USMAN EFFENDY
22 Mei 1976
Film Balas Dendam Kerja sama Indonesia - Hongkong. Nama-nama karyawan Indonesia praktis hanya nama. Cerita diterjemahkan dari buatan orang Hongkong. Bahkan bentuk akhir skenario pun datang dari Hongkong, hingga waktu shooting di Bali sempat terhambat. Peran pemain Indonesia banyak berubah, karena harus disesuaikan dengan gambar yang sudah diambil terlebih dulu di Hongkong. Film ini disutradarai Chang Hwa dari Hong Kong & Bobby Sandy dari Indonesia.
Ketika film Balas Dendam sedang dikerjakan di Bali bulan Oktober tahun silam, sejumlah wartawan Jakarta diundang untuk ikut menyaksikannya. Berikut ini adalah laporannya: MELAKUKAN kerja sama dengan pihak asing dalam pembuatan film, memang tidak mudah. Kata Direktur Pembinaan Film H. Djohardin:"Untuk sebuah joint production diperlukan tenggang rasa dari kedua belah pihak. Karena cara kerja yang berbeda dari dua bangsa". Dan ucapan Djohardin memang tidak meleset, terbukti dari pengalaman pahit pembuatan Adventure in Bali maupun Virgin in Bali yang mengalami banyak kericuhan. Kedua film itu terkatung-katung. Nasib Adventure in Bali sampai sekarang tidak terdengar lagi, sedangkan Virgin in Bali baru beberapa minggu yang lalu beredar di Indonesia. Balas Dendam juga tidak luput dari persoalan itu. Cerita diambil dari karya Usman Efendi yang berjudul "Pengkhianat". Setelah ditimbang-timbang oleh para produser, judul itu diganti menjadi "Balas Dendam". Lokasi cerita aslinya mesti di tanah Toraja. Pihak Hongkong setuju, pihak Indonesia keberatan. "Daerah itu belum ada aliran listrik dan pengangkutan sulit", kata Yusnandar salah seorang produser. Persoalan ini cepat bisa diatasi. Kedua belah pihak sepakat untuk bekerja ke Bali. "Bali cukup komersiil", kata salah seorang produser dari Elang Perkasa Film. Rachmat Hidayat, Rahayu Efendi, Tuti Kirana, Soekarno M. Noer dan semua orang Indonesia yang mendukung film Balas Dendam merasa kebingungan ketika sampai di Bali. "Sampai sekarang saya belum tahu peran yang bagaimana yang akan saya pegang", kata Rachmat dan Rahayu Efendi waktu itu. Rupanya skenario yang digarap oleh Narto Erawan masih harus dikirim ke Hongkong lebih dahulu. Dan kembalinya mengalami banyak perubahan, sehingga setelah 4 hari berada di Bali para bintang masih juga nganggur dalam ketakpastian.
Sementara di Sanur Hotel, produser pelaksananya siang malam sibuk menterjemahkan skenario dari Bahasa Mandarin ke Indonesia. "Wah saya jadi kerja lembur'' kata Yunandar. Kalau pihak produser masih kalang kabut menterjemah sembari mengurusi peralatan yang didatangkan dari Hongkong, bintang film Indonesia mengeluh karea mengalami banyak perubahan peran. "Kalau begini peran saya tidak ada artinya dong", kata Rachmat yang akhirnya mundur teratur. Ketika Herman Masduki seorang pendatang baru dalam Kawin lari hadir di Bali dan dikira akan diikut-sertakan mendukung Balas Dendam, keadaan makin tegang. "Wah, wah, bisa peran kita tambah kecil lagi", kata Malino Jmaidi. Tapi sementara itu aktor-aktor Hongkong kelihatan tenang-tenang saja. Mereka dengan rajin berlatih Kung Fu. Atau kalau tidak latihan, mereka bercanda atau jalan-jalan melihat keindahan Bali. "Kalau tidak ada perobahan skenario saya kira tidak terjadi kelambatan yang begini", kata Usman Efendi. Dan Usman, yang juga Sekjen Parfi itu, mendapal kabar pasti bahwa perubahan skenario itu dilakukan karena shooting di Hongkong sudah selesai. "Untuk melanjutkan shooting di Bali harus disesuaikan dengan yang di Hongkong" kata Usman. Masih banyak lagi hal-hal yang mestinya menimbulkan kericuhan. Tapi pihak Elang Perkasa memilih sikap mengalah, dan pembuatan film Balas Dendam tidak banyak mengalami hambatan. "Daripada rugi banyak lebih baik mengalah saja", kata mereka. Walhasil biaya yang 100 juta tidak tambah lagi. Tapi hasilnya tidak lebih sebuah film Hongkong.
USMAN EFFENDY
Lahir Senin, 22 Januari 1940 di Ujung Pandang. Pendidikan : Tamat SMA kuliah di PTP (Perguruan Tinggi Publisistik) sampai tingkat I, kemudian kursus wartawan. Sebelum ke film Usman bekerja sebagai wartawan SK. "Harian Indonesia". Terjun ke film sejak tahun 1971 sebagai pemain pembantu dalam film "Ibuku Kekasihku". Selepas itu Usman muncul sebagai pemain pembantu dengan peranan kecil dalam berbagai film. Selain itu ia juga dikenal sebagai penulis cerita/ skenario serta penterjemah teks film yang berbahasa Mandarin. Tahun 1977 menjadi sutradara dalam film "Santara Menumpas Perdagangan Sex", kemudian "Satu Malam Dua Cinta" (78).
Lahir Senin, 22 Januari 1940 di Ujung Pandang. Pendidikan : Tamat SMA kuliah di PTP (Perguruan Tinggi Publisistik) sampai tingkat I, kemudian kursus wartawan. Sebelum ke film Usman bekerja sebagai wartawan SK. "Harian Indonesia". Terjun ke film sejak tahun 1971 sebagai pemain pembantu dalam film "Ibuku Kekasihku". Selepas itu Usman muncul sebagai pemain pembantu dengan peranan kecil dalam berbagai film. Selain itu ia juga dikenal sebagai penulis cerita/ skenario serta penterjemah teks film yang berbahasa Mandarin. Tahun 1977 menjadi sutradara dalam film "Santara Menumpas Perdagangan Sex", kemudian "Satu Malam Dua Cinta" (78).
22 Mei 1976
Film Balas Dendam Kerja sama Indonesia - Hongkong. Nama-nama karyawan Indonesia praktis hanya nama. Cerita diterjemahkan dari buatan orang Hongkong. Bahkan bentuk akhir skenario pun datang dari Hongkong, hingga waktu shooting di Bali sempat terhambat. Peran pemain Indonesia banyak berubah, karena harus disesuaikan dengan gambar yang sudah diambil terlebih dulu di Hongkong. Film ini disutradarai Chang Hwa dari Hong Kong & Bobby Sandy dari Indonesia.
Ketika film Balas Dendam sedang dikerjakan di Bali bulan Oktober tahun silam, sejumlah wartawan Jakarta diundang untuk ikut menyaksikannya. Berikut ini adalah laporannya: MELAKUKAN kerja sama dengan pihak asing dalam pembuatan film, memang tidak mudah. Kata Direktur Pembinaan Film H. Djohardin:"Untuk sebuah joint production diperlukan tenggang rasa dari kedua belah pihak. Karena cara kerja yang berbeda dari dua bangsa". Dan ucapan Djohardin memang tidak meleset, terbukti dari pengalaman pahit pembuatan Adventure in Bali maupun Virgin in Bali yang mengalami banyak kericuhan. Kedua film itu terkatung-katung. Nasib Adventure in Bali sampai sekarang tidak terdengar lagi, sedangkan Virgin in Bali baru beberapa minggu yang lalu beredar di Indonesia. Balas Dendam juga tidak luput dari persoalan itu. Cerita diambil dari karya Usman Efendi yang berjudul "Pengkhianat". Setelah ditimbang-timbang oleh para produser, judul itu diganti menjadi "Balas Dendam". Lokasi cerita aslinya mesti di tanah Toraja. Pihak Hongkong setuju, pihak Indonesia keberatan. "Daerah itu belum ada aliran listrik dan pengangkutan sulit", kata Yusnandar salah seorang produser. Persoalan ini cepat bisa diatasi. Kedua belah pihak sepakat untuk bekerja ke Bali. "Bali cukup komersiil", kata salah seorang produser dari Elang Perkasa Film. Rachmat Hidayat, Rahayu Efendi, Tuti Kirana, Soekarno M. Noer dan semua orang Indonesia yang mendukung film Balas Dendam merasa kebingungan ketika sampai di Bali. "Sampai sekarang saya belum tahu peran yang bagaimana yang akan saya pegang", kata Rachmat dan Rahayu Efendi waktu itu. Rupanya skenario yang digarap oleh Narto Erawan masih harus dikirim ke Hongkong lebih dahulu. Dan kembalinya mengalami banyak perubahan, sehingga setelah 4 hari berada di Bali para bintang masih juga nganggur dalam ketakpastian.
Sementara di Sanur Hotel, produser pelaksananya siang malam sibuk menterjemahkan skenario dari Bahasa Mandarin ke Indonesia. "Wah saya jadi kerja lembur'' kata Yunandar. Kalau pihak produser masih kalang kabut menterjemah sembari mengurusi peralatan yang didatangkan dari Hongkong, bintang film Indonesia mengeluh karea mengalami banyak perubahan peran. "Kalau begini peran saya tidak ada artinya dong", kata Rachmat yang akhirnya mundur teratur. Ketika Herman Masduki seorang pendatang baru dalam Kawin lari hadir di Bali dan dikira akan diikut-sertakan mendukung Balas Dendam, keadaan makin tegang. "Wah, wah, bisa peran kita tambah kecil lagi", kata Malino Jmaidi. Tapi sementara itu aktor-aktor Hongkong kelihatan tenang-tenang saja. Mereka dengan rajin berlatih Kung Fu. Atau kalau tidak latihan, mereka bercanda atau jalan-jalan melihat keindahan Bali. "Kalau tidak ada perobahan skenario saya kira tidak terjadi kelambatan yang begini", kata Usman Efendi. Dan Usman, yang juga Sekjen Parfi itu, mendapal kabar pasti bahwa perubahan skenario itu dilakukan karena shooting di Hongkong sudah selesai. "Untuk melanjutkan shooting di Bali harus disesuaikan dengan yang di Hongkong" kata Usman. Masih banyak lagi hal-hal yang mestinya menimbulkan kericuhan. Tapi pihak Elang Perkasa memilih sikap mengalah, dan pembuatan film Balas Dendam tidak banyak mengalami hambatan. "Daripada rugi banyak lebih baik mengalah saja", kata mereka. Walhasil biaya yang 100 juta tidak tambah lagi. Tapi hasilnya tidak lebih sebuah film Hongkong.
TAKKAN LARI JODOH DIKEJAR | 1990 | FRANK RORIMPANDEY | Actor | |
SANTARA MENUMPAS PERDAGANGAN SEX | 1977 | USMAN EFFENDY | Director | |
DARI PINTU KE PINTU | 1991 | B.Z. KADARYONO | Actor | |
NAGA MERAH | 1976 | FRITZ G. SCHADT | Actor | |
MALAM PENGANTIN | 1975 | LUKMAN HAKIM NAIN | Actor | |
ANTARA SURGA DAN NERAKA | 1976 | RATNO TIMOER | Actor | |
KABUT PERKAWINAN | 1984 | WIM UMBOH | Actor | |
DAMAI KAMI SEPANJANG HARI | 1985 | SOPHAN SOPHIAAN | Actor | |
SEJOLI CINTA BINTANG REMAJA | 1980 | DASRI YACOB | Actor | |
LETNAN HARAHAP | 1977 | SOPHAN SOPHIAAN | Actor | |
SATU MALAM DUA CINTA | 1978 | USMAN EFFENDY | Director | |
GUDANG UANG | 1978 | SYAMSUL FUAD | Actor | |
IMPIAN PERAWAN | 1976 | CHRIS PATTIKAWA | Actor | |
GADIS PANGGILAN | 1976 | RATNO TIMOER | Actor | |
CINTA ANNISA | 1983 | USMAN EFFENDY | Director | |
SOERABAIA 45 | 1990 | IMAM TANTOWI | Actor | |
CIUMAN BERACUN | 1976 | RATNO TIMOER | Actor | |
FILM DAN PERISTIWA | 1985 | USMAN EFFENDY | Actor Director | |
LEBAK MEMBARA | 1982 | IMAM TANTOWI | Actor | |
KAMP TAWANAN WANITA | 1983 | JOPI BURNAMA | Actor |