Kamis, 03 Februari 2011

SAMIUN DAN DASIMA / 1970

SAMIUN DAN DASIMA


Betapa terasing Dasima (Chitra Dewi) dalam pergaulan Edward William (A. Hamid Arief) dan kawan-kawannya, hingga ia memilih pergi dari rumah gedung dan tinggal di rumah pembantunya, Mak Buyung (Fifi Young) di kampung. Tokoh Samiun (W.D Mochtar) dan Hayati (Sofia WD), juga diberi latar belakang yang lebih masuk akal. Samiun adalah pedagang barang-barang gelap yang terjerat hutang. Sedang Hayati adalah perempuan gila judi. Ketika kepepet tidak bisa bayar hutang, maka Samiun minta kawannya Puasa (Wahid Chan) untuk pura-pura merampok dirinya bersama Dasima yang saat itu hendak pulang ke kampungnya, setelah hartanya diludeskan Samiun dan Hayati, Dasima dibunuh. Samiun dan Puasa ditangkap polisi. Nancy (Astri Ivo), anak Dasima dan William, diajak ayahnya pergi ke negerinya.

20 Maret 1971
Dasimah & hasmanan
"SAJA ibarat sedang mentjetak kartu nama", ia berkata seperti mengedjek diri sendiri seraja tersenjum tipis. "Sekarang orang menjebut-njebut Wim Umboh, Turino Djuneidi -- dan saja toch kepingin disebut". Kartu-nama Hasmanan kini ditjetak dengan dua film tatawarna salah satunja ialah Dasimah & Saimun produksi Chitra Dewi Film. Kritikus madjalah Aneka jang kemudian mulai djadi sutradara ditahun 1962 Bermalam di Solo ini setelah lama diam memang memerlukan kartu-nama baru. Dipertengahan 30-an tahun, dengan dahi lebar jang keras dan pandangan seperti pemain silat serta rambut seperti orang baru tidur, Hasmanan banjak merokok membatja, kadang-kadang menulis resensi jazz ataupun novel seorang jang nampaknja kapan sadja selalu siap dengan waktu senggang sebelum suatu kerdja kreatif jang makan tenaga dan waktu. Pinggiran. "Kini generasi setelan Asrul Sani sedang memperoleh giliran dan kesempatan", katanja. "Kini film Indonesia djuga sedang ramai dengan tatawarna dan sampai batas tertentu dengan tjara-tjara baru.

Dan bioskop-bioskop kini sudah lebih tersebar kepinggiran kota, hingga orang-orang jang Iebih enak memakai bahasa Indonesia tanpa Iewat teks lebih banjak jang menonton. Semua itu menundjukkan bahwa kelarisan film Indonesia kini bukan semata-mata lantaran unsur sex....". Mungkin. Tapi Dasimah & Samiunnja bukannja tanpa sadjian erotik, jang apabila tidak dipotong sensor akan merupakan adegan-adegan paling berani sex selama ini: ada tjiuman pada buahdada terbuka ada buahdada terbuka tanpa tjiuman. Ada kain terlepas meninggalkan bokong. "Kita kadang lupa menggunakan erotisme jang paling asal", kata Hasmanan "jang kita ambil hanja kulitnja sadja -- termasuk film saja". Namun Hasmanan tak bisa menjetudjui, bahwa seluruh adegan jang menampilkan sex dalam Dasimah hanjalah padjangan jang bisa ditjopot begitu sadja. "Dalam film itu adegan tjium tetek saja anggap penting: pada moment itu Njai Dasimah melihat sendiri suaminja orang Inggeris itu melakukan perbuatan jang sebelumnja tjuma didengarnja sendiri dari luar kamar, dari suara mengkikik si noni jang ditjumbu tuan besar. Dari situlah timbul tekad Dasimah untuk meninggalkan Williams, satu hal jang tak bisa diterangkan apabila seluruh adegan dipotong".

Interpretasi Hasmanan terhadap kisah mashur Njai Dasimah memang Iebih kontemporer: lebih banjak berupa konflik psikologis dan djuga sosial daripada konflik tjinta akibat guna-guna. Mungkin oleh sebab itulah film 2 djam ini agak terasa lamban - meskipun kelambanan itu tentu djuga disebabkan oleh banjaknja peran dan adegan jang sebenarnja bisa ditaruh diantara kurung sadja kalau tak dibuang. Sudah bagus sebenarnja bila peran Saimun (W.D. Mochtar) bukanlah peran tukang delman seperti dalam lenong, melainkan seorang penadah dan pedagang barang gelap, sehingga djatuhnja Dasimah kepelukannja Iebih logis. Tapi untuk apa tokoh si Banteng dan wanita jang diperkosanja? Adegan membudjuk Mak Bujung (Fifi Young) oleh anak-anak muda suruhan Saimun untuk mengguna-gunai Dasimah pun kurang mejakinkan: humor disana bisa disingkirkan. Begitu pula muntjulnja buaja-buaja krontjong seolah- olah hanja ornamen jang dipasang dibagian awal, untuk kemudian lenjap, tak merupakan bagian penting buat Iatar belakang. Fifi.

Walaupun begitu, film jang kurang memanfaatkan ruang ini bukannja tanpa bintang-bintang jang naik. Kamera mungkin agak malas, kostum kelihatan terlalu baru meskipun untuk djagoan-djagoan, tapi siapapun jang disana melihat Fifi Young akan merasa menemukan sesuatu sebagai Mak Bujung, jang oleh Hasmanan dilukiskan bukan sekedar tukang guna-guna jang dibajar, tapi seorang ibu buat Dasimah jang sendirian, Fifi Young mejakinkan sekali. Asli, tanpa script Fifi bisa mengharukan hanja dengan wadjah jang berubah diantara kata-kata sederhana logat Betawi. Tjuma mungkin dia akan terpaksa menjimpang dari keseluruhan perwatakan ketika ia melajani rajuan anak buah Saimun jang membudjuk seperti menghafal teks: Fifi setjara kurang lutju mendjadi genit dan berkata "Nggak usjah, je". Anakronisme ini bisa terdjadi dalam lenong, tapi Dasimah & Saimun tak bermaksud mendjadi lenong.

Diluar kechilafan jang mungkin bukan kehendaknja ini, dalam Dasimah Fifi Young membuktikan bahwa ia tetap seorang bintang terbagus selama ini. Sesudah dia, mungkin Sofia W.D. sebagai Halimah, isteri Saimun. W.D. Mochtar bermain lumajan, dan bisa baik apabila ada kesempatan jang lebih baik. Jang harus disajangkan ialah Wahid Chan. Dengan destar mengkilat seperti goloknja, pemegang peran Bang Puasa jang achirnja membunuh Njai Dasimah ini tak banjak berbuat untuk menampilkan watak apapun -- baik jang kedjam, ganas ataupun jang lainnja. Ia berbitjara seperti orang malu kepada suara dan perannja sendiri Dan bagaimana dengan Citra Dewi? Dia masih tjantik. Dia tidak menondjol. Tapi peran Dasimah memang lebih banjak terseret daripada menjeret seorang wanita malang.

1 komentar: