Tampilkan postingan dengan label HASMANAN 1962-1988. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HASMANAN 1962-1988. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Februari 2011

BUNGA PUTIH / 1966

Ayah Nanang sedang tugas belajar ke luar negeri, karena itu Nanang (Ateng) dan ibunya tinggal di rumah kakek. Karena sering diejek teman-teman sebayanya, Nanang lebih senang bermain dengan tantenya, Lilis (Lilis Surjani), yang sangat ingin jadi penyanyi. Tapi sang kakek tak setuju, karena itu ia marah ketika tahu Lilis diajak rekaman di RRI. Lilis dilarang menyanyi lagi. Nanang yang tak tahu masalah itu, lalu mencoba mencari tahu kapan rekaman Lilis disiarkan. Mendengar siaran Lilis, kakek terharu. Waktu sang ayah pulang, Nanang tidak lagi diejek kawan-kawnannya.

P.T. AGORA FILM

CHITRA DEWI
BAMBANG IRAWAN
HARDJO MULJO
BING SLAMET
ATENG
CONNIE SUTEDJA
LILIS SURYANI
NANA AWALUDIN
KUSNO SUDJARWADI
WAHAB ABDI
GONDO S. HARDJONO
SOENARYO K

SAMIUN DAN DASIMA / 1970

SAMIUN DAN DASIMA


Betapa terasing Dasima (Chitra Dewi) dalam pergaulan Edward William (A. Hamid Arief) dan kawan-kawannya, hingga ia memilih pergi dari rumah gedung dan tinggal di rumah pembantunya, Mak Buyung (Fifi Young) di kampung. Tokoh Samiun (W.D Mochtar) dan Hayati (Sofia WD), juga diberi latar belakang yang lebih masuk akal. Samiun adalah pedagang barang-barang gelap yang terjerat hutang. Sedang Hayati adalah perempuan gila judi. Ketika kepepet tidak bisa bayar hutang, maka Samiun minta kawannya Puasa (Wahid Chan) untuk pura-pura merampok dirinya bersama Dasima yang saat itu hendak pulang ke kampungnya, setelah hartanya diludeskan Samiun dan Hayati, Dasima dibunuh. Samiun dan Puasa ditangkap polisi. Nancy (Astri Ivo), anak Dasima dan William, diajak ayahnya pergi ke negerinya.

20 Maret 1971
Dasimah & hasmanan
"SAJA ibarat sedang mentjetak kartu nama", ia berkata seperti mengedjek diri sendiri seraja tersenjum tipis. "Sekarang orang menjebut-njebut Wim Umboh, Turino Djuneidi -- dan saja toch kepingin disebut". Kartu-nama Hasmanan kini ditjetak dengan dua film tatawarna salah satunja ialah Dasimah & Saimun produksi Chitra Dewi Film. Kritikus madjalah Aneka jang kemudian mulai djadi sutradara ditahun 1962 Bermalam di Solo ini setelah lama diam memang memerlukan kartu-nama baru. Dipertengahan 30-an tahun, dengan dahi lebar jang keras dan pandangan seperti pemain silat serta rambut seperti orang baru tidur, Hasmanan banjak merokok membatja, kadang-kadang menulis resensi jazz ataupun novel seorang jang nampaknja kapan sadja selalu siap dengan waktu senggang sebelum suatu kerdja kreatif jang makan tenaga dan waktu. Pinggiran. "Kini generasi setelan Asrul Sani sedang memperoleh giliran dan kesempatan", katanja. "Kini film Indonesia djuga sedang ramai dengan tatawarna dan sampai batas tertentu dengan tjara-tjara baru.

Dan bioskop-bioskop kini sudah lebih tersebar kepinggiran kota, hingga orang-orang jang Iebih enak memakai bahasa Indonesia tanpa Iewat teks lebih banjak jang menonton. Semua itu menundjukkan bahwa kelarisan film Indonesia kini bukan semata-mata lantaran unsur sex....". Mungkin. Tapi Dasimah & Samiunnja bukannja tanpa sadjian erotik, jang apabila tidak dipotong sensor akan merupakan adegan-adegan paling berani sex selama ini: ada tjiuman pada buahdada terbuka ada buahdada terbuka tanpa tjiuman. Ada kain terlepas meninggalkan bokong. "Kita kadang lupa menggunakan erotisme jang paling asal", kata Hasmanan "jang kita ambil hanja kulitnja sadja -- termasuk film saja". Namun Hasmanan tak bisa menjetudjui, bahwa seluruh adegan jang menampilkan sex dalam Dasimah hanjalah padjangan jang bisa ditjopot begitu sadja. "Dalam film itu adegan tjium tetek saja anggap penting: pada moment itu Njai Dasimah melihat sendiri suaminja orang Inggeris itu melakukan perbuatan jang sebelumnja tjuma didengarnja sendiri dari luar kamar, dari suara mengkikik si noni jang ditjumbu tuan besar. Dari situlah timbul tekad Dasimah untuk meninggalkan Williams, satu hal jang tak bisa diterangkan apabila seluruh adegan dipotong".

Interpretasi Hasmanan terhadap kisah mashur Njai Dasimah memang Iebih kontemporer: lebih banjak berupa konflik psikologis dan djuga sosial daripada konflik tjinta akibat guna-guna. Mungkin oleh sebab itulah film 2 djam ini agak terasa lamban - meskipun kelambanan itu tentu djuga disebabkan oleh banjaknja peran dan adegan jang sebenarnja bisa ditaruh diantara kurung sadja kalau tak dibuang. Sudah bagus sebenarnja bila peran Saimun (W.D. Mochtar) bukanlah peran tukang delman seperti dalam lenong, melainkan seorang penadah dan pedagang barang gelap, sehingga djatuhnja Dasimah kepelukannja Iebih logis. Tapi untuk apa tokoh si Banteng dan wanita jang diperkosanja? Adegan membudjuk Mak Bujung (Fifi Young) oleh anak-anak muda suruhan Saimun untuk mengguna-gunai Dasimah pun kurang mejakinkan: humor disana bisa disingkirkan. Begitu pula muntjulnja buaja-buaja krontjong seolah- olah hanja ornamen jang dipasang dibagian awal, untuk kemudian lenjap, tak merupakan bagian penting buat Iatar belakang. Fifi.

Walaupun begitu, film jang kurang memanfaatkan ruang ini bukannja tanpa bintang-bintang jang naik. Kamera mungkin agak malas, kostum kelihatan terlalu baru meskipun untuk djagoan-djagoan, tapi siapapun jang disana melihat Fifi Young akan merasa menemukan sesuatu sebagai Mak Bujung, jang oleh Hasmanan dilukiskan bukan sekedar tukang guna-guna jang dibajar, tapi seorang ibu buat Dasimah jang sendirian, Fifi Young mejakinkan sekali. Asli, tanpa script Fifi bisa mengharukan hanja dengan wadjah jang berubah diantara kata-kata sederhana logat Betawi. Tjuma mungkin dia akan terpaksa menjimpang dari keseluruhan perwatakan ketika ia melajani rajuan anak buah Saimun jang membudjuk seperti menghafal teks: Fifi setjara kurang lutju mendjadi genit dan berkata "Nggak usjah, je". Anakronisme ini bisa terdjadi dalam lenong, tapi Dasimah & Saimun tak bermaksud mendjadi lenong.

Diluar kechilafan jang mungkin bukan kehendaknja ini, dalam Dasimah Fifi Young membuktikan bahwa ia tetap seorang bintang terbagus selama ini. Sesudah dia, mungkin Sofia W.D. sebagai Halimah, isteri Saimun. W.D. Mochtar bermain lumajan, dan bisa baik apabila ada kesempatan jang lebih baik. Jang harus disajangkan ialah Wahid Chan. Dengan destar mengkilat seperti goloknja, pemegang peran Bang Puasa jang achirnja membunuh Njai Dasimah ini tak banjak berbuat untuk menampilkan watak apapun -- baik jang kedjam, ganas ataupun jang lainnja. Ia berbitjara seperti orang malu kepada suara dan perannja sendiri Dan bagaimana dengan Citra Dewi? Dia masih tjantik. Dia tidak menondjol. Tapi peran Dasimah memang lebih banjak terseret daripada menjeret seorang wanita malang.

LEMBAH HIDJAU / 1963

 
Disutradarai Bersama
Pitrajaya Burnama dan Hasmanan
 

Tabung (Pitrajaya Burnama) sadar bahwa penduduk desanya harus lepas dari pemerasan pengijon Jontro (Hadisjam Tahax) dan Sadar (Hasmanan). Untuk melaksanakan niatnya, Tabung yang kakinya pincang ini, bekerja sama dengan Bank Koperasi Tani dan Nelayan. Bolak-balik ia ke kota untuk mengurus pinjaman penduduk. Ia disokong oleh janda pejuang (Chitra Dewi), tetangganya. 

Ia juga mengusahakan berdirinya koperasi. Dalam hal ini ia mengharap bantuan Mardi (Bambang Irawan), tapi yang belakangan ini ragu-ragu karena takut kehilangan pacarnya, Narsih (Roosilawaty), putri Jontro. Koperasi akhirnya berhasil berdiri dan penduduk berani melawan Jontro. Jontro yang kehilangan mata pencaharian, lalu memeras Mardi, yang orangtuanya memang berhutang padanya. Maka Mardi jadi sadar. Begitu juga Sadar, tangan kanan Jontro. Sadar dan Jontro akhirnya berduel dan keduanya tewas.

TAK SEINDAH KASIH MAMA / 1986

TAK SEINDAH KASIH MAMA


Nurhayati (Soraya Perucha) adalah seorang Ibu dengan empat anaknya, Asih(Wenty Anggraini), Ega (Mega Fitricia), Sakti(Sakti Harmukti) dan Ari(Yan Cherry). Suaminya (Deddy Mizwar ) telah meninggal ketika kecelakaan saat bekerja. Merasa beban hidup kian berat akhirnya Nur pindah ke rumah orang tuanya di kampung. Keadaan dan suasana di kampung cukup indah, akan tetapi rumah orangtuanya ternyata dijual oleh kakak Nur . Adi (Piet Pagau) adalah kakak Nur yang menikah dengan seorang kaya, akan tetapi perilaku Adi yang merasa kaya akhirnya berbuat sewenang-wenang dengan menjual rumah orang tuanya dimana Nur dan anak-anaknya tinggal.

Setelah beberapa hari di kampung, akhirnya Nur kembali ke Jakarta bersama Ega kerumah Pak Dhe dan bertemu dengan tante Leila , Pak Dhe adalah teman dari suami Nur. Sesampai di Jakarta, Nur bertemu dengan lela yang langsung diantar ke dokter. Nur sendiri sudah tahu kalau dia sudah tidak berumur panjang lagi karena ia harus jangkok jantung dan paru-paru sekaligus. Akhirnya Lela menawarkan diri untuk mengasuh Ega anaknya. Akan tetapi maksud ini di tentang habis olah ayahnya. Akhirnya Nurhayati menjelaskan tentang penyakitnya pada ayahnya kalau ia mengidap penyakit jantung yang harus dilakukan cangkok jantung dan paru-paru sekaligus. Bahkan ia ditaksir hanya berumur satu tahun lagi hidupnya bahkan dapat meninggal sewaktu-waktu. Setelah mendengar penjelasan Nur, akhirnya ayahnya hanya bisa terdiam sedih dan tidak bisa berkomentar apa-apa.

Lela akhirnya datang kerumah ayah Nur di kampung untuk menjemput Ega. Melihat ada orang yang akan menjemputnya, Ega an Ari bersembunyi dan menolak diajak pergi oleh Tante Lela. Mereka tidak mau dipisahkan satu sama lain. Ega pun berusaha lari menghindarinya, dengan terpaksa Nur pun mengejarnya. Akan tetapi penyakitnya kambuh. Melihat mamanya kesakitan, akhirnya Ega luluh dan mau diajak dengan Tante Lela ke Jakarta. Melihat anak-anaknya ada yang di asuh oleh orang lain, Adi marah-marah pada ayahnya, pak Muslim karena ia menuduh Pak Muslim tidak bisa mengasuhnya. Akhirnya Adi dan ayahnya bertengkar soal rumah dan Nur.

Nurhayati juga menjelaskan pada anak-anaknya khususnya Asih tentang keadaan yang sebenarnya. Satu-persatu anak-anak Nurhayati di titipkan ke orang-orang yang dipercaya oleh Nur untuk mengasuhnya melalui tangan Pak Dhe. Ari akhirnya dititipkan ke keluarga Om Theo(Piet Burnama). Meski awalnya Ari menolak, akan tetapi akhirnya Ari mau mengikuti kehendak mamanya untuk mau diasuh oleh Om Theo dan Tante Min. Nur mendapatkan seamplop uang dari Om Theo sebagai tanda kenang-kenangan, akan tetapi Nur menolaknya karena ia justru berterima kasih karena mau mengasuh anaknya. Nur melepas kepergian Ari dengan untaian air mata. Nur pun sering melamun membayangkan akan perkataan-perkataan almarhum suaminya.

Sakti akhirnya dipungut oleh keluarga seorang hartawan bernama Pak Surya. Sakti yang memang cakep dan lucu pintar sekali mengambil hati, sehingga membuat keluarga Pak Surya senang dan berbahagia. Selepas kepergian anak bungsunya, Nur sering melamun berdiam diri. Pak Surya dan Bu Surya terlanjur sayang dengan Sakti karena kelucuannya. Akan tetapi anak sekecil itu tidak bisa membedakan baik dan buruk sehingga terkadang merepotkan. Untuk memperbaiki suasana di rumah pak Surya, akhirnya Nur menyuruh Asih untuk ikut tinggal di keluarga Surya. Karena hanya Asihlah yang bisa mengerti dan menyelamatkan suasana keluarga Surya akibat ulah Sakti. Pada awalnya Asih menolak perintah mamanya karena ia mengetahui keadaan Nur yang dalam kondisi sakit, akan tetapi akhirnya Asih pun mau menuruti Nur untuk tinggal bersama di rumah keluarga Pak Surya. Asih selalu mengirim kabar ke Nur melalui rekaman suaranya. Meski Asih dan adik-adiknya mendapatkan perlakuan, baju yang bagus akan tetapi ia merasa tiada kasih yang seindah kasih mamanya. Mendengar suara Asih, Nur yang mendengarkan lewat kaset hanya bisa menangis haru. Demikian Juga Nur, Nurhayati akhirnya juga mengirimkan pesan melalui rekaman suaranya pada Asih agar dapat di dengarkan olehnya.

Sementara Pak Muslim ayah Nur menyusul Nurhayati kerumah Pak Dhe di Jakarta untuk mengajaknya pulang kampung. Akan tetapi Nurhayati tidak member jawaban apapun. Pak Muslim pun akhirnya mendapati semua cucunya sudah tidak ada dirumah Pak Dhe dan sudah berada dirumah orang tua asuhnya. Dirumah Om Theo, Ari dituduh mencuri uang om Theo. Akan tetapi Ari yang merasa tidak mengambil uang akhirnya kabur dari rumah om theo. Mengetahui Ari pergi dari rumah, Om Theo dan Tante Min akhirnya mencari Ari. Pencarian Ari akhirnya membuahkan hasil. Melalui bujukan Nur mamanya, Ari akhirnya mau menuruti kehendak mamanya untuk turun, karena saat itu Ari bersembunyi diatas bukit. Sementara itu Nur yang menyongsong Ari, akhirnya jatuh pingsan karena tidak kuat menahan Sakit.

Di akhir kisah, akhirnya Nurhayati berhasil mengantarkan Sakti yang merayakan pesta ulang tahunnya yang ke 5. Kehangatan keluarga besar dari masing-masing keluarga yang telah mengasuh anak-anak pun membesarkan hati Nurhayati sekaligus melepaskan kepergiannya dalam tangis yang bahagia. Nur akhirnya dapat meninggal dengan tenang tanpa beban setelah mengantarkan anak-anaknya untuk diasuh oleh orang-orang yang telah dipercayanya untuk dapat membahagiakan mereka.




Tiada Seindah Kasih Mama sebuah drama keluarga melalui Zoraya Perucha berhasil menjiwai perannya. Kemampuan Aktingnya mampu menghipnotis penonton untuk ikut menyelami dan merasakan apa yang nur rasakan. Film drama keluarga ini bertolak belakang dengan film “Ratapan Anak Tiri” karena di film ini lebih menonjolkan pada kasih dan sayang manusia, tanpa ada cela dan caci maki bagi anak-anak. Sebuah film drama keluarga yang masih patut di tonton sebagai tontonan keluarga. Film ini cukup memberi pendidikan bagi para penontonnya. Akan tetapi film ini terlalu sempurna, karena biasanya anak pungut itu akan mendapat caci maki dan hinaan, tapi di film ini hinaan itu tidak ada. Sempurna….

Tiada Seindah Kasih Mama juga tercatat sebagai film yang berhasil meraih Piala Citra di FFI 1986 melalui Deddy Mizwar, Penata Musiknya melalui Idris Sardi maupun Pemain Ciliknya melalui Yan Cherry.

BING SLAMET SETAN DJALANAN / 1972

 

Dalam geng Maut Club pimpinan Bing (Bing Slamet) alias Boss, masuk anak-anak dari berbagai golongan. Ada yang berandal, ada yang ikut-ikutan, ada yang kurang perhatian orangtuanya. Kerja mereka adalah mengganggu orang di jalan. Suatu hari terjadi perkelahian antara Maut Club lawan geng Harimau Lapar. Dalam perkelahian ini seorang polisi tertembak Benyamin. Semua ditangkap kecuali Boss dan Benyamin. Dalam tahanan Vivi (Vivi Sumanti), anak orang kaya, berusaha bunuh diri karena malu. Ia lalu bisa ditahan luar karena usaha Eddy Sud, mahasiswa yang tinggal di keluarga Vivi. Datang ke rumah ini juga Boss dan Benyamin. Di sini Benyamin mengaku menembak polisi. Boss dan Benyamin lalu menyerahkan diri. Film ditutup dengan sebuah pesta perpisahan Vivi yang akan sekolah ke luar negeri. Boss menyanyikan lagu "Kembali ke jalan yang benar"




Film ini cukup sukses menurut hitungan dagang Hasmanan, karena film ini lah Hasmanan mendapat kepercayaan dari produser untuk film berikutnya yang sebelumnya selalu gagal dalam pasaran. Bayak yang bilang film ini tidak meledak dengan dasyatnya selayaknya Bing Slamet Koboi Cengeng, karena film ini terlalu berat tugas lainnya; mendidik. Film ini memang ada hubungan dengan KOPKAMTIB (Komando Penertiban Keamanan dan Ketertiban) 1972, yang membubarkan geng-geng remaja, para gondrong-gondrong ayng berganja dan ngebut di jalanan. Karena itu film ini dibuat untuk menghibur sekaligus untuk menertibkan para remaja. Tetapi untuk mendidik sembari melucu, harus memerlukan tehnik yang halus dari pada yang terasa dalam Setan Jalanan. Selain itu juga film ini hanya mengulang kebanyolan Kwartet Jaya yang sering muncul di TV. Tidak ada imajinasi penonton karena lelucon dibuat selesai. Kelucuan dipertaruhkan bukan pada keseluruhan suasana film, tetapi secara fragmentasi pada tatarias, pada gerak aneh sana sini. Secara komersil kelihatannya yang demikian hebat, sebab ia bisa menjangkau penonton yang banyak. Tetapi kalau benar pengamatan Nyaa Abbas mengenai penonton yang menggeser ke atas, bisa dimengerti kalau karya Hasmanan yang membuka serial Bing Slamet itu terpaksa mengaku kalah pada hasil kerja Nyaa Abbas, maupun uang yang dihasilkan.

BING SLAMET SIBUK / 1973

 
 
Bing Slamet bekerja pada keluarga Eddy Sud yang memiliki anak banyak. Bing menaklukkan anak-anak itu dengan kepanadaiannya menyanyi. Film yang sarat pesan promosi pariwisata, keluarga berencana dan promosi surat kabar.

Jalinan utama kisahnya mengingatkan film "The Sound of Music". Bing Slamet bekerja pada keluarga Eddy Sud, yang memiliki anak banyak. Bing "menaklukkan" anak-anak itu dengan kepandaiannya menyanyi. Film yang sarat pesan: promosi pariwisata, keluarga berencana, promosi surat kabar maupun obat gosok, dan tentu saja lelucon, sesuai dengan kelompok pelawak Kwartet Jaya yang bermain di film ini.

P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

BING SLAMET
EDDY SUD
ISKAK
ATENG
VIVI SUMANTI
S. KAMDI
AMINAH CENDRAKASIH
WOLLY SUTINAH
THE KIDS

DANG DING DONG / 1978



Si Bung (Ateng) dan si Mas (Iskak) adalah pengasuh anak-anak yatim di sebuah panti asuhan di pinggiran kota. Meski gaji mereka kecil dan anak-anak asuhnya nakal, mereka tetap bekerja dengan baik. Di suatu malam si Bung dan si Mas menemukan seorang bayi yang diletakkan begitu saja di pekarangan. Terjadi dilema. Jika bayi itu diambil, takut pada pengurus panti pak Sastro (Sup Yusup). Namun jika tidak diambil bertentangan dengan profesi dan nuraninya.

Pilihannya bayi itu diambil. Untung bu Sastro (Titiek Suwarno) menerimanya dengan baik dan kemudian ternyata disayang oleh anak-anak panti asuhan itu. Hal ini malah menambah pusing si Bung dan Mas, karena semua rebutan ingin menggendong hingga bayi itu dilempar ke sana-ke mari. Masalah lain si Bung dan si Mas bentrokan dengan anak berandal. Terjadi kejar-kejaran hingga dua pengasuh tadi tertabrak mobil dan masuk rumah sakit. Akhirnya mereka dapat perlindungan dari anak-anak asuhan mereka sendiri.

ATENG PENDEKAR ANEH / 1977



Di perguruan Kuntul Putih, Guru Sekarwangi mendapat telegram, bahwa bekas muridnya, Anom Subali merampoki rakyat. Maka Ateng dan Iskak, murid Sekarwangi juga yang baru lulus, disuruh turun gunung untuk membasmi gerombolan Anom. Ateng dibekali senjata sakti berupa "angkin" dan Iskak diberi senjata "seruling". Maka pertempuran demi pertempuran dilalui Ateng-Iskak lawan anak buah Anom.

P.T. RAPI FILM

ATENG
ISKAK
S. BAGIO
SUP YUSUP
S. DIRAN
DARTO HELM
SOL SOLEH
YATTI SURACHMAN
HADIDJAH



ATENG SOK TAU / 1976



Film terlaris I di Jakarta, 1976, dengan 220.083 penonton, menurut data Perfin.
Ateng dan Iskak 2 orang sahabat senasib sepenanggungan. Mereka pergi meninggalkan kampong halamannya untuk bekerja pada sebuah keluarga kaya yang terdiri seorang Tuan dan seorang pembantu kesayangan itu Fitnawan.

Ateng sangat disayang oleh majikannya, sebaliknya Iskak tidak mendapat simpati karena ulah Fitnawan. Keduanya lalu meninggalkan keluarga tersebut setelah terjadi beberapa hal yang merugikan nama baik mereka. Setelah mencari kerja dengan penuh penderitaan, akhirnya mereka diterima kerja dikeluarga tuan Kus, berkat kedua anak gadisnya, yaitu Vivid an Erni. Mereka sangat sayang pada Ateng dan Iskak. Apalagi Ateng dan Iskak pandai melucu dan menyanyi. Tapi akibat kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh Ateng, maka mereka harus meninggalkan pekerjaan yang mereka senangi.

Berkat bantuan pak Ardi, Ateng dan Iskak dapat diterima kerja pada sebuah bengkel mobil, dimana Diran sebagai bossnya. Suatu hari ketika Ateng dan Iskak disuruh mengantar surat oleh Diran mereka bertemu dengan Vivid an Erni yang sudah lama mencari mereka untuk disuruh bekerja kembali dirumah Vivi.

P.T. RAPI FILM

 
News
25 September 1976
Lawak rutin

ATENG SOK TAHU Cerita, Skenario, Sutradara: Hasmanan Produksi: PT Rapi Film. *** ATENG dan Iskak adalah modal utama membikin film ini. Kesan macam begini terlalu sulit dihindari selepas menyaksikan Ateng Sok Tahu. Cerita yang khusus dikarang untuk merangkai kesempatan melawak bagi Ateng dan Iskak plus Bagyo memang bukan tak ada. Tapi inilah jenis cerita yang telah terulang berkian kali dalam sejumlah film banyolan buatan Indonesia. Pokoknya begini itu yang mereka sebut cerita: si pelawak bekerja pada seorang tuan, lantaran kerjanya tidak beres maka dipecat. Pindah ke tempat kerja lain, tidak beres lagi, pecat lagi. Supaya cerita ada akhirnya, tentu suatu kali ada tuan atau nyonya yang merasa cocok dengan pekerjaan pelawak itu, dan cerita berakhir di sana. Maka jenis lawakan akan terus beralih dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya.

Seharusnya memang demikian. Dan Hasmanan bukannya tidak tahu soal tersebut. Bisa terlihat pada berbedanya bentuk lelucon pada bengkel mobil dengan lelucon di rumah S. Bagyo. Sayangnya, lelucon itu hanya berbeda dalam itu film, tapi tidak dengan film lain maupun dengan pekerjaan rutin para pelawak itu di luar film. Walhasil, maka muncul kembalilah Hasmanan yang dulu membikin serial Bing Slamet Setan Jalanan dan Bing Slamet Sibuk. Di sana Hasmanan tidak lebih dari koordinator yang jauh dari kesibukan sebagai seorang sutradara. Yang punya mau adalah para pelawak, dan kerja Hasmanan cuma bikin akur dengan kerja kamera. Dalam Ateng Sok Tahu, jelas pula ketidak-hadiran Hasmanan yang pernah membikin film Pemberang beberapa tahun silam. Ia terlalu baik kepada para pelawak dan produser, sehingga Ateng Sok Tahu bukan saja tidak ketahuan ujung pangkalnya, tapi juga penuh dengan klise-klise yang sudah dikenal oleh para penonton lewat panggung, layar tv maupun sejumlah film banyolan buatan dalam negeri.

ATENG BIKIN PUSING / 1977



Ini adalah film Ateng yang cukup baik mainnya diluar dia sebagai pelawak. Film ini tidak melulu masalah humor, tetapi ada rasa kesedihan yang mendalam percintaan Ateng dengan pujaannya. Film ini ibarat cinta bertepu sebelah tangan. Sedangkan Humor hanya pada adegan Ateng dan temannya (sebenarnya pembantunya yang sudah dianggap sebagai teman, yaitu Iskak).

Walau sudah berusia 21 tahun, Ateng seorang anak yang pikirannya serta pertumbuhannya amat lamban, lantaran itu oleh neneknya ia sangat dimanjakan. Semua permintaan Ateng dipenuhi, sampai-sampai hal yang aneh-aneh dan tidak masuk akal. Iskak, pembantu yang khusus didatangkan dari desa buat menjaga Ateng, pada suatu ketika malah dapat menyala gunakan keakraban Ateng terhadapnya. Ia memperoleh sebuah skuter yang dituntut Ateng dari bapaknya.

Di bungalau kepunyaan keluarga Ateng itu, suatu hari datang menginap seorang hartawan, yang serta merta menjadi sobat karib Ateng & Iskak. Karena sering-sering main disana, Iskak dituduh mencuri sebuah arloji yang harganya cukup mahal milik sanga hartawan. Ia diusir oleh nenek, Ateng yang merasa tersinggung oleh dugaan Iskak bahwa boleh jadi Ateng yang silap, mengambil benda berharga itu.

Sepeninggal Iskak, Ateng yang tidak cerdas, riasu sekali. Malah pada suatu hari berlaku nekad, tidak mau turun dari menara air dan mengancam akan melompat kalau ada orang yang naik menjemputnya. Untunglah sang hartawan dapat akal, ia buru-buru mencari Iskak dan mengajaknya kembali.

Tidak segera Ateng mau turun, begitu nampak Iskak datang, tetapi dengan kata-kata manis dan bujukan sang pembantu akhirnya Ateng menyerah mau dijemput diatas menara.

ATENG SOK AKSI / 1977

 

Iskak yang putus asa mencari pekerjaan dengan tidak sengaja bertemu dengan Ateng. Iskak sempat kesal dengan ulah Ateng,namun kekesalannya malah membuahkan masalah dengan orang lain. Ateng merasa kasihan melihat kondisi Iskak dan membawanya ke tempat orang tuanya bekerja. Pak Pardi ayah Ateng sempat marah terhadap Ateng yang selalu bepergian tanpa pamit. Tini sempat bertemu dengan Iskak yang agak malu melihat kehadirannya.

Ateng ingin meminta ayahnya menolong Iskak untuk dapat bekerja dirumah majikan orang tuanya. Iskak akhirnya mendapat pekerjaan sebagai tukang kebun membantu ayah Ateng. Tini sempat menanyakan Iskak pada Ateng, dan Ateng mengetahui kalau Tini menyukai Iskak. Tini senang menerima surat dari Iskak yang diberikan oleh Ateng. Ateng mencurigai dua orang yang tidak dikenal berbicara sembunyi-sembunyi dengan Hamid supir pribadi Majikan ayahnya.

Ateng yang ingin tahu rencana Hamid dengan dua orang asing. Ateng sempat diserang oleh salah satu penjahat yang diketahui bernama Darto. Bagio Kesal melihat tindakan bodoh anak buahnya. Ateng menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Tini dan Iskak. Ateng membuat surat pada Iskak seakan-akan Tini yang mengirimnya. Iskak sangat senang kalau Tini juga menyukainya. Iskak mencoba menemui Tini namun dari penjelasan Tini Iskak mengetahui kalau semua itu rencana Ateng untuk mendekatkan Tini dengannya. Iskak sempat marah dan mabuk-mabukkan. Ateng kewalahan dan bingung melihat sikap Iskak yang mulai mabuk parah.

Bagio dan komplotannya merencanakan merampok rumah majikan ayahnya dengan dibantu oleh Hamid selaku orang dalam yang mengetahui situasi rumah tersebut. Bagio dan komplotannya dengan dibantu oleh Hamid berhasil melumpuhkan Iskak dan juga Tini, namun mereka tidak mengetahui keberadaan Ateng. Ateng memanfaatkan kucing yang ada untuk menakut-nakuti Bagio yang memang takut dengan kucing. Upaya Ateng berhasil dan Ateng berhasil merebut permata yang dijatuhkan oleh Bagio. Ateng memutuskan untuk melarikan diri setelah membebaskan Tini. Ateng mengajak Iskak untuk membantunya menghindari kejaran komplotan Bagio. Ateng dan Iskak sempat menjebak Bagio dan Darto untuk mengisi acara disebuah pesta pernikahan. Mereka berdua berhasil meloloskan diri dan bersembunyi disebuah pabrik.

Darto berhasil menemukan persembunyian Ateng dan Iskak, dan tahu kalau mereka sembunyi disebuah bagasi mobil. Namun saat akan mengejarnya Darto ditangkap pihak keamanan. Pengejaran dilakukan oleh komplotan Bagio untuk mencari kendaraan yang ditumpangi oleh Ateng dan Iskak. Ateng dan Iskak berhasil bebas dari kejaran Bagio dan komplotannya, namun dia menjatuhkan permata itu dibagasi mobil tersebut.Di tengah jalan Ateng dan Iskak bertemu dengan komplotan Bagio dan mereka berhasil ditangkap, namun komplotan Bagio tidak menemukan permata yang dicari. Ateng mencari akal dengan mengadu domba Bagio dengan Hamid, upayanya berhasil dan mereka berdua berhasil meloloskan diri dari sekapan komplotan Bagio. Saat melakukan pelarian mereka berdua kepergok oleh komplotan Bagio hingga akhirnya terjadi kejar-kejaran. Namun sial bagi komplotan Bagio mereka terperangkap di dekat kantor polisi dan mereka tidak dapat melakukan perlawanan. Ateng dan Iskak senang masalah mereka selesai. Atengkedatangan pemilik mobil dan anaknya untuk mengantarkan permata milik majikan ayah Ateng. Ateng menyukai anak pemilik mobil bernama Rika begitu pula dengan Iskak yang bahagia mendapatkan cinta Tini.
P.T. RAPI FILM

MAWAR JINGGA / 1981

 

Sudarko (Zainal Abidin), seorang duda berkepribadian keras dan ulet. Meskipun ia mengidap penyakit lever, akhirnya berkat keuletannya berhasil sebagai pengusaha yang sukses. Sikap kerasnya menurun kepada anak lelakinya, Nagara (A. Nugraha) yang menolak untuk menjadi pengusaha dan memilih menjadi seniman. Tanpa bantuan ayahnya ia dapat belajar ke Paris. Sebaliknya Andina (Lenny Marlina) anak perempuan Sudarko, bersifat lembut. Ia tidak bisa menolak kemauan ayahnya untuk dijodohkan dengan dr. Budi (El Manik), anak Sudarman, sahabat dan dokter spesialis yang merawat Sudarko di masa perjuangan. Ternyata selain egois Budi mata keranjang. Saat Sudarko harus beristirahat di sebuah villa, Andina mengenal Heru Erlangga (Frans Tumbuhan), seorang pilot, duda beranak satu, tinggal di dekat villa Sudarko saat itu.

Heru kebetulan jumpa Nagara di Paris, dan dititipi surat dan lukisan mawar jingga untuk Andina. Hubungan Andina dengan Heru sebetulnya tak disukai Sudarko. Ketika diketahui bahwa Lina (Hanna Wijaya) hamil hasil hubungannya dengan Budi merasa dipermainkan karena disuruh menggugurkan kandungannya, maka Andina memutuskan hubungannya dengan Budi, Sudarko menyerah. Sudarko mengatur pertemuan Andina dengan Heru karena ia juga ingin ke Paris. Akhirnya, sebelum terlaksana keinginannya, Sudarko meninggal saat Nagara dalam pesawat menuju Jakarta.
P.T. ELANG PERKASA FILM

MARIA, MARIA, MARIA / 1974



Yamal Alamsyah, seorang mahasiswa, anak direktur keuangan sebuah perusahaan besar. Dalam hidupnya yang memperoleh kasih sayang secara berlebihan dari ibunya, Yamal tidak mengenal kasih cinta wanita lain.

Suatu ketika cinta kasih itu diperoleh Yamal dari seorang wanita tinggkat tinggi bernama Maria, yang dikenalnya di suatu bungalow di daerah pegunungan.

Dalam hidup Maria ada seorang pria lain bernama Welly, seorang pelaut, yang telah banyak menolong dan melindungi Maria. Maria sendiri menganggap Welly sebagai kakak. Sedikit banyak, sang pelaut cemburu pada Yamal.

Suatu hari perhiasan Maria yang bernilai sekitar dua juta rupiah dan sejumlah uang tunai untuk membayar kontrakan rumah, dibawa pergi oleh Welly. Dalam keadaan terpojok, Yamal mengajak Maria menikah. Dia yakin bahwa dalam diri Maria masih tersimpan hati nurani yang baik.

Kebahagiaan sejenak dinikmati Yamal dan Maria, samapi pada akhirnya rahasia masa silam hidup Maria terbongkar Yamal dan Maria diusir dari rumah. Kesulitan-kesulitan hidup mereka dihadapi dengan tabah dan penuh pengertian, Yamal bekerja sebagai supir taxi dan tinggal di rumah kampung.

Sepeninggal Yamal, ibu Yamal mengalami depresi atau tekanan jiwa hingga jatuh sakit. Atas nasihat dokter dan saran menantunya, dr.Anton, suami Ade, adik Yamal.. satu-satunya jalan menolong ibu adalah mempertemukan ibu dengan Yamal.

Ketika Yamal tahu hal itu, dia berkeras hati untuk tidak kembali. Di sisi lain, Weely si pelaut, berada kembali di Jakarta. Welly menunjukan perhatiannya pada Maria. Dia datang untuk mengembalikan uang yang dipinjamnya dahulu tetapi ditolak Maria. Kesan buruk Maria pada Welly lambat laut lunter oleh kata-kata Welly yang tulus agar Maria membujuk Yamal untuk mau menengok ibunya yang sakit.

Suatu pagi Yamal pulang dinas malam mendapati Maria tidak di rumah. Ada pesan dari ayahnya, agar Yamal mau menengok ibunya yang sakit. Disana Maria telah menunggu dan memaksa Yamal. Dengan diiringi ayahnya, Yamal dan Maria kembali ke rumah serta diterima ibunya dalam suasana baru.

P.T. RAPI FILM

TUTY KIRANA
AUGUST MELASZ
MARULI SITOMPUL
DICKY ZULKARNAEN
CHITRA DEWI
ULLY ARTHA
YAN BASTIAN

WANITA SEGALA ZAMAN / 1979

 

Tuan kusuma ( Kusno Sujarwadi ) seorang pengusaha sukses. Punya tiga anak Indra ( Rudy Salam ) yang suatu waktu diharapkan akan menjadi pewaris usahanya. Ia memang pintar dan penurut. Berdeda dengan adiknya Budi ( Roy Marten ) yang susah dimengerti kemauannya, entah menjadi seniman entah mau jadi apa. Wajarlah kalau tuan Kusuma lebih menyenangi Indra daripada Budi.

Istri Tuan Kusuma meninggal dunia setelah melahirkan putrid bernama Ani ( Lydia Kandou. Segala sesuatu urusan rumah tangga diurus oleh Asih ( Marini ), anak yatim piatu yang di didik oleh mendiang nyonya.

Suatu ketika Asih merasa bahwa disamping kesetiaanya kepada keluarga itu ada sesuatu perasaan lain. Asih mencintai sang majikan. Tapi sebagai bawahan dia tidak bisa berbuat apa2 kecuali memendam rasa itu sedirian.

Kemudian Tuan Kusuma berkenalan dan menikahi seorang wanita yang sepadan. Emma ( Rae Sita ). Cantik, berpendidikan dan luwes dalam pergaulan. Makin sia2lah Asih menharapkan cintanya berbalas.

Sementara itu diantara Indra dan Budi terjadi pertentangan mengenai diri seorang mahasiswi psikologi, Lia ( Yati Octavia ). Indra yang tampan dan selalu dimanjakan dengan semena2 memperlakukan Lia. Yang lantas mengadu pada Budi. Padahal Budi sendiri diam2 juga menaruh hati pada gadis itu.




Pertentang adik dan kakak ini lebih hebat lagi ketika Budi mengajukan protes kepada Indra, mengingatkan Indra agar jangan terlalu akrab dengan nyonya Kusuma yang baru. Indra marah dan mereka berkelahi.

Tuan Kusuma mengusir Budi tanpa menyadari bahwa sebetulnya dia tidak bersalah apa2

Baru belakangan, setelah mengetahui suatu siasat yang cukup licin, Tuan Kusuma menyadari bahwa istrinya yang diharapkan akan menjadi ibu yang baik bagi anak2nya, tidak setia dan Cuma mengejar harta kekayaan dan kesenangan belaka. Ia telah mencundangi Indra sang pewaris usaha.

Dalam suatu keributan dimana nyonya Kusuma mengancam keselamatan jiwa Tuan Kusuma sekeluarga, Asih muncul sebagai penyelamat. Nyonya Kusuma yang baru itu tewas dalam tangannya.

Terakhir Asih didatangi Tuan Kusuma dan anak2nya ditahanan, mengharap supaya, apapun yang terjadi, Asih tidak boleh lupa, anak2 masih mememrlukan seorang ibu
P.T. RAPI FILM
ASOSIASI IMPORTIR FILM EROPA-AMERIKA

ROY MARTEN
RAE SITA
MARINI
RUDY SALAM
KUSNO SUDJARWADI
YATIE OCTAVIA
LYDIA KANDOU
PITRAJAYA BURNAMA
A. KHALIK NOOR NASUTION
RASYID SUBADI
TATIEK SUWARNO
CASSIM ABBAS