SAMARINDA
Gedung bioskop pertama di Samarinda berdiri di kawasan Jalan Pelabuhan,
 Jalan Dermaga, atau sekitarnya. Namanya Glory Theater. Bioskop diperkirakan mulai dibuka pada 
1954. Setelah Glory Theater, bioskop yang lain bermunculan. Sampai era 90-an, Samarinda memiliki sekitar sepuluh bioskop.  yaitu Mahakama Theater, Bioskop Parahyangan, Bioskop Garuda, dan Bioskop Wisma Citra.
Berbicara bioskop lawas di Samarinda haruslah menyebut Mahakama Theater.
 Sebelumnya, bioskop itu bernama Luxor dan Kutai Theater. Gedung 
Mahakama Theater masih berdiri sekarang di Jalan Yos Sudarso. Ketika 
masih bernama Kutai Theater, bioskop itu paling mewah. Setiap Sabtu, anggota keluarga Angkatan Bersenjata Republik Indonesia gratis menonton.
BIOSKOP MAHAKAM
Setiap bioskop punya ciri khas. Bioskop Garuda, misalnya, spesialis 
kerap menayangkan film Mandarin dan film India. Belum ada istilah 
Bollywood saat itu. Sementara Mahakama gemar memutar film bertema koboi 
atau film dari Negeri Paman Sam.
Film di Bioskop Wisma Citra. Bioskop itu berdiri di pusat perbelanjaan 
Wisma Citra dan diresmikan pada 1976 oleh Wali Kota Kadrie Oening. Nama 
bioskop sama dengan pusat perbelanjaan di Jalan Rajawali, sekarang Jalan
 KH Samanhudi.
 Konsep Bioskop Wisma Citra adalah misbar alias gerimis bubar, Gedung teater memang berdinding namun tak beratap. Ketika pemutaran film
 lalu turun hujan, penonton pun bubar. Harga tiketnya murah, hanya 
seratus rupiah.
Di belakang studio, ruang proyektor ditangkupi seng. Penonton biasanya 
berteduh di situ sambil menonton film Raja Dangdut Rhoma Irama. Konsep 
itulah yang kemudian menjamur ke kabupaten/kota lain di Kaltim.
Bioskop Parahyangan adalah yang berikutnya. Parahyangan dulu berdiri 
di tengah kota, sekarang dekat pusat perbelanjaan Plaza Mulia di Jalan 
Bhayangkara. Tiket masuk Parahyangan pada awal 2000-an adalah Rp 7.500.
Masa keemasan bioskop di Samarinda mulai redup saat harga pesawat 
televisi kian murah. Ditambah lagi, stasiun televisi swasta masuk ke 
Kaltim. Stasiun televisi menayangkan banyak film sehingga menurunkan 
minat penonton ke bioskop. Belum lagi menjamurnya penyewaan laser disc, video compact disc, hingga DVD. Satu demi satu gedung teater akhirnya gulung layar.
Perfilman nasional baru bangkit pada awal 2000-an lewat film Ada Apa dengan Cinta.
 Jaringan bioskop nasional yang mulai merambah daerah membawa para 
penikmat film kembali ke studio. Konsekuensinya dibayar mahal oleh 
pengusaha lokal. Mereka tak bisa bersaing dengan bioskop jaringan 
nasional dengan film yang lebih update.
BIOSKOP WIRA WIJAYA
 di Kampung Jawa
BIOSKOP WISMA CITRA 
Jl. Rajawali
BIOSKOP GARUDA 
Jl. P. Diponogoro
1. Bioskop Kutai club’ di sekitar Yos Soedarso
2. Bioskop Luxor jalan Pangeran di Ponegoro
3. Glory Oos’t Borneo sekitar Pinang baris pemiliknya adalah Go Gie hien
4. Samarindah (Gedung Nasional ) jalan Panglima Batur
5. Bioskop Mahakama di jalan Yos Soedaeso
6. Wisma citra di Jalan Rajawali
7. Kaltim Teater di Pinang baris
8. Parahyangan di jalan Bhayangkara
9. Bioskop Kampoeng jawa
10. Bioskop Garuda
11. Bioskop Cendana
12. Bioskop Antasari
13. Bioskop Samarinda seberang
14. Bioskop Glory














 
