Sutradara: Muchlis Raya Skenario: Sjuman Djaja Produser: PT Gemini Satria Film
BEBERAPA menit pertama dari film menimbulkan kesan lain dari yang diinginkan sutradaranya. Di sana diperlihatkan sang calon arwah (Mang Udel) kalah berjudi di rumahnya sendiri. Rumah itu amblas dalam kekalahan, dan Mang Udel diperlihatkan keluar membawa hanya fotonya yang tergantung di dinding. Tidak semua uangnya habis, meski yang sisa cuma cukup untuk membeli sedikit hadiah bagi puteranya yang -mendadak diingatnya -- hari itu berulang tahun. Di bawah hujan lebat ia berjalan tersuruk-suruk dengan sejumlah kado. Mungkin karena tersiram hujan barangkali karena serangan jantung akibat kalah judi, atau terlalu bahagia melihat puteranya berulang tahun, maka Mang Udel mendadak mati sambil merangkul gadis yang jadi tamu pada pesta ulang tahun puteranya. Nah agak menyedihkan, bukan? Tapi Muchlis Raya tidak suka terus-terusan membuat kesedihan, sebab skenario yang ditulis Sjuman memang dimaksud untuk tujuan lain. Dan serentetan adegan yang dimaksud untuk menimbulkan ketawa pun dihadirkan di layar putih. Misalnya: para pengantar jenazah dalam iringan yang panjang terpaksa harus jalan mundur karena jalan yang mereka tempuh ternyata buntu. Kenapa tidak putar mobil saja tanya anda barangkali? Lha, ya itu bisa tidak aneh jadinya. Dan dengan keanehan itulah diharap anda ketawa.
Kalau anda tidak ketawa, juga tidak apa-apa, sebab bukan pula kesalahan anda. Wanita Pengusaha Adegan kedodoran begini bisa ditemukan di berbagai penjuru tontonan yang diberi nama Arwah Komersil Dalam Kampus ini. Ini sebenarnya patut disayangkan, sebab yang empunya cerita terlibat punya niat untuk membuat komedi jenis baru, yakni sebuah komedi yang jelas punya cerita dan tidak sekedar berkonyol-konyol dengan segala hal yang tidak-tidak. Tapi itulah pula soalnya, sebab meski sudah punya cerita yang jelas, hasrat untuk merangkul berbagai hal masih pula tidak dilepaskan. Maka selain lelucon tentang arwah yang baik hati membantu puteranya, juga di film ini dijejalkan kisah kampus universitas -- yang sayangnya cuma mirip sebuah sekolah menengah -- dan cerita tentang seorang wanita pengusaha yang bernama Tante Sun. Karena terlalu banyak yang hendak dirangkul itulah maka tak satu pun yang sempat dirangkul dengan baik. Teramat sayang memang, tapi harus dikatakan bahwa inilah sebuah contoh film komedi yang bermula dengan niat baik mencoba sesuatu yang baru tapi berakhir dengan tanggung.
Ceritanya memang sudah hampir baru, tapi cara menyuguhkannya masih saja sama dan sebangun dengan sejumlah komedi verbal dan konyol --meski Christine Hakim berusaha bermain baik--yang kini menghiasi angkasa film nasional. Sjuman Djaja yang biasa mengasyikkan lewat banyolan aktuilnya pada film-film yang disutradarainya sendiri, ternyata bukan pembuat skenario yang baik bagi sebuah film yang berhasrat langsung memancing tawa dari mulut penonton. Eddy Herwanto