarga justru akan ditemukan pada seri lanjutannya nanti. Para peminat film nasional sebentar lagi akan menyaksikan karya terbaru Ami Priyono, Kampus Biru, yang diangkat dari novel Ashadi Siregar.
T: Kabarrya penggarapan Kampus Biru tidak serapi Karmila.
J: Hal itu mungkin disebabkan oleh waktu kerja yang sempit. Pemotretan Karmila menghabiskan waktu 45 hari, sedang Kampus Biru cuma 28 hari. Bahan baku yang dipakai oleh Karmila juga lebih baik, juga studio. Dan Kampus Biru dibuat ketika Karmila masih dalam sengketa, dan suasana itu ada membawa pengaruh kurang baik pada diri saya.
Dekade tahun 1970-an bisa disebut sebagai periode terbaik dalam proses adaptasi novel menjadi film. Pada periode ini pula publik pecinta film (remaja) begitu gandrung kepada film "Gita Cinta dari SMA" arahan sutradara Arizal. Film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Eddy D. Iskandar ini tak hanya sukses dari sisi jumlah penonton, tetapi juga mampu mengangkat sosok Rano Karno (pemeran Galih) dan Yessi Gusman (pemeran Ratna) sebagai idola remaja kala itu.
Sebelumnya, di tahun 1977 Teguh Karya sukses mengangkat kisah novel Badai Pasti Berlalu karya novelis wanita Marga T. ke layar lebar dengan judul yang sama. Karya Marga T. lainnya yang diangkat ke layar lebar adalah Karmila (1974). Film yang diberi judul sama dengan novel dan disutradarai oleh Ami Prijono ini terbilang sukses. "Karmila" merupakan film kelima yang berhasil menembus dan bertahan lama di bioskop kelas atas. Menurut data Perfin, "Karmila" merupakan film terlaris kedua di Jakarta pada 1976 dengan jumlah penonton mencapai 213.036 orang.
Setelah sukses membesut "Karmila", Ami Prijono meneruskan projek film adaptasi lainnya. Masih dengan genre remaja, kali ini ia menggarap "Cintaku di Kampus Biru" (1976), hasil adaptasi dari novel karya Ashadi Siregar. "Cintaku di Kampus Biru" mampu melambungkan nama Roy Marten dan tercatat sebagai film terlaris ketiga di Jakarta pada 1976 dengan jumlah penonton 168.456 orang.
Tentu saja, di era ini penonton tak boleh melupakan kiprah "Si Doel Anak Betawi" (1973) arahan sutradara Sjuman Djaya. Film ini diangkat dari kisah novel karya sastrawan Aman Datoek Madjoindo. Film bergenre anak-anak yang dibintangi Rano Karno ini dinilai sukses, bukan saja dari segi pencapaian penonton, tetapi juga pembentukan sosok Si Doel yang kelak menjadi sebuah brand yang populer.
Dekade tahun 1970-an bisa disebut sebagai periode terbaik dalam proses adaptasi novel menjadi film. Pada periode ini pula publik pecinta film (remaja) begitu gandrung kepada film "Gita Cinta dari SMA" arahan sutradara Arizal. Film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Eddy D. Iskandar ini tak hanya sukses dari sisi jumlah penonton, tetapi juga mampu mengangkat sosok Rano Karno (pemeran Galih) dan Yessi Gusman (pemeran Ratna) sebagai idola remaja kala itu.
Sebelumnya, di tahun 1977 Teguh Karya sukses mengangkat kisah novel Badai Pasti Berlalu karya novelis wanita Marga T. ke layar lebar dengan judul yang sama. Karya Marga T. lainnya yang diangkat ke layar lebar adalah Karmila (1974). Film yang diberi judul sama dengan novel dan disutradarai oleh Ami Prijono ini terbilang sukses. "Karmila" merupakan film kelima yang berhasil menembus dan bertahan lama di bioskop kelas atas. Menurut data Perfin, "Karmila" merupakan film terlaris kedua di Jakarta pada 1976 dengan jumlah penonton mencapai 213.036 orang.
Setelah sukses membesut "Karmila", Ami Prijono meneruskan projek film adaptasi lainnya. Masih dengan genre remaja, kali ini ia menggarap "Cintaku di Kampus Biru" (1976), hasil adaptasi dari novel karya Ashadi Siregar. "Cintaku di Kampus Biru" mampu melambungkan nama Roy Marten dan tercatat sebagai film terlaris ketiga di Jakarta pada 1976 dengan jumlah penonton 168.456 orang.
Tentu saja, di era ini penonton tak boleh melupakan kiprah "Si Doel Anak Betawi" (1973) arahan sutradara Sjuman Djaya. Film ini diangkat dari kisah novel karya sastrawan Aman Datoek Madjoindo. Film bergenre anak-anak yang dibintangi Rano Karno ini dinilai sukses, bukan saja dari segi pencapaian penonton, tetapi juga pembentukan sosok Si Doel yang kelak menjadi sebuah brand yang populer.
RORO MENDUT | 1982 | AMI PRIJONO | Director | |
GUNDALA PUTRA PETIR | 1981 | LILIK SUDJIO | Actor | |
DEWI | 1974 | AMI PRIJONO | Director | |
ROMI DAN JULI | 1974 | HASMANAN | Actor | |
DR. SITI PERTIWI KEMBALI KE DESA | 1979 | AMI PRIJONO | Director | |
OMBAKNYA LAUT MABUKNYA CINTA | 1978 | ABRAR SIREGAR | Actor | |
BUYANG-BUYANG KELABU | 1979 | AMI PRIJONO | Director | |
ASMARA | 1992 | ADISOERYA ABDY | Actor | |
RAMADHAN DAN RAMONA | 1992 | CHAERUL UMAM | Actor | |
YANG | 1983 | AMI PRIJONO | Director | |
KASUS | 1978 | ISHAQ ISKANDAR | Actor | |
BINTANG KEJORA | 1986 | CHAERUL UMAM | Actor | |
KARMILA | 1975 | AMI PRIJONO | Director | |
PENGANTIN | 1990 | WIM UMBOH | Actor | |
PENGANTIN REMAJA | 1991 | WIM UMBOH | Actor | |
SI BONGKOK | 1972 | LILIK SUDJIO | Actor | |
KIDUNG CINTA | 1985 | MATNOOR TINDAON | Actor | |
SELEMBUT WAJAH ANGGUN | 1992 | AGUS ELLYAS | Actor | |
JAKARTA JAKARTA | 1977 | AMI PRIJONO | Director | |
TUAN TANAH KEDAWUNG | 1970 | LILIK SUDJIO | Actor | |
BADUT-BADUT KOTA | 1993 | UCIK SUPRA | Actor | |
BAYANG-BAYANG KELABU | 1979 | FRANK RORIMPANDEY | Actor | |
OOM PASIKOM | 1990 | CHAERUL UMAM | Actor | |
LAKI-LAKI PILIHAN | 1973 | NICO PELAMONIA | Actor | |
KELUARGA MARKUM | 1986 | CHAERUL UMAM | Actor | |
BERANAK DALAM KUBUR | 1971 | AWALUDIN | Actor | |
ALI TOPAN DETEKTIF PARTIKELIR TURUN KE JALAN | 1979 | ABRAR SIREGAR | Actor | |
MAMA | 1972 | WIM UMBOH | Actor | |
UNTUKMU INDONESIAKU | 1980 | AMI PRIJONO | Director | |
UNTUKMU KUSERAHKAN SEGALANYA | 1984 | YAZMAN YAZID | Actor | |
ANJING-ANJING GELADAK | 1972 | NICO PELAMONIA | Actor | |
YANG MASIH DI BAWAH UMUR | 1985 | YAZMAN YAZID | Actor | |
JODOH BOLEH DIATUR | 1988 | AMI PRIJONO | Director | |
PERTUNANGAN | 1985 | AMI PRIJONO | Director | |
BONEKA DARI INDIANA | 1990 | NYA ABBAS AKUP | Actor | |
ITA SI ANAK PUNGUT | 1973 | FRANK RORIMPANDEY | Actor | |
KIPAS-KIPAS CARI ANGIN | 1989 | NYA ABBAS AKUP | Actor | |
CAS CIS CUS | 1989 | PUTU WIJAYA | Actor | |
SEJAK CINTA DICIPTAKAN | 1990 | ADISOERYA ABDY | Actor | |
HATI SELEMBUT SALJU | 1981 | ISHAQ ISKANDAR | Actor | |
REMANG-REMANG JAKARTA | 1981 | LUKMANTORO DS | Actor | |
OLGA DAN SEPATU RODA | 1991 | ACHIEL NASRUN | Actor | |
KENANGAN DESEMBER | 1976 | AMI PRIJONO | Director | |
RODA-RODA GILA | 1978 | DASRI YACOB | Actor | |
CHRISTINA | 1977 | I.M. CHANDRA ADI | Actor | |
BUKAN IMPIAN SEMUSIM | 1981 | AMI PRIJONO | Director | |
SESAL | 1994 | SOPHAN SOPHIAAN | Actor | |
KAMPUS BIRU | 1976 | AMI PRIJONO | Director |