Wajah yang Khas, dan suara berat yang khas juga.
Torro Margens (lahir di Pemalang, Jawa Tengah, 5 Juli 1950; umur 59 tahun) seorang aktor dan sutradara di era tahun 1970an dan 1980an, sampai sekarang ia masih aktif bermain di sinetron. Torro Margens dikenal luas masyarakat, karena perannya yang acapkali berperan sebagai peran antagonis. Diantara film, sebagai sutradara ia memakai aktor dan aktris seperti Barry Prima, Raja Emma, Kiki Fatmala, dan Ayu Azhari.
PERAN yang dimainkan Torro Margens tak pernah lepas dari lakon marah, kejam, pemabuk. Pendek kata yang serba antagonis. Aktor yang berangkat dari teater ini mengaku tak pernah mengambil sekolah atau kursus untuk menghasilkan watak yang meyakinkan sebagai tokoh jahat. Tapi, dia juga tak mau pelit berbagi rahasia dapur.
Agar sukses berperan sebagai tokoh tamak seperti Pak Karta dalam sinetron "Aku Ingin Pulang" misalnya, dia cuma perlu melakukan beberapa hal. "Hanya perlu konsentrasi dan penghayatan penuh," ujar ayah tiga anak ini. Pria separuh baya dan berambut gondrong ini juga tak pernah kesulitan memerankan bermacam-macam karakter. Sebab, ia selalu mempelajari skenario dengan baik sebelum tampil. "Yang saya butuhkan hanya sedikit waktu untuk konsentrasi agar dapat berperan dengan total," ujar Torro.
Toro Margens puluhan tahun malang melintang di dunia film, sebelum wajahnya menghiasi sinetron-sinetron Indonesia. Dia sudah ikut meramaikan film Indonesia tahun 1970-an sebagai pemeran pembantu.
Main Film Sejak Muda
Laki-laki kelahiran Pemalang, 5 Juli 1950 ini terjun ke dunia film sejak umur 20-an. Pada tahun-tahun pertamanya di dunia film, laki-laki bernama asli Sutoro Margono ini pernah ikut bermain dalam Neraka Perempuan (1974) bersama Dicky Zulkarnain. Di film ini Torro tidak memerankan tokoh jahat.
Torro ikut juga dalam Antara Surga dan Neraka (1976) yang bercerita tentang tiga bujangan yang bekerja memuaskan para pelanggan perempuan—agak mirip Quickie Express (2007). Ia juga beberapa kali ikut film yang digarap Ratno Timoer pada 1970-an.
Film-film yang dibintangi Torro antara lain: Ciuman Beracun (1976), Si Buta dari Gua Hantu (1977), Sirkuit Cinta (1978), Sirkuit Kemelut (1980), Perawan Rimba (1982), Ken Arok-Ken Dedes (1983), Tutur Tinular III (1992), Si Kabayan Mencari Jodoh (1994), Janus: Prajurit Terakhir (2003), 9 Naga (2006), Tendangan dari Langit (2011), Mencari Hilal (2014), dan Love for Sale (2018).
Soal nama Margens, tak jelas sejak kapan dia memakainya. Setidaknya sejak 1970-an dia sudah memakai nama itu.
Di era 1970-an juga, Torro Margens pernah bermain bersama George Rudy dalam film Sirkuit Cinta (1978). Di film ini, seperti dicatat J.B. Kristanto dalam Katalog Film Indonesia 1926-1995 (1995: 192), Torro memerankan tokoh bernama Margens. Margens bersaing melawan atlet motor cross bernama Wisnu (yang diperankan George Rudy) demi memperebutkan Yanti (yang diperankan Yati Octavia). Di film ini Torro juga memainkan peran jahat.
Dunia Teater dan Sutradara
Torro Margens adalah orang teater. Menurut buku Festival Film Indonesia 1988, “Lelaki ganteng ini cukup dikenal sebagai teatrawan muda potensil, dan pernah terpilih sebagai aktor terbaik pada festival teater se—DKl”.
Torro memang bergiat dalam teater di Sanggar Prakarya. Belakangan dia jadi pemimpinnya.
Tapi Torro tak cuma bertindak sebagai aktor, dia juga pernah jadi sutradara. Film yang disutradarainya pada 1980-an salah satunya Bercinta dalam Badai (1984), di mana Meriam Bellina, Richie Richardo, dan Ayu Azhari bermain bersama.
Tak hanya film dengen genre drama menye-menye, drama yang dibumbui adegan laga pun Torro ikut membuatnya. Bersama Imam Tantowi, Torro menggarap Preman (1985). Di film itu ada Ayu Azhari dan Barry Prima. Imam Tantowi dan Torro tercatat sebagai penata skenario dan sutradara.
Torro kemudian menyutradarai lagi film bertema preman, Yang Perkasa (1986). Barry Prima bermain pula dalam film ini.
Setelah itu, ia lebih banyak menggarap film-film silat dan laga. Di antaranya Balada Cinta Anglingdarma (1990), Anglingdarma II (Pemberontakan Batik Madrim) (1992) dan Saur Sepuh V (Istana Atap Langit) (1992).
Film-film ini cukup sering dibicarakan para penonton film Indonesia. Akting dan penampilan Barry Prima sebagai Anglingdarma bahkan kerap diingat banyak orang.
Prestasinya dalam bidang penyutradaraan juga diakui publik. “Sebagai sutradara, ia pernah menjadi nominator dalam Festival Film Indonesia 1985 lewat Pernikahan Berdarah,” seperti ditulis buku Bangkitkan sinema baru Indonesia: Festival Sinetron Indonesia 1996 (1996: 59).
Main Film Sejak Muda
Laki-laki kelahiran Pemalang, 5 Juli 1950 ini terjun ke dunia film sejak umur 20-an. Pada tahun-tahun pertamanya di dunia film, laki-laki bernama asli Sutoro Margono ini pernah ikut bermain dalam Neraka Perempuan (1974) bersama Dicky Zulkarnain. Di film ini Torro tidak memerankan tokoh jahat.
Torro ikut juga dalam Antara Surga dan Neraka (1976) yang bercerita tentang tiga bujangan yang bekerja memuaskan para pelanggan perempuan—agak mirip Quickie Express (2007). Ia juga beberapa kali ikut film yang digarap Ratno Timoer pada 1970-an.
Film-film yang dibintangi Torro antara lain: Ciuman Beracun (1976), Si Buta dari Gua Hantu (1977), Sirkuit Cinta (1978), Sirkuit Kemelut (1980), Perawan Rimba (1982), Ken Arok-Ken Dedes (1983), Tutur Tinular III (1992), Si Kabayan Mencari Jodoh (1994), Janus: Prajurit Terakhir (2003), 9 Naga (2006), Tendangan dari Langit (2011), Mencari Hilal (2014), dan Love for Sale (2018).
Soal nama Margens, tak jelas sejak kapan dia memakainya. Setidaknya sejak 1970-an dia sudah memakai nama itu.
Di era 1970-an juga, Torro Margens pernah bermain bersama George Rudy dalam film Sirkuit Cinta (1978). Di film ini, seperti dicatat J.B. Kristanto dalam Katalog Film Indonesia 1926-1995 (1995: 192), Torro memerankan tokoh bernama Margens. Margens bersaing melawan atlet motor cross bernama Wisnu (yang diperankan George Rudy) demi memperebutkan Yanti (yang diperankan Yati Octavia). Di film ini Torro juga memainkan peran jahat.
Dunia Teater dan Sutradara
Torro Margens adalah orang teater. Menurut buku Festival Film Indonesia 1988, “Lelaki ganteng ini cukup dikenal sebagai teatrawan muda potensil, dan pernah terpilih sebagai aktor terbaik pada festival teater se—DKl”.
Torro memang bergiat dalam teater di Sanggar Prakarya. Belakangan dia jadi pemimpinnya.
Tapi Torro tak cuma bertindak sebagai aktor, dia juga pernah jadi sutradara. Film yang disutradarainya pada 1980-an salah satunya Bercinta dalam Badai (1984), di mana Meriam Bellina, Richie Richardo, dan Ayu Azhari bermain bersama.
Tak hanya film dengen genre drama menye-menye, drama yang dibumbui adegan laga pun Torro ikut membuatnya. Bersama Imam Tantowi, Torro menggarap Preman (1985). Di film itu ada Ayu Azhari dan Barry Prima. Imam Tantowi dan Torro tercatat sebagai penata skenario dan sutradara.
Torro kemudian menyutradarai lagi film bertema preman, Yang Perkasa (1986). Barry Prima bermain pula dalam film ini.
Setelah itu, ia lebih banyak menggarap film-film silat dan laga. Di antaranya Balada Cinta Anglingdarma (1990), Anglingdarma II (Pemberontakan Batik Madrim) (1992) dan Saur Sepuh V (Istana Atap Langit) (1992).
Film-film ini cukup sering dibicarakan para penonton film Indonesia. Akting dan penampilan Barry Prima sebagai Anglingdarma bahkan kerap diingat banyak orang.
Prestasinya dalam bidang penyutradaraan juga diakui publik. “Sebagai sutradara, ia pernah menjadi nominator dalam Festival Film Indonesia 1985 lewat Pernikahan Berdarah,” seperti ditulis buku Bangkitkan sinema baru Indonesia: Festival Sinetron Indonesia 1996 (1996: 59).
Di masa-masa suramnya perfilman Indonesia era 1990-an, Torro Margens ikut juga dalam Kuldesak (1998)—sebuah usaha dari beberapa sineas muda untuk membangkitkan film-film Indonesia.
Uka Uka hingga Wakil Bupati
Belasan tahun terakhir, Torro Margens ikut terjun ke sintetron dan FTV. Seperti biasa di sana dia meramaikan dunia hiburan dengan karakter antagonis. Generasi milenial tampaknya hanya mengenalnya sebagai aktor dengan peran-peran jahat saja.
Barangkali yang paling diingat dari Torro Margens pada generasi masa kini adalah kata "uka uka". Ucapan itu berasal nama acara misteri di salah satu stasiun televisi swasta pada awal 2000-an. Torro bertindak sebagai pembawa acara yang selalu mengatakan "uka uka" seperti merapal mantera.
Sebagai seniman kondang yang punya nama, alumnus Madrasah Paduraksa Pemalang ini pernah mengadu peruntungan sebagai calon wakil bupati. Ia mendampingi calon bupati Imam Santoso dalam Pilkada Pemalang 2010. Mereka maju sebagai pasangan independen. Sayang, nasib baik tidak di tangan mereka waktu itu.
Pada 2016, Torro terlibat dalam film yang dibesut Gatot Brajamusti, DPO. Dalam film yang tidak jelas nasibnya itu Torro berperan sebagai Satam. Gara-gara film ini Torro pernah diperiksa polisi terkait pistol yang digunakan dalam beberapa adegan, tapi hanya sebagai saksi.
Sebelum tutup usia pada 4 Januari 2019, tepat hari ini setahun lalu, wajah Torro Margens sempat muncul dalam film Love For Sale (2018) yang dibintangi Gading Marten, putra Roy Marten. Torro dan Roy tidak hanya satu angkatan, tapi juga pernah bermain bersama. Dalam Love For Sale, Torro berperan sebagai Pak Kartolo.
Torro Margens, bernama asli Sutoro Margono, lahir di Pemalang, Jawa
Tengah pada 5 Juli 1950. Sejak kecil dia bercita-cita menjadi aktor dan
sutradara.
“Saya mulai tertarik dengan dunia seni peran karena kecintaan saya pada fim India, pada waktu kecil. Setiap pulang nonton filmnya, selalu saya menirukan gerak akting pemain India di kaca. Lho kok beda? Kenapa tubuh saya yang kelihatan cuma sebagian? Kenapa nggak seperti di film, seluruh tubuh bisa kelihatan. Berangkat dari keinginan tubuh saya kelihatan di film seperti artis India, akhirnya saya menekuni seni teater,” kata Torro dalam wawancara dengan majalah Film tahun 1993.
Dalam Festival Film Indonesia 1988 disebut Torro yang hanya lulus SLTA kemudian kursus seni peran di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, workshop acting di Dir. Kes. Dirjen Kebudayaan, dan lokakarya penyutradaraan Dewan Kesenian Jakarta bidang teater. Dia cukup dikenal sebagai pemain teater muda potensial, dan pernah terpilih sebagai aktor terbaik pada festival teater se-DKI Jakarta. Sanggar Prakarya, wadah teater anak-anak muda yang dipimpinnya, berulang kali muncul sebagai yang terbaik dalam festival teater.
“Di bidang teater, nama Torro tidak bisa dipandang sebelah mata, permainannya memikat dan mengundang decak kagum penonton pertunjukannya,” demikian komentar majalah Film.
Torro juga pernah menjadi seorang dubber film luar. Menurut majalah Film, dia termasuk pen-dubber kelas satu dan cukup mahal setiap suaranya untuk menggantikan suara orang lain.
Torro mulai main film pada 1974 dalam Neraka Perempuan. Sepuluh tahun kemudian, dia menyutradarai film perdananya, Bercinta dalam Badai. Dia mengaku cukup puas karena hasil penyutradaraan itu untuk memenuhi syarat menjadi sutradara yang telah ditetapkan organisasi KFT (Karyawan Film dan Televisi). Waktu itu, untuk menjadi sutradara film atau televisi harus lulus sertifikasi dari KFT.
“Ketika hasil penyutradaraan pertama saya serahkan ke KFT. KFT langsung mengakui hasil garapan saya bagus. Saya tanpa harus menunggu film kedua dan ketiga, langsung dikukuhkan sebagai sutradara resmi. Itu kebanggaan saya,” kata Torro.
“Saya mulai tertarik dengan dunia seni peran karena kecintaan saya pada fim India, pada waktu kecil. Setiap pulang nonton filmnya, selalu saya menirukan gerak akting pemain India di kaca. Lho kok beda? Kenapa tubuh saya yang kelihatan cuma sebagian? Kenapa nggak seperti di film, seluruh tubuh bisa kelihatan. Berangkat dari keinginan tubuh saya kelihatan di film seperti artis India, akhirnya saya menekuni seni teater,” kata Torro dalam wawancara dengan majalah Film tahun 1993.
Dalam Festival Film Indonesia 1988 disebut Torro yang hanya lulus SLTA kemudian kursus seni peran di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, workshop acting di Dir. Kes. Dirjen Kebudayaan, dan lokakarya penyutradaraan Dewan Kesenian Jakarta bidang teater. Dia cukup dikenal sebagai pemain teater muda potensial, dan pernah terpilih sebagai aktor terbaik pada festival teater se-DKI Jakarta. Sanggar Prakarya, wadah teater anak-anak muda yang dipimpinnya, berulang kali muncul sebagai yang terbaik dalam festival teater.
“Di bidang teater, nama Torro tidak bisa dipandang sebelah mata, permainannya memikat dan mengundang decak kagum penonton pertunjukannya,” demikian komentar majalah Film.
Torro juga pernah menjadi seorang dubber film luar. Menurut majalah Film, dia termasuk pen-dubber kelas satu dan cukup mahal setiap suaranya untuk menggantikan suara orang lain.
Torro mulai main film pada 1974 dalam Neraka Perempuan. Sepuluh tahun kemudian, dia menyutradarai film perdananya, Bercinta dalam Badai. Dia mengaku cukup puas karena hasil penyutradaraan itu untuk memenuhi syarat menjadi sutradara yang telah ditetapkan organisasi KFT (Karyawan Film dan Televisi). Waktu itu, untuk menjadi sutradara film atau televisi harus lulus sertifikasi dari KFT.
“Ketika hasil penyutradaraan pertama saya serahkan ke KFT. KFT langsung mengakui hasil garapan saya bagus. Saya tanpa harus menunggu film kedua dan ketiga, langsung dikukuhkan sebagai sutradara resmi. Itu kebanggaan saya,” kata Torro.
GOYANG SAMPAL TUA | 1978 | RATNO TIMOER | Actor | |
SEPASANG MATA MAUT | 1989 | TORRO MARGENS | Actor Director | |
ADUH ADUH MANA TAHAN | 1980 | SUSILO SWD | Actor | |
SORGA DUNIA DI PINTU NEKA | 1983 | HENKY SOLAIMAN | Actor | |
ANAK-ANAK TAK BERIBU | 1980 | MAMAN FIRMANSJAH | Actor | |
PERNIKAHAN BERDARAH | 1987 | TORRO MARGENS | Director | |
TUTUR TINULAR III | 1992 | SOFYAN SHARNA | Actor | |
PELAYAN GEDONGAN | 1983 | RATNO TIMOER | Actor | |
MALAM PENGANTIN | 1975 | LUKMAN HAKIM NAIN | Actor | |
ANNA MARIA | 1979 | HASMANAN | Actor | |
ANTARA SURGA DAN NERAKA | 1976 | RATNO TIMOER | Actor | |
SORGA YANG HILANG | 1977 | PITRAJAYA BURNAMA | Actor | |
KABUT ASMARA | 1994 | TORRO MARGENS | Director | |
SI BUTA DARI GUA HANTU | 1977 | PITRAJAYA BURNAMA | Actor | |
SI KABAYAN MENCARI JODOH | 1994 | MAMAN FIRMANSJAH | Actor | |
NERAKA PEREMPUAN | 1974 | CHARLES ANAKOTTA | Actor | |
SIRKUIT CINTA | 1978 | RATNO TIMOER | Actor | |
SIRKUIT KEMELUT | 1980 | LUKMAN HAKIM NAIN | Actor | |
BLOK M | 1990 | EDUART P. SIRAIT | Actor | |
PREMAN | 1985 | TORRO MARGENS | Director | |
PERAWAN RIMBA | 1982 | DANU UMBARA | Actor | |
LUKISAN BERLUMUR DARAH | 1988 | TORRO MARGENS | Director | |
BERCINTA DALAM BADAI | 1984 | TORRO MARGENS | Director | |
PRABU ANGLINGDARMA | 1990 | TORRO MARGENS | Director | |
AKIBAT GODAAN | 1978 | MATNOOR TINDAON | Actor | |
MENUMPAS TERORIS | 1986 | IMAM TANTOWI | Actor | |
YANG PERKASA | 1986 | TORRO MARGENS | Director | |
BERCANDA DALAM DUKA | 1981 | ISMAIL SOEBARDJO | Actor | |
SAUR SEPUH V | 1992 | TORRO MARGENS | Director | |
KEN AROK - KEN DEDES | 1983 | DJUN SAPTOHADI | Actor | |
ASSOY | 1977 | RATNO TIMOER | Actor | |
BENCI TAPI RINDU | 1979 | RATNO TIMOER | Actor | |
CINTA BERDARAH | 1989 | TORRO MARGENS | Actor Director | |
CIUMAN BERACUN | 1976 | RATNO TIMOER | Actor | |
KAU DAN AKU SAYANG | 1979 | RATNO TIMOER | Actor | |
GONDORUWO | 1981 | RATNO TIMOER | Actor | |
PRABU ANGLINGDARMA II | 1992 | TORRO MARGENS | Director | |
SURGAKU NERAKAKU | 1994 | TORRO MARGENS | Actor Director |