Tampilkan postingan dengan label ASRUL SANI 1959-1984. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ASRUL SANI 1959-1984. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Januari 2011

SALAH ASUHAN / 1972

SALAH ASUHAN


Ketika Abdoel Moeis menulis Asal Asuhan pada Novel, Indonesia masih Hindia Belanda, di mana si Belanda lebih diutamakan dari pada si Hindia. Hidup sosial ditentukan oleh warna kulit. Puluhan tahun berikut walaupun belum banyak berubah secvara fundamentail, ambisi pahit untuk menjadi oerang Belanda seperti digambarkan Abdoel Moeis dalam novel Salah Asuhan ini tidak berarti buku terbitan Balai Pustaka terus dibaca orang sampai saat kini.

Asrul Sani mengalihkan zaman berlangsungnya kisah novel aslinya di tahun 30an ke tahun 70an, meski dengan anakronisme perwatakan. Hanafi (Dicky Zulkarnaen), yang gagal studinya di Eropa, pulang ke kampungnya di Sumatra Barat. Mulailah pertentangan antara kebiasaannya di Eropa dengan adat setempat. Hanafi menaruh hati pada Corrie du Bussee (Ruth Pelupessy), wanita peranakan Perancis. Hubungan ini ditentang orangtua masing-masing. Hanafi sudah disediakan jodoh, Rapiah (Rima Melati), sedang ayah Corrie tak ingin anaknya kawin dengan oorang Melayu. Maka kawinlah Hanafi dengan Rapiah, meski sudah diduga tak akan lancar. Hanafi menyusul Corrie yang pergi ke Jakarta. Pasangan terakhir ini kemudian kawin. Ternyata rumahtangga Hanafi-Corrie juga tak seperti diharapkan, hingga bercerai. Corrie kemudian meninggal, dan Hanafi pulang kampung lagi dengan perasaan kalah.
Sejak dulu novel itu sangat menarik, sehingga Asrul Sani ingin sekali memfilmkannya. Semua orang yang pernah membaca novel itu akan bertanya tentang set dan lokasi Jakarta jaman itu. jelas Salah Asuhan bukan Hamlet, yang bisa dimainkan dengan set dan pakaian apa saja. Dan ternyata Asrul melakukan apa yang tidak diduga orang. Asrul memindahkan waktu.


Dicky Zulkarnaen sebagai Hanfi mengulang dialog Hanfi tahun 1920'an pada sebuah lapangan tenis sebuah kota di Sumatra Barat, di depan gadis indo-Prancis, Corry Debussy. Hanafi merasa kesal dengan adat bangsanya sendiri. Pulang belajar dari Eropha, diaharus kawin dengan wanita yang seharusnya bukan selevelnya, yaitu Rafiah (Rima Melati), istri yang dipilhkan oleh ibunya anak bumi putera di didik sekolah desa. Corry sungguh cinta pada Hanafi, tetapi perbedaan kulit itulah persoalannya. Untuk menghindari hal yang bukan-bukan ia menyingkir ke Jakarta, bukan Batavia. Seperti yang dilukiskan Moeis dalam novelnya Hanafi yang ditinggal pergi itu kemudian jatuh sakit. Memang romatis, walupun sedikit cengeng.

Film ini ceritanya tidak jauh beda dengan Novelnya. Walaupun apa pun alasan Asrul Sani menulis skenario dan sutradaranya dalam mengadaptasi cerita ini, yang pasti film ini kekuatan interpretasinya sama sekali tidak tampak. Walaupun niatnya mau bikin film masa kini, Asrul akhirnya hanya bisa membuat masa lalu dengan pakaian, perabotan, dan pemahaman masa sekarang. Mudah diduga bahwa karya yang anakronis macam ini hanya suatu kekosongan yang mencapekan. Kemungkinannya adalah tertutupnya Asrul untuk mempsikologiskan novel sosial ini. Tetapi bila Asrul sadar akan konflik psikologis tidak hanya lahir dari gangguan pada sistem kelenjar ataupun metabolisme dalam tubuh. Rangsangan luar, tidak kurang memainkan peran. 

P.T. TATY & SONS JAYA FILM

DICKY ZULKARNAEN
RIMA MELATI
FIFI YOUNG
RUTH PELUPESSY
FARIDA ARIANY
E. DRACULIC
MOH MOCHTAR
DEWI RAIS
JASSO WINARTO
FAKHRI AMRULLAH
 

 
Dalam hal ini konflik batin yang terlihat pada Hanfi dalam film ini tidak lebih dari bekas konflik dari Moeis untuk tokoh utamanya itu. Rasa rendah diri bangsa bumiputera dan keinginan mendapatkan status kulit putih melalui perkawinan dengan Corry. Karena latar belakang sosialnya tidak dihadirkan, konflik jiwannya tidak meyakinkan. Tetapi karya Asrul ini tidak terseret dalam Anakronisme. Entah karena Anakronisme itu sendiri, atau karena teruber waktu. Tetapi banyak adegan yang terasa konyol, bukan hanya besifat Klise. Contohnya Percakapan kedua wanita yang mengomentari kedatangan Tante Lin ke rumah Corry, tidak perlu ada. Sebab keterangan tentang profersi perempuan yang datang itu juga dari Hanafi yang marah kemudian. Tetapi yang amat tidak masuk akal adalah adegan saat Corry mulai bekerja pada sebnuah kantor setelah difitnah main serong dengan Hanafi. dan diperlakukan dengan kasar oleh wanita yang pernah berkomentar tentang kunjungan tante Lin tadi. Verbalisme seperti ini sesungguhnya sudah harus bisa dihindari ketika skenario ditulis.
Secara bersamaan anakronisme, Verbalisme, Klise lama (Fifi Young mengeluh tidak ada surat datang dari Hanafi di Jakarta, tiba-tiba tukang pos berteriak"Poss") dan kelemahan teknis, semuanya bertanggung jawab atas kegagalan Asrul yang ini. Asrul dinilai merosot dari karya yang sebelumnya, pada film Apa Yang Kau Cari Palupi. Tetapi yang nampak khas dari Asrul adalah pemilihan lokasinya Sumatra Barat yaitu tempat kelahirannya, alam pedesaan dan hutannya .

NEWS
19 Mei 2008

Moeis Menyalahkan Pengasuhan Hanafi
NOVEL Salah Asuhan sungguh lebih dari sekadar roman. Ia juga merupakan pandangan kritis pengarangnya, Abdoel Moeis, terhadap dampak politik etis (Etische Politiek) yang dilancarkan pemerintah Hindia Belanda sejak awal abad ke-20. Moeis menyiratkan pesan, pendidikan Barat yang dinikmati sebagian kaum bumiputra seharusnya tak membuat mereka tercabut dari akar budayanya. Orang Timur jangan sekali-kali menjadi sepuhan Barat," ujar Mariam, ibu dari tokoh utama novel ini, Hanafi.

Sebagian sejarawan menganggap politik etis merupakan awal munculnya kesadaran berbangsa bagi bumiputra. Memang, salah satu rukun" dalam trias politika kebijakan ini adalah memperbanyak sekolah. Maka sejak 1903 Kerajaan Belanda giat membangun sekolah sejak tingkat Volk School (sekolah desa) hingga Algemeene Middelbare School (AMS). Dari bangku-bangku pendidikan inilah meletup bara semangat kebangsaan itu.

Tetapi, dalam pandangan Moeis, interaksi bumiputra dengan pendidikan dan kebudayaan ala Barat itu memercikkan ancaman lain: seseorang bakal tercabut dari akarnya. Seseorang akhirnya akan menjadi piatu" dari adat-istiadat leluhurnya. Moeis mewujudkan kegelisahannya itu dalam relasi rindu dendam antartokoh utama Salah Asuhan: Hanafi Corrie du Bussee Rapiah, serta Ibunda Hanafi.

Hanafi adalah tokoh yang paling terempas dalam gelombang krisis identitas itu. Tamat dari HBS di Betawi, serta lama bergaul dengan orang-orang Eropa, pemuda Melayu totok ini menjadi gandrung ingin menjadi warga kebudayaan Eropa.

Untuk mewujudkan impian itu, dia rela melepaskan cara berpikir dan adat Timur. Hal itu dilakukan bukan saja agar dapat mengawini Corrie perempuan blasteran Prancis-Minang tetapi karena pada akhirnya ia memang begitu membenci kebudayaan Timur itu.

Maka ringan saja ia lalu meletakkan gelar sutan pamenan yang disandangnya. Di dalam segala hitungan di kampung', anakanda tak usah dibawa-bawanya lagi, karena dengan rela hati ananda sudah keluar dari adat dan keluar dari bangsa," tulis Hanafi dalam suratnya kepada ibunda.

Dengan surat itu pula Hanafi memutuskan hubungannya dengan istri pilihan ibunda, Rapiah. ... jika ananda sudah tentu menjadi orang Belanda, istri ananda itu haruslah yang berpatutan benar dengan keadaan dan pergaulan ananda."

Demikianlah. Rapiah memang personifikasi dari masa lalu" yang hendak dibelakangi Hanafi. Rapiah adalah istri yang sudah memenuhi segala tuntutan adat. Sesungguhnya perceraian sepihak ini ibarat manifesto Hanafi yang memutuskan hubungan dirinya dengan bumi pertiwi.

Tetapi Moeis melihat bahwa perpindahan budaya semacam itu tak hanya ditentang kaum asal Hanafi. Pada masa itu, kaum Eropa pun memandang hina pasangan Hanafi-Corrie (setelah mereka kelak menikah). Bahwa dengan besluit pemerintah, Hanafi sudah dinyatakan memiliki hak sama dengan hak bangsa Eropa (dengan nama baru Christiaan Han), orang Barat tetaplah memandangnya sebagai bumiputra belaka.

Menurut Haji A. Hamid, pengajar Universiti Sains Malaysia, novel Salah Asuhan ini menunjukkan hebatnya persoalan krisis identitas dalam wacana pascakolonial. Ia melihat Hanafi sedikit banyak sama dengan tokoh Husin dalam cerita pendek Cerita Sepanjang Jalan IX karya penulis Malaysia, Keris Mas. Keduanya mengalami kegamangan terhadap budaya leluhur," kata Hamid dalam sebuah seminar kesusastraan internasional di Jakarta beberapa waktu lalu.

Sejak terbit pertama pada 1928, Balai Pustaka telah 30 kali mencetak ulang karya Moeis ini (cetakan terakhir pada 2004). Ini menunjukkan problem yang menjadi tema pokok Salah Asuhan ternyata tetap tersimpan melintasi zaman demi zaman. Hingga sekarang, persoalan krisis identitas dengan berbagai variannya masih saja diidap oleh bangsa yang telah merdeka hampir 63 tahun ini.

Minggu, 08 November 2009

Script Naga Bonar Scene 1-16 by Asrul Sani

Film NAGA BONAR

Script Naga Bonar Scene 1-16
SEQUENCE 1 

FADE IN 

1. TRADE MARK FADE OUT FADE IN 

2. EXT. SEBUAH POS PENJAGAAN TENTARA JEPANG DI MEDAN –SIANG 

Depan pos itu berdiri sebuah tiang bendera dan puncak tiang itu berkibar bendera jepang. Adegan ini dimulai dengan adegan MS BENDERA Jepang berkibar di puncak tiang, lalu kamera pan down kebawah sambil zoom – out. 

Di latar belakang kelihatan sebuah pos, depan pos itu berbaris empat serdadu Jepang yang siap untuk menggantikan penjaga yang berdiri depan sebuah rumah monyet. Mereka memberikan aba-aba lalu berjalan berbaris menuju penjaga yang bersiri depan rumah monyet itu. 

Upacara penggantian kawal pun berlangsung sedangkan di latar depan kelihatan membelakangi dua orang laki-laki yang seorang Nagabonar dan yang seorang lagi Bujang. Mereka menonton upacara genti kawal tentara Jepang itu. 

Bujang: Enak juga jadi serdadu bang. Makan dapat, rokok dapat. Kerja tak ada. 

Nagabonar: Siapa bilang? kita lebih enak. Tak ada yang memerintah. Kalau mau prei makan sekali-sekali masuk penjara. 

Bujang membalik. Lalu kelihatan mukanya yang kumal dan dahinya ditumbuhi janggut yang jarang karena tak pernah dicukur. Ia melihat kekiri-kekanan lalu berkata. 

Bujang: Banyak bendera merah putih bang. 

Nagabonar membalik. Nagabonar juga kelihatan kumal dengan dagu tak dicukur. 

Ia menyandang kain sarung dan seperti Bujang bajunya juga kotor. Setelah memperhatikan bendera merah putih yang banyak dipasang depan rumah penduduk ia berkata pada Bujang. 

Nagabonar: Hari besar rupanya. 

Bujang: Apa mungkin karena hari ini kita keluar penjara? 

Nagabonar: Tikus-tikus macam kita siapa pula yang peduli. Kita cari bang Pohan. Kalau dia tak tahu, tak ada lagi orang di Medan ini yang tahu. 

Mereka berbalik lalu mulai berjalan. 

3. EXT. SEBUAH JALAN DI MEDAN – SIANG 

Bujang dan Nagabonar berjalan menyusuri jalan itu. Disana sini kelihatan orang berbaju karung. Dua orang perwira Jepang berpapasan dengan seorang perwira lainnya. Mereka saling membungkuk memberi hormat. 

Nagabonar berjalan di dekat perwira yang mengenakan arloji tangan dipergelangan kirinya. Kelihatan ia sedikit menyenggol perwira utu. Para perwira itu saling memberi hormat sementara Nagabonar dan Bujang sudah menjauh. Perwira-perwira itu berpisah. Tapi tiba-tiba yang seorang (yang tadi mengenakan arloji dipergelangan kirinya) berhenti lalu memperhatikan pergelangan kirinya dimana arloji itu tadi berada tapi sekarang tidak ada lagi. 

Perwira 1: Nani ka ? 

Perwira itu tidak menjawab tapi cuma berbingung-bingung karena arlojinya lenyap begitu saja. Keduanya kemudian mencoba mencari arlojinya itu ditanah. 

4. INT. SEBUAH KEDAI KOPI – SIANG 

Lantai kedai kopi itu terbuat dari papan. Disebuah meja duduk Nagabonar, Pohan dan Lukman. Nurdin kelihatan asyik menulis disecerik kertas kecil sedangkan Lukman duduk termangu-mangu didepannya. 

Di hadapan mereka terletak dua buah gelas kopi yang agak kecoklat-coklatan warnanya. Lukman minum kopinya sambil mengernyitkan dahinya kaarena kopi tidak enak. 

Lukman: Kopi apa ini, Murad. Itulah kalau guru sekolah buka kedai kopi, mana lumpurpun ia tak tahu. 

Murad: Jangan banyak cakap kau Lukma. Air selokanpun kau minum. 

Lukman: Jangan begitulah, Murad. Biarpun buruk begini, aku ini anak HBS. 

Nurdin Pohan selesai menulis. Sambil menarik nafas ia berkata

Pohan: Selesai. Coba kau dengar. 

Pohan mulai membaca sedangkan Lukman dan Murad Mendengarkan. 

POHAN: 

Hai pemuda Indonesia, bangkitlah kau semua. Negeri kita sudah merdeka Genderang perang sudah berbunyi dengarkan panggilan ibu Pertiwi! Pohan berhenti menbaca. 

POHAN Bagaimana ? 

LUKMAN Bagus ! 

Waktu itu masuk Nagabonar dan Bujang terus mendekati meja Pohan. 

POHAN Dari mana saja kalian ? Orang sudah mau perang. 

NAGABONAR Perang? 

POHAN Ya, kalau Belanda kembali lagi, kita lawan. 

BUJANG Tadi banyak bendera kulihat. 

POHAN Kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan di Jakarta. Tidak tahu kailan ? 

NAGABONAR Biarlah kami baru istirahat. 

LUKMAN Beli rokok dulu bang. Sudah dua minggu tak berasap mulutku. 

Nagabonar mengeluarkan sebuah arloji dari kantongnya (arloji yang tadi dipakai perwira Jepang). 

NAGABONAR Murad, berapa kau mau beli ? 

Murad memperhatikan arloji itu sambil berkata. 

MURAD Murah ini harganya ....... 

POHAN Arloji siapa lagi yang kau copet ? Rakyat ini sudah miskin, masih kau copet juga. 

NAGABONAR Ini arloji kapten Jepang. 

LUKMAN Punya Jepang ? 

POHAN Betul-betul hebat kau. 

NAGABONAR Siapa bilang Nagabonar tak hebat. 

Tiba-tiba dia diam. 

NAGABONAR Jang, jang. Datang lagi dia Jang. Kaus kaki. 

Bujang mengeluarkan sepasang kaus kaki putih yang sudah bolong ujungnya lalu memberikannya pada Nagabonar. Nagabonar mengenakan kaus itu. 

BUJANG Teh panas, teh panas. 

NAGABONAR Selimut Jang. 

POHAN Kenapa kau ? 

NAGABONAR Biasalah. 

Tiba-tiba badan Nagabonar menggigil sejadi-jadinya. Ia berteriak. 

NAGABONAR Teh panas, teh panas. 

Murad datang berlari membawa teh panas. Nagabonar berpegang ke meja sehingga meja itu ikut bergoyang. Sendok-sendok di tasnya bergemerincing dan gelas tumpah. Bujang juga ikut memegang maje itu supaya jangan bergoncang. 

NAGABONAR Jangan meja kau pegang. Dinding pegang. Nanti roboh dia meninggal awak. 

Bujang memegang ting kedai kopi itu. Murad meminumkan teh panas. Nagabonar berhenti gemetar. Ia ..... keringatnya di kening. 

POHAN Kenapa kau ? 

NAGABONAR Sudah. Tak apa-apa lagi bang. Sudah lewat dia. Aku ini tak ubahnya ........ kereta Medan belawan. Asal lewat dia, rumah Mak si Bujang bergoyang. 

POHAN Kau sakit Naga ! kau harus kedokter. 

NAGABONAR Dokter mana pula yang dibayar tak mau. 

POHAN Kita kedokter Zulmi. 

Mereka berdiri dan membawa Nagabonar, setelah Nagabonar membuka kausnya dan menyerahkannya pada Bujang. Pohan menarik Nagabonar dan bersama dengan Lukman dan Bujang mereka pergi. 

5. INT. KAMAR PRAKTEK DR. ZULMI – SIANG 

Nagabonar berbaring diatas divan orang sakit, sedangkan Dr. Zulmi memperhatikan bagian dalam kelopak mata bawah Nagabonar. 

DR. ZULMI Malaria. 

NAGABONAR (pada Pohan) kan kau kubilang.... 

DR. ZULMI Apa yang kamu bilang ? kamu mesti diobat. Rumahmu dimana ? 

NAGABONAR Di Medan. 

DR. ZULMI Saya tahu di Medan 

Ia memperhatikan Nagabonar sebentar lalu ia tersenyum. 

DR. ZULMI Kau sering kulihat dikawasan. Kau kerja disana ? Kalau kau takpunya rumah kau boleh tinggal disini dulu. Ia berjalan kepintu lalu memanggil anaknya. 

NAGABONAR Tak usahlah....... 

DR. ZULMI Kirana ! Kirana masuk. Ia seorang gadis segar yang cantik. 

KIRANA Ya, pa. 

DR. ZULMI] Zeg evanan Amil opdat hij de actherkamer opruimt, ik heb een patient....... 

KIRANA Goed, pa. 

Kirana memandang sebentar pada Nagabonar lalu keluar lagi. 

DR. ZuLMI Tunggu sebentar ya. Nanti anak saya akan mengurus kamu. 

POHAN Ongkosnya berapa dokter. 

DR. ZULMI Buat apa bicara ongkos. Mana kalian punya uang ? Bagai mana kabar perkembangan politik Pohan ? 

POHAN Masa dokter masuh bertanya. 

Dr. Zulmi itu keluar. 

BUJANG Barangkali dia mata-maata Belanda. 

Dari luar kedengaran radio di bunyikan. Kirana msuk membawa segelas teh lalu mengangkat kepala Nagabonar dan meminumkan teh itu pada Nagabonar. 

RADIO (off) Disini radio republik Indonesia dengan warta berita. 

6. INT. RUANG TENGAH RUMAH DR. ZULMI – SIANG 

Dr. Zulmi berdiri dekat radio, dari dalam kamar praktek keluar Pohan bersama Lukman dan Bujang. Mereka berdiri mengitari radio. 

CU RADIO RADIO 

Pasukan Inggris yang pertama-tama telah mendarat di tanjung priok. Ternyata kedatangan mereka diikuti oleh tentara Belanda. Semua ini memang telah diperkirakan. Pemerintah Indonesia akan mengajukan protes. 

7. EXT. SEBUAH GEDUNG TUA – SIANG 

Depan gedung itu kelihatan tiang bendera dipuncak tiang itu berkibar bendera Belanda. Sebuah bom meledak di halaman gedung tersebut hingga tiang bendera itu tercabut dan rebah. Dilatar belakang terdengar komentar. 

RADIO Dimana-mana Belanda membuntuti tentara serikat yang mendarat lalu mulai melakukan provokasi-provokasi. Api barkobar membakar gedung tua itu. 

DISSOLVE INTO 

8. EXT. JALAN RAYA – SIANG 

Kelihatan pejuang-pejuang berlarian sambil menembak dan bersembunyi. 

RADIO Rakyat mengadakan perlawanan. Siapa saja yang sehat dan kuat, bersenjatakan apa saja, maju kegaris depan dengan tekad merdeka atau mati. 

DISSOLVE INTO 

9. EXT. SEMAK-SEMAK DIPINGGIR JALAN – SIANG 

Kelihatan Nagabonar. Ia masih mengenakan pakaian yang baisa ia pakai. Dengan bersenjatakan pistol dan didampingi oleh Lukman dan Murad ia kelihatan memberi aba-aba pada pasukannya. Seorang pejuang melemparkan granat kearah konvoy Belanda yang lewat. Nagabonar kelihatan memberikan perintah dengan tangan kirinya. Kelihatan pejuang-pejuangnya yang berada disebelah kiri maju sambil menembak dan berteriak. PEJUANG Merdeka, merdeka ! 

RADIO (off) Pasukan rakyat yang didampingi oleh Nagaboner berhasil menghancurkan musuh. 

DISSOLVE INTO 

10. EXT. MARKAS PERJUANGAN – SIANG 

Kelihatan beberapa orang digiring masuk markas itu. 

RADIO (off) Sementara itu digaris belakang diadakan pembersihan terhadap mata – mata musuh dan penghianat – penghianat. 

DISSOLVE INTO 

11. EXT. DEPAN RUMAH DR. ZULMI – SIANG 

Pasukan rakyat yang kelihatan berwajah kejam dipimpin oleh Mariam mengepung rumah Dr. Zulmi. 

RADIO (off) Dr. Zulmi seorang dokter terkenal ternyata seorang penghianat. Pasukan rakyat dipimpin oleh meriam terlah mengepung rumah dokter penghianat itu. tapi mata – mata itu sidah melarikan diri ke kampung Nica. Pejuang – pejuang Mariam mendobrak pintu lalu masuk kedalam rumah. 

12. INT. RUMAH DR. ZULMI – SIANG 

Pejuang – pejuang itu masuk lalu merusak segala yang ada didalam rumah. Beberapa orang mencopet barang – barang lepas yang ada diatas meja, seperti asbak dan sebagainya. Mariam masuk. Diatas meja makan kelihatan beberapa potong roti dan beberapa potong keju. Mariam duduk dimeja makan. Ia makan roti. Seorang pejuang datang melapor. 

PEJUANG Seluruh rumah sudah diperiksa. Kosong. 

MARIAM Anak perempuannya mana ? 

PEJUANG Tidak ada. Kudanya juga tidak ada. 

Mariam kelihatan marah sekali. Ia memukul meja dengan tangannya. Kemudian ia membuka tangkep roti yang sedang ia makan lalu ia perlihatkan pada pejuang itu sambil berkata. 

MARIAM Kalian lihat. Keju ini bukti ia betul – betul mata – mata Belanda .....Pasti ada yang berkhianat. Siapa kiranya yang menculik anak perempuan itu ? Pengikut – pengikutnya diam. 

13. EXT. DAERAH BERBUKIT – BUKIT – SIANG 

Kelihatan Nagabonar lagi meneropong ke arah jalan. Sekarang penampilannya sudah lain. Ia memakai topi vilt yang pakai jambul. Dibagaian samping topi itu kelihatan sebuah kokarde merah purtih yang terbuat dari kain. Ia memakai kemeja lengan panjang. Pinggangnya diikiat dengan kain berwarna merah putih. Celananya dril dan kakinya kelihatan sepatu tinggi. Dipinggangnya terselip sebuah pedang semurai yang panjang. Dikiri kanan pinggangnya tergantung holster yang berisi pistol sedangkan dibahunya terselempang bandolir berisi peluru senapan mesin. 

Disampingnya berdiri Lukman juga sudah mengenakan pakaian perjuangan. Begitu juga Murad dan seorang yang bernama Barjo serta Bujang. Disamping Bujang kelihatan sebuah bangku brendah sedangkan disamping Nagabonar ada sebuah senapan mesin. Melalui teropong kelihatan iring – iringan konvoi Belanda. Nagabonar memberi perintah. 

NAGABONAR Pasukan tank maju ! 

Lukman berteriak mengulangi perintah Nagabonar. 

LUKMAN Divisi tank maju ! 

14. EXT. DI BAGIAN LAIN BUKIT – BUKIT – SIANG 

Kelihatan empat buah gerobak berisi batu – bati besar sudah disiapkan dilereng bukit. Beberpa orang pejuang mendorong gerobak – gerobak itu hingga meluncur menuruni lereng dengan cepat terus kejalan raya. 

15. INT. JEEP BELANDA - SIANG 

Diambil dari dalam jeep melalui kaca jeep. Kelihatan gerobak – gerobak itu menuruni lereng bukit lalu pecah di jalan hingga jalan tertutup. Dilatar depan kelihatan punggung dua orang tentara Belanda. Yang disebelah kanan rupanya seorang perwira. Ia mengangkat tangannya memberi tanda untuk berhenti. Dari jeep itu kelihatan Nagabonar diatas bukit menaiki suatu tempat ketinggian dan berdiri memandang kearah konvoi Belanda itu sambil melipat tanganya di belakang (gaya napoleon). 

PERWIRA God daar is die geke vent weer. 

TENTARA BELANDA (off) Wie luitenant ? 

PERWIRA BELANDA Nagabonar ! Perwira itu melompat keluar. 

16. EXT. SEBUAH JALAN SEKITAR PERBUKITAN – SIANG 

Serdadu – serdadu Belanda berlompatan dari atas truk, bersiap – siap untuk melakukan serangan. Beberapa orang memasang mortir. Dari tempat mereka masih kelihatan Nagabonar berdiri ditempat tadi. Kedengaran perintah. 

PERINTAH Vuur ! Peluruh mortir itu meledak didepan Nagabonar. Debu membumbung keudara. Dan waktu debu itu sudah hilang, Nagabonar sudah tak kelihatan lagi. 

PERWIRA BELANDA Weg Nagabonar ! Now, det is vlug geddan