Film terlaris I di Jakarta, 1976, dengan 220.083 penonton, menurut data Perfin.
Ateng dan Iskak 2 orang sahabat senasib sepenanggungan. Mereka pergi meninggalkan kampong halamannya untuk bekerja pada sebuah keluarga kaya yang terdiri seorang Tuan dan seorang pembantu kesayangan itu Fitnawan.
Ateng dan Iskak 2 orang sahabat senasib sepenanggungan. Mereka pergi meninggalkan kampong halamannya untuk bekerja pada sebuah keluarga kaya yang terdiri seorang Tuan dan seorang pembantu kesayangan itu Fitnawan.
Ateng sangat disayang oleh majikannya, sebaliknya Iskak tidak mendapat simpati karena ulah Fitnawan. Keduanya lalu meninggalkan keluarga tersebut setelah terjadi beberapa hal yang merugikan nama baik mereka. Setelah mencari kerja dengan penuh penderitaan, akhirnya mereka diterima kerja dikeluarga tuan Kus, berkat kedua anak gadisnya, yaitu Vivid an Erni. Mereka sangat sayang pada Ateng dan Iskak. Apalagi Ateng dan Iskak pandai melucu dan menyanyi. Tapi akibat kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh Ateng, maka mereka harus meninggalkan pekerjaan yang mereka senangi.
Berkat bantuan pak Ardi, Ateng dan Iskak dapat diterima kerja pada sebuah bengkel mobil, dimana Diran sebagai bossnya. Suatu hari ketika Ateng dan Iskak disuruh mengantar surat oleh Diran mereka bertemu dengan Vivid an Erni yang sudah lama mencari mereka untuk disuruh bekerja kembali dirumah Vivi.
P.T. RAPI FILM |
ATENG ISKAK VIVI SUMANTI ERNIE DJOHAN KUSNO SUDJARWADI DARTO HELM S. DIRAN SOL SOLEH ARDI HS S. BAGIO BULBUL SALIM |
News
25 September 1976
Lawak rutin
ATENG SOK TAHU Cerita, Skenario, Sutradara: Hasmanan Produksi: PT Rapi Film. *** ATENG dan Iskak adalah modal utama membikin film ini. Kesan macam begini terlalu sulit dihindari selepas menyaksikan Ateng Sok Tahu. Cerita yang khusus dikarang untuk merangkai kesempatan melawak bagi Ateng dan Iskak plus Bagyo memang bukan tak ada. Tapi inilah jenis cerita yang telah terulang berkian kali dalam sejumlah film banyolan buatan Indonesia. Pokoknya begini itu yang mereka sebut cerita: si pelawak bekerja pada seorang tuan, lantaran kerjanya tidak beres maka dipecat. Pindah ke tempat kerja lain, tidak beres lagi, pecat lagi. Supaya cerita ada akhirnya, tentu suatu kali ada tuan atau nyonya yang merasa cocok dengan pekerjaan pelawak itu, dan cerita berakhir di sana. Maka jenis lawakan akan terus beralih dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya.
Seharusnya memang demikian. Dan Hasmanan bukannya tidak tahu soal tersebut. Bisa terlihat pada berbedanya bentuk lelucon pada bengkel mobil dengan lelucon di rumah S. Bagyo. Sayangnya, lelucon itu hanya berbeda dalam itu film, tapi tidak dengan film lain maupun dengan pekerjaan rutin para pelawak itu di luar film. Walhasil, maka muncul kembalilah Hasmanan yang dulu membikin serial Bing Slamet Setan Jalanan dan Bing Slamet Sibuk. Di sana Hasmanan tidak lebih dari koordinator yang jauh dari kesibukan sebagai seorang sutradara. Yang punya mau adalah para pelawak, dan kerja Hasmanan cuma bikin akur dengan kerja kamera. Dalam Ateng Sok Tahu, jelas pula ketidak-hadiran Hasmanan yang pernah membikin film Pemberang beberapa tahun silam. Ia terlalu baik kepada para pelawak dan produser, sehingga Ateng Sok Tahu bukan saja tidak ketahuan ujung pangkalnya, tapi juga penuh dengan klise-klise yang sudah dikenal oleh para penonton lewat panggung, layar tv maupun sejumlah film banyolan buatan dalam negeri.
Lawak rutin
ATENG SOK TAHU Cerita, Skenario, Sutradara: Hasmanan Produksi: PT Rapi Film. *** ATENG dan Iskak adalah modal utama membikin film ini. Kesan macam begini terlalu sulit dihindari selepas menyaksikan Ateng Sok Tahu. Cerita yang khusus dikarang untuk merangkai kesempatan melawak bagi Ateng dan Iskak plus Bagyo memang bukan tak ada. Tapi inilah jenis cerita yang telah terulang berkian kali dalam sejumlah film banyolan buatan Indonesia. Pokoknya begini itu yang mereka sebut cerita: si pelawak bekerja pada seorang tuan, lantaran kerjanya tidak beres maka dipecat. Pindah ke tempat kerja lain, tidak beres lagi, pecat lagi. Supaya cerita ada akhirnya, tentu suatu kali ada tuan atau nyonya yang merasa cocok dengan pekerjaan pelawak itu, dan cerita berakhir di sana. Maka jenis lawakan akan terus beralih dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya.
Seharusnya memang demikian. Dan Hasmanan bukannya tidak tahu soal tersebut. Bisa terlihat pada berbedanya bentuk lelucon pada bengkel mobil dengan lelucon di rumah S. Bagyo. Sayangnya, lelucon itu hanya berbeda dalam itu film, tapi tidak dengan film lain maupun dengan pekerjaan rutin para pelawak itu di luar film. Walhasil, maka muncul kembalilah Hasmanan yang dulu membikin serial Bing Slamet Setan Jalanan dan Bing Slamet Sibuk. Di sana Hasmanan tidak lebih dari koordinator yang jauh dari kesibukan sebagai seorang sutradara. Yang punya mau adalah para pelawak, dan kerja Hasmanan cuma bikin akur dengan kerja kamera. Dalam Ateng Sok Tahu, jelas pula ketidak-hadiran Hasmanan yang pernah membikin film Pemberang beberapa tahun silam. Ia terlalu baik kepada para pelawak dan produser, sehingga Ateng Sok Tahu bukan saja tidak ketahuan ujung pangkalnya, tapi juga penuh dengan klise-klise yang sudah dikenal oleh para penonton lewat panggung, layar tv maupun sejumlah film banyolan buatan dalam negeri.