Karena istrinya tak segera punya anak, Yusuf (Rully Harsono) serong dengan Mila (Ida Abdi) sampai melahirkan anak. Rahasia ini ketahuan Yanti (Mila Karmila), sang istri, yang kemudian mengambil anak yang bernama Titien (Astri Ivo), sementara ibu kandungnya, Mila, diberi hak tinggal serumah dan mengenalkan diri sebagai tante kepada anak kandungnya. Tidak jelas alasannya, Titien membenci Mila, hingga karena ada suatu fitnah, Milalari pulang ke ibunya (Fifi Young) di Pontianak. Titien yang akhirnya tahu rahasia hidupnya, menyusul ibunya. Mila tidak langsung mengaku bahwa ia ibu kandungnya. Ia bahkan tega membiarkan Titien tidur di lantai di depan kamar ibunya. Yusuf dan Yanti pergi menyusul juga untuk minta maaf. Terlambat. Mila keburu meninggal.
P.T. MOTIOGRAPH FILM |
News
02 September 1972
Titinku malang
SETELAH beberapa kali memperlihatkan kebolehan dilayar putih, Astri Ivo -- gadis kecil ternyata berhasil merangsang sebuah perusahaan untuk membuat film yang mungkin bisa dianggap sebagai film anak-anak. Inilah kisah tentang sebuah keluarga kaya yang tidak punya anak lantaran sang isteri (Mila Karmila) tidak sanggup melahirkan, dan suaminya yang kesepian menghabiskan sebagian umurnya divila peristirahatan. Ternyata umurnya tidak habis percuma, karena disamping mendapatkan teman perempuan cantik (Ida Abdi), seorang bayipun kemudian lahir diluar perkawinan. B-29. Bahwa si isteri tiba-tiba muncul pada saat bayi berumur setahun, dan bahwa sang bayi diambil paksa sementara ibunya boleh tinggal serumah dengan bapak dan ibu-angkat sang hayi, itu sudah kemauan John Tjasmadi yang menulis cerita, skenario dan menyutradarai sekaligus. Tidak jelas kenapa itu anak malang (Astri Ivo) membenci ibunya yang sejak kecil dipanggilnya tante. Tapi bukan cuma itu yang kurang jelas, sebab mata pencaharian Jusup (Rully Harsono) yang kaya juga tidak pernah jelas, meskipun ia pernah menghilang dari rumah sebab katanya ke Hongkong. Disini ada juga Fifi Young yang bermain sebagai ibunya Ida Abdi, anak Pontianak yang entah bagaimana terdampar jadi piaraan orang kaya yang kemudian melahirkan.
Sullgguh hebat bahwa Fify yang baru datang dari Pontianak cuma bertemu beberapa menit dengan anaknya lalu pulang lagi. Ini memberi kesan seakan-akan perhubungan di Indonesia sedemikian bagusnya sehingga jarak Jakarta--Pontianak lebih dekat dari Menteng --Kebayoran. Tentu tidak ketinggalan Ratmi Bomber alias B-29 dan temannya Slamet Harto Kalau saja ditambah dengan 2 tokoh Agora jenaka lainnya? maka film ini akan sempurna bentuknya sebagai film babu dan Jongos ala tahun lima puluhan. Maka janganl heran kalau Ratmi minta uang pada nyonya atau tamu nyonyanya, sebab itu bukanlah maksud Tjasmadi menghna para babu (di Jakarta panggilannya keren Bibi), melainkan hanya satu cara untuk lebih memanfaatkan Ratmi sebagai umpan ketawa penonton Indonesia dikawasan pinggiran. Air mata. Nah, kalau cuma dibuat untuk ditonton didaerah pinggiran memang tidak ada beban bagi Tjasmadl untuk membuat film yang lebih melihat tokohnya sebagai manusia. Dengan bayaran yang sangat murah barangkah terlalu berlebihan kalau seorang menuntut terlalu banyak. Tapi kalau untuk publik yang demikian itu saja PT Motiograph mengeluarkan uang puluhan juta, tentulah ini hanya mendapat sambutan Jawatan Sosial Desa.
Tapi apapun namanya, lelucon macam yang dibikin oleh John Tjasmadi ini, disamping tidak lucu, ketenangan menonton juga dikacau. Coba saja bayangkan: seorang ibu dipaksa memberikan bayinya kepada isteri orang yang menghamili dan memeliharanya. Dan sebagai tanda belas kasihan, sang nyonya rumah mengizinkan ibu malang itu tinggal bersama dalam rumah yang besar, tapi ia harus dipanggil "tante" oleh anaknya sendiri. Kalau toh ini bisa terjadi, soalnya tentu tidak semudah yang dibayangkan Tjasmadi. Proses sebelum hamil hingga masa kelahiran sang bayi di vila tentulah masa yang lebih dari cukup bagi Ida Abdi umuk mendesak Jusup agar hubungan mereka diresmikan. Dalam keadaan Jusup perlu keturunan, tentulah ia bisa mengorbankan Mila Karmila, kecuali tentu jika Mila ini mempunyai sesuatu yang istimewa. Lalu apa yang istimewa iiu, Tjasmadi sendiri agaknya belum sempat memikirkannya. Orang juga boleh tanya: kenapa gadis kecil itu jadi benci pada ibu kandungnya? Ini nampaknya dianggap penting oleh si sutradara. Tapi kalau ia dipaksa untuk menjelaskan, satu-satunya yang bisa ia katakan adalah ini: biar lebih menyedihkan, lebih memeras banyak air mata: Jadi karena itu pulalah maka tanpa alasan jelas Ida Abdi disilakan mati setelah bertemu dengan anaknya yang datang jauh jauh dari Jakarta ke Pontianak. Dan seluruh pemain memang menangis. Walhasil, inilah film Indonesia terbaru yang konon berpretensi mengisi kekosongan film kanak-kanak yang diharapkan lahirnya ahir-ahir ini tapi sebelum sampai republik dibawah umur, orang-orang tua pasti ngeri, karena disamping berkisah tentang anak jadah, pesan yang jelaspun kurang nampak. Maka kecuali menampakkan kehidupan air dikota Pontianak, rasanya tidak ada patut dinikmati dari film ini.