Beda Skenario dan Beda Sutradara
Warkop Prambors mengawali penampilan mereka dalam film pada 1979. Sejak Mana Tahan (1979) hingga Maju Kena Mundur Kena pada 1983, mereka telah menyelesaikan sepuluh film khas Warkop Prambors. Artinya, film-film komedi yang diolah untuk dan dimainkan oleh Warkop Prambors.
Film-film Warkop Prambors rata-rata sukses secara komersial, meskipun tidak berarti jenis yang laku harus begitu. Rata-rata susunan cerita yang dibangun cukup sederhana, selain berkesan dangkal. Belum lagi soal daya akting yang memerlukan kemampuan khusus, mengingat sifat perekaman film yang terputus-putus.
Reputasi Panggung Larisnya film-film Warkop Prambors, menurut Arwah Setiawan (Ketua Lembaga Humor Indonesia), adalah berkat reputasi mereka sebagai pelawak panggung. Di panggung Warkop Prambors dikenal sebagai pelawak intelek, lawakannya punya relevansi sosial. “Meskipun dalam film tidak kelihatan intelek,” Arwah melanjutkan. “Kalangan bawah menerima humor mereka. Demikian pula kalangan menengah yang merasa sreg menonton film Warkop Prambors, karena terlanjur menerima image intelek tadi.”
Jika demikian, apa yang menjadi soal dengan film-film Warkop Prambors? Setelah mengamati sepuluh film Warkop Prambors sebagai fenomena film komedi, mungkin kita bisa menyimpulkan bahwa letak persoalannya adalah pada sutradara dan skenario. Dari sepuluh film, Nawi Ismail telah tiga kali ambil bagian: Mana Tahan (1979), Gengsi Dong (1980), dan Gede Rasa (1980)). Arizal tiga film: Pintar-pintar Bodoh (1980), Dongkrak Antik (1982), dan Maju Kena Mundur Kena (1983). Iksan Lahardi juga 3 film: IQ Jongkok (1981), Setan Kredit (1982), CHIPS (1982)), sementara Ali Shahab cuma sekali, Manusia 6.000.000 Dollar (1981) ).
Film yang disutradarai oleh Ali Shahab itu boleh dikata merupakan film Warkop Prambors yang terjelek. Ukuran keberhasilan yang digunakan di sini adalah banyaknya ‘gerr’ serta keterpaduannya sebagai film komedi. Ali Shahab mencoba memancing tawa lewat cerita ala spionase film seri televisi, Six Million Dollar Man, tapi pengadeganan yang bertele-tele menyebabkan film ini gagal.
Sering Abai Sedangkan Nawi Ismail yang dikenal sebagai pembuat film humor agaknya mengalami hambatan ketika bekerjasama dengan Warkop Prambors yang kini cuma bertiga (Dono, Kasino, Indro) setelah Nanu absen. Nawi pandai main kata-kataan, tapi sering abai dalam merangkum seluruh kejadian menjadi satu cerita lucu. Mana Tahan adalah contoh yang jelas bagaimana tidak padunya film sehingga merupakan dadakan-dadakan lepas, yang tentu saja menurunkan nilainya sebagai film.
Posisi Iksan Lahardi juga tak beranjak jauh dari Nawi dalam keberhasilannya menampilkan lawakan Warkop Prambors. Bahkan Iksan lebih kurang berbakat dibandingkan Nawi. Secara teknis garapan Iksan lebih kasar, dan berkesan menghina selera penonton, misalnya yang menyolok dalam Setan Kredit.
Yang paling mendingan adalah pengarahan Arizal, yang memang tampak telah berusaha menghidupkan cerita yang lucu. Misalnya dalam kisah model detektif Pintar-Pintar Bodoh, kehidupan di seputar hotel Dongkrak Antik (yang sama sekali tidak ada hubungannya antara judul dan cerita), dan terakhir kehidupan di rumah kos Maju Kena Mundur Kena (judul ini juga tak jelas kaitannya dengan cerita). Kelemahan Arizal, ia kurang memperhalus adegan, atau tepatnya kurang berani membuang gambar-gambar yang sebaiknya dihilangkan karena justru membuat lelucon menjadi bertele-tele. Cara kerja Arizal yang terkenal cepat ternyata membuahkan penampilan Warkop Prambors yang lebih wajar, karena dengan cara itu spontanitas bermain lebih dimungkinkan.
Skenario Lucu Menyinggung skenario, tiga film yang digarap Nawi Ismail didasarkan pada skenario yang disusunnya sendiri. Sisanya (7 film) digarap oleh Deddy Armand. Umumnya skenario-skenario film Warkop Prambors menempatkan personil Warkop Prambors sebagai pemuda-pemuda yang kurang bertanggungjawab, datang dari kalangan orang berada, dan seringkali masih mahasiswa. Singkatnya, menempelkan ciri-ciri intelek. Boleh dikata belum ada skenarionya sendiri yang lucu. Kisah diserahkan kepada Warkop Prambors untuk melucukannya dengan pengarahan sutradara.
Belum Tercapai Film komedi minimal memang harus menghibur rakyat banyak. Tetapi bila soal kualitas dipertanyakan, sutradara yang terampil dan skenario yang lucu tentu akan menolong, sebab masih ada kesenjangan antara keberhasilan lawakan Warkop Prambors di panggung dan di film.
Di panggung mereka memang menampilkan kumpulan atau kolase banyolan sebagaimana grup-grup pelawak lain, meski harus diakui Warkop Prambors berusaha juga menyambung-nyambungkannya secara rapi dalam satu ikatan, entah tempat, masalah, atau apa pun namanya. Salah satu pertunjukan mereka yang paling berhasil adalah ketika mereka tampil pertama kali di televisi dengan bentuk dan kostum drama Bali.
Keutuhan seperti ini belum pernah tercapai di film, yang tentu memang lebih banyak dan lebih sulit masalahnya. Film terakhir mereka Maju Kena Mundur Kena, umpamanya, bisa dipakai sebagai contoh betapa belum berhasilnya grup ini membuat tontonan yang utuh. Kesan kumpulan banyolan masih ada. Padahal peluang untuk membuat sebuah kisah yang cukup mendalam dan utuh tersedia.
Seandainya mereka mau membatasi ruang gerak mereka sebagai pekerja bengkel saja, atau di rumah kos saja, maka tidak perlu ada naik sepeda bertiga sambil berpetuah “mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga.” Tidak perlu lari ke lapangan bola hanya untuk mencontoh film lucu televisi Dance Football. Dengan membatasi permasalahannya di rumah kos dengan datangnya kakek-nenek Marina (Eva Arnaz), tentu mereka tidak perlu mereka-reka masalah dan cerita. Kelucuan dengan demikian bukan dalam tingkah, banyolan, namun lebih berpusat pada ceritanya. Memang lebih rumit, karena perhitungan-perhitungan karakter dan logika cerita menjadi lebih dituntut. Tapi harapan akan keutuhan menjadi lebih mungkin. Film komedi memang harus membuat orang gembira, tapi juga harus tetap utuh, kalau mau dikatakan baik.
Warkop Prambors mengawali penampilan mereka dalam film pada 1979. Sejak Mana Tahan (1979) hingga Maju Kena Mundur Kena pada 1983, mereka telah menyelesaikan sepuluh film khas Warkop Prambors. Artinya, film-film komedi yang diolah untuk dan dimainkan oleh Warkop Prambors.
Film-film Warkop Prambors rata-rata sukses secara komersial, meskipun tidak berarti jenis yang laku harus begitu. Rata-rata susunan cerita yang dibangun cukup sederhana, selain berkesan dangkal. Belum lagi soal daya akting yang memerlukan kemampuan khusus, mengingat sifat perekaman film yang terputus-putus.
Reputasi Panggung Larisnya film-film Warkop Prambors, menurut Arwah Setiawan (Ketua Lembaga Humor Indonesia), adalah berkat reputasi mereka sebagai pelawak panggung. Di panggung Warkop Prambors dikenal sebagai pelawak intelek, lawakannya punya relevansi sosial. “Meskipun dalam film tidak kelihatan intelek,” Arwah melanjutkan. “Kalangan bawah menerima humor mereka. Demikian pula kalangan menengah yang merasa sreg menonton film Warkop Prambors, karena terlanjur menerima image intelek tadi.”
Jika demikian, apa yang menjadi soal dengan film-film Warkop Prambors? Setelah mengamati sepuluh film Warkop Prambors sebagai fenomena film komedi, mungkin kita bisa menyimpulkan bahwa letak persoalannya adalah pada sutradara dan skenario. Dari sepuluh film, Nawi Ismail telah tiga kali ambil bagian: Mana Tahan (1979), Gengsi Dong (1980), dan Gede Rasa (1980)). Arizal tiga film: Pintar-pintar Bodoh (1980), Dongkrak Antik (1982), dan Maju Kena Mundur Kena (1983). Iksan Lahardi juga 3 film: IQ Jongkok (1981), Setan Kredit (1982), CHIPS (1982)), sementara Ali Shahab cuma sekali, Manusia 6.000.000 Dollar (1981) ).
Film yang disutradarai oleh Ali Shahab itu boleh dikata merupakan film Warkop Prambors yang terjelek. Ukuran keberhasilan yang digunakan di sini adalah banyaknya ‘gerr’ serta keterpaduannya sebagai film komedi. Ali Shahab mencoba memancing tawa lewat cerita ala spionase film seri televisi, Six Million Dollar Man, tapi pengadeganan yang bertele-tele menyebabkan film ini gagal.
Sering Abai Sedangkan Nawi Ismail yang dikenal sebagai pembuat film humor agaknya mengalami hambatan ketika bekerjasama dengan Warkop Prambors yang kini cuma bertiga (Dono, Kasino, Indro) setelah Nanu absen. Nawi pandai main kata-kataan, tapi sering abai dalam merangkum seluruh kejadian menjadi satu cerita lucu. Mana Tahan adalah contoh yang jelas bagaimana tidak padunya film sehingga merupakan dadakan-dadakan lepas, yang tentu saja menurunkan nilainya sebagai film.
Posisi Iksan Lahardi juga tak beranjak jauh dari Nawi dalam keberhasilannya menampilkan lawakan Warkop Prambors. Bahkan Iksan lebih kurang berbakat dibandingkan Nawi. Secara teknis garapan Iksan lebih kasar, dan berkesan menghina selera penonton, misalnya yang menyolok dalam Setan Kredit.
Yang paling mendingan adalah pengarahan Arizal, yang memang tampak telah berusaha menghidupkan cerita yang lucu. Misalnya dalam kisah model detektif Pintar-Pintar Bodoh, kehidupan di seputar hotel Dongkrak Antik (yang sama sekali tidak ada hubungannya antara judul dan cerita), dan terakhir kehidupan di rumah kos Maju Kena Mundur Kena (judul ini juga tak jelas kaitannya dengan cerita). Kelemahan Arizal, ia kurang memperhalus adegan, atau tepatnya kurang berani membuang gambar-gambar yang sebaiknya dihilangkan karena justru membuat lelucon menjadi bertele-tele. Cara kerja Arizal yang terkenal cepat ternyata membuahkan penampilan Warkop Prambors yang lebih wajar, karena dengan cara itu spontanitas bermain lebih dimungkinkan.
Skenario Lucu Menyinggung skenario, tiga film yang digarap Nawi Ismail didasarkan pada skenario yang disusunnya sendiri. Sisanya (7 film) digarap oleh Deddy Armand. Umumnya skenario-skenario film Warkop Prambors menempatkan personil Warkop Prambors sebagai pemuda-pemuda yang kurang bertanggungjawab, datang dari kalangan orang berada, dan seringkali masih mahasiswa. Singkatnya, menempelkan ciri-ciri intelek. Boleh dikata belum ada skenarionya sendiri yang lucu. Kisah diserahkan kepada Warkop Prambors untuk melucukannya dengan pengarahan sutradara.
Belum Tercapai Film komedi minimal memang harus menghibur rakyat banyak. Tetapi bila soal kualitas dipertanyakan, sutradara yang terampil dan skenario yang lucu tentu akan menolong, sebab masih ada kesenjangan antara keberhasilan lawakan Warkop Prambors di panggung dan di film.
Di panggung mereka memang menampilkan kumpulan atau kolase banyolan sebagaimana grup-grup pelawak lain, meski harus diakui Warkop Prambors berusaha juga menyambung-nyambungkannya secara rapi dalam satu ikatan, entah tempat, masalah, atau apa pun namanya. Salah satu pertunjukan mereka yang paling berhasil adalah ketika mereka tampil pertama kali di televisi dengan bentuk dan kostum drama Bali.
Keutuhan seperti ini belum pernah tercapai di film, yang tentu memang lebih banyak dan lebih sulit masalahnya. Film terakhir mereka Maju Kena Mundur Kena, umpamanya, bisa dipakai sebagai contoh betapa belum berhasilnya grup ini membuat tontonan yang utuh. Kesan kumpulan banyolan masih ada. Padahal peluang untuk membuat sebuah kisah yang cukup mendalam dan utuh tersedia.
Seandainya mereka mau membatasi ruang gerak mereka sebagai pekerja bengkel saja, atau di rumah kos saja, maka tidak perlu ada naik sepeda bertiga sambil berpetuah “mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga.” Tidak perlu lari ke lapangan bola hanya untuk mencontoh film lucu televisi Dance Football. Dengan membatasi permasalahannya di rumah kos dengan datangnya kakek-nenek Marina (Eva Arnaz), tentu mereka tidak perlu mereka-reka masalah dan cerita. Kelucuan dengan demikian bukan dalam tingkah, banyolan, namun lebih berpusat pada ceritanya. Memang lebih rumit, karena perhitungan-perhitungan karakter dan logika cerita menjadi lebih dituntut. Tapi harapan akan keutuhan menjadi lebih mungkin. Film komedi memang harus membuat orang gembira, tapi juga harus tetap utuh, kalau mau dikatakan baik.
SEJARAH BERDIRINYA WARKOP
Ide awal obrolan Warkop Prambors berawal dari dedengkot radio Prambors, Temmy Lesanpura. Radio Prambors meminta Hariman Siregar, dedengkot mahasiswa UI untuk mengisi acara di Prambors. Hariman pun menunjuk Kasino dan Nanu, sang pelawak di kalangan kampus UI untuk mengisi acara ini. Ide ini pun segera didukung oleh Kasino, Nanu, dan Rudy Badil, lalu disusul oleh Dono dan Indro.
Rudy yang semula ikut Warkop saat masih siaran radio, tak berani ikut Warkop dalam melakukan lawakan panggung, karena demam panggung (stage fright). Untuk hal itu, Rudy mengaku "Pernah sekali saya coba di panggung TIM, saya menyadari bahwa saya tidak mampu. Setelah itu ya nggak usah saja,"
Dono pun awalnya saat manggung beberapa menit pertama mojok dulu, karena masih malu dan takut. Setelah beberapa menit, barulah Dono mulai ikut berpartisipasi dan mulai kerasan, hingga akhirnya terus menggila hingga akhir durasi lawakan. Indro adalah anggota termuda, saat anggota Warkop yang lain sudah menduduki bangku kuliah, Indro masih pelajar SMA.
Pertama kali Warkop muncul di pesta perpisahan (kalau sekarang prom nite) SMP IX yang diadakan di Hotel Indonesia. Semua personil gemetar, alias demam panggung, dan hasilnya hanya bisa dibilang lumayan saja, tidak terlalu sukses. Namun peristiwa di tahun 1976 itulah pertama kali Warkop menerima honor yang berupa uang transport sebesar Rp20.000. Uang itu dirasakan para personil Warkop besar sekali, namun akhirnya habis untuk menraktir makan teman-teman mereka.
Berikutnya mereka manggung di Tropicana. Sebelum naik panggung, kembali seluruh personel komat-kamit dan panas dingin, tapi ternyata hasilnya kembali lumayan.
Baru pada acara Terminal Musikal (asuhan Mus Mualim), grup Warkop Prambors baru benar-benar lahir sebagai bintang baru dalam dunia lawak Indonesia. Acara Terminal Musikal sendiri tak hanya melahirkan Warkop tetapi juga membantu memperkenalkan grup PSP (Pancaran Sinar Petromaks), yang bertetangga dengan Warkop. Sejak itulah honor mereka mulai meroket, sekitar Rp 1.000.000 per pertunjukan atau dibagi empat orang, setiap personil mendapat no pek go ceng (Rp 250.000).
Mereka juga jadi dikenal lewat nama Dono-Kasino-Indro atau DKI (yang merupakan pelesetan dari singkatan Daerah Khusus Ibukota). Ini karena nama mereka sebelumnya Warkop Prambors memiliki konsekuensi tersendiri. Selama mereka memakai nama Warkop Prambors, maka mereka harus mengirim royalti kepada Radio Prambors sebagai pemilik nama Prambors. Maka itu kemudian mereka mengganti nama menjadi Warkop DKI, untuk menghentikan praktek upeti itu.
Ide awal obrolan Warkop Prambors berawal dari dedengkot radio Prambors, Temmy Lesanpura. Radio Prambors meminta Hariman Siregar, dedengkot mahasiswa UI untuk mengisi acara di Prambors. Hariman pun menunjuk Kasino dan Nanu, sang pelawak di kalangan kampus UI untuk mengisi acara ini. Ide ini pun segera didukung oleh Kasino, Nanu, dan Rudy Badil, lalu disusul oleh Dono dan Indro.
Rudy yang semula ikut Warkop saat masih siaran radio, tak berani ikut Warkop dalam melakukan lawakan panggung, karena demam panggung (stage fright). Untuk hal itu, Rudy mengaku "Pernah sekali saya coba di panggung TIM, saya menyadari bahwa saya tidak mampu. Setelah itu ya nggak usah saja,"
Dono pun awalnya saat manggung beberapa menit pertama mojok dulu, karena masih malu dan takut. Setelah beberapa menit, barulah Dono mulai ikut berpartisipasi dan mulai kerasan, hingga akhirnya terus menggila hingga akhir durasi lawakan. Indro adalah anggota termuda, saat anggota Warkop yang lain sudah menduduki bangku kuliah, Indro masih pelajar SMA.
Pertama kali Warkop muncul di pesta perpisahan (kalau sekarang prom nite) SMP IX yang diadakan di Hotel Indonesia. Semua personil gemetar, alias demam panggung, dan hasilnya hanya bisa dibilang lumayan saja, tidak terlalu sukses. Namun peristiwa di tahun 1976 itulah pertama kali Warkop menerima honor yang berupa uang transport sebesar Rp20.000. Uang itu dirasakan para personil Warkop besar sekali, namun akhirnya habis untuk menraktir makan teman-teman mereka.
Berikutnya mereka manggung di Tropicana. Sebelum naik panggung, kembali seluruh personel komat-kamit dan panas dingin, tapi ternyata hasilnya kembali lumayan.
Baru pada acara Terminal Musikal (asuhan Mus Mualim), grup Warkop Prambors baru benar-benar lahir sebagai bintang baru dalam dunia lawak Indonesia. Acara Terminal Musikal sendiri tak hanya melahirkan Warkop tetapi juga membantu memperkenalkan grup PSP (Pancaran Sinar Petromaks), yang bertetangga dengan Warkop. Sejak itulah honor mereka mulai meroket, sekitar Rp 1.000.000 per pertunjukan atau dibagi empat orang, setiap personil mendapat no pek go ceng (Rp 250.000).
Mereka juga jadi dikenal lewat nama Dono-Kasino-Indro atau DKI (yang merupakan pelesetan dari singkatan Daerah Khusus Ibukota). Ini karena nama mereka sebelumnya Warkop Prambors memiliki konsekuensi tersendiri. Selama mereka memakai nama Warkop Prambors, maka mereka harus mengirim royalti kepada Radio Prambors sebagai pemilik nama Prambors. Maka itu kemudian mereka mengganti nama menjadi Warkop DKI, untuk menghentikan praktek upeti itu.
PERSONIL
Dari semua personil Warkop, mungkin Dono lah yang paling intelek, walau ini agak bertolak belakang dari profil wajahnya yang 'ndeso' itu. Dono bahkan setelah lulus kuliah menjadi asisten dosen di FISIP UI tepatnya jurusan Sosiologi. Dono juga kerap menjadi pembawa acara pada acara kampus atau acara perkawinan rekan kampusnya. Kasino juga lulus dari FISIP. Selain melawak, mereka juga sempat berkecimpung di dunia pencinta alam. Hingga akhir hayatnya Nanu, Dono, dan Kasino tercatat sebagai anggota pencinta alam Mapala UI
ERA FILM
Setelah puas manggung dan mengobrol di udara, Warkop mulai membuat film-film komedi yang selalu laris ditonton oleh masyarakat. Dari filmlah para personil Warkop mulai meraup kekayaan berlimpah. Dengan honor Rp 15.000.000 per satu film untuk satu grup, maka mereka pun kebanjiran uang, karena hampir tiap tahun mereka membintangi satu film di dekade 1980-an. Malah beberapa tahun ada dua film Warkop sekaligus.
ERA TV
Dalam era televisi swasta dan menurunnya jumlah produksi film, DKI pun lantas memulai serial televisi sendiri. Serial ini tetap dipertahankan selama beberapa lama walaupun Kasino tutup usia di tahun 1997. Setelah Dono juga meninggal di tahun 2001, Indro menjadi satu-satunya personel Warkop. Sedangkan Nanu sudah meninggal tahun 1983 karena sakit liver dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta.
KREATIF
Kelebihan Warkop dibandingkan grup lawak lain, adalah tingkat kesadaran intelektualitas para anggotanya. Karena sebagian besar adalah mahasiswa (yang kemudian beberapa menjadi sarjana), maka mereka sadar betul akan perlunya profesionalitas dan pengembangan diri kelompok mereka.
Dari semua personil Warkop, mungkin Dono lah yang paling intelek, walau ini agak bertolak belakang dari profil wajahnya yang 'ndeso' itu. Dono bahkan setelah lulus kuliah menjadi asisten dosen di FISIP UI tepatnya jurusan Sosiologi. Dono juga kerap menjadi pembawa acara pada acara kampus atau acara perkawinan rekan kampusnya. Kasino juga lulus dari FISIP. Selain melawak, mereka juga sempat berkecimpung di dunia pencinta alam. Hingga akhir hayatnya Nanu, Dono, dan Kasino tercatat sebagai anggota pencinta alam Mapala UI
ERA FILM
Setelah puas manggung dan mengobrol di udara, Warkop mulai membuat film-film komedi yang selalu laris ditonton oleh masyarakat. Dari filmlah para personil Warkop mulai meraup kekayaan berlimpah. Dengan honor Rp 15.000.000 per satu film untuk satu grup, maka mereka pun kebanjiran uang, karena hampir tiap tahun mereka membintangi satu film di dekade 1980-an. Malah beberapa tahun ada dua film Warkop sekaligus.
ERA TV
Dalam era televisi swasta dan menurunnya jumlah produksi film, DKI pun lantas memulai serial televisi sendiri. Serial ini tetap dipertahankan selama beberapa lama walaupun Kasino tutup usia di tahun 1997. Setelah Dono juga meninggal di tahun 2001, Indro menjadi satu-satunya personel Warkop. Sedangkan Nanu sudah meninggal tahun 1983 karena sakit liver dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta.
KREATIF
Kelebihan Warkop dibandingkan grup lawak lain, adalah tingkat kesadaran intelektualitas para anggotanya. Karena sebagian besar adalah mahasiswa (yang kemudian beberapa menjadi sarjana), maka mereka sadar betul akan perlunya profesionalitas dan pengembangan diri kelompok mereka.
Ini dilihat dari keseriusan mereka membentuk staf yang tugasnya membantu mereka dalam mencari bahan lawakan. Salah satu staf Warkop ini kemudian menjadi pentolan sebuah grup lawak, yaitu Tubagus Dedi Gumelar alias Miing Bagito.
Saat itu Miing mengaku bahwa ia ingin sekali menjadi pelawak, dan kebetulan ia diterima menjadi staf Warkop. Kerjanya selain mengumpulkan bahan lawakan, melakukan survei lokasi (di kota atau daerah sekitar tempat Warkop akan manggung), kalau perlu melakukan pekerjaan pembantu sekalipun seperti menyetrika kostum para personil Warkop. Ini dilakukan Miing dengan serius, karena ia sadar disinilah pembelajaran profesionalitas sebuah kelompok lawak. Miing sempat ikut dalam kaset warkop dan film warkop, sebelum akhirnya membentuk kelompok lawak sendiri bersama Didin (saudaranya) dan Hadi Prabowo alias Unang yang diberi nama Bagito (alias Bagi Roto).
DISKOGRAFI (KASET)
• Kaset 01 Cangkir Kopi (warkop Live di Palembang/Plaju, masih ada Nanu)
• Kaset 02 Tenda Warung
• Kaset 03 Mana Tahan
• Kaset 04 Gerhana Asmara (bersama Srimulat)
Saat itu Miing mengaku bahwa ia ingin sekali menjadi pelawak, dan kebetulan ia diterima menjadi staf Warkop. Kerjanya selain mengumpulkan bahan lawakan, melakukan survei lokasi (di kota atau daerah sekitar tempat Warkop akan manggung), kalau perlu melakukan pekerjaan pembantu sekalipun seperti menyetrika kostum para personil Warkop. Ini dilakukan Miing dengan serius, karena ia sadar disinilah pembelajaran profesionalitas sebuah kelompok lawak. Miing sempat ikut dalam kaset warkop dan film warkop, sebelum akhirnya membentuk kelompok lawak sendiri bersama Didin (saudaranya) dan Hadi Prabowo alias Unang yang diberi nama Bagito (alias Bagi Roto).
DISKOGRAFI (KASET)
• Kaset 01 Cangkir Kopi (warkop Live di Palembang/Plaju, masih ada Nanu)
• Kaset 02 Tenda Warung
• Kaset 03 Mana Tahan
• Kaset 04 Gerhana Asmara (bersama Srimulat)
• Kaset 05 Pengen Melek Hukum (Indro sebagai mahasiswa penyuluh hukum, Kasino, Dono sebagai warga)
• Kaset 06 Pokoknya Betul - Ke Bali (Dono dan Indro pengen ke Bali, tanya ke Kasino yang orang Bali)
• Kaset 07 Semua Bisa Diatur - Lurah Indro (Indro sebagai Lurah, Dono dan Kasino sebagai warga, featuring Mi'ing sebagai rakyat / petugas RSJ)
• Kaset 08 Dokter Masuk Desa (Indro sebagai dokter baru masuk desa, dono dan kasino sebagai warga)
• Kaset 09 Makin Tipis Makin Asik (Indro sebagai pak Guru, Kasino dan Dono sebagai murid-murid)
• Kaset 06 Pokoknya Betul - Ke Bali (Dono dan Indro pengen ke Bali, tanya ke Kasino yang orang Bali)
• Kaset 07 Semua Bisa Diatur - Lurah Indro (Indro sebagai Lurah, Dono dan Kasino sebagai warga, featuring Mi'ing sebagai rakyat / petugas RSJ)
• Kaset 08 Dokter Masuk Desa (Indro sebagai dokter baru masuk desa, dono dan kasino sebagai warga)
• Kaset 09 Makin Tipis Makin Asik (Indro sebagai pak Guru, Kasino dan Dono sebagai murid-murid)
Minggu, 30 Desember 2001 | 14:40 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Wahyu Sardono yang populer dengan nama Dono, pelawak senior anggota Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro), meninggal dunia, Minggu (30/12) pukul 01.00 WIB, di Rumah Sakit (RS) Saint Carolus, Salemba, Jakarta Pusat. Sebagaimana diinformasikan Radio Elshinta, Dono meninggal akibat kanker paru-paru yang selama ini dideritanya.
TEMPO Interaktif, Jakarta:Wahyu Sardono yang populer dengan nama Dono, pelawak senior anggota Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro), meninggal dunia, Minggu (30/12) pukul 01.00 WIB, di Rumah Sakit (RS) Saint Carolus, Salemba, Jakarta Pusat. Sebagaimana diinformasikan Radio Elshinta, Dono meninggal akibat kanker paru-paru yang selama ini dideritanya.
Dono masuk RS Carolus sejak Sabtu (29/12) pukul 09.00 WIB dan sudah berada dalam keadaan koma. Menurut Reni, adik kandung almarhum yang diwawancarai reporter Radio Elshinta, sejak sebulan lalu Dono menderita kanker paru-paru. "Kami tahu dia mengidap penyakit ini satu bulan yang lalu, ketika diketahui sudah stadium akhir,"ujarnya.
Reni melanjutkan, rencananya almarhum akan disemayamkan di jalan Raya Lenteng Agung nomor 131 Jakarta Selatan. Setelah itu, Minggu pagi pukul 09.00 WIB akan langsung dibawa ke Solo untuk dimakamkan di makam keluarga. "Saat ini jenazah sedang dibersihkan, setelah selesai akan langsung kita bawa," kata Reni dengan sedih.
Berita meninggalnya Dono mendapat simpati yang luas dari pencintanya. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya ucapan belasungkawa yang datang dari pendengar yang masuk ke berbagai stasiun radio di Jakarta. Mulai dari yang mengatasnamakan perorangan hingga yang mewakili senat mahasiswa.
10 Januari 1987
BANYAK penonton televisi terkecoh di malam Tahun Baru: beberapa koran sebelumnya memberitakan, paket acara malam itu dikerjakan Warkop Prambors. Yang muncul, ternyata, bukan Dono, Kasino, dan Indro. Tapi grup lawak baru, yang namanya memang mirip: Sersan Prambors. Koran-koran keliru. "Grup Warung Kopi tak boleh lagi memakai nama Prambors," kata Sys Ns, satu dari lima personel si Sersan, yang juga seorang pengasuh Radio Prambors. Sebabnya: ketiga pelucu Warkop itu tak pernah lagi mengisi kegiatan di radio yang terletak di Jalan Borobudur, Jakarta, itu. Bersama dengan itu, Radio Prambors juga sudah melahirkan kawanan pelucu baru.
BANYAK penonton televisi terkecoh di malam Tahun Baru: beberapa koran sebelumnya memberitakan, paket acara malam itu dikerjakan Warkop Prambors. Yang muncul, ternyata, bukan Dono, Kasino, dan Indro. Tapi grup lawak baru, yang namanya memang mirip: Sersan Prambors. Koran-koran keliru. "Grup Warung Kopi tak boleh lagi memakai nama Prambors," kata Sys Ns, satu dari lima personel si Sersan, yang juga seorang pengasuh Radio Prambors. Sebabnya: ketiga pelucu Warkop itu tak pernah lagi mengisi kegiatan di radio yang terletak di Jalan Borobudur, Jakarta, itu. Bersama dengan itu, Radio Prambors juga sudah melahirkan kawanan pelucu baru.
Bahwa gerombolan yang belakangan itu disebut Sersan, riwayatnya sama dengan riwayat nama Warkop. Seperti juga Warung Kopi, Sersan adalah nama sebuah mata acara di radio itu - dengan kepanjangan Serius tapi Santai. Nah. Sejak tiga bulan lalu, Sersan - mengikuti Warkop menjadi grup komersial yang tidak melulu mengisi acara di radio. Pengelola radio pun mengambil keputusan: Warkop copot. "PT Radio Prambors akan menuntut kalau Warkop masih memakai nama Prambors. Tapi saya percaya, Warkop akan menaatinya. Mereka 'kan sarjana semua," kata Sys (cukup dibaca Sis). Di pihak Warkop, ada pengakuan tentang tidak mengisi acara dl Radio Prambors itu - karena "tak ada waktu lagi", seperti dikatakan Indro. Tapi karena mereka lahir dan besar di radio itu, sebenarnya ada perjanjian: 5%-10% penghasilan Warkop diserahkan ke Radio Prambors. Entah berapa jumlah yang sudah mereka setor. Yang jelas, pihak Sersan menyatakan "siap bertarung" dengan abangnya itu. Sersan juga sudah menghasilkan sebuah film yang kini sedang diproses di lab Hong Kong, Anunya Kamu. "Pelarangan memakai nama Prambors itu tak akan berakibat apa-apa," kata Indro, juru bicara Warkop. Lho, nantang? "Bukan begitu. Soalnya, sudah lama juga kami menanggalkan nama Prambors. Sekarang namanya Warkop DKI". Tidak, tak ada hubungannya dengan pemerintah DKI Jakarta. DKI Warkop adalah Dono, Kasino, Indro.
14 Januari 1989
PERKARA dua buah lagu Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro), berjudul Makin Tipis Makin Asyik dan Nggak Janji Deh Ya, Senin pekan lalu, mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Majelis hakim diketuai Made Puspa Aryana memvonis bebas dua orang produser kaset itu Ong Eng Kiat, 32 tahun, dan Waiyanto Gemilang, 39 tahun, masing-masing pimpinan PT Union Artis dan PT Purnama Record, dari tuntutan hukum (ontslag).
PERKARA dua buah lagu Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro), berjudul Makin Tipis Makin Asyik dan Nggak Janji Deh Ya, Senin pekan lalu, mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Majelis hakim diketuai Made Puspa Aryana memvonis bebas dua orang produser kaset itu Ong Eng Kiat, 32 tahun, dan Waiyanto Gemilang, 39 tahun, masing-masing pimpinan PT Union Artis dan PT Purnama Record, dari tuntutan hukum (ontslag).
Semula mereka dituduh menipu dan menggelapkan hak cipta kedua lagu, yang sudah menjadi milik orang lain, Harwiyono dari PT Dwi Eka Mekar (DEM). Majelis hakim dalam persidangan, yang di luar kebiasaan -- berlangsung sampai malam -- menganggap kasus itu semata-mata perkara perdata murni. Sebab, "Sebelumnya sudah ada perjanjian jual beli master rekaman kedua lagu itu antara Ong Eng Kiat dan Harwiyono -- salah seorang pimpinan PT DEM," kata Hakim Made Puspa Aryana. Semula, 25 April 1987, Ong Eng Kiat selaku produser rekaman album Warkop DKI -- yang berisi lawak dan lagu Makin Tipis Makin Asyik serta Nggak Janji Deh Ya -- mengikat perjanjian jual beli master dan cover kaset album itu dengan distributornya, Harwiyono. Dijanjikan pula bahwa Ong, dalam waktu delapan bulan, dilarang menjual lawak dan lagu dalam album itu kepada pihak lain.
Untuk itu Ong menerima pembayaran dari PT DEM sebesar Rp30 juta. Sekitar September 1987, menurut dakwaan Jaksa Nyonya S.T. Wardha Tori, Ong membujuk dan meminjam master album Warkop DKI dari karyawan PT DEM, Darma Halim dengan alasan akan mencocokkan kembali isi album tersebut. Ternyata, Ong menjual lagi kedua lagu tadi kepada produser lain, Waiyanto, dengan harga Rp500 ribu. Waiyanto, kemudian, mengedarkan sekitar 5.000 kaset hasil rekaman kedua lagu itu bersama lagu-lagu lama. Berdasarkan itu Jaksa Wardha menuduh Ong dan Waiyanto melakukan penipuan, penggelapan, penadahan, dan persaingan curang. Tapi jaksa tak mengaitkan kasus itu dengan Undang-Undang Hak Cipta. Dalam tuntutannya, Wardha bahkan hanya menuntut Ong dengan pasal penipuan, sementara Waiyanto terbukti menadah.
Karena itu, kedua terdakwa dituntut jaksa masing-masing 1 tahun dan 6 bulan penjara. Sebaliknya, Pengacara Otto Hasibuan menganggap perkara itu perdata murni. Sebabnya, ya, perjanjian jual beli tadi itu. Majelis hakim, sependapat dengan pembela, dan memvonis bebas kedua terdakwa. Atas putusan itu jaksa langsung kasasi. Terlepas dari tepat tidaknya vonis hakim, yang lebih menarik adalah proses persidangan perkara itu. Kendati perkara itu tak terbilang besar, majelis menyelenggarakan persidangan itu secara maraton. Bahkan, pada sidang Senin pekan lalu itu, acara tuntutan jaksa langsung dilanjutkan dengan pleidoi pembela, replik, plus duplik.
Bahkan malam hari itu juga, selepas beduk magrib, majelis hakim membacakan vonisnya. Menurut Hakim Made Puspa Aryana, sidang maraton itu ditempuh untuk mengejar batas waktu kepindahannya ke Singaraja, Bali. Jaksa, katanya, yang sudah diberi waktu selama dua minggu, baru bisa menyampaikan tuntutannya pada Senin itu. Padahal, keesokan harinya ia harus berangkat untuk dilantik, Rabu pekan lalu, sebagai Ketua Pengadilan Negeri Singaraja. Untuk menunda sidang dan mengganti majelis hakim, katanya, jelas tak mungkin. Sebab, "Bisa-bisa pemeriksaan mulai dari nol lagi. Padahal tahap pembuktian sudah selesai, majelis sudah punya gambaran vonisnya, dan ketua pengadilan berharap perkara itu segera diputus," tutur Aryana. Untunglah, hari itu juga, pembela bersedia menyampaikan pleidoinya secara lisan. Begitu juga replik jaksa dan duplik pembela. Yang penting, "Semua prosedur sudah dijalani, sidang maraton itu tak menyalahi hukum acara," ujar Aryana.
LUPA ATURAN MAIN | 1990 | TJUT DJALIL | Actor |
GENGSI DONG | 1980 | NAWI ISMAIL | Actor | |
I.Q. JONGKOK | 1981 | IKSAN LAHARDI | Actor | |
MANA TAHAN | 1979 | NAWI ISMAIL | Actor | |
GE...ER |
1980 | NAWI ISMAIL | Actor |
SALAH MASUK | 1992 | ARIZAL | Actor | |
MANUSIA ENAM JUTA DOLLAR | 1981 | ALI SHAHAB | Actor | |
PINTAR-PINTAR BODOH | 1980 | ARIZAL | Actor | |
BEBAS ATURAN MAIN | 1993 | TJUT DJALIL | Actor | |
MALU-MALU MAU | 1988 | SISWORO GAUTAMA | Actor | |
KESEMPATAN DALAM KESEMPITAN | 1985 | ARIZAL | Actor | |
GODAIN KITA DONG | 1989 | HADI POERNOMO | Actor | |
DEPAN BISA BELAKANG BISA | 1987 | TJUT DJALIL | Actor | |
MAKIN LAMA, MAKIN ASYIK | 1987 | A. RACHMAN | Actor | |
DONGKRAK ANTIK | 1982 | ARIZAL | Actor | |
SUDAH PASTI TAHAN | 1991 | ARIZAL | Actor | |
MAJU KENA MUNDUR KENA | 1983 | ARIZAL | Actor | |
SAYA DULUAN DONG | 1994 | ARIZAL | Actor | |
SAYA SUKA KAMU PUNYA | 1987 | TOMMY BURNAMA | Actor | |
MASUK KENA KELUAR KENA | 1992 | ARIZAL | Actor | |
SABAR DULU DONG...! | 1989 | IDA FARIDA | Actor | |
TAHU DIRI DONG | 1984 | ARIZAL | Actor | |
ATAS BOLEH BAWAH BOLEH | 1986 | TJUT DJALIL | Actor | |
GANTIAN DONG | 1985 | ARIZAL | Actor | |
BISA NAIK BISA TURUN | 1991 | ARIZAL | Actor | |
SETAN KREDIT | 1982 | IKSAN LAHARDI | Actor | |
C.H.I.P.S. | 1982 | IKSAN LAHARDI | Actor | |
JODOH BOLEH DIATUR | 1988 | AMI PRIJONO | Actor | |
ITU BISA DIATUR | 1984 | ARIZAL | Actor | |
MANA BISA TAHAN | 1990 | ARIZAL | Actor | |
POKOKNYA BERES | 1983 | ARIZAL | Actor | |
PENCET SANA PENCET SINI | 1994 | ARIZAL | Actor | |
BAGI-BAGI DONG | 1993 | TJUT DJALIL | Actor | |
SAMA JUGA BOHONG | 1986 | CHAERUL UMAM | Actor. |