Tampilkan postingan dengan label ANTARA KOMIK & CERITA SILAT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ANTARA KOMIK & CERITA SILAT. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 Agustus 2011

CHA LIANG YONG (Chin Yung)

KEHEBATAN DRAMA SERI CHINA.
Chin Yung, yang memiliki nama asli Cha Liang Yong atau dikenal sebagai Louis Cha di kalangan internasional, dilahirkan di Zhejian China pada tahun 1924. Ketimbang menjadi diplomat selesai pelajarannya Chin Yung memilih mengejar karir di bidang jurnalistik. Bosan hanya menulis berita, Chin Yung mulai mencoba menulis resensi film, menulis skenario film, sampai pada akhirnya menulis novel. Menulis novel inilah rupanya kekuatan utama dari Chin Yung.

Novel pertama Chin Yung ditulis pada tahun 1955 dengan judul Pedang dan Kitab Suci (Shu Jian En Chou Lu). Novel ini diterbitkan secara berseri di suratkabar Xin Wan Bao, Hong Kong, dan mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Chin Yung kemudian mendirikan suratkabarnya sendiri, dengan nama harian Ming Pao Daily, dan menerbitkan novel-novelnya secara berkala di surat kabarnya tersebut.
Mungkin Anda masih ingat dengan serial televisi Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali yang dua versinya pernah ditayangkan di layar Indosiar. Di tanah air kisah cinta Yo Ko - Siaw Lionglie yang diperankan Andy Lau dan Idy Chan sempat membuat jalan-jalan raya hingga gang-gang sempit lengang setiap serial televisi produksi TVB-HK itu diputar.


Walau tidak sebeken versi tahun '80, versi tahun '90 serial berjudul sama yang diperankan oleh Louis Koo dan Carmen Lee juga cukup diminati orang. Belakangan kisah itu kembali mendunia lewat bentuk komik karya komikus asal Singapura Wee Tian Beng (Huang Chanwu).

Kisah Pemanah Burung Rajawali (Siatiaw Enghiong/Xiadiao Yingxiong Zhuan) dan Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali (Sintiaw Hiaplu/Shendiao Xialü) hanya dua kisah dari 15 kisah lain yang lahir dari goresan pena Chin Yung yang lantas begitu populer di seluruh dunia.

Bukan Jagoan Kungfu Chin Yung memang bukan ahli kungfu, namun jurus-jurus maut macam "Jurus Kodok" (Ha Mo Kang) milik tokoh rekaan Auwyang Hong (Ouyang Feng) atau "Jurus Delapan Belas Telapak Naga" (Hanliong Sipat Chiang) andalan tokoh rekaan Kwee Ceng (Guo Qing) merupakan dua dari sekian banyak jurus kungfu rekaannya, yang menurut keterangan beberapa orang ahli bela diri memang memiliki akar yang kuat dari ilmu kungfu itu sendiri.
Keistimewaan lain dari kisah laga Chin Yung bersumber dari gaya penceritaannya mengenai ilmu kungfu. Kungfu di tangan Chin Yung tidak sekadar dilukiskan sebagai ilmu yang sakti mandraguna dan tidak terkalahkan. Dalam trilogi Siatiaw Enghiong, Sintiaw Hiaplu, dan To Liong To (selanjutnya disebut trilogi SSY) seperti dilambangkan oleh Kiuim Simkeng (Kitab Sembilan Bulan) dan Kiuyang Simkeng (Kitab Sembilan Matahari), ilmu kungfu dilambangkan sebagai ilmu yang memadukan kekuatan dan kelemahan, gelap dan terang, rembulan dan matahari.



 Hal itu selaras dengan konsep yin - yang yang menjabarkan di dalam kegelapan ada setitik terang, di dalam terang ada setitik kegelapan, namun manakala kedua unsur ini bersatu, maka yang akan lahir adalah suatu ilmu yang tidak akan terkalahkan.

Lebih Romantis Ketimbang Shakespeare 
Kepopuleran novel-novel Chin Yung itu membuatnya menjadi novel yang paling sering dibajak, selain novel-novel roman karya Chiung Yao. Unsur lain yang membuat kelima belas novelnya digandrungi orang adalah keromantisan. Jika sebagian pembaca pria tertarik dengan kehebatan aneka jurus kungfu rekaan Chin Yung, pembaca (juga pemirsa) wanita umumnya terpikat dengan jalinan kisah cinta para tokoh utama yang terasa begitu menyentuh.

Kisah cinta Tan Keelok dan Putri Hianghiang mungkin masih terkenang dalam ingatan sebagian pemirsa TPI yang pernah menyaksikan serial Pedang dan Kitab Suci. Perjuangan Oey Yong dalam memperoleh restu ayahnya untuk menjalin hubungan dengan Kwee Ceng yang pintar-pintar bodoh juga masih belum hilang dari ingatan.
Namun kisah yang paling mengharukan adalah kisah cinta Yo Ko dan Bibi Lung. Perpisahan dengan Bibi Lung membuat rambut di kening Yo Ko memutih seketika. Keduanya harus berpisah selama 16 tahun sebelum dapat bersatu kembali. Adegan Yo Ko mengejar matahari terbenam agar janji bertemu setelah berpisah 16 tahun dapat terwujud dalam serial Sintiaw Hiaplu produksi tahun '80-an hingga kini masih disebut sebagai adegan paling romantis di televisi. Tak heran bila pernah ada sekelompok orang yang menyebut roman Chin Yung sebagai kisah yang jauh lebih romantis ketimbang kisah-kisah karya Shakespeare.

Mendobrak Tradisi 
Barangkali tidak banyak yang tahu kalau kisah cinta Yo Ko dan Siaw Liongli dalam Sintiaw Hiaplu merupakan karya yang lahir dari pena Chin Yung lantaran dia "beradu jago" dengan penulis kisah laga petualangan lain, Liang Yisheng. Liang menulis kisah percintaan yang tidak kalah menyentuh, tentang seorang bernama Kim Saiyu yang harus berpisah puluhan tahun dan mengalami berbagai gejolak sebelum dapat bersatu kembali dengan tunangannya dalam kisah Perjodohan Busur Kemala.


Sedangkan Chin menulis kisah Yo Ko (Yang Guo) yang menjalin cinta dengan gurunya Siaw Lionglie. Hebatnya unsur roman dalam karya Chin Yung tidak sekadar bercerita tentang cinta secara enteng, namun juga menyiratkan kebesaran cinta yang dapat mengatasi berbagai masalah besar. Chin juga kerap mengangkat topik pendobrakan terhadap tradisi, yang diarahkan kepada tradisi yang terlalu kolot, dan bukan dalam pengertian harus menghapuskan seluruh tradisi yang sudah ada.

Pendobrakan lain yang pernah dituliskannya adalah mengenai percintaan antara guru dengan murid yang diwakili oleh Yo Ko dan Siaw Lionglie. Masa klasik Cina menabukan hubungan semacam ini, namun Chin dengan berani mengangkatnya ke permukaan. Dia bahkan berhasil membuat pembaca bersimpati mendukung percintaan terlarang itu dan ikut terhanyut dalam kepedihan hati Yo Ko dan Bibi Lung. Kisah ini bahkan diberi ending yang tidak kalah berani, yakni mengawinkan Yo Ko (si murid) dengan Siaw Liongli (sang guru) yang berusia dua kali lipat dari Yo Ko.

Suka Bikin Kejutan 
Unsur misteri dan kejutan juga banyak mewarnai karyanya. Kaum wanita dibuat tergelitik akan misteri tempat tidur dari batu giok yang bisa membuat Siaw Lionglie awet muda. Chin juga pernah membuat surprise saat menulis tentang seorang jagoan yang memiliki jantung di sebelah kanan dan oleh karena itu memiliki kekuatan yang luar biasa. Semua ini mengungkapkan betapa banyaknya hal penuh misteri yang tidak kita ketahui di dalam kehidupan ini.
Chin Yung, yang memiliki nama asli Cha Liang Yong atau dikenal sebagai Louis Cha di kalangan internasional, dilahirkan di Zhejian China pada tahun 1924. Ketimbang menjadi diplomat selesai pelajarannya Chin Yung memilih mengejar karir di bidang jurnalistik. Bosan hanya menulis berita, Chin Yung mulai mencoba menulis resensi film, menulis skenario film, sampai pada akhirnya menulis novel. Menulis novel inilah rupanya kekuatan utama dari Chin Yung.

Novel pertama Chin Yung ditulis pada tahun 1955 dengan judul Pedang dan Kitab Suci (Shu Jian En Chou Lu). Novel ini diterbitkan secara berseri di suratkabar Xin Wan Bao, Hong Kong, dan mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Chin Yung kemudian mendirikan suratkabarnya sendiri, dengan nama harian Ming Pao Daily, dan menerbitkan novel-novelnya secara berkala di surat kabarnya tersebut. 

Secara resmi terdapat 13 novel (12 novel panjang dan 1 novel pendek) dan 2 cerita pendek yang ditulis Chin Yung dalam selang waktu 17 tahun, dari tahun 1955 sampai 1972.
Judul buku dan dibuat ditahun 

1. Pedang dan Kitab Suci Shu Jian En Chou Lu 1955 
2. Pedang Ular Emas Bi Xue Jian 1956 
3. Legenda Pendekar Rajawali She Diao Ying Xiong Zhuan 1957 
4. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Shen Diao Xia Lu 1959 
5. Rase Terbang dari Pegunungan Salju Xue Shan Fei Hu 1959 
6. Si Rase Terbang Fei Hu Wai Zhuan 1960 
7. Pedang Langit & Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji 1961 
8. Sepasang Golok Mustika Yuan Yang Dao 1961 
9. Kuda Putih Menghimbau Angin Barat Bai Ma Xiao Xi Feng 1961 
10. Pedang Hati Suci Lian Cheng Que 1963 
11. Pendekar-Pendekar dari Negeri Tayli Tian Long Ba Bu 1963 
12. Medali Wasiat Xia Ke Xing 1965 
13. Hina Kelana Xiao Ao Jiang Hu 1967 
14. Kaki Tiga Menjangan Lu Ding Ji 1969 
15. Pedang Puteri Yue Yue Nu Jian 1970 

Tahun 1972 Chin Yung menyelesaikan penulisan novelnya yang terakhir, Kaki Tiga Menjangan (Lu Ding Ji), yang telah dimulainya sejak 1969 dan berikrar untuk tidak menulis novel lagi. Sampai hari ini ikrarnya masih tetap dipegang, namun nama besarnya terus hidup.
Kaki Tiga Menjangan (Duke Of Moon Deer-Pangeran Menjangan) (Lu Ding Ji)

Sejak masa purbakala, kota Yang-ciu sudah terkenal sebagai daerah istimewa. Apalagi sekarang, sepanjang hari kota Yang-ciu selalu ramai, Berbagai toko memenuhi sepanjang jalan. Tahun pertama kedudukan kaisar Kong Hi dari dinasti Ceng, Di samping telaga Siu Sai, Yang-ciu, ada sebuah bangunan besar tempat hiburan. Saat ini baru masuk musim semi, lentera-lentera tergantung menerangi seluruh tempat itu. Bangunan yang bernama Li Cun Goan mengumandangkan berbagai jenis suara. Ada ketukan bambu, ada suara teriakan para laki-Iaki yang sedang bertaruh kepalan tangan. Ada pula suara tertawa cekikikan. Maklumlah, Li Cun Goan memang menyediakan banyak wanita penghibur. Ada juga yang sudah setengah mabuk sehingga bernyanyi-nyanyi dengan suara sumbang, Pokoknya suasana bising sekali sampai di taman pun terdengar jelas. Tiba-tiba, dari arah utara dan selatan terdengar suara bentakan serentak. “Para sahabat yang ada di dalam gedung, para nona-nona cantik dan teman-teman yang sedang menghamburkan uang, harap dengarkan: Kami ingin mencari seseorang! Tidak ada urusannya dengan kalian semua. Siapa pun tak boleh berkoar-koar atau ribut-ribut, siapa yang tidak mendengar perintah kami, jangan salahkan apabila kami mengambil tindakan keras!” Suasana hening seketika. Tetapi sesaat kemudian terdengarlah suara jeritan beberapa orang wanita dan suara teriakan laki-Iaki yang keras. Keadaan di tempat itu jadi kacau tidak karuan. Di tengah-tengah ruangan Li Cun Goan itu ada belasan laki-laki yang duduk mengitari tiga buah meja, Di samping masing-masing ditemani seorang wanita penghibur. Mendengar suara bentakan tadi, wajah mereka semuanya berubah. “Ada apa?” “Siapa?” “Apakah ada pemeriksaan dari pihak kerajaan?” Berbagai pertanyaan tercetus serentak. Dalam waktu yang bersamaan terdengar suara ketukan keras di pintu, para pelayan dan wanita penghibur jadi bingung. Untuk sesaat mereka tidak tahu apa yang sebaiknya dilakukan. Apakah harus membuka pintu atau membiarkannya saja? Terdengar suara benturan yang keras, rupanya pintu ruangan itu sudah didobrak sehingga terbuka. Disusul dengan masuknya belasan laki-laki bertubuh kekar. Para laki-laki itu mengenakan pakaian yang ringkas, kepala diikat dengan selendang putih. Tangan masing-masing membawa golok yang berkilauan menandakan tajamnya. Ada pula beberapa orang yang membawa pentungan besi.

Si Racun Dari Barat See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan
Karya Jin Yong (Chin Yung)



Orang selalu berlalu lalang dari Selatan ke Utara, buku merupakan harta yang tak ternilai, jalanan berliku-liku penuh bahaya. Konon pada Dinasti Tay Song, ketika Siauw Cong naik tahta, terjadi peperangan di perbatasan. Pasukan Kini (Tatar) menyerbu ke dalam perbatasan Kerajaan Tay Song, sehingga menduduki beberapa wilayah kerajaan Song, menimbulkan kesengsaraan para rakyat jelata. Di daerah Selatan panorama sangat indah. Di sana terdapat tempat pelesiran dan rumah makan mewah, maka tidak heran daerah itu amat ramai. Di kotaraja, para pejabat dan hartawan hidup bersenang dengan minuman keras serta makanan leza t, sedangkan di jalanan justru terdapat begitu banyak mkyat jelata yang menderita, menahan lapar dan kedinginan. Konon ketika Kaisar Kauw Cong melalui sebuah sungai di daerah selatan, pernah mencetuskan sumpah akan menghancurkan pasukan Kim (Tatar). Maka rakyat pun bersatu hati menghancurkan pasukan Kim yang menyerbu ke dalam perbatasan Kerajaan Tay Song. Memang tidak begitu sulit melaksanakan itu, sebab di dalam istana terdapat seorang menteri bernama Lie Kang yang amat setia, sedangkan di perbatasan terdapat seorang jenderal yang amat gagah berani bernama Gak Hui. Kalau mereka bersungguh hati untuk menghancurkan pasukan Kim, bukankah pasukan Kim yang menduduki beberapa wilayah Kerajaan Tay Song dapat diusir sekaligus dihancurkannya? Akan tetapi, di dalam istana justru terdapat seorang menteri dorna, sehingga membuat Kerajaan Tay Song menjadi berantakan. Sedangkan kaisar hanya tahu bersenang-senang dengan para selir yang cantik jelita. Sudah barang tentu Kerajaan Tay Song menjadi bobrok tidak karuan, rakyat jelata sengsara dan menderita. Secara tidak langsung, kotaraja telah berubah menjadi kota pelesiran.


Harpa Iblis Jari Sakti Karya Yin Yong

Kong Sin Cinya seakan membentur sesuatu yang amat licin, sehingga tenaga jari saktinya meleset kesamping, “Bum!” Sebuah kursi kayu yang ada di belakang Kou Hun Siu hancur berantakan terhantam tenaga Kim Kong Sin Ci itu! sedangkan Kou Hun Siu masih berdiri di tempat, wajahnya kelihatan berseri seakan tidak pernah terjadi apa-apa! Menyaksikan itu, Lu Leng terkejut bukan main! Sejak berhasil menguasai ilmu Kim Kong Sin Ci dan setiap kali melancarkan serangan, tidak pernah Lu Leng mengalami hal seperti ini, bahkan Si Setan-Seng Ling pun tidak dapat menahan satu kali serangannya.
Saat ini dia telah menggunakan sembilan bagian tenaga Kim Kong Sin Ci, mengeluarkan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit), akan tetapi tidak dapat berbuat apa-apa terhadap Kou Hun Siu! Lu Lengpun menjadi tidak tahu, apakah harus melancarkan serangan ke dua atau tidak? Di saat bersamaan, Kou Hun Siu justru tertawa, “Lu Siauhiap, kau masih muda tapi Lweekangmu sudah begitu tinggi, sungguh luarbiasa! Namun kalau dibandingkan denganku, kau masih kalah jauh!” Sedangkan Tam Goat Hua yang berdiri tak jauh dari situ, juga melihat jelas akan kejadian tadi, Kejadian itu membuat tanda tanya dalam hatinya, karena betapa dahsyatnya tenaga Kim Kong Sin Ci yang dimiliki Lu Leng, sudah diketahui oleh Tam Goat Hua.
Walau Kou Hun Siu memiliki Lweekang yang amat tinggi sebagai pelindung badan, namun tidak mungkin dapat menahan terjangan tenaga Kim Kong Sin Ci! Berdasarkan kejadian itu, Tam Goat Hua berkesimpulan bahwa Kou Hun Siu pasti memakai suatu benda pusaka untuk melindungi badan, sehingga dapat membuat tenaga Kim Kong Sin Ci meleset! Setelah berpikir Tam Goat Hua segera berseru. “Adik Leng, jangan dengar dia! Mari kita maju!” Ketika berseru, Tam Goat Hua sudah memegang sebuah rantai besi, kemudian mendadak menyerang Kou Hun Siu dengan jurus Hai Kou Ciok Lan (Laut Lapuk Batu Berlubang), badannya berkelebat ke depan menerjang orang tua itu. Begitu melihat Tam Goat Hua sudah menerjang, Lu Lengpun ikut bergerak cepat menyerang Kou Hun Siu dengan Thian Hou Sam Sek (Tiga Jurus Harimau Langit)! seketika tampak golok pusaka Su Yang To berkelebat-kelebat, sedangkan rantai besi di tangan Tam Goat Hua menderu-deru, yang lain begitu melihat serangan-serangan yang amat dahsyat itu langsung menyingkir Kou Hun Siu sedikit membungkukkan badannya, kemudian menjulurkan jari tangannya yang bagaikan cakar besi menerobos serangan-serangan itu. Lu Leng dan Tam Goat Hua merasa ada tenaga yang amat kuat menerobos ke arah mereka. Karena itu, Tam Goat Hua segera berseru. “Adik Leng, mari kita ke geladak perahu!” Usai berseru, Tam Goat Huapun melancarkan sebuah pukulan! pukulan yang dilancarkannya itu menimbulkan suara yang menderu-deru dan diarahkan pada dinding ruang perahu, “Blam!” Saat itu juga dinding ruang perahu berlubang, Lu Leng cepat-cepat berseru, “Kau keluar duluan!” Tam Goat Hua mengangguk, langsung melesat keluar! Lu Leng juga melesat keluar mengikuti Tam Goat Hua, namun terdengar suara “Ser! Ser!” Lu Leng terbelalak ternyata Kou Hun Siu sudah melesat kehadapannya, bahkan kelima jarinya yang bagaikan cakar besi mengarah dada Lu Leng, sepertinya ingin menembus dada itu! Bukan main terkejutnya Lu Leng, cepat-cepat dia mengayunkan golok pusaka Su Yang To membabat lengan Kou Hun Siu.

Minggu, 13 Maret 2011

KHO PING HOO 1926-1994

Menyajikan cerita yang membumi, akrab dengan keseharian dan melintasi batas agama, suku dan ras.


Dia legenda pengarang cerita silat. Kho Ping Hoo, lelaki peranakan Cina kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1926, yang kendati tak bisa membaca aksara Cina tapi imajinasi dan bakat menulisnya luar biasa. Selama 30 tahun lebih berkarya, dia telah menulis sekitar 400 judul serial berlatar Cina, dan 50 judul serial berlatar Jawa.

Ceritanya asli dan khas. Dia pengarang yang memiliki ide-ide besar, yang tertuang dalam napas ceritanya yang panjang. Sepertinya dia tak pernah kehabisan bahan.

Bahkan setelah dia meninggal dunia akibat serangan jantung pada 22 Juli 1994 dan dimakamkan di Solo, namanya tetap melegenda. Karya-karyanya masih dinikmati oleh banyak kalangan penggemarnya. Bahkan tak jarang penggemarnya tak bosan membaca ulang karya-karyanya.

Beberapa karyanya dirilis ulang media massa, difilmkan, disandiwararadiokan, dan di-online-kan, serta disinetronkan. Dia meninggalkan nama yang melegenda. Legenda Kho Ping Hoo, pernah menjadi sinetron andalan SCTV. Lewat penerbit CV Gema, karya-karyanya masih terus dicetak.

Kho Ping Hoo bernama lengkap Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo, pengarang cerita silat yang memunculkan tokoh-tokoh silat dalam ceritanya, seperti Lu Kwan Cu, Kam Bu Song, Suma Han, Kao Kok Cu, atau Wan Tek Hoat dan Putri Syanti Dewi, Cia Keng Hong, Cia Sin Liong, Ceng Thian Sin, dan Tang Hay. Serta tokoh-tokoh dalam serial paling legendaris Bu Kek Siansu dan Pedang Kayu Harum.

Dia juga banyak mengajarkan filosofi tentang kehidupan, yang memang disisipkan dalam setiap karyanya. Salah satu tentang yang benar adalah benar, dan yang salah tetap salah, meski yang melakukannya kerabat sendiri.

Kisah Keluarga Pulau Es merupakan serial terpanjang dari seluruh karya Kho Ping Hoo. Kisahnya sampai 17 judul, dimulai dari Bu Kek Siansu sampai Pusaka Pulau Es.

Penggemar cerita silat Kho Ping Hoo sangat banyak yang setia. Mereka sudah gemar membaca karya Kho Ping Hoo sejak usia 10-an tahun hingga usia di atas 50-an tahun. Mula-mula mereka senang melihat gambar komiknya. Namun, lama-lama makin tertarik cerita tulisannya. Tak jarang penggemar mengoleksi karya-karya Kho Ping Hoo, bahkan mencarinya ke bursa buku bekas di kawasan Senen.

Kho Ping Hoo, lelaki peranakan Cina kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1926, berasal dari keluarga miskin. Dia hanya dapat menyelesaikan pendidikan kelas 1 Hollandsche Inlandsche School (HIS). Namun, ia seorang otodidak yang amat gemar membaca sebagai awal kemahirannya menulis.

Ia mulai menulis tahun 1952. Tahun 1958, cerita pendeknya dimuat oleh majalah Star Weekly. Inilah karya pertamanya yang dimuat majalah terkenal ketika itu. Sejak itu, semangatnya makin membara untuk mengembangkan bakat menulisnya.

Banyaknya cerpenis yang sudah mapan, mendorongnya memilih peluang yang lebih terbuka dalam jalur cerita silat. Apalagi, silat bukanlah hal yang asing baginya. Sejak kecil, ayahnya telah mengajarkan seni beladiri itu kepadanya. Sehingga dia terbilang sangat mahir dalam gerak dan pencak, juga makna filosofi dari tiap gerakan silat itu.

Karya cerira silat pertamanya adalah Pedang Pusaka Naga Putih, dimuat secara bersambung di majalah Teratai. Majalah itu ia dirikan bersama beberapa pengarang lainnya. Saat itu, selain menulis, ia masih bekerja sebagai juru tulis dan kerja serabutan lainnya, untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun, setelah cerbung silatnya menjadi populer, ia pun meninggalkan pekerjaanya sebagai juru tulis dan kerja serabutan itu, dan fokus menulis. Hebatnya, ia menerbitkan sendiri cerita silatnya dalam bentuk serial buku saku, yang ternyata sangat laris.

Hal itu membuat kreatifitasnya makin terpicu. Karya-karyanya pun mengalir deras. Cerita silatnya pun makin bervariasi. Tak hanya cerita berlatar Cina, tetapi juga cerita berlatar Jawa, di masa majapahit atau sesudahnya. Bahkan, selain secara gemilang memasukkan makna-makna filosofis, dia pun menanamkan ideologi nasionalisme dalam cerita silatnya.

Seperti kisah dalam cerita Sepetak Tanah Sejengkal Darah. Dia menyajikan cerita yang sangat membumi, akrab dengan keseharian. Juga melintasi batas agama, suku dan ras.

Kepopulerannya makin memuncak manakala merilis serial silat terpanjangnya Kisah Keluarga Pulau Es, yang mencapai 17 judul cerita, dengan ukuran panjang antara 18 sampai 62 jilid. Dimulai dari kisah Bu Kek Siansu sampai Pusaka Pulau Es.

Karya serial berlatar Jawa, yang juga terbilang melegenda antara lain Perawan Lembah Wilis, Darah Mengalir di Borobudur, dan Badai Laut Selatan. Bahkan Darah Mengalir di Borobudur, pernah disandiwararadiokan.e-ti/tian son lang, dari berbagai sumber

ASMARAMAN S. KHO PING HOO
foto terakhir sebelum meninggal


Karya-karya Kho Ping Hoo, umumnya boleh dikatakan terbagi atas cersil, "novel sejarah" Jawa, novel spionase dan novel percintaan. "Novel sejarah" Jawanya konon dibandingkan dengan karya penulis pribumi ditulisnya lebih dini, mutunya pun cukup tinggi. Novelnya yang berjudul Darah Mengalir di Borobudur paling menyenangkan untuk selera semua orang. Novel ini menampilkan dua tokoh yang mengesankan: Raden Pancapanadan Indrayana. Teater di Jawa sudah mengubah novel ini menjadi sendratari dan dipentaskan berulang kali. DiJawa, ada grup pertunjukan yang disebut "Siswo Budoyo" yang dipimpin oleh Cokrojiyo, yang gemar mengubah bermacam-macam novel sejarah Kho Ping Hoo menjadi sandiwara radio. Di samping Darah Mengalir di Borobudur, novel sejarah Badai di Laut Selatan mendapat sambutan juga.

Meskipun Kho Ping Hoo pernah menulis "novel sejarah" Jawa dan telah mendapat penghargaan yang tinggi atas usahanya, tetapi Jumlah karya yang terbesar dan yang membuat Kho terkenal adalah cersil. Latar belakang cersil Kho Ping Hoo ada yang di Tiongkok, dan ada juga yang di Indonesia. Lantaran Kho Ping Hoo tidak mempunyai dasar bahasa Tionghoa, maka ia tidak mampu menyalin cersil Tionghoa. Namun, dengan membaca cersil-cersilnya, orang mendapat kesan, Kho menguasai benar kisah cersil Tionghoa. la juga tahu tentang sejarah dan kebudayaan Tionghoa, walaupun kadangkala ia keliru tentang tahun-tahun dinasti Tiongkok.

Jika diamati dengan saksama, seseorang yang pernah membaca cersil dan menonton beberapa film kungfu yang berdasarkan karya Ni Kuang dan Gu Long, kelihatanjalan ceritanya banyak persamaan, penyelesaiannya pun sangat miirip. Jadi, ketika Kho Ping Hoo menulis cersil pasti dipengaruhi kedua orang penulis tersebut.

Kho Ping Hoo dalam cersilnya sering membicarakan perkawinan campur Tionghoa-Indonesia, meskipun ini dianjurkan tetapi mesti didasarkan percintaan. Kho mengharapkan para pembaca bisa menerima manfaat yang terkandung di dalam cersilnya. Menggunakan cersil untuk memberi "kuliah" ini mirip dengan novel peranakan yang terbit pada awal abad kedua-puluh. Cara ini jarang ditemui pada cersil-cersil terjemahan. Mungkin ada hubungan dengan situasi Indonesia ketika itu. Pada akhir 1980, di Indonesia baru saja terjadi peristiwa rasialis. Kho Ping Hoo pernah menganjurkan perkawinan campur Tionghoa-Indonesia untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah rasial. Tujuannya menulis cerita silat, adalah untuk mengeluarkan isi hatinya dan menyampaikan saran-sarannya. la tidak berani mengeritik langsung pejabat pemerintah dan pegawai negeri yang korup. Akan tetapi dalam cersil-cersilnya, ia dapat mengatakan apa yang ia ingin sampaikan, tanpa mempertimbangkan hal-hal yang lain.

Minggu, 29 November 2009

TATANG. S Komiker Indonesia TOP

TATANG. S, 
Komikus dan Pemerhati Sosial
 
 
Saya penggemar Tatang .S, beberapa karyanya tentang silat dan si Buta, dan yang paling seru adalah serial Petruk Gareng. Sedah lebih dari ratusan Komik Petruk Gareng. Situasi sosial, lucu dan horor yang kocak.


Komik adalah suatu bentuk seni dengan menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. 
 
Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri. Dalam sejarah perkembangan komik di Indonesia, ada satu nama komikus yang cenderung terlupakan. Padahal, ia merupakan seorang komikus yang produktif dan fenomenal pada zamannya. Komikus tersebut adalah Tatang S.


Tatang Suhenra.

Siapakah Tatang S? Tatang S bernama lengkap Tatang Suhenra. Pada tahun 1970-an, kabarnya, ia pernah menjadi komikus yang bayarannya paling tinggi di Bandung. Ketika itu, ia dikenal sebagai komikus cerita-cerita silat. Karena ambisinya dalam mencipta komik sangat besar, tidak jarang ia sering ‘berbenturan’ dengan rekan-rekannya sesama komikus. Kasus yang menonjol adalah ketika ia terlibat ‘perang komik’ dengan Ganes TH. Ganes merupakan seorang komikus yang kesohor dengan karyanya, ‘Si Buta Dari Goa Hantu’. Pada suatu ketika, Ganes pindah dari sebuah penerbitan. Penerbit tersebut tak terima dan sakit hati dengan kepindahan Ganes. Tak lama kemudian Tatang direkrut oleh penerbit itu untuk menyaingi komik sohor karya Ganes. Tatang lalu membuat komik ‘Si Gagu dari Goa Hantu’ untuk menyaingi ‘Si Buta dari Gua Hantu’-nya Ganes. Lalu apa yang terjadi? Ternyata komik karya Tatang ini cuma beredar sebanyak tiga edisi sampai akhirnya dibredel. ‘Si Gagu dari Goa Hantu’-nya Tatang membuat dunia perkomikan Indonesia gempar. Secara tidak langsung, Tatang telah menjadi korban pemainan penerbit, sehingga karir Tatang sebagai seorang komikus silat hancur.

Dari sini Tatang lalu hijrah ke Jakarta. Di Jakarta ia tetap berkarya dalam komik. 

Tapi, karirnya tak semulus seperti saat ia di Bandung dahulu. Ternyata ‘perseteruannya’ dengan Ganes masih saja berbuntut. Saat itu, penggemar Ganes TH sangat banyak. Penerbit takut para penggemar Ganes TH akan ‘menyerang’ komik Tatang. Akibatnya, banyak penerbit yang takut menerbitkan komik Tatang.


Nasib manusia selalu berubah, layaknya putaran roda pedati. Begitupula nasib Tatang S. Kisah nasib Tatang yang berubah diawali saat komik-komik luar negeri, terutama dari Jepang, membanjiri pasar Indonesia. Ini terjadi pada era 1980-an. Ketika itu, penerbit lebih memilih menerbitkan komik terjemahan untuk mengikuti tren pasar. Imbasnya, banyak komikus yang memilih ‘meloncat’ ke jalur ini. Tak dapat dipungkiri, tren tersebut memang menjanjikan materi berlebih. Namun, berbeda dengan Tatang. Ia tidak mengikuti tren yang tengah mewabah ini dan tetap konsisten di jalurnya, yaitu membuat komik. Komik Tatang waktu itu diterbitkan oleh sebuah penerbit kecil yang letaknya di daerah Pasar Senen, Jakarta Pusat. Penerbit tersebut bernama Gultom Agency. Trik Gultom Agency untuk membidik pasar cukup cerdas. Penerbit ini mengincar lapisan menengah-bawah, dengan oplah 10.000 eksemplar. Karir Tatang kembali bersinar setelah ia membuat komik dengan tokoh Punakawan (Gareng, Petruk, Semar, Bagong). Meskipun diakui, sebelumnya telah ada beberapa nama komikus yang membuat komik tokoh punakawan, seperti Hidayat Sujana, HAB, Rowing, Rachman, serta Indri S, tetapi nama Tatang S yang paling bersinar. Salah satu alasannya, karena komiknya ini sanggup bertahan melintasi berbagai generasi. Keunikan karakter dan kesederhanaan cerita yang dibawakan juga menjadi nilai plus Tatang dalam komiknya.


Sederhana, itulah yang ada di benak saya saat pertama kali berkenalan dengan komik-komik Gareng-Petruk karya Tatang S. Ia membuat gambar-gambar komiknya hitam-putih, dengan kertas tipis, tapi dibuat tetap berkesan. 
 
Di dalam komik-komik Gareng-Petruknya, Tatang selalu menceritakannya dengan bersahaja, tentang kehidupan orang-orang di desa antah-berantah, Desa Tumaritis. Komik Tatang ini unik dan memiliki ciri khas. Ia tidak membicarakan tema-tema cerita yang jauh, namun membicarakan keseharian kita, seperti soal pekerjaan, pengangguran, romantika orang pinggiran, hingga horor. Dalam komiknya, kita pasti menjumpai kekonyolan, keluguan, sampai ironi kehidupan. Menurut saya, Tatang tidak main-main menciptakan karakter Punakawan di setiap komiknya. Gareng dan Petruk merupakan lukisan orang pinggir kota yang memiliki cita-cita, impian, dan kesialan. Tokoh Semar dalam komiknya digambarkan sebagai seorang yang arif bijaksana, punya kharisma, dan disegani. Sedangkan Bagong, karakternya hamper mirip dengan Gareng dan Petruk. Gareng dan Petruk selalu dilukiskan sebagai anak muda pengangguran yang kerap menjumpai kesialan.

Tatang sungguh cerdas mengambil tema cerita yang dekat dengan pembaca. Kerap kita menjumpai kisah horor (mistik) dalam komiknya. Sosok hantu di komik Tatang selalu mengambil persepsi orang awam. Semisal, ia menggambarkan wewe gombel dengan wujud perempuan berbadan besar, mempunyai lidah menjulur panjang, mata melotot, bertaring, dan payudara besar menggelantung ditutupi rambut yang menjuntai hingga kaki. Hantu-hantu ini seringkali muncul ketika Gareng dan Petruk tengah ronda malam di kampong Tumaritis, saat malam Jumat Kliwon. Tatang pintar merubah suasana horor menjadi hal yang menggelitik. Contohnya, ketika Gareng dan Petruk dikejar oleh hantu, akhirnya mereka jatuh ke sungai.

Tatang punya segudang ide mengemas kemasan cerita komiknya. Tema pahlawan super dipilih Tatang untuk membuat pembaca tidak jenuh. Kita seringkali menjumpai Ksatria Baja Hitam, Megaloman, Superman, Batman, ataupun Spiderman dalam komiknya. Nama-nama pahlawan super itu sering diakhiri dengan kata Tumaritis, seperti Megaloman Tumaritis. Tokoh yang dipilih Tatang untuk ‘berperan’ menjadi pahlawan super siapa lagi kalau bukan Gareng dan Petruk. Pahlawan-pahlawan super ini kerap membantu orang-orang yang sedang kesusahan di kampung Tumaritis. Tentu saja Tatang tidak membuat mereka seperti aslinya. Dengan sentuhan idenya, Tatang meramunya menjadi pahlwan-pahlawan super yang konyol.

Teknik gambar dengan goresan hitam-putih sederhana, cerita dan banyolan norak khas jamannya, justru membuat para pembaca menjadi ketagihan setiap menikmati komik-komik karyanya. Selain itu, layaknya seniman yang bertanggung jawab dengan karyanya, Tatang selalu muncul dengan petuah bijak yang diutarakan lewat tokoh-tokohnya. 

Petuah Tatang sangat positif untuk siapapun, dari anak-anak hingga orang dewasa. Ciri lainnya, Tatang rajin mengirim salam untuk seseorang melalui komik-komiknya. Selain itu ia juga memiliki ungkapan yang kerap hadir dalam komiknya, yaitu “Salam manis tak akan habis, salam sayang tak akan hilang buat semua pencinta karya saya”.

Pada tahun 1990-an, Tatang muncul dengan tema lain. Tema yang dikisahkan Tatang kala itu adalah tentang kehidupan surga dan neraka. Dengan idenya yang bebas,, ia menggambarkan sosok-sosok manusia pembangkang yang kemudian dihukum Tuhan di neraka, serta manusia-manusia patuh yang mendapat kehidupan bahagia di surga. Hukuman-hukuman neraka yang digambar Tatang dalam komiknya begitu detail, seperti ketika ada orang disetrika badannya karena waktu di dunia ia sering pergi ke tempat maksiat.

Pada 27 April 2003, Tatang S meninggal dunia. Menurut sejumlah rumor yang beredar, ia meninggal karena penyakit kencing manis. Penyakit ini diderita lantaran Tatang, yang sering kerja pada malam hari, ketagihan meminum minuman bersoda. Meski kehidupannya diliputi misteri, Tatang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk komik Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan produktifnya ia mencipta komik. Selain itu, bisa saya katakana bahwa Tatang merupakan seorang pemerhati sosial yang cerdas dan peka. Ini terlihat pada komik-komiknya yang selalu menggambarkan kehidupan dan watak masyarakat menengah-bawah dengan mendetail, serta ketimpangan sosial yang terjadi.