PITRAJAYA BURNAMA
Film-film yang ia bintangi kebanyakan bertema komedi dan laga. Seangkatan dengan aktor senior seperti Rachmat Hidayat, Kusno Sudjarwadi, Maruli Sitompul, dan W.D. Mochtar. Sedangkan film-film yang disutradarai olehnya banyak dimainkan oleh aktor kawakan seperti Bambang Irawan, Ratno Timoer, dan Rachmat Kartolo.
Dalam pementasan ATNI, Yogyakarta, di tahun 1950-an, Piet lebih banyak berrada di belakang layar, antara lain sebagai penata lampu. Tapi pernah juga mendapat peran utama dalam pementasan Montserrat sebagai kolonel yang kejam. Pertama kali terjun ke dunia layar perak dalam film Aku Hanya Bajangan (1963). Setelah itu, ia bolak-balik antara bermain dan menjadi sutradara film.
Ia juga seorang penulis skenario. Tapi prestasinya lebih menonjol sebagai aktor film. Lima kali masuk nominasi FFI, antaranya dalam film : Nilai di Gaun Putih (FFI 1982), Serpihan Mutiara Retak (FFI 1985), Beri Aku Waktu (FFI 1986), Tjoet Nja ’Dhien (FFI 1988) dan Langitku Rumahku (FFI 1990). Dalam FFI 2004, ia masuk menjadi nomimator peraih pemeran pria terbaik lewat FTV Perayaan Besar produksi Miles Production.
Nyong Ambon ini lahir jauh dari kampung nenek-moyangnya, ketika orang tuanya sedang jauh merantau di Cirebon. Dia lahir pada 8 Agustus 1934. Tapi sulung dari 13 bersaudara ini kemudian dibawa pulang ke Kepulauan Maluku, tanah leluhurnya. Setelah menghabiskan masa remaja di Amahai, dia merantau ke Jakarta pada 1956.
Penampilannya di masa muda tergolong menarik. Tapi di tahun 1950-an, ternyata modal tampang saja tidak cukup untuk jadi bintang di film. Pieter Mozes Burnama pun rela jadi tukang dekor dan penata lampu dalam syuting film. Waktu seorang sutradara butuh aktor, maka jadilah dia aktor. Dia membuang bau Belanda dalam namanya dengan memakai nama panggung Pietrajaya Burnama alias Piet Burnama. Wajahnya kerap muncul dalam film-film Indonesia, termasuk dalam film Warkop DKI,
Beberapa penikmat teater tak lupa bagaimana akting Piet dalam pegelaran teater di masa mudanya. “Permainannya sebagai Kolonel Izquerdo dalam drama Montserrat karya Emmanuel Robles, pada 1960, menempatkan Piet sebagai 'pemain watak' yang sangat diperhitungkan,” tulis Leila S. Chudori dan Amarzan Loebis dalam obituari Piet, "Perginya Pemain Watak Terakhir", di majalah Tempo (16/11/2010).
“Sukses yang dicapai lewat Monserrat ternyata tidak hanya mengangkat nama ATNI tapi nama beberapa siswa ATNI pun terangkat ke atas. Dan barangtentu diantaranya adalah Pitradjaja Burnama aktor pentas yang kita hidangkan dalam rubrik 'Dari kehidupan Seniman' minggu ini,” tulis J. As di surat kabar Minggu Pagi (25/11/1962) yang menampilkan Pietrajaya Burnama.
Di tahun 1960 itu, selain bermain dalam Montserrat, Piet juga tampil dalam film. Meski bukan peran utama.
Kala diwawancarai J. As, Piet yang biasanya berkumis terlihat berjenggot.
“Kenapa berjenggot?” tanya J As.
“Saya baru saja menyamun anak perawannya Oom Usmar,” jawab Piet sambil tersenyum.
Kala itu, seperti dicatat J. As, Perfini pimpinan Usmar Ismail telah merampungkan syuting Anak Perawan di Sarang Penyamun yang berlokasi di Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam film yang ceritanya diambil dari novel karya Sutan Takdir Alisjahbana ini, bermain pula Bambang Hermanto, Bambang Irawan, dan Nurbany Jusuf. Seperti Piet, dua Bambang berperan sebagai penyamun dan Nurbany Jusuf sebagai anak perawan.
Piet rela tak berkumis demi perannya. Dalam film Max Havelaar yang diproduksi 1976, Piet berperan sebagai jaksa yang diam-diam membantu Max Havelaar untuk menghadapi Bupati Lebak yang lalim. Di film ini, kita bisa melihat Piet Burnama tampil tanpa kumis.
Dalam film-film lainnya, maupun dalam foto-foto yang beredar, Piet terlihat berkumis. Di film Max Havelaar kita serasa melihat Piet Burnama tidak ada dalam film—yang ada hanya jaksa yang diperankannya. Begitulah seharusnya aktor watak: menghidupkan film dengan perannya. Bila perlu, karakter yang diperankannya menenggelamkan diri si aktor.
Pernah juga Piet memerankan tokoh protagonis di mata orang-orang Indonesia. Piet memerankan sosok Daeng Azis, nakhoda kapal asal Makassar sekaligus penyelundup senjata bagi orang-orang Lombok yang sedang berperang melawan tentara KNIL Belanda. Piet berusaha keras meniru cara bicara dan logat orang Makassar.
Di film, Piet ternyata tak hanya berakting, ia juga pernah duduk di kursi sutradara. Sejak berkarier di zaman Sukarno jadi presiden, setidaknya, menurut Leila S. Chudori dan Amarzan Loebis, Piet Burnama telah bermain dalam lebih dari 102 film dan telah menyutradarai lebih dari 34 film.
Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Piet Burnama terlibat dalam film Serdadu Kumbang. Setelah tutup usia pada 6 November 2010, tepat hari ini delapan tahun lalu, dia dimasukkan dalam satu liang kubur bersama Maria Burnama Monoarfa, istrinya, yang lebih dahulu pergi. Piet dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Perwira, Bekasi Barat.
Foto ini saya ambil 2 hari sebelum beliau meninggal 6/nov/2010, sedang melalukan reading untuk main film. Om piet (kiri) - Norman Dorisman (tengah) - Surya (kanan)
Pitrajaya Burnama lahir di Cirebon, Jawa Barat, pada 8 Agustus 1934, ia lebih dikenal dengan panggilan Piet Burnama. Ia adalah seorang aktor sekaligus sutradara Indonesia yang populer di era tahun 1960 hingga tahun 1990-an.
Film-film yang ia bintangi kebanyakan bertema komedi dan laga. Seangkatan dengan aktor senior seperti Rachmat Hidayat, Kusno Sudjarwadi, Maruli Sitompul, dan W.D. Mochtar. Sedangkan film-film yang disutradarai olehnya banyak dimainkan oleh aktor kawakan seperti Bambang Irawan, Ratno Timoer, dan Rachmat Kartolo.
Dalam pementasan ATNI, Yogyakarta, di tahun 1950-an, Piet lebih banyak berrada di belakang layar, antara lain sebagai penata lampu. Tapi pernah juga mendapat peran utama dalam pementasan Montserrat sebagai kolonel yang kejam. Pertama kali terjun ke dunia layar perak dalam film Aku Hanya Bajangan (1963). Setelah itu, ia bolak-balik antara bermain dan menjadi sutradara film.
Ia juga seorang penulis skenario. Tapi prestasinya lebih menonjol sebagai aktor film. Lima kali masuk nominasi FFI, antaranya dalam film : Nilai di Gaun Putih (FFI 1982), Serpihan Mutiara Retak (FFI 1985), Beri Aku Waktu (FFI 1986), Tjoet Nja ’Dhien (FFI 1988) dan Langitku Rumahku (FFI 1990). Dalam FFI 2004, ia masuk menjadi nomimator peraih pemeran pria terbaik lewat FTV Perayaan Besar produksi Miles Production.
Nyong Ambon ini lahir jauh dari kampung nenek-moyangnya, ketika orang tuanya sedang jauh merantau di Cirebon. Dia lahir pada 8 Agustus 1934. Tapi sulung dari 13 bersaudara ini kemudian dibawa pulang ke Kepulauan Maluku, tanah leluhurnya. Setelah menghabiskan masa remaja di Amahai, dia merantau ke Jakarta pada 1956.
Penampilannya di masa muda tergolong menarik. Tapi di tahun 1950-an, ternyata modal tampang saja tidak cukup untuk jadi bintang di film. Pieter Mozes Burnama pun rela jadi tukang dekor dan penata lampu dalam syuting film. Waktu seorang sutradara butuh aktor, maka jadilah dia aktor. Dia membuang bau Belanda dalam namanya dengan memakai nama panggung Pietrajaya Burnama alias Piet Burnama. Wajahnya kerap muncul dalam film-film Indonesia, termasuk dalam film Warkop DKI,
Beberapa penikmat teater tak lupa bagaimana akting Piet dalam pegelaran teater di masa mudanya. “Permainannya sebagai Kolonel Izquerdo dalam drama Montserrat karya Emmanuel Robles, pada 1960, menempatkan Piet sebagai 'pemain watak' yang sangat diperhitungkan,” tulis Leila S. Chudori dan Amarzan Loebis dalam obituari Piet, "Perginya Pemain Watak Terakhir", di majalah Tempo (16/11/2010).
“Sukses yang dicapai lewat Monserrat ternyata tidak hanya mengangkat nama ATNI tapi nama beberapa siswa ATNI pun terangkat ke atas. Dan barangtentu diantaranya adalah Pitradjaja Burnama aktor pentas yang kita hidangkan dalam rubrik 'Dari kehidupan Seniman' minggu ini,” tulis J. As di surat kabar Minggu Pagi (25/11/1962) yang menampilkan Pietrajaya Burnama.
Di tahun 1960 itu, selain bermain dalam Montserrat, Piet juga tampil dalam film. Meski bukan peran utama.
Sutradara Wim Umboh (1933-1986), seperti disebut dalam Minggu Pagi (25/11/1962), adalah orang yang menariknya terjun ke dunia film. Mula-mula di film Istana Yang Hilang (1960) produksi Aris Film. Lalu Mendung Sendja Hari, di tahun dan rumah produksi yang sama. Selain itu dia juga tampil dalam film Pedjuang. Lagi-lagi
bukan peran utama. Sebagai pemuda yang pernah belajar teater di ATNI,
Piet tidak kaku berakting bersama orang-orang film yang sudah
berpengalaman.
Tahun 1960 adalah tahun pentingnya terjun di dunia film. “Sejak saat itu Piet mengukuhkan diri di dunia sinema Indonesia sebagai pekerja keras yang sederhana, lembut, dan bermartabat,” tulis Leila S. Chudori dan Amarzan Loebis.
Putra sulung dari pasangan Orpha Burnama dan Teofillus Burnama ini bukan aktor yang melulu tampil sebagai peran utama protagonis. Apa saja dia bisa. Tak heran jika dia tergolong salah satu aktor watak Indonesia yang pernah ada.
J. As pernah bertemu dengan Piet pada 1962 di Studio Infico Rawasari Kebayoran Lama, Jakarta. J. As tak menyangka bahwa Piet Burnama, yang sudah sering ditulis di media-media terkait film kala itu, “Orangnya ramah tamah. Senyumnya manis seperti senyum wanita.”
Tahun 1960 adalah tahun pentingnya terjun di dunia film. “Sejak saat itu Piet mengukuhkan diri di dunia sinema Indonesia sebagai pekerja keras yang sederhana, lembut, dan bermartabat,” tulis Leila S. Chudori dan Amarzan Loebis.
Putra sulung dari pasangan Orpha Burnama dan Teofillus Burnama ini bukan aktor yang melulu tampil sebagai peran utama protagonis. Apa saja dia bisa. Tak heran jika dia tergolong salah satu aktor watak Indonesia yang pernah ada.
J. As pernah bertemu dengan Piet pada 1962 di Studio Infico Rawasari Kebayoran Lama, Jakarta. J. As tak menyangka bahwa Piet Burnama, yang sudah sering ditulis di media-media terkait film kala itu, “Orangnya ramah tamah. Senyumnya manis seperti senyum wanita.”
Kala diwawancarai J. As, Piet yang biasanya berkumis terlihat berjenggot.
“Kenapa berjenggot?” tanya J As.
“Saya baru saja menyamun anak perawannya Oom Usmar,” jawab Piet sambil tersenyum.
Kala itu, seperti dicatat J. As, Perfini pimpinan Usmar Ismail telah merampungkan syuting Anak Perawan di Sarang Penyamun yang berlokasi di Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam film yang ceritanya diambil dari novel karya Sutan Takdir Alisjahbana ini, bermain pula Bambang Hermanto, Bambang Irawan, dan Nurbany Jusuf. Seperti Piet, dua Bambang berperan sebagai penyamun dan Nurbany Jusuf sebagai anak perawan.
Piet rela tak berkumis demi perannya. Dalam film Max Havelaar yang diproduksi 1976, Piet berperan sebagai jaksa yang diam-diam membantu Max Havelaar untuk menghadapi Bupati Lebak yang lalim. Di film ini, kita bisa melihat Piet Burnama tampil tanpa kumis.
Dalam film-film lainnya, maupun dalam foto-foto yang beredar, Piet terlihat berkumis. Di film Max Havelaar kita serasa melihat Piet Burnama tidak ada dalam film—yang ada hanya jaksa yang diperankannya. Begitulah seharusnya aktor watak: menghidupkan film dengan perannya. Bila perlu, karakter yang diperankannya menenggelamkan diri si aktor.
Pada zaman Orde Baru, Piet tetap main film. Kumis dan wajahnya biasa
muncul di layar perak. Ia bermain dalam film Warkop DKI seperti Dongkrak Antik (1982) dan Mana Bisa Tahan (1990). Piet Burnama pernah juga beradu akting dengan Dedy Mizwar dalam Irisan-irisan Hati (1988) yang berlatar hubungan Indonesia-Malaysia pada masa konfrontasi.
Piet berperan sebagai bapak mertua dari seorang sukarelawan Dwikora yang diperankan Dedy Mizwar. Di film itu, mertua dan menantu berdebat terkait revolusi.
Piet berperan sebagai bapak mertua dari seorang sukarelawan Dwikora yang diperankan Dedy Mizwar. Di film itu, mertua dan menantu berdebat terkait revolusi.
Piet dapat pujian dalam film itu. “Saya terkesan permainan Pitrajaya
Burnama. Di situ Pitrajaya (aktor didikan ATNI) bermain sebagai bekas
pejuang yang berhadapan dengan seorang mahasiswa,” tulis Salim Said
dalam Pantulan Layar Putih: Film Indonesia dalam Kritik dan Komentar (1991: 260).
Dari sekian banyak peran yang dilakoninya, sosok yang diperankan Piet yang paling diingat adalah Pang Laot dalam film Tjoet Nja' Dhien (1986).
Pang Laot yang diperankan Piet merupakan sosok yang di mata orang awam dianggap jahat. Pang Laot adalah pembantu penting dari Cut Nyak Dien dalam gerilya melawan Belanda. Ia yang diam-diam bekerjasama dengan Belanda ternyata tidak tega melihat Cut Nyak Dien yang terus menua dan terganggu matanya jika terus bergerilya. Hingga dia pun bikin perjanjian dengan Kapten Veltman—yang diperankan Rudy Wowor—agar jika Cut Nyak Dien tertangkap, istri Teuku Umar itu diperlakukan dengan baik oleh pemerintah kolonial.
Dari sekian banyak peran yang dilakoninya, sosok yang diperankan Piet yang paling diingat adalah Pang Laot dalam film Tjoet Nja' Dhien (1986).
Pang Laot yang diperankan Piet merupakan sosok yang di mata orang awam dianggap jahat. Pang Laot adalah pembantu penting dari Cut Nyak Dien dalam gerilya melawan Belanda. Ia yang diam-diam bekerjasama dengan Belanda ternyata tidak tega melihat Cut Nyak Dien yang terus menua dan terganggu matanya jika terus bergerilya. Hingga dia pun bikin perjanjian dengan Kapten Veltman—yang diperankan Rudy Wowor—agar jika Cut Nyak Dien tertangkap, istri Teuku Umar itu diperlakukan dengan baik oleh pemerintah kolonial.
Pernah juga Piet memerankan tokoh protagonis di mata orang-orang Indonesia. Piet memerankan sosok Daeng Azis, nakhoda kapal asal Makassar sekaligus penyelundup senjata bagi orang-orang Lombok yang sedang berperang melawan tentara KNIL Belanda. Piet berusaha keras meniru cara bicara dan logat orang Makassar.
Di film, Piet ternyata tak hanya berakting, ia juga pernah duduk di kursi sutradara. Sejak berkarier di zaman Sukarno jadi presiden, setidaknya, menurut Leila S. Chudori dan Amarzan Loebis, Piet Burnama telah bermain dalam lebih dari 102 film dan telah menyutradarai lebih dari 34 film.
Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Piet Burnama terlibat dalam film Serdadu Kumbang. Setelah tutup usia pada 6 November 2010, tepat hari ini delapan tahun lalu, dia dimasukkan dalam satu liang kubur bersama Maria Burnama Monoarfa, istrinya, yang lebih dahulu pergi. Piet dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Perwira, Bekasi Barat.
GOYANG SAMPAL TUA | 1978 | RATNO TIMOER | Actor | |
DIAMBANG FADJAR | 1964 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
SUSANA-SUSANA BUKTIKAN CINTAMU | 1984 | PITRAJAYA BURNAMA | Actor.Director | |
JANIN AJAIB | 1989 | TONNY BURNAMA | Actor | |
MALU-MALU KUCING | 1980 | ISHAQ ISKANDAR | Actor | |
MANDI DALAM LUMPUR | 1984 | SUSILO SWD | Actor | |
TERGODA | 1994 | ABDI WIYONO | Actor | |
TAPAK-TAPAK KAKI WOLTER MONGINSIDI | 1982 | FRANK RORIMPANDEY | Actor | |
GAWANG GAWAT | 1984 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
GERHANA | 1985 | BUCE MALAWAU | Actor | |
SAAT-SAAT YANG INDAH | 1984 | SOPHAN SOPHIAAN | Actor | |
TAKSI JUGA | 1991 | ISMAIL SOEBARDJO | Actor | |
KARMA | 1965 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
SI PAHIT LIDAH DANS SI MATA EMPAT | 1989 | LILIK SUDJIO | Actor | |
PEDJUANG | 1960 | USMAR ISMAIL | Actor | |
JANGAN BIARKAN MEREKA LAPAR | 1974 | CHRIS PATTIKAWA | Actor | |
JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA | 1990 | CHAERUL UMAM | Actor | |
GODAAN MEMBARA | 1994 | DHANY FIRDAUS | Actor | |
GODAAN PEREMPUAN HALUS | 1993 | JOPI BURNAMA | Actor | |
SEJUTA SERAT SUTRA | 1981 | DASRI YACOB | Actor | |
YANG | 1983 | AMI PRIJONO | Actor | |
GUNDALA PUTRA PETIR | 1981 | LILIK SUDJIO | Actor | |
TONGKAT SAKTI | 1982 | WILLY WILIANTO | Actor | |
PENDEKAR BUKIT TENGKORAK | 1987 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
BUNGA DESA | 1988 | A. RACHMAN | Actor | |
DANGER -KEINE ZEIT ZUM STERBEN | 1984 | HELMUT ASHLEY | Actor | |
BERGOLA IJO | 1983 | ARIZAL | Actor | |
PINTAR-PINTARAN | 1992 | YAZMAN YAZID | Actor | |
AJIAN MACAN PUTIH | 1982 | M. SHARIEFFUDIN A | Actor | |
DONGKRAK ANTIK | 1982 | ARIZAL | Actor | |
ANTARA TIMUR DAN BARAT | 1963 | TURINO DJUNAIDY | Actor | |
SORGA YANG HILANG | 1977 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
RAJA PUNGLI | 1977 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
MERANGKUL LANGIT | 1986 | M.T. RISYAF | Actor | |
NILA DI GAUN PUTIH | 1981 | SANDY SUWARDI HASSAN | Actor | |
BERI AKU WAKTU | 1986 | BUCE MALAWAU | Actor | |
KULIHAT CINTA DI MATANYA | 1985 | BOBBY SANDY | Actor | |
KABUT PERKAWINAN | 1984 | WIM UMBOH | Actor | |
PENGINAPAN BU BROTO | 1987 | WAHYU SIHOMBING | Actor | |
PENGANTIN | 1990 | WIM UMBOH | Actor | |
MEI LAN, AKU CINTA PADAMU | 1974 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
SI BUTA DARI GUA HANTU | 1977 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
BILUR-BILUR PENYESALAN | 1987 | NASRI CHEPPY | Actor | |
MISTRI DI BOROBUDUR | 1971 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
ARWAH ANAK AJIAB | 1988 | TOMMY BURNAMA | Actor | |
ATENG KAYA MENDADAK | 1975 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
ATENG RAJA PENYAMUN | 1974 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
LEMBAH HIDJAU | 1963 | HASMANAN | Actor.Director | |
RANJAU-RANJAU CINTA | 1984 | NASRI CHEPPY | Actor | |
PLIN PLAN | 1992 | YAZMAN YAZID | Actor | |
DUEL NAGA WULUNG | 1982 | DASRI YACOB | Actor | |
TJOET NJA DHIEN | 1986 | EROS DJAROT | Actor | |
PENCURI | 1984 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
SEJOLI CINTA BINTANG REMAJA | 1980 | DASRI YACOB | Actor | |
MUSANG BERJANGGUT | 1983 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
KUNANTI DJAWABMU | 1964 | WIM UMBOH | Actor | |
DIA BUKAN BAYIKU | 1988 | HASMANAN | Actor | |
MENDUNG SENDJA HARI | 1960 | WIM UMBOH | Actor | |
PREMAN | 1985 | TORRO MARGENS | Actor | |
DI DADAKU ADA CINTA | 1986 | NASRI CHEPPY | Actor | |
BISIKAN ARWAH | 1988 | JOPI BURNAMA | Actor | |
DON AUFAR | 1986 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
PENDEKAR BAMBU KUNING | 1971 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
JERITAN SI BUYUNG | 1977 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
RATAPAN ANAK TIRI II | 1980 | SANDY SUWARDI HASSAN | Actor | |
PERAWAN RIMBA | 1982 | DANU UMBARA | Actor | |
LIMA HARIMAU NUSANTARA | 1991 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
LANGITKU RUMAHKU | 1989 | SLAMET RAHARDJO | Actor | |
SERPIHAN MUTIARA RETAK | 1985 | WIM UMBOH | Actor | |
PERCINTAAN | 1973 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
NOESA PENIDA | 1988 | GALEB HUSEIN | Actor | |
WANITA SEGALA ZAMAN | 1979 | HASMANAN | Actor | |
AKCE KALIMANTAN | 1961 | VLADIMIR SIS | Drama | Actor |
APA JANG KAU TJARI, PALUPI? | 1969 | ASRUL SANI | Actor | |
CINTA PUNYA MAU | 1989 | CHRIST HELWELDERY | Actor | |
TIADA TITIK BALIK | 1991 | ACKYL ANWARI | Actor | |
PACAR KEDUA | 1989 | JOPI BURNAMA | Actor | |
GARA-GARA | 1993 | ARIZAL | Actor | |
AKU HANJA BAYANGAN | 1963 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
OPERA JAKARTA | 1986 | SJUMAN DJAYA | Actor | |
MALAM JAHANAM | 1971 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
SI BUTA DARI GUA HANTU | 1985 | RATNO TIMOER | Actor | |
UNTUKMU KUSERAHKAN SEGALANYA | 1984 | YAZMAN YAZID | Actor | |
IMPIAN PERAWAN | 1976 | CHRIS PATTIKAWA | Actor | |
GADIS METROPOLIS | 1992 | SLAMET RIYADI | Actor | |
BARANG TITIPAN | 1991 | IDA FARIDA | Actor | |
TAK SEINDAH KASIH MAMA | 1986 | HASMANAN | Actor | |
CINTA ANAK MUDA | 1990 | HADI POERNOMO | Actor | |
CINTA | 1975 | WIM UMBOH | Actor | |
BALLADA KOTA BESAR | 1963 | WAHYU SIHOMBING | Actor | |
DAN BUNGA-BUNGA BERGUGURAN | 1970 | WIM UMBOH | Actor | |
RIMBA PANAS | 1988 | RATNO TIMOER | Actor | |
PEDANG NAGA PASA | 1990 | SLAMET RIYADI | Actor | |
KEMESRAAN | 1989 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
PEREMPUAN | 1973 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
PEREMPUAN BERGAIRAH | 1982 | JOPI BURNAMA | Actor | |
BUMI BULAT BUNDAR | 1983 | PITRAJAYA BURNAMA | Actor.Director | |
TANGKUBAN PERAHU | 1982 | LILIK SUDJIO | Actor | |
DUEL | 1970 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
PEMBURU HARTA KARUN | 1984 | DASRI YACOB | Actor | |
PEMBURU NYAWA | 1990 | JOPI BURNAMA | Actor | |
DALAM SINAR MATANYA | 1972 | PITRAJAYA BURNAMA | Actor.Director | |
IRISAN-IRISAN HATI | 1988 | DJUN SAPTOHADI | Actor | |
GADIS HITAM PUTIH | 1985 | WAHYU SIHOMBING | Actor | |
TANTANGAN | 1969 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
NYI MAS GANDASARI | 1989 | M. SHARIEFFUDIN A | Actor | |
PUTRI KEMBANG DADAR | 1990 | DASRI YACOB | Actor | |
MANA BISA TAHAN | 1990 | ARIZAL | Actor | |
DUA KEKASIH | 1990 | AGUS ELLYAS | Actor | |
SEMUA KARENA GINAH | 1985 | NYA ABBAS AKUP | Actor | |
POKOKNYA BERES | 1983 | ARIZAL | Actor | |
LEBAK MEMBARA | 1982 | IMAM TANTOWI | Actor | |
SENTUHAN KASIH | 1982 | WILLY WILIANTO | Actor | |
DETEKTIF DANGDUT | 1976 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
JANJI SARINAH | 1976 | ARIZAL | Actor | |
SENYUM DAN TANGIS | 1974 | ARIZAL | Actor | |
SIMPHONY YANG INDAH | 1981 | PITRAJAYA BURNAMA | Actor.Director | |
DEMI ANAKKU | 1979 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
RANJANG PEMIKAT | 1993 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
MODAL DENGKUL KAYA RAYA | 1978 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
SESAAT DALAM PELUKAN | 1989 | SOPHAN SOPHIAAN | Actor | |
GITA TARUNA | 1966 | PITRAJAYA BURNAMA | Director | |
AJIAN PAMUNGKAS | 1990 | SLAMET RIYADI | Actor | |
GEJOLAK KAWULA MUDA | 1985 | MAMAN FIRMANSJAH | Actor | |
GEJOLAK CINTA PERTAMA | 1985 | TOMMY BURNAMA | Actor. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar