Tampilkan postingan dengan label DISAAT TENGGELAMNYA KAPAL "VAN DER WIJCK". Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DISAAT TENGGELAMNYA KAPAL "VAN DER WIJCK". Tampilkan semua postingan

Jumat, 25 Februari 2011

DISAAT TENGGELAMNYA KAPAL "VAN DER WIJCK"



Kapal Van der Wijck merupakan kapal penumpang yang dibuat oleh Maatschappij Fijenoord N.V. pabrik galangan kapal di Feyenoord, Rotterdam di tahun 1921.

Tak banyak yang tahu bahwa nama kapal Belanda yang tenggelam di laut Jawa tersebut sering dikaitkan dengan Benteng Van der Wijck yang berlokasi di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah.
Nama kapal ini diambil dari nama seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Jonkheer Carel Herman Aart van der Wijck sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap semua jasanya. Carel Herman merupakan seorang Belanda yang lahir di Ambon pada 29 Maret 1840 dan meninggal di Baarn, 8 Juli 1914.

Semasa hidupnya, Carel Herman pernah melaksanakan tugas dan operasi “Pengendalian Lombok” di bawah perintah Ratu Emma van Waldeck-Pymont. Dalam operasi tersebut, Belanda tercatat membantu Lombok melakukan penyerangan terhadap istana Cakranegara di Ampenan. Setelah istana tersebut dikuasai, Belanda mengklaim Lombok sebagai salah satu wilayahnya.

Berkat operasi ini, Kakawin Nagarakertagama karya Empu Prapanca dapat diselamatkan dari kebakaran istana Cakranegara dan dibawa ke Belanda. Selain Lombok Pacificatie, Carel Herman pun terlibat dalam operasi pendudukan kerajaan Atjeh.

Kapal Van der Wijck memiliki panjang sekitar 97.5 meter dengan lebar 13.4 meter dan tinggi 8.5 meter. Kapal ini terbagi menjadi tiga kelas, yakni kelas pertama dengan kapasitas 60 penumpang, kelas dua sebanyak 34 penumpang, dan geladak dengan daya tampung 999 penumpang.

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Kapal Van der Wijck tenggelam di kawasan Westgat, selat di antara Pulau Madura dan Surabaya pada 20 Oktober 1936. Kala itu, kapal hendak berlayar menuju Semarang ini dinahkodai oleh B.C. Akkerman, nahkoda senior dengan pengalaman selama 25 tahun.

Kabarnya saat kecelakaan terjadi, Kapal Van der Wijck membawa sekitar 250 penumpang. Di samping penumpang, kapal ini pun membawa muatan kayu besi yang rencananya akan dibongkar di pelabuhan Tanjung Priok dan dibawa ke Afrika.

Tenggelamnya kapal yang baru 15 tahun beroperasi ini sempat membuat heboh. Di mana delapan pesawat udara Dornier dikirim untuk menyelamatkan penumpang. Kapal biasa dan perahu nelayan pun turut membantu mengevakuasi korban.

Tercatat 153 penumpang selamat, 58 penumpang tewas, dan 42 lainnya hilang. Namun, sebenarnya tidak ada angka pasti karena pencatatan tidak sesuai. Hingga puluhan tahun berlalu, kasus tenggelamnya kapal Van der Wijck masih diselubungi misteri.

Tugu Peringatan Tragedi Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Tragedi tenggelamnya kapal Van der Wijck menyisakan duka yang mendalam. Untuk menghormati korban yang tewas, pemerintah Belanda mendirikan sebuah tugu peringatan di Lamongan.

Tugu setinggi 15 meter tersebut memiliki dua buah prasasti yang di dalamnya tertulis ungkapan terima kasih pada semua pihak yang turut membantu menyelamatkan penumpang saat kejadian.

DALAM NOVEL
Roman Hamka ini diterbitkan tahun 1939. Roman ini mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan persoalan kekayaan yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih. Sejak berumur 9 bulan, Zainuddin telah ditinggalkan Daeng Habibah ibunya, menyusul kemudian ayahnya yang bernama Pendekar Sutan.

Zainuddin tinggal bersama bujangnya, Mak Base, Kira-kira 30 tahun yang lalu, ayahnya punya perkara dengan Datuk Mantari Labih mamaknya, soal warisan Dalam suatu pertengkaran Datuk Mantari terbunuh. Pendeka Sutan kemudian dibuang ke Cilacap selama 15 tahun. Setelah selesai masa hukumannya, ia dikirim ke Bugis untuk menumpas pemberontakan yang melawan Belanda. Di sanalat Pendekar Sutan bertemu dengan Daeng Habibah. Untuk mencari keluarga ayahnya, Zainuddin pergi ke desa Batipuh di Padang. Di Padang ia tinggal di rumah saudara ayahnya. Made Jamilah. Sebagai seorang pemuda yang datang dari Makasar, ia merasa asing di Padang. Apalagi tanggapan saudara-saudaranya demikian. Demikian pula ketika ia dapat berkenalan dengan Hajati karena meminjamkan payungnya pada gadis itu. Hubungan antara Zainuddin dan Hajati makin hari tersiar ke seluruh dusun dan Zainuddin tetap dianggap orang asing bagi keluarga Hajati maupun orang-orang di Batipuh, Untuk menjaga nama baik kedua orang muda dan keluarga mereka masing-masing, Zainuddin disuruh meninggalkan Batipuh oleh mamak Hajati.

Dengan berat hati Zainuddin meninggalkan Batipuh menuju Padang Panjang. Di tengah jalan Hajati menemuinya dan mengatakan bahwa cintanya hanya untuk Zainuddin. Zainuddin menerima kabar bahwa Hajati akan pergi ke Padang Panjang untuk melihat pacuan kuda atas undangan sahabat Hajati yang bemama Chadidjah. Zainuddin hanya dapat bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak ia terusir dari pagar tribune. Pertemuan yang sekejap itu membuat Hajati mendapat ejekan dari Chadidjah. Chadidjah sendiri sebenamya bermaksud menjodohkan Hajati dengan Azin, kakak Chadidjah sendiri. Karena merasa cukup mempunyai kekayaan warisan dari orang tuanya setelah Mak Base meninggal, Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hajati. Temyata surat Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Setelah diminta untuk memilih, Hajati memutuskan memilih Aziz sebagai calon suaminya. Zainuddin kemudian sakit selama dua bulan karena Hajati menolaknya. Atas bantuan dan nasehat Muluk, anak induk semangnya, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta. Dengan nama samaran "Z", Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku. Karena pekeriaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hajati pun mengikuti suaminya.

Suatu kali, Hajati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau "Z". Karena ajakan Hajati Aziz bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir atau "Z"adalah Zainuddin. Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz. Perkembangan selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya bekerja karena hutang yang menumpuk dan hyaus meninggalkan rumah sewanya karena sudah tiga bulan tidak membayar, bahkan barang-barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz di Surabaya, ia telah menunjukkan sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar malam bersama perempuan jalang, berjudi, mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh cinta pada Hajati. Akibatnya, setelah mereka tidak berumah lagi mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Setelah sebulan tinggal serumah.Aziz pergi ke Banyuwangi meninggalkan isterinya bersama Zainuddin. Sepeninggal Aziz Zainuddin sendiri pun jarang pulang, kecuali untuk tidur. Suatu ketika Muluk memberi tahu pada Hajati bahwa Zainuddin masih mencintainya. Di dalam kamar kerja Zainuddin terdapat gambar Hajati sebagai bukti bahwa Zainuddin masih mencintainya. Beberapa ahri kemudian diperoleh kabar bahwa Aziz telah mencerai Hajati. Aziz meminta supaya Hajati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang pula berita dari sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat tidur di sebuah hotel di Banyuwangi.

Hajati meminta kesediaan Zainuddin untuk menerimanya sebagai apa saja, asalkan ia dapat bersama-sama serumah dengan Zainuddin. Permintaan itu tidak diterima baik oleh Zainuddin, ia bahkan amat marah dan tersinggung karena lamarannya dulu pemah ditolak Hajati, dan sekarang Hajati ingin menjadi isterinya. la tidak dapat menerima periakuan Hajati. Dengan kapal Van Der Wijck, Hajti pulang atas beaya Zainuddin. Namun Zainuddin kemudian berpikir lagi bahwa ia sebenamya tidak dapat hidup bahagia tanpa Hajati. Oleh sebab itulah setelah keberangkatan Hajati ia bemiat menyusul Hajati untuk dijadikan isterinya. Zainuddin kemudian menyusul naik kereta api malam ke Jakarta. Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hajati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hajati tak dapat diselaaatkan. Karena luka-luka di kepala dan di kakinya akhimya ia meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Surabaya. Sepeninggal Hajati, kehidupan Zainuddin menjadi sunyi dan kesehatannya tidak terjaga. Akhimya pengarang terkenal itu meninggal dunia. Ia dimakamkan di sisi makam Hajati.