CIKARANG
Cikarang adalah ibu kota Kewedanaan (Kantor perwakilan pembantu bupati diatas camat) di Kabupaten Bekasi. Wilayahnya terdiri Kecamatan Tambun, Cikarang, Lemahabang, Kedung Waringin, dan Cibitung. Kewedanaan Cikarang merupakan wilayah pusat perdagangan dan hiburan yang dikenal sebagai kota yang tak pernah tidur.
Salah satu penunjang keramaian di Kecamatan Cikarang era tahun 70an - 80an adalah hadirnya gedung-gedung bioskop yang keren kala itu, bahkan di Kewedanaan Cikarang, hanya Kecamatan Cikarang yang memiliki bioskop, tak tanggung-tanggung jumlahnya tiga bioskop di lokasi yang berdekatan hanya beberapa ratus meter jarak antar bioskop.
Pasti banyak pembaca yang mempunyai pengalaman maupun sweet memory mengenai bioskop. Bahkan, saat pacaran pun lokasi bioskop memiliki peranan penting. Maklum, di bioskop kita bisa duduk berduaan di tempat remang remang dengan nyaman, tak beda jauh dengan muda-mudi Cikarang era 70-80an dengan bercelana cutbrai berkemeja dengan kancing terbuka hingga terlihat dada bagi pria, bioskop memegang peranan penting untuk mencari hiburan.
Era 90an ke tahun 2000an bioskop-bioskop ini tergerus jaman dan akhirnya memilih tutup, dari hasil ngobrol-ngobrol urbancikarang dengan tetua saksi bioskop-bioskop Cikarang. Tutupnya bioskop-bioskop ini disebabkan beberapa faktor, antara lain era televisi booming dimana hadirnya tv-tv swasta, jika dulu paling hanya tv TVRI.
Modernisasi Cikarang, hadirnya kota industri di Cikarang tahun 1995 turut menggerus dengan kehadiran bioskop yang lebih modern dan nyaman yang dikelola korporasi dibanding bioskop-bioskop yang dikelola perorangan, dan faktor era boomingnya VCD player dimana masyarakat dengan mudah menyaksikan film-film menggunakan VCD player dengan harga terjangkau, pun dengan keping-keping VCD yang mudah didapatkan. Pada akhirnya ketiga bioskop ini sepi dan ditinggal penonton setia mereka.
BIOSKOP PASAR CIKARANG
Bioskop ini berada di Pasar Cikarang (sekarang Pasar Lama Cikarang) Jl. Yos Sudarso dekat pecinan, bioskop satu layar ini terbilang di kelas menengah karena banyak pedagang dan masyarakat kelas menengah, dan muda-mudi yang berkantong lumayan kala itu menonton di bioskop ini dengan harga tiket dipatok dikisaran Rp1000, jejak-jejak bekas bioskop ini sudah tidak nampak lagi, hanya bekas-bekas bangunan toko tua.
BIOSKOP MINI THEATRE CIKARANG
Bioskop ini berada di Jl. Yos Sudarso simpang Jl. Kapten Sumantri berjarak kurang lebih 500 meter dari bioskop Pasar Cikarang, bioskop satu layar ini dikenal sebagai bioskop yang murah meriah dan berfasilitas apa adanya, tiket yang dipatok kala itu Rp300-Rp500 saja. Bioskop ini dikenal juga dengan istilah misbar, karena atap-atap seng yang menutupinya kerap bolong dan jika hujan datang tentu saja bocor ke penonton, dan jika sudah begitu penonton yang kebocoran tentu pindah atau malah bubar. Misbar kepanjangan dari gerMIS buBAR. Kala itu bioskop ini juga menjadi favorit muda-mudi yang berseragam sekolah untuk menonton film, tentu saja karena dikenal sebagai bioskop murah meriah film-filmnya tidak secepat tayang di bioskop Pasar Cikarang.
BIOSKOP MULIA THEATRE
BIOSKOP MULIA THEATRE
Bioskop ini berada di Jl. Gatot Subroto berjarak kurang lebih 300 meter dari bioskop Mini Theater Cikarang, bioskop ini memiliki dua layar atau theater dan dikenal sebagai bioskop yang lumayan nyaman dengan harga tiket yang lebih mahal dibanding kedua bioskop sebelumnya, yakni Rp2000. Bioskop ini dikenal 'hobi' memutar film-film India yang kala itu memang sedang ngetren. Bioskop ini memiliki kelas-kelas tempat duduk, diantaranya kelas balkon dan reguler. Berbeda dengan kedua bioskop sebelumnya, kalau di bioskop Pasar Cikarang dan Mini Theater Cikarang sebelum film dimulai penonton menunggu di luar bioskop sedangkan di Mulia Theater penonton bisa menunggu di lobi bioskop.
Ketiga bioskop tersebut tinggal cerita klasik bagi orang-orang tua kita yang lahir dan hingga usia tuanya kini masih di Cikarang, bagi kamu yang kelahiran era 90 dan besar di Cikarang paling tidak mengenal bioskop ini, salah satu redaksi urbancikarang masih ingat betul ketika usia SD beramai-ramai bersama teman-teman menyaksikan film perjuangan yang ditugasi sekolah di bioskop Mulia Theater sekitar tahun 2003. Kini yang tersisa hanya gedung-gedung tua yang menjadi saksi bisu betapa pada masanya Cikarang sudah sedemikian maju pesat menjadi salah satu kota penting di Kabupaten Bekasi.
DEPOK
Gagasan awal pendirian bioskop di Depok adalah inisiatif LE. Loen. Ini terjadi tahun 1934. Namun keinginan
mendirikan bioskop ditolak dewan Gemeente Depok. Para anggota dewan berdalih, keberatan
karena sedang kesulitan. Akan tetapi sebagian besar warga berkeinginan adanya
bioskop. Melihat animo masyarakat atas inisiatif ini, Loen membawa lebih 100
tanda tangan warga kepada Bestuur Gemeente Depok (lihat Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 18-06-1934).
Bioskop pada waktu itu baru ada di Batavia dan Buitenzorg. Di Batavia bahkan sudah sejak 1900 bioskop diperkenalkan dan jumlahnya sudah ada beberapa. Sementara di Buitenzorg sudah terdapat dua buah.
Deadlock antara warga yang diwakili LE Loen dengan Dewan Gemeente Depok
akhirnya Asisten Residen Buitenzorg turun tangan untuk menengahi. Hal ini
petisi pendirian bioskop sudah berjumlah 120 orang. Namun tetap gagal. Dalam
konferensi yang kedua yang diprakarsai Asisten Residen, dalam keputusan akhir,
disepakati pendirian bioskop dapat dilanjutkan dengan ketentuan Gemeente Bestuur
mendapat lima persen hasil penjualan tiket (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 16-07-1934).
Lokasi bangunan bioskop
itu ternyata kemudian dipilih di tempat yang strattegis. Dalam perkembangannya
bioskop perdana di Depok ini direnovasi dengan membangun gedung yang lebih
baik. Lokasi bioskop ini berada di Kerkweg yang kemudian menjadi Jalan Pemuda.
Situs bioskop ini masih tampak pada masa ini.
Kebutuhan bioskop di Depok sudah
dirasakan tahun 1929. Hal ini muncul ketika suatu perayaan diadakan anak-anak
berpartisipasi untuk membuat pegelaran drama di dalam panggung, namun panggung
yang terbuka ini karena hujan membuat pakaian anak-anak menjadi kotor. Meski
demikian adanya, penonton yang datang dari berbagai penjuru tetap antusias.
Panitia menyatakan bahwa pertunjukan teater ini sukses besar. Hal ini boleh
jadi di mana Depok tidak memiliki bioskop permanen (Bataviaasch nieuwsblad, 01-07-1929).
Keinginan adanya bioskop di Depok semakin menguat pada
tahun-tahun berikutnya. Seorang pengusaha bioskop keliling (dari Batavia)
melihat peluang ini dengan menyelenggarakan bioskop di Depok (Het nieuws van
den dag voor Nederlandsch-Indie, 23-11-1932). Namun muncul kemudian persoalan
antara penyelengara dan pengusaha berbeda hitungan dalam hal pemasukan.
Pengusaha menganggap bioskop selalu penuh namun menganggap pemasukan dari harga
jual tiket tidak sesuai dengan yang dilaporkan. Lalu tenda bangunan
bioskop kemudian segera dibongkar atas perintah pengusaha. Laba bersih penyelenggaraan
bioskop ini dialoksikan untuk kolonisasi (misionaris Kristen) di Manokwari.
Elhandra theater di Jl.Siliwangi, Pancoran Mas theater di Jl.Pemuda
sekarang sudah beralih fungsi menjadi gereja, Depok theater di
Jl.Margonda, sekarang RB swalayan (di depan ITC), Century theater di Jl
Komodo Raya sekarang Jl.Arif Rahman Hakim, Sandra theater di Jl.Pitara,
Gloria theater di Jl.Proklamasi, Agung theater di Jl.Proklamasi tepatnya
dilantai atas pasar Depok II Timur sekarang lebih dikenal dengan
sebutan pasar Agung, Mekarjaya theater di sebelah barat pasar Musi Depok
II Timur, cimanggis theater di Jl. Raya Jakarta-Bogor,