Nama Asli Sisworo Gautama Putra; S. Gatra.
Isidoro Gautama Lahir Kamis, 26 Mei 1938 di Asahan. Pendidikan : Lulus SLA, mengikuti kursus penyutradaraan oleh Kotot Sukardi atas penyelenggaraan Anom Pictures (1961). Sebelum masuk dunia film Sisworo pernah menjadi pemain sandiwara Taman Pemuda. Bekerja di film sejak 1962, mulai sebagai Pencatat Skrip untuk"Tudjuh Pradjurit" produksi Gema Masa Film. Sampai tahun 1965 ia kerja di perusahaan tersebut dalam jabatan Pencatat Skrip, Pembantu Sutradara, Pembantu Unit, Pimpinan Produksi. Setelah rnenjadi Pembantu Sutradara untuk beberapa film, tahun 1972 Sisworo menjadi sutradara penuh lewat "Dendam Si Anak Haram." Film lainnya "Cinta Kasih Mama" (1976), "Dua Pendekar Pembelah Langit"(1977),Primitip ('78), dan lain-lain.
SISWORO DAN HOROR
Pengabdi Setan (1980) menempati peringkat teratas dari 13 film Indonesia paling menyeramkan versi Rolling Stones tahun 2015: “Pengabdi Setan memiliki atmosfer seram yang tak pernah surut di sepanjang film. Gaya pengambilan gambarnya juga tergolong baik untuk ukuran film horor pada masanya, bahkan jika bicara skala Asia.”
Dari 13 film Indonesia paling menyeramkan itu hampir setengahnya karya Sisworo, seperti Sundel Bolong (1981), Telaga Angker (1984), Malam Jumat Kliwon (1986), Malam Satu Suro (1988), dan Santet (1988).
Sisworo yang dikenal pula dengan nama Naryono Prayitno atau S. Gatra tersohor sebagai sutradara film horor. Dalam Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978, tecatat bahwa Sisworo lahir di Asahan, Sumatra Utara, pada 26 Mei 1938. Pendidikannya Sekolah Lanjutan Atas kemudian kursus penyutradaraan pada Kotot Sukardi yang diselenggarakan oleh Anom Pictures pada 1961.
Kotot Sukardi adalah tokoh seniman Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), aktif sebagai sutradara pada 1950-1960an, dan pendiri Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI). Film karya Kotot, Si Pintjang (1952) diikutkan di Festival Internasional di Karlovy-Vary, Cekoslovakia, tahun 1952. Kotot menerima anugerah Satyalancana Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2015.
Sebelum masuk dunia film, Sisworo pernah menjadi pemain sandiwara Taman Pemuda. Bekerja di film sejak 1962 sebagai pencatat skrip untuk film Tudjuh Pradjurit produksi Gema Masa Film. Dia bekerja di Gema Masa Film sampai tahun 1965 sebagai pencatat skrip, pembantu sutradara, pembantu unit, pimpinan produksi dan asisten sutradara. Dia menjadi asisten sutradara untuk beberapa film antara lain Expedisi Terachir (1964), Buruh Pelabuhan (1965), Honey Money and Djakarta Fair (1970), dan Angkara Murka (1972).
Sisworo mulai menjadi sutradara untuk film pertamanya, Dendam Si Anak Haram (1972), merangkap penulis cerita/penyusun skenario. Selanjutnya dia tetap menjadi sutradara dengan sesekali merangkap jadi penulis skenario.
Pada 1981-1991 film horor Indonesia mencapai puncak keemasan dengan jumlah produksi 84 judul. Selama itu, Sisworo menjadi sutradara film horor paling produktif. Setelah sukses dengan film horor pertamanya, Pengabdi Setan, dia hampir setiap tahun merilis film horor antara lain: Sundel Bolong (1981), Nyi Blorong (1982), Nyi Ageng Ratu Pemikat dan Perkawinan Nyi Blorong (1983), Telaga Angker (1984), Bangunnya Nyi Roro Kidul dan Ratu Sakti Calon Arang (1985), Malam Jumat Kliwon dan Petualangan Cinta Nyi Blorong (1986), Malam Satu Suro dan Santet (1988), Wanita Harimau, Santet II dan Pusaka Penyebar Maut (1989), Titisan Dewi Ular (1990), Perjanjian di Malam Keramat dan Ajian Ratu Laut Kidul (1991), Kembalinya Si Janda Kembang (1992), dan Misteri di Malam Pengantin (1993).
Film-film horor garapan Sisworo laris manis di pasaran. Daya tariknya tidak hanya cerita menyeramkannya, tetapi juga pemerannya: Suzanna yang dikenang sebagai ikon film horor Indonesia. Selama kariernya sang “Ratu Film Horor” itu memerankan 16 judul film horor, sebagian besar garapan Sisworo.
“Sisworo Gautama Putra adalah sutradara andal yang kebanyakan menyutradarai film-film horor Suzanna dari tahun 1981-1991, seperti Nyi Blorong, Nyi Ageng Ratu Pemikat, Telaga Angker, dan sebagainya. Film-film tersebut cukup sukses di pasaran,” tulis Muhamad Lutfi dan Agus Trilaksana dalam “Perkembangan Film Horor Indonesia 1981-1991,” jurnal Avatara Vol. I No. I tahun 2013.
Film-film horor karya Sisworo yang diperankan Suzanna kerap masuk lima film box office seperti Sundel Bolong, serial Nyi Blorong, Nyi Ageng Ratu Pemikat, dan Telaga Angker. Bahkan, film Nyi Blorong diputar di Singapura dengan judul Snake Queen sampai 1983. Film Sisworo yang juga masuk box office adalah Sangkuriang (1982).
Kendati terkenal sebagai sutradara film horor, Sisworo juga membuat film laga, drama, komedi, bahkan kisah fantasi. Misalnya, Jaka Sembung Sang Penakluk (1981) yang dibintangi Barry Prima, Cinta Kasih Mama (1976) dibintangi Adi Bing Slamet dan Yati Octavia, Aladin dan Lampu Wasiat (1980) diperankan oleh Rano Karno, serta film Warkop Malu Malu Mau (1988).
Menurut Muhamad Lutfi dan Agus Trilaksana misi Sisworo mengangkat kebudayaan mistik Indonesia yang diwujudkan melalui sebuah film horor. Dengan demikian, penonton menjadi tahu sekaligus takut.
Sisworo mengakhiri kariernya sebagai sutradara dengan film Misteri Malam Pengantin (1993). Dia meninggal pada 5 Januari 1993 di usia 55 tahun.
SUZZANA DAN HOROR
Merunut sejarah perfilman horor Indonesia, nama Suzzanna menjadi salah satu pionirnya. Setelah beragam film, ia akhirnya menemukan ‘jati diri’ sebagai ratu film horor sejak membintangi Beranak dalam Kubur (1971).
Selama berpuluh-puluh tahun kemudian, Suzzanna identik dengan wajah perfilman horor Indonesia. Tak perlu perempuan-perempuan seksi seperti film horor belakangan ini. Tatapan dan mimik wajah Suzzanna saja sudah membuat ngeri.
Terhitung Suzzanna pernah memerankan beragam hantu. Mulai sundel bolong, kuntilanak, Nyi Blorong, sampai Ratu Laut Kidul. Siluman ular dan buaya pun pernah ia mainkan.
Di suksesnya film-film horor yang dibintangi Suzzanna itu, ada tangan Sisworo Gautama Putra yang ikut andil. Dari puluhan film yang dibintangi Suzzanna, kebanyakan ia lah sang sutradara. Film yang ditanganinya termasuk Sundel Bolong, Bangunnya Nyi Roro Kidul, Telaga Angker, dan Nyi Ageng Ratu Pemikat.
Sisworo menjadi sutradara terkenal kala Indonesia berada dalam masa keemasan perfilman, yakni di tahun '70-an hingga awal '90-an, sebelum ia mangkat pada 5 Januari 1993.
Nama Sisworo sendiri juga identik dengan horor, meski tak seterkenal bintang yang ia orbitkan. Sebelum menggarap film Suzzanna pada '80-an, ia sudah terkenal menguasai ranah perfilman bergenre horor.
Filmnya yang berjudul Primitif (1978) sudah mendunia dan diedarkan di berbagai negara lain dengan judul berlainan. Cannibales di Perancis dan Der Todesschrei der Kannibalen di Jerman. Film itu juga disebut menuai kontroversi sebagai film Indonesia pertama yang membahas kanibalisme sebagai unsur cerita utama.
Film Pengabdi Setan (1980) juga beredar secara internasional, mulai dari Jepang hingga ke Eropa dan Amerika.
Karier Sisworo sebagai sutradara, pertama kali dijajaki lewat pelatihan pada 1961. Satu tahun kemudian, ia memulai sebagai sineas dengan bekerja di studio Gema Masa Film.
Di sana, ia bekerja sebagai penulis skenario lanjutan, manajer unit, manajer produksi hingga kemudian asisten sutradara. Debut sutradaranya dimulai pada 1972 lewat film Dendam si Anak Haram, yang skenarionya juga ditulis olehnya.
Sisworo acap kali mengarahkan film horor laris, misalnya Nyi Blorong (1982). Kurang lebih sudah 35 judul film yang ia garap sebagai sutradara. Sebelum wafat, Sisworo menggarap film terakhirnya, Misteri di Malam Pengantin dan dirilis di bioskop setelah kematiannya.
PENEMU SUZZANA DAN IKON HOROR
Meski kebanyakan film horor populer yang dibintangi Suzanna berada di bawah kendali mendiang Sisworo, tapi ia bukan yang pertama menemukan ‘bakat’ Suzzanna menakut-nakuti orang. Sosok yang mengarahkan akting Suzzanna dalam film horor pertama kali adalah Awaludin dan Ali Shahab.
Keduanya merupakan sutradara untuk film Beranak Dalam Kubur, yang diadaptasi dari komik berjudul Tangisan di Malam Kabut karya Ganes TH. Selain Suzzanna, film itu turut dibintangi oleh Mieke Widjaja, Dicky Suprapto, dan Ami Prijono. Dicky kelak menjadi suami Suzzanna.
Awaludin sendiri merupakan sosok yang tak hanya duduk di kursi sutradara, tapi juga kerap berperan sebagai aktor utama dari filmnya. Ia pernah muncul dalam film Kekasih Ajah, Akibat, Kalung Mutiara, Lagak International, dan Taman Harapan.
Berkat kemampuannya aktingnya, ia bahkan pernah meraih Piala Citra sebagai Aktor Pendukung Terbaik Festival Film Indonesia dalam film Lewat Djam Malam, garapan Usmar Ismail. Suzzanna sendiri pernah berhubungan dengan Usmar saat ikut audisi Tiga Dara, karya yang juga disutradarai sang Bapak Perfilman Indonesia.
Awaludin wafat pada 24 Februari 1980, di usia 63 tahun.
Rekan Awaludin di film Beranak Dalam Kubur, Ali Shahab merupakan seorang sutradara senior Indonesia sekaligus wartawan. Ketimbang film horor pertama Suzanna dan beberapa judul film lain yang digarapnya, Ali lebih dikenal kala menyutradarai sebuah judul sinetron.
Salah satu sinetronnya berjudul Rumah Masa Depan. Itu tayang di TVRI pada era '80-an. Selain di dunia film, Ali yang juga mahir dalam dunia menulis, membuat novel-novel remaja bernuansa Islami. Ali merupakan saudara kandung dari Alwi Shahab, wartawan dan budayawan.