Sabtu, 18 Juli 2020

PALEMBANG - BENGKULU BIOSCOOP ( SUMSEL)

Palembang memang kota yang super sibuk, mengingat wilayah ini tempat adalah pusat kerjaan Sriwijaya, tentulah tempat ini sudah terkenal keluar masuknya bangsa, pedagang dan lainnya, sehingga percampuran suku, ras, dan lainnya. Sungai Musi pintu masuk, sumber alam yang banyak, kolonbial Belanda dan pedagang lainnya menjadikan kota ini kota bisnis yang besar. Tentulah hiburan di butuhkan bagi mereka, karena itu tidak heran bioskop sudah ada dari dulu dan juga tumbuh pesat jamannya.

FLORA / ORI BIOSCOOP
pada tahun 1910, kemudian pada tahun 1920 berganti nama menjadi Bioskop Orintal, kemudian pada tahun 1956 berubah menjadi bioskop SAGA.

FLORA BIOSCOOP


Dulu/Sekarang

Pada zaman pendudukan jepang 1942-1945 gedung ini menjadi gedung Bintang Berlian tempat pertunjukan tonil tradisional bangawan H Gung/Miss Tina, juga di gedung ini lah lahir lagu gending Sriwijaya ciptaan A Dahlan Mahibat, dan tari gending Sriwijaya oleh miss Tina Sukina A Rozak, Bioskop SAGA sekarang sudah berubah menjadi Kantor dinas Pendapatan Daerah.

Pemerhati sejarah Kota Palembang Rd. Muhammad Ikhsan mengatakan bahwa bioskop dari masa ke masa menjadi tempat alternatif utama hiburan rakyat di Palembang sama seperti kota-kota lain.

“Awalnya masyarakat menyebut film bioskop sebagai “gambar idoep”. Walaupun filmnya masih film bisu,” ujar Ikhsan.

Ikhsan yang juga dosen Fakultas Hukum di Universitas Sriwijaya (Unsri) membenarkan jika Bioskop pertama yang ada di kota Palembang adalah Bioskop Flora pada tahun 1910 dan pada tahun 1920 berganti nama menjadi Bioskop Oriental.

Pada zaman pendudukan Jepang Ikhsan mengungkapkan pada tahun1942 sampai 1945 gedung ini menjadi gedung Bintang Berlian tempat pertunjukan tonil tradisional bangawan H Gung/Miss Tina

“Pada tahun 1956 berubah nama menjadi bioskop Saga, yang kini menjadi kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang,”ungkapnya

Pada masa itu Iksan melanjutkan setiap film terbaru promosinya poster film diarak memakai gerobak sambil ditabuh semacam genderang drum band.

Hal senada dikatakan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dibudpar) Kota Palembang, K.M Isnaini Madani bahwa Sangat mendukung dengan adanya tulisan ini dan dari Dinas Pariwisata berharap di setiap gedung bersejarah di palembang dapat dituliskan sejarah singkatnya dan diletakkan di lobby gedung.

“Jadi setiap tamu yang datang ke gedung itu apa pun fungsinya sekarang, mereka dapat mengetahui tentang sejarah gedung tersebut,” ujar Isnaini.

“Karena dengan mengetahui sejarah gedung tersebut maka gedung itu akan lebih bernilai dan bermakna bagi siapa saja yang melihat dan berkunjung ke gedung tersebut,”tutupnya.

BIOSKOP CAPITOL


Bioskop di kawasan Palembang di tahun 1950 an meninggalkan kesan tersendiri bagi warga masih tinggal atau pernah di tinggal Palembang seperti bioskop Internasional (Sakrang jadi Internasional Plaza), bioskop Makmur (Depan IP sudah terbakar di tahun 1980 dan tidak pernah di bangun lagi), Bioskop Sriwijaya (Depan IP tidak jauh dengan bioskop makmur ), bioskop Mahkota (Sekarang menjadi  JM Plaza),  bioskop Sanggar (Depan Hotel Wisata sekarang hanya tinggal bangunan yang kan di bongkar), uniknya di zaman itu kalau ada film baru di posternya diarak pake gerobak dengan tetabuhan genderang keliling kampong dari kampung ke kampung, sehingga ramai sekali pada saat itu (yang menabuh genderang adalah orang cina bisu dan sampai sekarang masih hidup), seiring waktu cara mempromosikan film bioskop ini berubah menggunakan mobil sambil menghamburkan selebaran poster/selebaran film.

Salah satu bioskop yang ada di Palembang adalah BIOSKOP CAPITOL yang terletak di kawasan Jalan Jendral Sudirman ( Sekarnag ada di barisan Martabak Har) dimana di depan itu banyak pedagang yang menjajakan barangnya antara lain pedagang majalah seperti VARIA dan majalah PANJI MASYARAKAT ataupun penjual es kacang yang lumayan enak di sebelah kiri dari bioskop ini. Walaupun di bioskop ini juga banyak tukang catut karcis.

Di Bioskop CAPITOL ini, ada yang unik karna salah satu pegawainya Bisu (tuna rungu) maka setiap film berganti beliau menabuh drum sambil “mengarak”film yang akan di puterlagi pada saat itu dan juga sebagai tukang “potong” karcis di pintu masuk. Pada saat itu hanya orang dewasa yang boleh menonton bioskop tetapi ternyata anak remaja tanggung banyak juga yang “mencuri-curi” untuk menonton

hilangnya bioskop Capitol adalah setelah ikut terbakar berbarengan dgn terbakarnya Tjisangkuj dan beberapa rumah di Jl Mesjid Lama, setelah kejadian yang “menghabiskan” bioskop Capitol maka berdirilah apotik ananda yang sekarang ini sudah menjadi areal pertokoan martabak HAR, elektronik dank toko olahraga.

MAJESTIC BIOSCOOP


"JM" begitu yang sering terdengar sekarang, padahal pasar raya yang terletak di jalan Letkol Iskandar ini memiliki sejarah yang panjang. JM dulunya merupakan eks Majestic Bisokop pada sekitar tahun 50-an,  di mana merupkan bioskop yang cukup terkenal di zamannya sama  bioskop Capitol, Intium (Balai Prajurit), Bioskop Internasional, Bioskop elite ataupun bisokop Chung HWA yang terletak di ujung  jalan Pasar Baru.

Selain bioskop di atas nya juga terdapat Restourant the world bar yang merupakan restaurant kelas “Elit” yang menyedikan “Chinese Food”  dan juga tempat berdansa orang orang berduit di masa itu.

Di era tahun 1970-an bioskop ini berganti nama menjadi mioskop “Mahkota” dimana di bioskop ini juga memliki ciri khas sendiri yaitu pada hari Sabtu siang di adakan Liga yaitu menontong dengan ticket separuh harga. Sedangkan pada hari Jumat pagi biasanya banyak tentara yang menonton di bioskop mahkota ini. 

Seiring perjalanan waktu dan juga persaingan di antara bioskop yang semakin ketat mulai lah satu persatu “kenyamanan” bioskop ini hilang  mulai dari restaurant yang tidak beroperasi lagi, perawatan gedung yang seadanya sehingga banyak burung dan kelelawar yang berterbangan di atas pennonton.

Sehingga bioskop mahkota ini mengakhiri masa kejayaannya di tahun 1980-an yang di ambil alih oleh pedagang yang memulai usahanya di Pasar Kepandean yaitu Bapak Jusuf Masawan (JM) sehingga dengan pengelolaan yang baik dan saingan yang belum terlalu banyak membuat pasar raya ini menjadi besar. Di tambah kebakaran besar yang menghanguskan supermarket makmur sehingga banyak konsumen yang beralih ke pasar raya JM .

Dengan gedung berlantai empat yang berisi produk pakaian, mainan, supermarket dan perlengkapan rumah tangga, tetapi pada awal pendiriannya JM di lengkapi dengan arena bermain di lantai 4 yang menyediakan Boom car, mobil-mobilan untuk anak-anak dan Ding-dong, tetapi di tahun 1997-an tempat permainan anak tersebut di tutup diganti dengan tempat penjualan perlengkapan rumah tangga.

Walaupun di tahun 1991 mucul saingan besar dengan di bukanya Internasional Plaza tetapi JM tetap eksis dengan usahanya sampai dengan saat ini, malahan saat ini JM sudah banyak mengembangkan sayap seperti JM Pulau Mas ( Sudah terbakar di tahun 1995), Grand JM di Palembang Square, JM Patal, JM Plaju, JM Sukarami,  dan beberapa tempat di luar kota dan propinsi Sumatera Selatan.

BIOSKOP GARUDA



BIOSKOP INTERNASIONAL


BIOSKOP LUXOR



MAWAR BARU THEATRE


BISKOP MUSTIKA


BIOSKOP ROSIDA



BIOSKOP SANGGAR



BIOSKOP CERMIN




BENGKULU


BIOSKOP SEMPURNA CURUP


Pemilik bangunan bioskopnya adalah perkongsian lima orang, yakni 55 persen M. Abbas Saleh; dan 45 persen lainnya dibagi empat orang, yakni Nanang Abu Bakar, Wahid, Moh. Asan Han, dan Mahmud TAA yang seluruhnya masih bersaudara.

MERASA pentingnya sarana hiburan di KotaCurup, H.Muhammad Abas Saleh mendirikan sarana hiburan. Sebelumnya, H.M Abas merupakan seorang pedagang yang bermitra dengan TNI. Kemudian, karena perkenalannya dengan Ketua Bioskop Indonesia Rai Dilip Kumar, kemudian H.M Abas mendirikan sebuah gedung bioskop pada tahun 1955 dan berdiri tegak di tahun 1956. Berdirilah Bioskop Sempurna, sebuah bisokop pertama di Curup.

Namun, rencana H.M Abas membuat sarana hiburan berupa gedung bioskop pada masa itu terkendala oleh dana operasional, sedangkan gedung bioskop sudah berdiri. Akhirnya, dengan mendapat dukungan dari teman-temannya, Mahmud Tuaku Aryo, Moh Asan Han, Nanang Abu Bakar dan Ketua Serikat Islam se Sumbagsel Muhammad Ali. Hingga akhirnya sekitar bulan Agustus tahun 1956 izin biskop dikeluarkan.

Pada 2 Januari 1957, gedung bioskop akhirnya diresmikan oleh Ahmad Aroji Wakil Ketua I Serikat Islam, kemudian hadir Gubernur Militer Palembang M HUsen, Raja Film Asia Singapore Cahaya Murni, Than Bak Kang dan Ketua Bioskop Rai Dilip Kumar. Menurut keluarga dari H.M Abas, Farid Abdullah, pada saat itu, Than Bak Kang menyediakan film-film non India, sedangkan Dilip Kumar menyediakan film-film India. "Film yang pertama kali diputar waktu itu film King Kong, dengan harga karcis 50 perak," cerita Farid.

Bioskop pertama tersebut bangunannya cukup luas, 28 M x 75 M. Dengan jumlah kursi penonton yang disediakan sebanyak 1000 kursi. Sebuah gedung yang fantastis untuk masa itu, sudah mampu membuat gedung bioskop yang cukup besar. Dalam sehari Bioskop Sempurna menampilkan 3 kali pertunjukan, pukul 14.30 WIB, 16.30 WIB, dan 19.30 WIB. Karyawan Bioskop terdiri 3 orang operator proyektor, 3 penjaga, 4 penjaga karcis dan 6 tenaga kebersihan dan petugas lainnya. Total 24 orang karyawan.

Hingga akhirnya, sekitar 1974-1975, jumlah penonton mulai berkurang. Karena pada masa itu, mulai muncul stasiun televisi dan masyarakat banyak yang memilih menonton televisi. Kendati demikian, bioskop sempurna tetap bertahan. Sekitar tahun 1974 Pemerintah Daerah mendirikan Bioskop Pat Petulai, diatar tanah bekas hal badminton. Bioskop Sempurna, bertahan hingga tahun 1996, hingga akhirnya tutup dan kontruksinya sekarang hancur total. "Dulu bioskop merupakan hiburan primadona masyarakat Curup," pungkas Farid.


BIOSKOP GELORA 


Bioskop Gelora bertempat di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Jawa Kanan SS, Kecamatan Lubuklinggau Timur I.  Bioskop Gelora pertama kali dibangun pada tahun 1935 oleh seorang pengusaha bioskop ternama keturunan Cina. Dalam rangka perkenalan dibukanya Bioskop Gelora tahun 1938, diadakan pasar malam di tanah lapang di seberang jalan di muka bioskop selama satu bulan penuh. Bioskop ini dibangun untuk memenuhi sarana ruang hiburan masyarakat Lubuklinggau sebagai Ibukota Onderafdelling yang sebelumnya hanya berstatus marga, yakni marga Sindang Kelingi Ilir (SKI) menggantikan Muara Beliti sebagai ibu kota onderafdelling Moesi Oeleoe. Pada masa pendudukan Jepang, bioskop ini dikuasai untuk dijadikan gudang penyimpanan makanan tentara Jepang, yang didapat dari merampas hasil pertanian warga. Bahkan, hingga dekade 80-an, bioskop ini masih tren dikalangan warga sekitaran Talang Jawa dan Pasar Lubuklinggau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar