Sekitar tahun 1947, sebuah peleton pimpinan Letnan Amin (Rendra Karno) mendapat tugas untuk mempertahankan sebuah jembatan yang sangat strategis. Di balik pasukan itu, berlindung sejumlah pengungsi, antara lain Irma (Chitra Dewi), anak keluarga menengah yang sinis terhadap pejuang kemerdekaan. Antara Amin dan Irma terjalin hubungan kasih, yang mereka sembunyikan. Sersan Mayor Imron (Bambang Hermanto) yang urakan juga menaruh hati atas Irma. Ketika Amin terluka, Imron diserahi memimpin pasukan untuk meninggalkan tempat yang sudah dikuasai Belanda itu. Tugas diterima dan dilaksanakan. Kopral Seno (Bambang Irawan) mencurigai Imron, yang dianggap punya niat menyingkirkan Amin, agar bisa mendapatkan Irma. Untuk membuktikan bahwa tak ada maksud begitu, Imron memutuskan melakukan operasi membebaskan Amin dari tawanan Belanda. Amin berhasil dibebaskan, tapi Imron tewas. Meski mata dan kaki satu, Irma akhirnya memilih menemani Amin.
Film ini mendapat penghargaan untuk pemeran pria Bambang Hermanto di Moscow Film Festival.
Film ini pada dasarnya jauh lebih baik dalam segala hal. Hanya saja penampilan serdadu Belanda yang digambarkan agak tolol pada saat menjelang akhir cerita. Begitu mudah pasukan Imron menerobos masuk kamp musuh yang menawan Amin danLatifa, seakan-akan Belanda tidak tahu mereka sedang dalam keadaan perang. Tapi cara penggambarannya seperti ini tentu tidak harus dipisahkan dari konteks waktu pembuatan film ini yang pada tahun 1959, saat Indonesia kembali pada UUD 1945, saat orang muali bicara mengenai perlunya semangat 45 dihidupkan kembali. Masa itu udara dipenuhi kampanye perlunya solidaritas revolusi dihidupkan kembali, setelah bangsa Indonesia tercabik-cabik oleh berbagai pertentangan yang antara lain menghasilkan perang saudara di Sumatra dan Sulawesi Utara.
Menarik untuk melihat Usmar di tahun 1954 tampil dengan kekecewaan lewat film Lewat Jam Malam, kini tampil dengan optimisme yang bersumber pada solidaritas antara para pejuang. Dan untuk kepentingan itu Usmar menghidarkan diri dari berbicara tentang keadaan setelah revolusi sebagai yang digambarkannya Lewat Jam Malam. Dengan Pejuang Usmar menterjemahkan ke dalam film semangat jamanya yang dipenuhi harapan melihat perubahan politik yang dipelopori Presiden Soekarno -dekret 5 Juli 1959 -sebagai suatu yang bisa mengatasi segala kekecewaan yang melanda Indonesia di tahun lima puluhan. Dan selanjutnya masalah bentuk NASAKOM (Nasionali, Agama, Komunis), belum lagi konfrontasi dengan Belanda masalah Irian Barat, dan hingga soal pembentukan Malaysia.
PERFINI
BAMBANG HERMANTO CHITRA DEWI RENDRA KARNO BAMBANG IRAWAN FARIDA ARRIANY ISMED M. NOOR LIES NOOR WOLLY SUTINAH ARIATI HAMIDY T. DIAMIL SOENDJOTO ADIBROTO PITRAJAYA BURNAMA |