PONTIANAK
Pada abad 20, aktivitas perdagangan Pontianak marak dengan kegiatan ekspor impor. Fasilitas utama dalam kawasan ini adalah pelabuhan, dengan sarana pendukung seperti bangunan dan dermaga.
"Kompleks pelabuhan terletak di Fabriek Weg (Jalan Pabrik, sekarang Jalan Pak Kasih), terdapat kantor kepala pelabuhan, kantor imigrasi, kantor bea cukai, kantor notaris, kantor maskapai pelayaran KPM, dan gudang perusahaan ekspor impor NV Borneo Sumatera Handel Maatschapiij (Borsumij),
Kompleks pasar saat itu merupakan pasar sentral, dan pasar permanen satu-satunya di Pontianak, yang menjadi pusat distribusi dari berbagai komoditas. Pemerintah kolonial membaginya ke dalam beberapa area sesuai komoditas
Timur kawasan pasar terdapat Komedie Weg (Jalan Hiburan, di jalan-jalan ini tersedia fasilitas hiburan, kini Jalan Mahakam), terdapat dua bioskop yaitu Orient Bioscoop, dan Capitol Bioscoop. "Di seberang dua bioskop ini masih di Voorstraat di muka pasar terdapat dua bioskop lain, Ng A Tje Bioscoop dan Borneo Bioscoop,"
"Kompleks pelabuhan terletak di Fabriek Weg (Jalan Pabrik, sekarang Jalan Pak Kasih), terdapat kantor kepala pelabuhan, kantor imigrasi, kantor bea cukai, kantor notaris, kantor maskapai pelayaran KPM, dan gudang perusahaan ekspor impor NV Borneo Sumatera Handel Maatschapiij (Borsumij),
Kompleks pasar saat itu merupakan pasar sentral, dan pasar permanen satu-satunya di Pontianak, yang menjadi pusat distribusi dari berbagai komoditas. Pemerintah kolonial membaginya ke dalam beberapa area sesuai komoditas
Timur kawasan pasar terdapat Komedie Weg (Jalan Hiburan, di jalan-jalan ini tersedia fasilitas hiburan, kini Jalan Mahakam), terdapat dua bioskop yaitu Orient Bioscoop, dan Capitol Bioscoop. "Di seberang dua bioskop ini masih di Voorstraat di muka pasar terdapat dua bioskop lain, Ng A Tje Bioscoop dan Borneo Bioscoop,"
BORNEO BIOSCOOP
Selain bioskop, terdapat pula Societet La Belle yang merupakan gedung perkumpulan semacam klub hiburan orang Eropa, dan elite pribumi di Jalan Societet, di sisi barat kompleks pasar.
Bahwa sebuah supermarket dan bakery bernama Kaisar yang kurang lebih
terletak di depan Gereja Katedral Katolik Pontianak, pada tahun 1990-an. Supermarket Kaisar tersebut sempat berubah fungsi
menjadi Diskotek sebelum akhirnya menjadi supermarket seperti sekarang.
Ada beberapa bioskop tersebar di seluruh
Pontianak pada tahun 1990-an. Seperti Bioskop Khatulistiwa dan yang
sangat berdekatan di Jalan Tanjungpura, kurang lebih di depan area Pasar
Tengah. Bioskop Khatulistiwa terletak tepat di seberang jalur
penyebrangan, di dekat terminal Kota Baru. Bioskop Abadi ini
kerapkali memutarkan film-film ‘panas’ ala Indonesia, yang ternyata
mulai diulang pada masa kini. Yaitu film ‘panas’ berbalutkan komedi atau
horor. Bintangnya saat itu jelas Suzanna, Eva Arnaz, dan tentu
saja Barry Prima. Namun, gedung bioskop ini sekarnag sudah
tidak jelas fungsinya. Gedung ini kosong dan tak berfungsi. Sedangkan bioskop Abadi sekarang
dialih fungsikan menjadi Bank BII.
Bioskop sangat populer dan menjadi
tempat hiburan masyarakat yang dapat diandalkan. Maklum, film Indonesia
sedang ‘booming’ merajai negeri bersaing dengan film-film manca.
Lukisan-lukisan reklame film India, Mandarin, Amerika dan Indonesia
saling berdampingan menghiasi bioskop-bioskop di seluruh kota. Begitu
populernya tempat hiburan masyarakat ini, bahkan di
kecamatan-kecamatan, ibukota Kabupaten bahkan di daerah yang dianggap
‘pelosok’ pun sempat ada dan berjalan dengan baik. Di Mempawah dan
Putussibau pun sempat ada bioskop.
SINGKAWANG
BIOSKOP METROPLE
Di
jantung kota ini Anda akan menemukan sebuah bangunan tua dengan bentuk
yang unik menyerupai rumah besar dengan teras balkon di bagian atas yang
menghadap ke depan jalan sementara pada puncak bangunan menjulang
semacam menara berbentuk kotak persegi panjang cukup tinggi ke atas
hingga beberapa puluh meter bila diukur dari dari dasar bangunan. Di
sisi kiri dan kanan bagian bawah bangunan tepat di samping gerbang besi
terdapat loket kecil cukup untuk seseorang dapat memasukkan tangan
untuk membayar dan menerima karcis masuk ke dalam gedung tersebut.
Bangunan tua ini juga menjadi salah satu ciri khas ketika memasuki Kota
Singkawang karena bentuknya yang unik dan terlihat kuno yang cukup
mengundang perhatian.
Awalnya pada menara kotak bangunan tua tersebut tersusun secara vertikal abjad-abjad yang membentuk sebuah kata Metropole. Konon kata Metropole pada bangunan ini ingin menunjukkan arti bahwa bangunan tersebut terletak pada pusat kota besar. Namun itu dulu, karena sekarang bangunan tersebut tidak berfungsi sama seperti dulu lagi yakni sebagai gedung bioskop atau panggung cinema tempat di mana masyarakat yang haus akan hiburan datang berbondong-bondong dari segala penjuru untuk menyaksikan aksi film-film layar lebar yang diputar di dalamnya.
Metropole awalnya dibangun pada tahun 1954 dan sempat menjadi magnet yang kuat untuk membawa datang banyak orang menonton film di Metropole atau hanya sekadar bersantai ria di depan halamannya yang dulu dipenuhi dengan café kecil tempat menunggu sebelum panggung dimulai. Dari letaknya yang strategis bangunan tua ini memang menjadi pusat hiburan Kota ‘Amoy’ di zaman baheula. Agaknya seperti lokasi mall tempo doeloe yang juga menyediakan beberapa pusat perbelanjaan di sekitar bangunannya.
Awalnya pada menara kotak bangunan tua tersebut tersusun secara vertikal abjad-abjad yang membentuk sebuah kata Metropole. Konon kata Metropole pada bangunan ini ingin menunjukkan arti bahwa bangunan tersebut terletak pada pusat kota besar. Namun itu dulu, karena sekarang bangunan tersebut tidak berfungsi sama seperti dulu lagi yakni sebagai gedung bioskop atau panggung cinema tempat di mana masyarakat yang haus akan hiburan datang berbondong-bondong dari segala penjuru untuk menyaksikan aksi film-film layar lebar yang diputar di dalamnya.
Metropole awalnya dibangun pada tahun 1954 dan sempat menjadi magnet yang kuat untuk membawa datang banyak orang menonton film di Metropole atau hanya sekadar bersantai ria di depan halamannya yang dulu dipenuhi dengan café kecil tempat menunggu sebelum panggung dimulai. Dari letaknya yang strategis bangunan tua ini memang menjadi pusat hiburan Kota ‘Amoy’ di zaman baheula. Agaknya seperti lokasi mall tempo doeloe yang juga menyediakan beberapa pusat perbelanjaan di sekitar bangunannya.
Dari dalam, Metropole memiliki kursi penonton yang terbilang cukup banyak berisi ratusan kursi yang tersusun rapi dari depan ke belakang. Kursinya masih menggunakan kursi kayu yang alasnya dapat ditutup dan dibuka sewaktu-waktu ketika seseorang ingin duduk di sana dan bila tidak berhati-hati tangan penonton pun dapat terjepit di sela-sela kayunya.
Di awal berdiri bioskop tua ini banyak menghadirkan film-film laga khas Kungfu Chinese dan beberapa film negeri jiran yang sempat booming di era tahun 50-an sampai 60-an di samping film-film dalam negeri tempo dulu yang banyak dibumbui tema-tema horor. Sensasi horor nan mencekam pun cepat merambat tatkala diputar di gedung bioskop tua yang dingin serta langit-langit yang tinggi cukup untuk burung-burung walet dan kelelawar membuat sarang di atasnya. Tak jarang ketika ketegangan film memuncak burung-burung dan kelelawar yang bersarang di atas langit-langit Metropole pun ikut berhamburan keluar dari sarangnya.
Kejayaan Metropole sebagai sarana hiburan cinema di Kota Singkawang terus berlanjut sampai era tahun 80-an dan terakhir di tahun 90-an. Penulis sendiri masih sempat ‘mencicipi’ sensasi menonton di Metropole pada era tahun 80 hingga 90-an sebelum akhirnya panggung cinema ini tinggal sejarah dan rapuh dimakan usia seiring lesunya dunia per-film-an Indonesia yang terjadi beberapa waktu lalu, Metropole pun mulai kehilangan era kejayannya.
Saat ini bioskop Metropole hanyalah menjadi bangunan tua terlupakan yang berdiri tegak namun renta di tengah gusuran bioskop-bioskop masa kini yang hadir di Kota Singkawang sekelas XXI yang tentu saja menjadi primadona baru panggung cinema di mana-mana. Sementara Metropole yang dulu menjadi tuan rumah aksi-aksi cinema layar lebar kini terbalik duduk diam di kursi penonton.
Di era tahun 70-an, bioskop Metropole sempat berganti nama menjadi Kota Indah sampai sekarang. Beberapa waktu terakhir Pemerintah Kota Singkawang menjadikannya cagar budaya dan memeriksa keadaan gedung dari resiko runtuh.
Bila Anda berkunjung ke kota Singkawang yang sering ramai dikunjungi khususnya pada musim Imlek dan Chap Goh Meh di jantung kota tersebut masih berdiri tegak bangunan tua gedung Metropole/Kota Indah dengan menara kotaknya yang tersipu malu karena sudah tak secantik dan seelok dulu lagi seperti manisnya para Amoi di kota Singkawang.
BIOSKOP SINGKAWANG
KETAPANG
BIOSKOP SEJAHTERA
Berlokasi di Jl. A. Yani Kabupaten Ketapang, bioskop Sejahtera,
sudah barang tentu tidak asing bagi masyarakat Ketapang dengan nama
ini. Tempat ini dulunya menjadi primadona kalangan muda Ketapang tempo
duluuntuk meluangkan waktu untuk nongki dan nonton. Bersepeda menjadi andalan kaum bujang dare kayong
(pemuda-pemudi Ketapang) untuk menuju tempat ini. Kini Bioskop ini
sudah tinggal Gedung dan kenangan dimana saat ini sudah dimanfaatkan
menjadi lapangan olahraga bulu tangkis.
KETAPANG THEATRE
Ketapang Theater asing bagi kalangan muda saat ini, karena nama ini
sering terdengar dengan sebutan K.T. Akan tetapi bagi kaum muda 70-an
nama Ketapang Theater udah terbiasa dan bahkan sebuah impian diakhir
pekan untuk pergi ke sini Bersama teman dan pacar serta keluarga untuk
menonton film. Saat ini kemegahan K.T. sudah dimanfaatkan menjadi sarana
olahraga Bulutangkis dan ada caffe yang bergaya outdoor sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun tempanya di jalan Dr. Sutomo Kabupaten Katapang.
BIOSKOP SUKABANGUN THEATRE
Pembagian wilayah akan tata kelola kawasan mungkin sudah terencana
dengan baik tempo dulu. Hadirnya bioskop di Kelurahan Sukabangun menjadi
sebuah bukti akan kebutuhan sarana (bioskop) di daerah Sukabangun. Sama
dengan yang lainnya, bioskop ini menjadi primadona masyarakat untuk
mengupdate (memperbaruhi) film untuk menonton bersama keluarga, teman, pacar dan sahabat.
BIOSKOP PAWAN
Bioskop PawanJl. Merdeka Kabupaten Ketapang , sesuai dengan namanya yang berarti sungai terpanjang
dan terbesar di Kabupaten Ketapang. Bioskop ini pun terletak ditepian
sungai Pawan dengan view tepi air yang menjadi daya tarik bioskop ini. Mungkin ada sebuah kenangan di Bioskop Pawan dengan view (melihat) yang
indah ini. Selain alasan melihat yang indah, sudah jelas tujuan
ketempat ini ialah menonton. Apa kenangan film di Bioskop Pawan ini ?.
Bagi yang pernah berkunjung ke bioskop ini sudah pasti ada kenangan
terindah yang pernah dialami ketika menonton di bioskop.
SEKADAU
Gedung
Bioskop tua di Jalan Irian, Kota Sekadau itu tampak kumuh dan tak terawat. Fisik
bangunan berlumut dan bersemak. Padahal, dulunya di gedung itulah masyarakat Tionghoa
mengenyam pendidikan. Mereka patungan membeli sebidang tanah hingga menjadi
gedung sekolah bernama Fa Kiaw. Sisa-sisa fisik bangunan itu masih berdiri
megah sampai sekarang.
Nyau Khun Nen, masih menyimpan cerita sejarah Fa Kiaw berdiri. Nyau Khun adalah tokoh masyarakat Tionghoa di Sekadau. Ia berkata, pada 1953, Sekadau memiliki dua gedung sekolah megah. Pertama gedung bioskop lama, dulu bernama Fa Kiaw. Kedua, gedung Cung Hwa, kini menjadi SDN 21 Sungai Ringin. “Dua gedung itu dulunya masyarakat Tionghoa yang membangun," kata Nyau Khun.
Kala itu, masyarakat Tionghoa di Sekadau mendapatkan dua gedung itu dengan cara swadaya. Mereka mengumpulkan uang untuk membeli tanah. Pada zaman itu, lahan yang dibeli dari mereka adalah kebun karet. Pemiliknya Chang Liet Miau. Setelah sejumlah bidang tanah berhasil dibeli, masyarakat Tionghoa mulai membangun gedung dengan cara gotong-royong. "Demi mendapatkan bahan bangunan seperti kayu, mereka pesan langsung dari Pontianak," tuturnya.
Sayang, niat awal mereka kandas. Pasalnya, kapal pengangkut kayu yang dipesan dari Pontianak ke Sekadau karam di Sungai Kapuas, tepatnya di perairan Tayan. Alhasil, semua barang bawaan yang dipesan tenggelam. Beruntung, masyarakat tak mau patah arang.
Mereka kembali memesan kayu dengan cara mengumpulkan dana swadaya dari masyarakat lagi. Kali ini, pesanan kayu sampai ke Sekadau. Pada akhirnya, gedung sekolah Fa Kiaw itu akhirnya berdiri tegak. "Di sini lah anak-anak Tionghoa di Sekadau mengeyam pendidikan," kata Nyau Khun.
Hanya saja, pada 1965, pemerintah membubarkan aktivitas pendidikan di dua sekolah tersebut. Dua bangunan hasil swadaya masyarakat dialihfungsikan dan dijadikan sekolah rakyat.
Julianto, warga sekitar mengatakan, gedung Fa Kiaw sempat beberapa kali beralih fungsi. Menurutnya, bangunan tersebut sempat dijadikan sekolah rakyat oleh pemerintah. Selanjutnya, berubah lagi menjadi bioskop dan sekarang justru sudah menjadi lapangan bulutangkis. “Gedung itu memang bangunan tua. Bahkan, nama-nama donatur diabadikan dalam gedung itu,” kata Julianto.
Anehnya, di Sekadau pada 1984, pernah terjadi kebakaran hebat, justru gedung Fa Kiaw tidak terbakar. Sampai sekarang gedung ini masih berdiri kokoh.
“Dari dulu kehidupan masyarakat di sini sudah membaur. Kini gedung bioskop itulah peninggalan zaman dulu sekarang berdiri kokoh. Kita harapkan Pemkab menganggarkan merawat gedung bersejarah ini," kata Julianto
Nyau Khun Nen, masih menyimpan cerita sejarah Fa Kiaw berdiri. Nyau Khun adalah tokoh masyarakat Tionghoa di Sekadau. Ia berkata, pada 1953, Sekadau memiliki dua gedung sekolah megah. Pertama gedung bioskop lama, dulu bernama Fa Kiaw. Kedua, gedung Cung Hwa, kini menjadi SDN 21 Sungai Ringin. “Dua gedung itu dulunya masyarakat Tionghoa yang membangun," kata Nyau Khun.
Kala itu, masyarakat Tionghoa di Sekadau mendapatkan dua gedung itu dengan cara swadaya. Mereka mengumpulkan uang untuk membeli tanah. Pada zaman itu, lahan yang dibeli dari mereka adalah kebun karet. Pemiliknya Chang Liet Miau. Setelah sejumlah bidang tanah berhasil dibeli, masyarakat Tionghoa mulai membangun gedung dengan cara gotong-royong. "Demi mendapatkan bahan bangunan seperti kayu, mereka pesan langsung dari Pontianak," tuturnya.
Sayang, niat awal mereka kandas. Pasalnya, kapal pengangkut kayu yang dipesan dari Pontianak ke Sekadau karam di Sungai Kapuas, tepatnya di perairan Tayan. Alhasil, semua barang bawaan yang dipesan tenggelam. Beruntung, masyarakat tak mau patah arang.
Mereka kembali memesan kayu dengan cara mengumpulkan dana swadaya dari masyarakat lagi. Kali ini, pesanan kayu sampai ke Sekadau. Pada akhirnya, gedung sekolah Fa Kiaw itu akhirnya berdiri tegak. "Di sini lah anak-anak Tionghoa di Sekadau mengeyam pendidikan," kata Nyau Khun.
Hanya saja, pada 1965, pemerintah membubarkan aktivitas pendidikan di dua sekolah tersebut. Dua bangunan hasil swadaya masyarakat dialihfungsikan dan dijadikan sekolah rakyat.
Julianto, warga sekitar mengatakan, gedung Fa Kiaw sempat beberapa kali beralih fungsi. Menurutnya, bangunan tersebut sempat dijadikan sekolah rakyat oleh pemerintah. Selanjutnya, berubah lagi menjadi bioskop dan sekarang justru sudah menjadi lapangan bulutangkis. “Gedung itu memang bangunan tua. Bahkan, nama-nama donatur diabadikan dalam gedung itu,” kata Julianto.
Anehnya, di Sekadau pada 1984, pernah terjadi kebakaran hebat, justru gedung Fa Kiaw tidak terbakar. Sampai sekarang gedung ini masih berdiri kokoh.
“Dari dulu kehidupan masyarakat di sini sudah membaur. Kini gedung bioskop itulah peninggalan zaman dulu sekarang berdiri kokoh. Kita harapkan Pemkab menganggarkan merawat gedung bersejarah ini," kata Julianto
SANGGAU
Theatre Sanggau Tahun 1980, dijalan kartini depan hotel Narita sekarang
Mantap, penjelasan nya singkat dan mudah dimengerti. Perbanyak meng-upload artikel tentang kehidupan masyarakat Pontianak era tempo dulu yang tidak lepas dari sentuhan belanda baik itu bangunan, infrastruktur, hiburan, dan lain-lain
BalasHapus