Mohammad Arief, seorang putra tuan M. Mochtar, bekas Ass Wedana Cikampek. Tempat dan saat kelahirannya: Di Serang pada bulan Maret 1916. Mendapat didikan di HIS sampai tamat. Lepas dari sekolah, terus memulaikan debutnya di studio “STAR FILM COY” di bawah pimpinan Tuan Chok Tjin Shien. Hasilnya film-film: PAH WONGSO PENDEKAR BUDIMAN dan PAH WONGSO TERSANGKA. Dalam cerita itu, M. Arief berlakon bersama-sama Elly Junara< Abubakar Djunaedi dll.
Waktu pimpinan permainan erada di tangan R. Ariffien, dia berkesempatan main bersama Raden Sukran, Waldy, Satijem, Sarip, yang kemudian menghasilkan film: TJIUNGWANARA. Selesai film ini, Tuan Whu Chun memegang jabatan sutradara dan bertindak menyelenggarakan film LINTAH DARAT. Di sini pemain bertambah satu orang yaitu Primo Usman, jago tinju yang terkenal itu (kini telah pulang ke Rahmatullah ketika terjadi clash I di Cirebon. Dia gugur sebagai bunga bangsa setelah menembak mati beberapa orang musuhnya). Tak lama kemudian menyusul film AJAH BERDOSA.
Di zaman Asia Timur Raya ala Dai Nippon, M. Arif naik panggung WARNASARI. Turut main di situ. Tetapi berhubung dengan dibutuhkannya tenaga oleh NIPPON EIGA SHA (PERSARI) , maka berpindahlah ia ke sana. Di mana Miss Surip, kartolo (almarhum), Dhalia, Astaman, dan Usman Tobing suda sama siap sedia menyelesaikan film DJATUH BERKAIT. Benar M. Arief lalu beraksi kembali di layar putih bersama mereka itu. Filmnya yang kedua yang diusahakan oleh PERSARI ini ialah KE SEBERANG. Pelaku-pelaku utama tampak di sini, diantaranya: Nyi Rukiyah almarhum, Chatir Harro, Primo Usman almarhum dan R. barnas. Habis produksi itu, ia kembali ke panggung sandiwara, ikut M. Pandji Anom dan Djauhari Effendi dalam rombongan Garsia’s SINARSARI. Hanya dua bulan dia aktif di sandiwara ini. Karena kemudian meletus revolusi besar di tanah air kita……
Pada akhir tahun 1945 dia menjadi anggota BARISAN BANTENG yang mempunyai tugas berat di dua tempat: Cikampek dan Purwakarta. Selama itu perhatiannya tidak lagi tercurah kepada LAKON MELAKON, tetapi ke Medan pertempuran. Sebagai seorang putera patriot M. Arief telah berbuat jasa di ajang juang, menyabung nyawanya. Sedemikian besar cintanya terhadap tanah airnya, sehingga tidaklah terlintas dalam ingatannya untuk meninggalkan barisannya sehingga melangkahi peristiwa: Aksi militer pertama dan kedua.
Setelah penyerahan kedaulatan, M. Arief muncul kembali di Jakarta Raya, sebagai penghubung Detasemen V pimpinan letnan Supardi dalam kesatuan batalion L, (Mayor Darsono). Tatkala tuan Wu Chun memimpin studio filmnya kembali dan yang diberi nama GOLDEN ARROW itu, M. Arief mendapat tempat di situ. Turut serta dalam film-film DENDAM DAN ASMARA, dan MERATAP HATI. Tampak pula dalam cerita-cerita itu: Fifie Young, Sutrisni, R. Endang dan beberapa bintang baru.
Dengan berdirinya Perseroan Artis indonesia, maka banyaklah para artisten Indonesia yang berkumpul dan berlindung di dalamnya. Di antara mereka, Mohammad Arief inilah. Sebagaimana telah di katakan di atas tadi, M. Arief belum mendapat kesempatan untuk menunjukkan permainannya dengan leluasa. Dan dalam film BAKTI BAHAGIA yang tengah dipersiapkan oleh PERSARI itupun, Arief hanya memegang peran yang belum boleh dikatakan berat. Sungguhpun rolnya di sini agak lebih besar daripada apa yang diterimanya dalam MARUNDA itu.
Dia bercita-cita menjadi pemain watak yang sempurna. Tetapi jalan untuk menuju ke pantai harapannya ini, tidak saja terletak pada kesungguhan hatinya. Namun juga sebahagian besar berpusat di dalam KESMPATAN yang mesti diterimanya itu.
Kini disamping turut opname “BAKTI BAHAGIA” , M. Arief diserahi kewajiban di sataf Tata Usaha. Dalam percakapan dengan seorang rekan, dia menyatakan bahwa pekerjaannya sebagai anggota tata usaha itu sebenarnya bukan pada tempatnya. Sebab pengalaman ditentang itu belum ada. Dan lagi memang belum pernah dia bekerja di kantor. Sangat diharapkan olehnya bukti daripada bunyi pepatah: The right man on the right place!!!
Seorang artis yang gemar bercocok tanam, itulah Mohammad Arief. Jika kita lihat rumahnya di Jalan Samba No. 27, Kebayoran Baru itu, tampak di selebar halaman rumahnya, tertaman berbagai macam tanaman. Seperti cabe, tomat, dan lain sebagainya. Setiap hendak pergi atau pulang dari kantor (PERSARI POLONIA) dia selalu menjenguk “kebun kecil”nya itu tadi.
Dia mempunyai tiga orang anak. Tetapi ketiga-tiganya telah dipanggil Yang Maha Esa.
Kita hanya dapat memanjatkan doa ke Hadirat Illahi semoga saudara tidak dapat diputus asakan oleh satu dan lain hal yang berakibatkan terkandasnya cita-cita saudara sebagai seniman Indonesia. Semudah-moga, kesempatan yang saudara harapkan itu tidak lama lagi menjelma di alam wujud. Karena kita percaya, bahwa Perseroan Artis Indonesia yang ber-azas dab bertujuan suci mulia itu, tidak nanti membiarkan tenaga-tenaga baik begitu saja. Dan sangat boleh jadi, pihak pimpinan tengah mempertimbangkan sesuatu untuk mereka yang senasib dengan saudara, agar tidak lagi terulang penempatan tenaga-tenaga sebagai dalam …… MARUNDA!!!!
Ini nama film. Keluaran PERSARI. Cerita, skenario dan regie (borongan) dipegang oleh Ali Yugo. Seorang seniman kenamaan yang sudah banyak berpengalaman. Sementara pimpinan produksi tetap dalam genggaman M. Pandji Anom. Juga berpengalaman luas dalam soal kesenian lakon. Yang beruntung terpilih untuk memegang peranan-peranan utama dalam film ini ialah: Raden Mochtar, Komalasari, Sukarsih, A. Sarosa, dll. Ada sekelompok figuran (pemegang rol yang selintas dan enteng), tampak Awaluddin dan M. Arief. Kedua tenaga baik. Tetapi ditempatkan di tempat yang kurang cocok. Malah sebaiknya ditiadakan saja. Lebih tepat barangkali.
Jangankan si pemain, sedang penonton sendiri tidak puas dengan munculnya dua pemain ini hanya sepintas belaka. Betapa kedudukan mereka ini sebenarnya? Mungkinkah hanya rol itu saja yang patut dibebankan? Atau memang sengaja kesempatan yang selayaknya mereka dapatkan itu diberikan kepada orang lain? Sebab M. Arief sudah mempunyai nama?
Padahal umum telah maklum, bahwa M. Arief adalah seorang tenaga baik dan mempunyai tempat di hati sidang penonton. Sebagai aktir yang harus berbuat “jahat” karena rol yang dipegangnya ialah “penjahat” permainannya boleh diharapkan. Malah caci makian dari mulut penonton di kala ia beraksi penjahat, itu sudah boleh menjadi ukuran. Memang senjatanyalah M. Arief seorang pemain yang tergolong baik. Dan seyogyanya bilamana diberi kesempatan oleh Sang Sutradara.
Untuk memperkuat pendapat di atas itu, baiklah kita bentangkan riwayat hidupnya.
SEBATANG KARA | 1954 | FRED YOUNG | Actor | |
TJIOENG WANARA | 1941 | YO ENG SEK | Actor | |
BANDAR DJAKARTA | 1955 | M. ARIEF | Director | |
BAKTI BAHAGIA | 1951 | MOH SAID HJ | Actor | |
PERKASA ALAM | 1954 | M. ARIEF | Director | |
KM-49 | 1952 | M. ARIEF | Director | |
LENGGANG DJAKARTA | 1953 | M. ARIEF | Director | |
KISAH TUDJUH BIDADARI | 1953 | ONG KING HAN | Actor | |
LINTAH DARAT | 1941 | WU TSUN | Actor | |
ROSITA | 1953 | BAMBANG SUDARTO | Actor | |
AJAH BERDOSA | 1941 | WU TSUN | Actor |