Tampilkan postingan dengan label APA JANG KAU TJARI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label APA JANG KAU TJARI. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Januari 2011

APA JANG KAU TJARI PALUPI / 1969

APA JANG KAU TJARI, PALUPI?


Apa Jang Kau Tjari, Palupi? adalah film Indonesia tahun 1969 yang disutradarai oleh Asrul Sani. Film ini diproduksi oleh Dewan Produksi Film Nasional. Apa Jang Kau Tjari, Palupi? terpilih sebagai film terbaik Festival Film Asia pada tahun 1970.

Haidar adalah pengarang yang sedia melarat demi mempertahankan kejujuran dan kebenaran. Sebaliknya sang istri, Palupi (Farida Syuman) adalah wanita yang tak bisa memberikan cintanya kepada siapa pun, kecuali kepada dirinya sendiri. Karenanya, Palupi merasa tidak bahagia, walau telah diizinkan bermain film. Di situ dia merasa iri kepada Putri, kekasih Chalil, sang sutradara. Palupi mendekati Chalil begitu rupa, sehingga sutradara itu menjauhi Putri. Kemudian Palupi tertarik kepada seorang pengusaha muda, Sugito. Melihat hal itu Chalil menjauhi Palupi dan kembali pada kekasih lamanya, Putri. Apa yang sesungguhnya dicari Palupi?


FARIDA FEISOL
PITRAJAYA BURNAMA
ISMED M. NOOR
WIDYAWATI
AEDY MOWARD
SANDY SUWARDI HASSAN
RATIH DARDO
FAKHRI AMRULLAH
JUSMAN
SOFYAN SHARNA
ISHAK SUHAYA
MOH MOCHTAR

FARIDA FEISOL sebagai PALUPI.
Farida Oetoyo /Farida Syuman / Farida Feisol adalah Maestro Balet Indonesia. Lahir di Solo. Orang lebih mengenalnya dengan nama Farida Syuman. Pendidikan: Fine Art of Movement -Singapura, Sekolah Ballet Barbara Todd Canberra, Akademi Tari Bolshoi Moskow (1961-1965). Balerina pendiri sekolah dan perkumpulan tari "Nritya Sundara" (1959) ini, mulai main film tahun 1960 lewat "Laruik Sandjo", sebagai Pemeran Utama. Namun setelah itu, Farida melepaskan diri dari film dan lebih aktif sebagai penari ballet. Tahun 1961 pergi ke Rusia untuk belajar dan kawin di sana tahun 1962 dengan Sutradara Syuman Jaya juga sedang belajar di Akademi Sinematografi Negara di Moskow. Farida kembali lagi bermain film dalam "Apa Yang Kau Tjari Palupi?" (1969), lalu diikuti dengan "Perawan Disektor Selatan" (1971). Sebagai Koreografer, Farida juga telah membuat beberapa koreografi untuk film, diantaranya untuk "Liku Liku Panasnya Cinta" (1976). Terakhir Farida tinggal di Malaysia mengikuti suaminya yang kedua, namun masih tetap aktif sebagai penari dan pengajar di Akademi Tari LPKJ.

PEMBUATAN FILM ASRUL SANI YANG RUMIT

 
 
Untuk pertama kali Indonesia jadi tuan rumah Festival Film Asia (yang diadakan sejak 1954), dan pertama kali pula merebut piala utama, film terbaik, melalui Apa Jang Kau Tjari Palupi? (Asrul Sani)

Pembuatan film "Apa jang kau tjari Palupi" yang merupakan ide dari Asrul Sani sangat rumit karena gambar-gambar yang ditangkap oleh frame kamera semua hanya ada di dalam selaput penglihatan Asrul Sani.

1969 (tahun film ini diproduksi) adalah masa negara ini mulai lepas dari bayang-bayang orde lama. Era geger sama komunisme baru saja lewat 5 tahun. Industri film sedang menggeliat. Geliat ini akan semakin semarak di kurun tahun 70 - 80, lalu meredup di 90an dan kemudian bangkit di 2000an. Jadi dari latar waktu, ini adalah film yang menyongsong harapan baru perfilman nasional. Dengan logika yang saya pas-paskan belaka (cocoklogi), maka film ini saya review biar waktunya pas dengan perayaan hari film nasional yang ke 69 saat ini. Lha pas kan angka tahunnya juga.

Asrul Sani, sastrawan yang menjadi sutradara ini mengangkat karakter perempuan dan kegelisahannya. Palupi adalah karakter yang mewakili kegelisahan perempuan menjelang usia "non kinyis-kinyis". Kalau usia 17 dibilang sweet seventeen karena di usia ini seorang gadis mulai cantik-cantiknya, maka degradasi secara umum adalah ketika mulai masuk usia 30-40an. Karena tidak semua akan menua dengan anggun. Sama juga buat kami para pria. Tak semua penuaan berlangsung dengan gagah semacam Tom Cruise atau Keanu Reeves. Banyak dari kami ketika masuk usia 30 udah keliatan buluk dan arkhaik. Di usianya yang 32, Palupi mulai gelisah. Haidar si suami adalah seniman idealis yang membosankan. Jadi bagi Palupi, cinta saja mulai nggak cukup.

Maka Palupi lari menuju ke dunian yang ia rasa lebih benderang. Kebetulan kawan suaminya si Chalil adalah orang film. Tapi ternyata Chalil tidak bisa menerima Palupi. Palupi pun juga tidak yakin sama hatinya. Toh meski Palupi mencintai Chalil dan kadang merindukan sang mantan, eh dia malah hohohihe sama Sugito. Happinnes is not a simple thing for Palupi.

Makanya apa yang kau cari, Palupi? Maka ia pun kesukaran menjawabnya. Pada gemerlap (diwakili sosok Sugito)? Pada kesunyian (diwakili sosok Haidar)? Pada keteguhan (diwakili sosok Chalil)?

Palupi bukanlah sosok gila harta. Ia hanya bosan. Usia adalah hal signifikan yang jadi pemicu kegelisahan Palupi. Nampaknya ini pun masalah universal yang kita alami saat usia beranjak. Coba ingat, betapa bahagianya kalo anda-anda om dan tante sekalian dipanggil "mbak" atau "mas" ketika masuk minimarket. Ini tentu hal yang gak bisa dirasakan ketika kita masih anak SMA atau kuliahan. Saya sendiri merasakan ironi. Oleh anak SMA dipanggil "pak", tapi sama anak SD dipanggil "mas" (pinter kamu, Nak!).

Palupi, usia 32 sudah dianggap tua. Setidaknya salah satu gadis muda mengejeknya begitu. "Kau setua bibiku!". Jadi Palupi mengira bahwa ia musti berlomba dengan masa agar bisa hidup optimal. Aku musti bahagia, teriak Palupi. Ia musti menikmati hidup di saat ini. Carpediem! Tapi apakah Palupi berhasil? Itu soal lain lagi.

Lewat gambar-gambar noir dan penyuntingan (oleh Janis Badar) yang mengalir, Asrul Sani pun tidak hendak mengkotbahi kita jawabannya. Ia menunjukkan suasana batin Lu lewat musik menyayat gubahan maestro Trisutji Djuliaty Djuham (Trisutji Kamal).

Ini tipe film yang memakai semiotika "nyastra", jarang digunakan oleh film komersil nasional pada masanya. Nyastranya gimana? Simak bagaimana kehidupan artifisial selebriti disimbolkan lewat shot manekin. Manekin itu cantik tapi palsu. Juga lihat bagaimana kelembutan hati seorang lelaki membosankan disimbolkan lewat kegemarannya mengumpulkan kerang. Itu adalah hal remeh temeh yang hanya dipedulikan orang berhati mendalam. Adegan Lu naik truk sampah adalah puncak seluruh ironinya. Segemerlap apapun diri seseorang, ia akan tercampakkan ketika sudah tak bernilai untuk kepuasan orang lain.

Lu... demikian Palupi dipanggil. Mungkin ya kayak elu-elu semua hehehe. Gelisah mencari kebahagiaan yang sebenarnya bisa dicari di dalam hati masing-masing. Setidaknya demikianlah yang dinasehatkan Chalil. Well... dasar Chalil sok-sokan. Kagak semudah itu Chaleeeel...

Apa Jang Kau Tjari, Palupi adalah film dewasa. Dewasa bukan dalam arti "nganu" melainkan menyoroti problematika manusia dewasa. Tema soal pencarian kebahagiaan versus kesetiaan, idealisme versus pasar dan juga pencarian cinta sejati merupakan inti dari film ini.