Tampilkan postingan dengan label CHAERUL UMAM 1975-2009. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CHAERUL UMAM 1975-2009. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Januari 2011

TERANG BULAN DI TENGAH HARI / 1988

TERANG BULAN DI TENGAH HARI


Maksud utamanya film ini adalah untuk menunjukkan ketegaran sang tokoh utama, Sora (Zoraya Perucha), yang punya suami bajingan, Sony (Sys NS) hingga harus banting tulang untuk menghidupi keluarga: mengajar renang dan jadi peragawati. Ketika Sony sudah mendapat pekerjaan berkat kenalan ayah Sora di zaman revolusi, Sora menghentikan semua kegiatannya dan bertekad jadi ibu rumah tangga. Keputusan ini membuat agennya, Hadi (Cok Simbara), sahabat Sony, marah karena merasa rugi, maka dibuatlah jebakan. 
 
Sony masuk perangkap. Ia berkhianat pada perusahaannya dan masuk dalam perangkap seorang tante girang. Maka Sora bercerai. Tapi, masalah terus menghantuinya: pembagian harta, soal anak. Karena kepepet, Sora kembali ke dunia peragawati, seperti yang sudah direncanakan oleh Hadi. Lalu muncul soal narkotik. Di sini sebenarnya berperan tokoh lain: sindikat narkotik, yang kepalanya, Halim (Bob Sadino), menaksir Sora tapi tak berhasil. Berkat pembelaan seorang pengacara muda idealis, Singgih (Slamet Rahardjo) dan seorang sahabat yang setia, Devina (Nindy Ellesse), Sora bisa selamat. Ada kilasan sisi buruk tentang dunia peragawati dan dunia pengacara.
 P.T. REMBULAN SEMESTA

ZORAYA PERUCHA
NINDY ELLESSE
SYS NS
RITA ZAHARA
SLAMET RAHARDJO
COK SIMBARA
ANANTO WIDODO
TOMPOH SALVATORE
ABDUH MURSID
MAMOK PRATOMO
KUSNO SUDJARWADI
YATTI SURACHMAN

JOE TURUN KE DESA / 1989

JOE TURUN KE DESA


Para mahasiswa kota datang ke desa untuk KKN dengan segala kesombongan dan sok tahunya mereka, dipimpin oleh mahasiswa gendut bernama Joe (Didi Petet). Banyak masalah yang muncul, mulai dari Budi (James Lapian) dam Imam (Leroy Oesmani) yang bukannya ber-KKN dengan baik, tapi malah bersaing dengan memperebutkan kembang desa yang cantik jelita bernama Neneng (Deasy Ratnasari). Begitu juga dengan Pinky (Meriam Belina) dan May (Sylvana Herman) yang turun ke desa seperti hendak belanja ke pertokoan elit. Kedatangan mereka juga membuat gerah para berandal desa, hingga kegiatan KKN diganggu. Untung ada Ujang (Donny Damara), hingga pertikaian dengan para berandalan berhasil diselesaikan dan mereka malah membantu membuat irigasi yang dimotori para mahasiswa KKN. Belakangan ketahuan, Ujang ternyata seorang insinyur yang kembali ke desanya dan calon suami Neneng.
 
 

JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA / 1990

JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA


Ini adalah film komedi yang memakai unsur pembantu sebagai pengganggu tuan rumah, konsepnya mirip sekali dengan lawakan panggung, terutama Srimulat. Si pembantu yang mengendalikan.

Pengantin baru Merry (Lydia Kandou) dan Andi (Ray Sahetapy) ditinggal berlibur orangtua Anita ke luar negeri. Paman dan bibinya (Zainal Abidin, Ida Kusumah) disuruh jadi pengawas. Waktu mengantar ke bandara, ada gadis manis menyapa dan mencium Andi Sambil titip salam pada seorang gadis. Andi bingung karena merasa tak kenal. Merry curiga. Dalam keadaan dicurigai begitu, Andi harus ikut rapat kantor ke Puncak. Celakanya, habis rapat atasannya, mengajak ke pesta bos, dan habis itu harus ke Bandung untuk mengurus bisnis. Waktu Andi hendak memberi tahu lewat telepon, Merry memutus hubungan, apalagi ia mendengar pembicaraan bercanda tentang perempuan antara Andi dan Kadir, pembantunya. Kadir ini yang lalu menjadi penyebab banyak salah paham. Waktu pulang dan hendak memberi penjelasan sesungguhnya, Merry tak percaya. Maka Andi pun berbohong. 
 
la mengaku menginap di rumah kawan lamanya "Hamid". Merry mendatangi rumah Hamid (Doyok), makelar mobil dan suka main perempuan, hingga istrinya cemburu terus. Merry titip surat yang isinya ingin bicara. Yang dimaksud dengan "Hamid" oleh Andi adalah Oskar (Deddy Mizwar), kawan waktu kecil yang baru dijumpainya lagi. Oskar alias "Hamid" pembual ini yang mula-mula bisa menenangkan Merry. Tapi tak berlangsung lama. Istri Hamid yang cemburu datang ke rumah Merry, begitu melihat surat. Begitu juga Hamid. Padahal di situ sedang ada "Hamid". Terakhir sekali, datang sekretaris Andi (Baby Zelvia), yang ternyata istri Oskar. Maka semua saling tuding.
 P.T. PARKIT FILM

LYDIA KANDOU
RAY SAHETAPY
IDA KUSUMAH
NURUL ARIFIN
BABY ZELVIA
DEDDY MIZWAR
HENKY SOLAIMAN
HENKY SOLAIMAN
DOYOK SUDARMADJI
ZAINAL ABIDIN
PITRAJAYA BURNAMA
PAUL POLII

RAMADHAN DAN RAMONA /1992

RAMADHAN DAN RAMONA


Ramadhan dan Ramona mengisahkan sepasang anak orang kaya yang mencari jatidiri. Ramona (Lydia Kandou) yang benci sikap laki - laki terhadap wanita, mencoba menyelami kehidupan rakyat kecil. Ramadhan (Djamal Mirdad) anak bangsawan Malaysia sedang mencari pengalaman dengan bekerja sebagai pegawai biasa di Jakarta. Di sinilah pasangan remaja itu berkenalan dan mulai saling menaruh hati. Dengan gaya riang dan ringan film ini menyuguhkan latar belakang mereka.

Keduanya kemudian saling tahu latar belakang masing - masing. Ramona berusaha menolak, sedang Ramadhan berusaha mengejar terus. Lewat tokoh Ramona, sutradara dan penulis skenario mencoba menyelipkan pandangannya mengenai beberapa masalah sosial : wanita hamil yang ditinggal pacar, pindah-pindah kerja karena perlakuan tidak adil dan sebagainya. Sebagai film hiburan, film ini tidak lepas dari akhir yang bahagia.

 P.T. CITRA WIWITAN FILM

DJAMAL MIRDAD
LYDIA KANDOU
AMAK BALDJUN
SYLVANA HERMAN
AMI PRIJONO
LEROY OSMANI
VINI ALVIONITA
TUTY S
HENKY SOLAIMAN

Film ini meraih 5 Piala Citra pada Festival Film Indonesia pada tahun 1992.
Ramadhan dan Ramona adalah film komedi Indonesia yang dirilis pada tahun 1992. Film yang disutradari oleh Chaerul Umam ini dibintangi antara lain oleh Lydia Kandou, Djamal Mirdad dan Sylvana Herman dengan mengambil nama karakter utama Kejarlah Daku Kau Kutangkap (KDKK) yang diperankan oleh aktor Deddy Mizwar dan Lydia Kandou.Film ini dibiayai oleh seorang bangsawan Malaysia lewat Jamal Mirdad, yang sudah lama jadi sahabatnya. Setelah memasuki peredaran, ternyata ada sedikit ganjalan, karena sang bangsawan tadi mulai unjuk diri. Film ini sukses di beberapa wilayah, tapi tak begitu sukses di Jakarta. Penghargaan Citra untuk film terbaik dan aktor-aktris terbaik cukup membuat perdebatan di kalangan orang film maupun pengamat

27 Februari 1993

Film terbaik yang gagal

INI bukan karya Chaerul Umam yang terbaik. Tapi film ini dinyatakan sebagai film terbaik Festival Film Indonesia (FFI) tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, lima Piala Citra diboyongnya: film terbaik, aktris (Lidya Kandou), aktor (Jamal Mirdad), sutradara (Chaerul Umam), dan skenario (Putu Wijaya). Bagi mereka yang pernah menonton film Kejarlah Daku, Kau Kutangkap dan Keluarga Markum karya Chaerul Umam yang lain tentu akan menyangka film ini sebagai akhir dari trilogi kisah Ramadhan dan Ramona, nama pasangan legendaris dalam kedua film tersebut, yang telah berhasil mengocok perut penonton beberapa tahun silam. Tapi Ramadhan dan Ramona versi baru ini tak ada urusannya dengan Ramadhan dan Ramona dalam film Kejarlah. Ramadhan diperankan oleh Jamal Mirdad kali ini adalah seorang pemuda Malaysia kaya raya. Film ini dibuka dengan adegan Ramadhan yang merantau ke Jakarta, menyamar sebagai pemuda miskin yang mencari kerja. Ia segera diterima di sebuah department store. Di tempat kerja inilah sang perantau Malaysia bertemu dengan pramuniaga department store bernama Ramona (Lidya Kandou). Ramona bukan saja gadis yang cantik, tapi ia pun berpendirian tegas dan keras kepala. Justru itulah yang membuat Ramadhan mabuk kepayang dan selalu mengikuti langkah gadis itu. Bahwa kemudian Ramona dengan mudahnya memutuskan untuk berpindah-pindah kerja bak kutu loncat, Ramadhan tak sedikit pun curiga. 
 
Setiap kali Ramona berpindah kerja dari pramuniaga, pelayan kafe, kondektur metromini, tukang cuci mobil, dan terakhir menjadi perobek karcis bioskop Ramadhan dengan setia membuntutinya. Secara tak sengaja, kedok Ramadhan terbuka. Ramona, yang selama ini menyangka Ramadhan seorang pemuda miskin, merasa tertipu dan lantas kabur ke Lombok. Ramadhan menyusul. Terkuaklah rahasia Ramona. Ternyata Ramona di Lombok adalah Ramona yang memiliki vila besar, gemar berolah raga kuda, membawa telepon genggam, dan mengendarai helikopter pribadi. Sebenarnya jalan cerita ini cukup menarik, karena Ramadhan dan Ramona adalah wakil sebuah sikap. Mereka anak muda kaya raya yang ingin tahu dunia orang-orang miskin, yakni dunia orang-orang yang entah bagaimana bisa bertahan hidup. Tapi keingin tahuan orang-orang kaya ini hanya dilampiaskan melalui ''tamasya sejenak ke dunia kemiskinan''. Artinya, mereka menyamar sebentar, dan setelah puas mencium bau keringat orang miskin, mereka kembali menggenggam telepon mobil dan bermain golf. 
 
Cerita yang ditulis Putu Wijaya ini tidak digali secara optimal seperti halnya ketika Chaerul Umam menggarap Kejarlah. Kali ini Chaerul Umam gagal mengulang sukses. Kejarlah berhasil menyajikan humor yang menggelitik sekaligus kepedihan dalam hidup. Sedangkan humor sosial Ramadhan dan Ramona hanya berhasil mencapai tahap permukaan. Memang betul, film ini berhasil menampilkan beberapa adegan lucu, misalnya ketika Ramona menyambar bosnya dan memintanya mengaku sebagai tunangannya agar Ramadhan bersedia minggir. Film ini juga tidak terjebak dalam film komedi slapstick yang sampai saat ini masih menjadi primadona perfilman komedi Indonesia. Dan syukurlah, Chaerul Umam tidak latah mengeksploitasi banci sebagai objek tertawaan, seperti yang sedang menjadi trend dalam film dan sinetron Indonesia. Untuk seorang Chaerul Umam, sebenarnya itu hal yang biasa saja. Dengan latar belakang teaternya yang kental dan sebagai aktor dan sutradara yang intens, tentu saja ia tak akan membiarkan dirinya terjebak dalam idiom-idiom picisan. Namun, untuk seorang Chaerul Umam, Ramadhan dan Ramona adalah sebuah karya yang tanggung. Mungkin akan menarik jika Chaerul juga memperlihatkan seberapa jauh ''tamasya'' Ramona dan Ramadhan di dunia kemiskinan itu bisa mempengaruhi kehidupannya atau persepsinya. Tujuan ''tamasya'' itu tentunya bukan sekadar untuk mencari jodoh, tapi juga untuk belajar lahir kembali sebagai manusia yang lebih lengkap, yang lebih melebar pengalaman dan wawasannya. Sayangnya, Chaerul tidak mengeksplorasi kemungkinan yang diberikan oleh cerita tersebut dan bertahan pada konvensi komedi yang klise. Itu terlihat pada gaya Chaerul mengakhiri filmnya. Ramadhan dan Ramona bertengkar di lapangan udara karena sama-sama merasa tertipu. Tapi toh cinta menang. Ramadhan, yang semula akan pulang ke Malaysia, segera menyambar kopernya kembali dan memanggil Ramona. Bisa ditebak, kan? Ramadhan dan Ramona saling berlari dengan adegan slow motion dan berpelukan. Tetap saja, lelaki kaya mendapatkan wanita kaya, dan kemiskinan menjadi barang ejekan. Jika film begini menjadi film terbaik FFI, tak bisa dibayangkan bagaimana mutu puluhan film peserta yang lain. Mungkin ada benarnya jika FFI tahun ini tidak usah ada. Leila S. Chudori

 
Ramadhan dan Ramona mengisahkan sepasang anak orang kaya yang mencari jatidiri. Ramona (Lydia Kandou) yang benci sikap laki - laki terhadap wanita, mencoba menyelami kehidupan rakyat kecil. Ramadhan (Djamal Mirdad) anak bangsawan Malaysia sedang mencari pengalaman dengan bekerja sebagai pegawai biasa di Jakarta. Di sinilah pasangan remaja itu berkenalan dan mulai saling menaruh hati. Dengan gaya riang dan ringan film ini menyuguhkan latar belakang mereka.

Keduanya kemudian saling tahu latar belakang masing - masing. Ramona berusaha menolak, sedang Ramadhan berusaha mengejar terus. Lewat tokoh Ramona, sutradara dan penulis skenario mencoba menyelipkan pandangannya mengenai beberapa masalah sosial : wanita hamil yang ditinggal pacar, pindah-pindah kerja karena perlakuan tidak adil dan sebagainya. Sebagai film hiburan, film ini tidak lepas dari akhir yang bahagia.

Film ini meraih 5 Piala Citra pada Festival Film Indonesia pada tahun 1992.
Ramadhan dan Ramona adalah film komedi Indonesia yang dirilis pada tahun 1992. Film yang disutradari oleh Chaerul Umam ini dibintangi antara lain oleh Lydia Kandou, Djamal Mirdad dan Sylvana Herman dengan mengambil nama karakter utama Kejarlah Daku Kau Kutangkap (KDKK) yang diperankan oleh aktor Deddy Mizwar dan Lydia Kandou.Film ini dibiayai oleh seorang bangsawan Malaysia lewat Jamal Mirdad, yang sudah lama jadi sahabatnya. Setelah memasuki peredaran, ternyata ada sedikit ganjalan, karena sang bangsawan tadi mulai unjuk diri. Film ini sukses di beberapa wilayah, tapi tak begitu sukses di Jakarta. Penghargaan Citra untuk film terbaik dan aktor-aktris terbaik cukup membuat perdebatan di kalangan orang film maupun pengamat

27 Februari 1993
Film terbaik yang gagal
INI bukan karya Chaerul Umam yang terbaik. Tapi film ini dinyatakan sebagai film terbaik Festival Film Indonesia (FFI) tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, lima Piala Citra diboyongnya: film terbaik, aktris (Lidya Kandou), aktor (Jamal Mirdad), sutradara (Chaerul Umam), dan skenario (Putu Wijaya). Bagi mereka yang pernah menonton film Kejarlah Daku, Kau Kutangkap dan Keluarga Markum karya Chaerul Umam yang lain tentu akan menyangka film ini sebagai akhir dari trilogi kisah Ramadhan dan Ramona, nama pasangan legendaris dalam kedua film tersebut, yang telah berhasil mengocok perut penonton beberapa tahun silam. Tapi Ramadhan dan Ramona versi baru ini tak ada urusannya dengan Ramadhan dan Ramona dalam film Kejarlah. Ramadhan diperankan oleh Jamal Mirdad kali ini adalah seorang pemuda Malaysia kaya raya. Film ini dibuka dengan adegan Ramadhan yang merantau ke Jakarta, menyamar sebagai pemuda miskin yang mencari kerja. Ia segera diterima di sebuah department store. Di tempat kerja inilah sang perantau Malaysia bertemu dengan pramuniaga department store bernama Ramona (Lidya Kandou). 
 
Ramona bukan saja gadis yang cantik, tapi ia pun berpendirian tegas dan keras kepala. Justru itulah yang membuat Ramadhan mabuk kepayang dan selalu mengikuti langkah gadis itu. Bahwa kemudian Ramona dengan mudahnya memutuskan untuk berpindah-pindah kerja bak kutu loncat, Ramadhan tak sedikit pun curiga. Setiap kali Ramona berpindah kerja dari pramuniaga, pelayan kafe, kondektur metromini, tukang cuci mobil, dan terakhir menjadi perobek karcis bioskop Ramadhan dengan setia membuntutinya. Secara tak sengaja, kedok Ramadhan terbuka. Ramona, yang selama ini menyangka Ramadhan seorang pemuda miskin, merasa tertipu dan lantas kabur ke Lombok. Ramadhan menyusul. Terkuaklah rahasia Ramona. Ternyata Ramona di Lombok adalah Ramona yang memiliki vila besar, gemar berolah raga kuda, membawa telepon genggam, dan mengendarai helikopter pribadi. Sebenarnya jalan cerita ini cukup menarik, karena Ramadhan dan Ramona adalah wakil sebuah sikap. Mereka anak muda kaya raya yang ingin tahu dunia orang-orang miskin, yakni dunia orang-orang yang entah bagaimana bisa bertahan hidup. Tapi keingin tahuan orang-orang kaya ini hanya dilampiaskan melalui ''tamasya sejenak ke dunia kemiskinan''. Artinya, mereka menyamar sebentar, dan setelah puas mencium bau keringat orang miskin, mereka kembali menggenggam telepon mobil dan bermain golf. 
 
Cerita yang ditulis Putu Wijaya ini tidak digali secara optimal seperti halnya ketika Chaerul Umam menggarap Kejarlah. Kali ini Chaerul Umam gagal mengulang sukses. Kejarlah berhasil menyajikan humor yang menggelitik sekaligus kepedihan dalam hidup. Sedangkan humor sosial Ramadhan dan Ramona hanya berhasil mencapai tahap permukaan. Memang betul, film ini berhasil menampilkan beberapa adegan lucu, misalnya ketika Ramona menyambar bosnya dan memintanya mengaku sebagai tunangannya agar Ramadhan bersedia minggir. Film ini juga tidak terjebak dalam film komedi slapstick yang sampai saat ini masih menjadi primadona perfilman komedi Indonesia. Dan syukurlah, Chaerul Umam tidak latah mengeksploitasi banci sebagai objek tertawaan, seperti yang sedang menjadi trend dalam film dan sinetron Indonesia. Untuk seorang Chaerul Umam, sebenarnya itu hal yang biasa saja. Dengan latar belakang teaternya yang kental dan sebagai aktor dan sutradara yang intens, tentu saja ia tak akan membiarkan dirinya terjebak dalam idiom-idiom picisan. Namun, untuk seorang Chaerul Umam, Ramadhan dan Ramona adalah sebuah karya yang tanggung. Mungkin akan menarik jika Chaerul juga memperlihatkan seberapa jauh ''tamasya'' Ramona dan Ramadhan di dunia kemiskinan itu bisa mempengaruhi kehidupannya atau persepsinya. Tujuan ''tamasya'' itu tentunya bukan sekadar untuk mencari jodoh, tapi juga untuk belajar lahir kembali sebagai manusia yang lebih lengkap, yang lebih melebar pengalaman dan wawasannya. Sayangnya, Chaerul tidak mengeksplorasi kemungkinan yang diberikan oleh cerita tersebut dan bertahan pada konvensi komedi yang klise. Itu terlihat pada gaya Chaerul mengakhiri filmnya. Ramadhan dan Ramona bertengkar di lapangan udara karena sama-sama merasa tertipu. Tapi toh cinta menang. Ramadhan, yang semula akan pulang ke Malaysia, segera menyambar kopernya kembali dan memanggil Ramona. Bisa ditebak, kan? Ramadhan dan Ramona saling berlari dengan adegan slow motion dan berpelukan. Tetap saja, lelaki kaya mendapatkan wanita kaya, dan kemiskinan menjadi barang ejekan. Jika film begini menjadi film terbaik FFI, tak bisa dibayangkan bagaimana mutu puluhan film peserta yang lain. Mungkin ada benarnya jika FFI tahun ini tidak usah ada. Leila S. Chudori

BOSS CARMAD / 1990

 

Kisah Bos Carmad (Deddy Mizwar), orang kaya yang mengumpulkan hartanya dari usaha perkreditan yang sangat mencekik. Sutirah (Paramitha Rusady), anak petani miskin yang hartanya habis dikeduk bos Carmad, diterima bekerja di perusahaannya, karena Carmad sangat menginginkannya sebagai istri. Sutirah yang semula sangat benci, lalu menggunakan kesempatan dari kelemahan Carmad itu. Ketertarikan Carmad padanya dijadikan modal Sutirah untuk membebaskan hutang para petani, bahkan bisa mengalihkan kekayaan Carmad ke tangannya. Terlibat pula dalam peristiwa ini Doni (Donny Damara), wartawan yang jadi pacar Sutirah.

NADA DAN DAKWAH 1991

NADA DAN DAKWAH


Kisah berawal dari kemelut yang melanda desa Pandan Wangi yang bergejolak akibat pembelian tanah yang dilakukan oleh seorang bos Pak Bustomi (WD Mochtar) dengan dalih untuk di bangun pabrik tapioca yang tenaganya akan mengambil dari warga sekitar. Juga maraknya minuman keras bagi kalangan muda dan judi di sekitar Pandan Wangi turut menambah gejolak bagi masyarakat sekitar. Mereka diiming-imingi akan dibangun sebuah pabrik dan juga tempat hiburan untuk kalangan muda, hingga akhirnya banyak pemuda yang menjual sertifikat tanahnya pada broker tanah Pak Abu (Wan Abud) atas suruhan Mursali. Banyak tanah penduduk yang dijual kepada mereka hanya demi uang sesaat , bahkan tanpa sepengetahuan orang tuanya. Yang lebih parah lagi adalah tanah wakaf yang turut diperjual belikan.
 
Hal ini menimbulkan reaksi bagi ulama setempat termasuk ust. Zainuddin (Zainudin Mz) dan juga Ust. Murod (Deddy Mizwar) dari Pandan Wangi. Mereka berusaha menyadarkan warga melalui media dakwah melalui tabligh akbar dengan penceramahnya Ust. Zainuddin. Namun kedatangan Ust. Zainuddin tidak disukai oleh anak buah Bustomi karena kata-kata ust. Zainuddin dianggap menghasut warga.
 
Di lain sisi Rhoma (Rhoma Irama) yang juga bersahabat dengan Ust. Zainuddin adalah teman dari Latifah (Ida Iasha) putri tunggal dari Bustomi. Mereka bersahabat dan sempat dipertemukan dengan ayah Latifah untuk menjembatani jual beli tanah dengan penduduk Pandan Wangi. Namun Rhoma mencium hal yang tidak beres, sehingga Rhoma berusaha menyadarkan dan memberitahu pada ayah Latifah tentang jual beli tanah tersebut. Sementara itu Latifah yang merupakan anak tunggal, justru mengambil jalan yang bertentangan dengan sikap ayahnya. Jika ayahnya ingin agar penduduk Pandan Wangi menjual tanahnya padanya, maka Latifah justru melakukan penelitian dengan penduduk sekitar dan menghimbau pada mereka untuk tidak menjual tanahnya. Hal ini tentu berseberangan dengan keinginan ayahnya.
****
Latifah dan teman-teman mahasiswinya datang ke Pandan Wangi untuk memberikan pengarahan dan pelatihan pertanian bagi warga. Apalagi warga juga mulai resah karena isu penggusuran tanah warga yang akan digunakan untuk jalan tol, padahal tujuan sebenarnya adalah untuk pembuatan pabrik. Setelah di beri pengarahan, warga akhirnya mulai sadar dan mulai timbul penyesalan karena mereka sudah terlanjur menyerahkan sertifikat tanahnya pada Pak Abu. Warga kuatir dengan keselamatan sertifikat tanahnya. Akhirnya terjadilah pertemuan antara warga dengan Pak Abu yang difasilitasi oleh Ust. Murad. Warga marah, karena setelah diketahui Abu berbohong karena baru diketahui kalau tanah yang di jual bukan untuk jalan tol tapi untuk membangun pabrik. Akhirnya warga menuntut sertifikatnya untuk dikembalikan. Hal ini diketahui oleh Pak Bustomi. Akhirnya bersama Mursali, Bustomi datang ke desa Pandan Wangi untuk melakukan pertemuan dengan warga. Akhirnya belang Abu pun semakin terbuka karena harga tanah yang seharusnya dikeluarkan oleh Bustomi adalah Rp. 17.500 permeter namun sampai di warga hanya Rp.5.000.
 
Akhirnya Bustomi mengambil alih haknya dan menawarkan langsung pada warga untuk mengambil uangnya langsung padanya. Namun Warga yang sudah sadar pun menolak permintaan Bustomi tersebut. Keadaan pun bergolak. Saat itulah datang Ust. Zainuddin yang memberikan pencerahan. Akhirnya Bustomi pun sadar dan bersedia mengembalikan sertifikat warga kembali. Bustomi juga mulai menjalankan solat dan membaca kitab Suci Al Qur’an ketika sering sering mendengar ceramah dari Zainuddin baik melalui TV maupun radio. Bustomi merasa di khianati oleh anak buahnya termasuk pemotongan uang bagi warga. Akhirnya Marsuli dan Abu pun di pecat oleh Bustomi. Pemecatan Marsuli dan Abu berdampak pada anak buahnya di lapangan yang mulai tidak di suplai biaya hiburan. Akhirnya mereka pun marah dan menyusun rencana untuk menghancurkan warga.
 
Sementara itu di rumah warga, seorang warga di bunuh anaknya sendiri Jaja karena rebutan surat tanah yang akan di gadaikan agar ia bisa hidup enak. Akhirnya polisi pun menginterogasi saksi, dan mereka menuduhkan kalau kejadian tersebut terjadi setelah Jaja mengikuti pengajian yang diadakan oleh anak-anak kota yang di ketuai Latifah. Sementara itu Latifah dan Rhoma berusaha mencari keberadaan Jaja untuk mencari titik persoalan lebih jelas. Rhoma dan Latifah berhasil menemukan Jaja di markas Mursali. Terjadilah baku hantam, dengan sigap Latifah menelpon Polda Metro Jaya dan berhasil menangkap Jaja dan kawan-kawannya.
 
Ada Guyonan dari kalangan orang film, Rhoma menginsyafkan Ida Iasha dalam film Gadis Desa, kini mendakwahkannya, atau mengislamkannya. Walaupun begitu Ida tidak lah mencintai Rhoma dalam seharian, itu hanya di film saja. Sampai sekarang Rhoma tidak pernah berhasil.
 
KH Zainuddin MZ yang diunggulkan sebagai pemeran pembantu pria dalam FFI 1992, mengundurkan diri karena banyak protes dari umatnya yang menyesalkan dia bermain film. (Surat KH Zainuddin MZ kepada Pantap FFI 1992). 

Nilai-nilai nasionalisme dengan beragam kekayaan pemikiran tokoh-tokoh bangsa ini telah mengilham lahirnya sosok KH Zainudin MZ yang kita kenal sebagai dai sejuta umat.

Dalam buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat" tergambar dalam dirinya menyatu empat figur tokoh Indonesia yang fenomenal. Pertama, Soekarno. Sejak kecil KH Zainudin MZ mengagumi gaya orator Bung Karno yang tampil berani, gagah dan dapat memikat perhatian berjuta-juta rakyat Indonesia.

Buku-buku maupun majalah yang mengupas tentang pemikiran bung Karno tak pernah lepas dari kehidupan KH Zainudin sejak usia sekolah.

Di kala usianya masih 5 tahun, KH Zainudin MZ kecil memiliki hobi mengikuti Ibunya Zainabun ke pasar. Postur tubuhnya dengan kulit putih dan mata sipit membuat gemas para pedagang Cina di Pasar.

Di tengah-tengah kegaduhan pasar itulah, KH Zainudin MZ kecil kerap naik di atas meja milik pengusaha Cina. Dengan mimik muka serius, KH Zainudin MZ kecil menirukan gaya pidato bung Karno. Hobinya naik meja dan berpidato dengan suara lantang juga dilakukan di depan para tamu yang kerap bertandang kerumah kakek-neneknya.

Kedua, KH Idham Khalid. KH Zainudin MZ bersentuhan langsung dengan pemimpin NU (1952-1984) ini ketika menuntut ilmu di Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Aliyah Perguruan Darul Ma’arif yang dipimpin langsung oleh KH Idham Khalid. Semua tindak-tanduk KH Idham Khalid menarik perhatian KH Zainudin MZ. Kala itu KH Idham Khalid dikenal sebagai singa podium meski bertubuh kecil.

Dalam buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat" terbitan tahun 1994 ini, KH Zainudin MZ mengkisahkan ada seorang ulama yang dicintai umatnya. Ketika sang ulama tersebut dalam tausiyahnya (pidatonya) menceritakan kesedihan, hampir semua jama’ah menangis. Dan jika sang ulama tersebut mengkisahkan kabar gembira, semua jama’ah juga nampak wajah berseri.

Ulama seperti ini menurut KH Zainudin adalah ulama yang patut diteladani karena keikhlasannya, karena kedalaman ilmunya, karena kedekatannya pada Allah. Penulis baru memahami ulama yang dimaksud oleh KH Zainudin MZ adalah guru yang dihormatinya di Perguruan Darul Ma ’arif tersebut.

Selain dikenal sebagai singa podium, KH Idham Khalid juga dikenal sebagai pelobi ulung. Bakat sebagai orator dan pelobi ulang KH Idham Khalid secara perlahan-lahan dipelajari oleh KH Zainudin MZ kecil.

Di banyak kesempatan saat-saat sekolah di Perguruan Darul Ma'arif, KH Zainudin MZ kecil sering tampil di hadapan teman-temannya dengan beragam "guyonan" khas Betawi. Dalam setiap kali tampil, KH Zainudin MZ kecil dapat memukau perhatian teman-temannya.

Ketiga, Buya HAMKA. Sejak muda, KH Zainudin MZ sangat gandrung dengan karya-karya sastra HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah). Ketertarikan KH Zainudin MZ pada sosok HAMKA bukan semata karena sang tokoh adalah santrawan.

Selama hidupnya HAMKA selain dikenal sebagai sastrawan Indonesia, juga sekaligus ulama, dan aktivis politik. Dari karya-karya HAMKA yang memuat tentang sastra Indonesia inilah, sosok KH Zainudin MZ belajar bagaimana memilih dan memilah bahasa yang sesuai dengan "diksi", bahasa yang kelak digunakannya untuk "mencubit" namun tidak merasakan sakit.

HAMKA yang dalam hidupnya otodidak dalam ilmu pengetahuan mengilhami KH Zainudin MZ juga melakukan hal yang sama. Apa yang dipelajari HAMKA mulai dari filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat juga dipelajari oleh KH Zainudin MZ.

Termasuk kemahiran HAMKA dalam bahasa Arab juga menginspirasi KH Zainudin remaja. Karya-karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah yang tuntas dipelajari HAMKA, juga dilanjutkan oleh KH Zainudin MZ di usia muda seperti karya-karya Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal.

Keempat, KH Syukron Makmun. Pimpinan pondok Pesantren Darul Rahman Jakarta Selatan ini juga idola KH Zainudin MZ. Keberanian KH Syokron Makmun mengilhami proses pembelajaran KH Zainudin MZ membentuk karirnya di atas podium. KH Syukron Makmun dikenal sebagai ulama yang berani mengkritik pemerintah Orde Baru.

Dalam sebuah cerita dari para santri-santrinya, KH Syukron Makmun kerap menjadi sasaran tembakan mesterius namun berkat kedekatannya sang Kiai kepada Allah tembakan tersebut tidak pernah kena sasaran. Selain berani, KH Syukron Makmun juga dikenal sebagai ulama yang disiplin dalam mendidik para santrinya.

KH Zainudin MZ sejak mudanya berkomitmen mengintegrasikan nilai-nilai, bakat dan kelebihan dari masing-masing empat figur tersebut di atas dalam kepribadiannya dan akhirnya lahirnya figur dai sejuta umat. Pesannya yang bisa ditangkap dari buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat (1994)", bagi generasi muda adalah dalam rangka berproses "menjadi" kita bisa belajar dari kepribadian banyak tokoh yang punya pengalaman dan makan garam kehidupan, namun dalam "endingnya" kita harus tampil dengan kepribadian yang khas bukan jiplakan dari tokoh-tokoh tersebut.

Hal tersebut ada dalam kepribadian KH Zainudin MZ. Dalam seni orator, mungkin ia belajar dari Bung Karno. Soal nilai Islam dalam dakwah, KH Zainudin MZ belajar dari KH Idham Khalid. Dalam hal seni berbahasa, KH Zainudin MZ berguru otodidak dari pemikiran HAMKA. Dan keberaniannya mengkritik apapun, KH Zainudin MZ belajar dari KH Syukron Makmun.

Ada satu nilai yang sama dan menjadi prinsip dari keempat tokoh tersebut yang juga diter apkan oleh KH Zainudin MZ dalam berdakwah yakni "agar apa yang kita sampaikan diterima di hati umat, maka sampaikanlah dengan hati"

AL KAUTSAR / 1977

AL KAUTSAR


Jakarta - Tak cuma lihai membuat puisi, seniman WS Rendra juga pernah bermain film. Bahkan film yang dia bintangi tersebut menjadi hits pada era 80-an.

Film religi berjudul Al Kautsar karya sutradara ternama Cahaerul Umam ini menceritakan pemuda bernama Saiful Bachri (WS Rendra), seorang guru mengaji di pesantren Pabelan, Jawa Tengah. Saiful adalah pemuda tampan yang ahli agama. Selain pandai agama, Saiful juga pandai dalam hal pertanian, sehingga warga sekitar pesantren pun mengaguminya.

Namun selain membuat warga senang, ada juga segelintir warga yang mencibir kedatangan Saiful di desa tersebut. Haji Musa, tokoh desa setempat, mula-mula tidak suka dengan kedatangan Saiful. Saiful dianggap melakukan pembaruan di desa itu, terutama dalam hal pertanian.

Konflik pun semakin menganga saat Saiful berhadapan dengan Harun (Soultan Saladin), tengkulak desa yang biasa memeras petani miskin. Harun terkenal menghalalkan segala cara untuk bisa mewujudkan semua keinginan yang hendak dia dapat, termasuk membunuh suami Halimah (Yulinar Firdaus), janda muda yang ternyata menaruh simpati kepada Saiful.

Suami Halimah dibunuh oleh anak buah Harun lantaran Harun ingin memperistri Halimah yang cantik tersebut. Namun sayang, pujaan hati Harun telah menemukan cintanya kembali pada sosok ustadz Saiful. Harun pun naik pitam kepada anak muda pendatang itu.

Berbagai siasat dilakukan oleh Harun untuk memisahkan Saiful dan Halimah. Hingga pada suatu hari, saat Saiful bersama penduduk setempat membuat saluran air agar sawah desa itu tidak lagi tergantung hujan. Tak disangka, Halimah hanyut di sungai. Saiful menyelamatkannya dengan mengangkat tubuh Halimah ke tepian sungai. Agar nyawa halimah selamat, Saiful membuat napas bantuan. Harun menuding perbuatan itu zina!

Penduduk terhasut, sementara Haji Musa tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya madrasah tempat Saiful mengajar dirusak. Dalam kondisi seperti ini, Saiful bisa menyadarkan Sutan (Wahab Abdi), warga setempat yang awalnya dianggap bejat.

Hingga pada suatu ketika, Saiful dan Sutan memergoki Harun yang hendak memperkosa Halimah. Sutan marah karena Harun dianggap menghina Tuhan. Ia lalu salat dan membakar gudang beras Harun yang dianggap sebagai tempat mesum. Perkelahian terjadi di dalam gudang yang terbakar. Lagi-lagi Saiful menyelamatkan mereka. Akhirnya nama Saiful pulih. Masyarakat kembali menerimanya. Dan Halimah, sang janda cantik, dinikahinya.
 P.T. SIPPANG JAYA FILM

W.S. RENDRA
SUNARTI RENDRA
YULINAR FIRDAUS
SOULTAN SALADIN
WAHAB ABDI
WISNU WARDHANA
HENNY KUNDHALINI
BAGONG KUSSUDIARDJO
KOMALA DEWI
SYAMSURI KAEMPUAN
HARUN SYARIEF
 
 
Film ini dianggap sebagai film religi yang sukses menyuarakan ajaran Islam, dibanding film religi bertema cinta seperti 'Ayat-ayat Cinta'. Film yang dibuat pada tahun 1977 ini dianggap sebagai film dakwah Islam yang utuh dan membukukan sukses pertama film religi dalam riwayat perfilman nasional. (anw/nrl)

Al Kautsar berhasil memboyong dua piala, untuk kategori "Sound Recording" terbaik dan penghargaan dalam penyajian nilai spirituil dan kebudayaan. Ada suatu hikmah atas kemenangan Al Kautsar, bahwa ukuran berhasilnya sebuah film bukan saja karena aktornya yang lagi top, sutradaranya yang bonafide dan penyuguhan adegan-adegan sex yang berkelebihan. Adanya nota Padk Domo mengenai produser-produser brengsek yang membuat film asal jadi pada Deppen patut diperhatikan, karena buat apa kita menghasilkan ratusan film kalau itu semua membohongi penonton.

 
NEWS
Rendra bermain film dalam lakon "Al-Kautsar". Salah satu film yang hadir dengan keberanian kompromistik, bermodal ketegasan sikap "melawan arus".

Pada tahun 1977 itu, film berwajah dakwah Islam "Al-Kautsar" karya Chaerul Umam, seketika menebar fenomena baru, dengan aksi W.S. Rendra sebagai pelakon ustaz yang sarat tantangan. Film ini pun berani tampil tanpa sistem bintang, yang tengah menjamur dalam bisnis perfilman nasional. Sungguh, nama W.S. Rendra dipertaruhkan sebagai daya jual filmnya.

Pemeran penting lainnya, justru aktor film yang tidak terjaring ke dalam peringkat "bintang laris", namun pernah akrab dengan dunia teater dan dikenal kemantapan aktingnya. Mereka, Wahab Abdi, Soultan Saladin, dan Drs. Wisjnu Wardhana. Di balik dukungan ketiga aktor itu, sosok pelakon utama wanita pun Yulinar Firdaus, sebuah nama pendatang yang masih asing, dan alm. Sunarti Rendra, yang juga bukan figur "bintang laris" di kancah perfilman.

Bisa dicermati, "Al-Kautsar" jadi wajah film spekulatif, yang kehadirannya pantas dihargai. Keberanian spekulasi yang disemangati kejuangan memutus lingkaran setan dalam pemeranan. Gengsi "Al-Kautsar" makin spesifik karena meski keempat aktornya sama berangkat dari teater, hanya W.S. Rendra yang tampil sebagai aktor "pendatang baru" di ladang film. Sebaliknya, Wahab Abdi sebagau seniman teater yang pernah sukses menyeberang ke pentas film.

Tak pelak lagi, film "Al-Kautsar" yang berangkat dari ide cerita Ir. Chan Pattimura sang produsernya, amat menjanjikan sebagai film sarat suguhan pameran akting memikat. Dikuatkan lagi dengan keapikan sutradara sekaliber Chaerul Umam, yang mengemas kekuatan penulisan skenario dari alm. Drs. H. Asrul Sani, Lengkap sudah, film "Al-Kautsar" tampil dengan kekuatan penuh.

Di atas itu, film "Al-Kautsar" juga merupakan keteguhan idealis dalam penjudulan film bernuansa agamis, yang melawan selera pasar. Kenyataannya, "Al-Kautsar" yang bernuansa agamis, lebih mengemuka dibandingkan dengan "Karunia Nikmat" sebagai judul lainnya. Itu yang turut membingkai historis dramawan W.S. Rendra bermain film. Benar, "Al-Kautsar" merupakan potret kesungguhan karya film, yang lebih dominan mengutamakan ketepatan pemeranan tokoh-tokoh ceritanya.

Kesungguhan itu melatari sukses "Al-Kautsar", sebagai film dakwah Islam yang pertama menghangatkan pasar film nasional. Bahkan, film itu mampu merebut penghargaan di FFA ke-23 Bangkok. "Al-Kautsar" memang berharga historis, bagi wajah film keagamaan di negeri ini. Alur lakonnya menempatkan W.S. Rendra sebagai "Syaiful Bachri". Sosok seorang ustaz baru yang simpatik, pas dengan keberadaan karakteristik pemerannya.

Kedatangan ustaz Syaiful di Pondok Pesantren Al Mustafa, dijemput banyak konflik. Tak hanya ada Sutan (Wahab Abdi) mantan santri terpandai, yang murtad dan jadi sobat kental Harun (Soultan Saladin) di meja judi. Ustaz baru dihadapkan pula dengan keberingasan jagoan kampung itu,yang disegani warganya. Bangunan konflik menajam, dengan bara kecemburuan Harun atas kehadiran Halimah (Yulinar Firdaus), janda muda berwajah lembut.

Dalam rentang cerita yang memikat dan sarat dakwah Islam, film itu bagai ujian penampilan Rendra sebagai pemain film. Di tengah kemantapan akting Wahab Abdi, Soultan Saladin, dan Wisjnu Wardhana, memang seni penampilan Rendra belum menunjukkan keistimewaannya. Kritik film pun deras menuding bahwa dramawan kenamaan itu belum senyawa dengan kemasan film. Rendra lalu terperangkap ke dalam penilaian overacting. Boleh jadi, lebih cenderung karena warna teaterikal yang masih kental.

Apa pun hasilnya, tak menyusutkan harga pasar film "Al-Kautsar". Justru gunjingan tentang permainan Rendra, mengencangkan promosi filmnya. Selepas film itu, Rendra tidak terus mengembangkan kariernya hingga menjadi aktor film, bahkan ia terkesan lebih selektif. Dengan nama besar alm.

SEPASANG MERPATI / 1979

SEPASANG MERPATI

 
Lana (Mutia Datau) dan Joko (Roy Nelwan) berkawan sejak kecil berpisah dan bertemu lagi setelah besar dan saling jatuh cinta. Joko sudah lama memisahkan diri dari keluarga,ingin hidup mandiri meski dengan kemiskinan. Sementara Lana, bosan dengan segala kekayaan keluarganya. Joko yang mencoba menulis lirik lagu ternyata berhasil, dan hidup kaya. Sebaliknya Lana meninggalkan kekayaan, justru sekarang menjadi bagian dari hidupnya sendiri.
P.T. GRAMEDIA FILM

MUTIA DATAU
ROY NELWAN
JOICE ERNA
GITO ROLLIES
RATNO TIMOER
JACK JOHN
AMINAH CENDRAKASIH
AFRIZAL ANODA
DHALIA
AMAK BALDJUN

Film ini diangkat dari novel asing berjudul "You and Me, Baby". Film juga meraih film unggulan untuk Pemeran Pembantu Pria atas nama Amak Baldjun dan unggulan untuk penyunting terbaik atas nama Janis Badar pada Festival Film Indonesia 1980.

KEJARLAH DAKU KAU KUTANGKAP / 1985

KEJARLAH DAKU KAU KUTANGKAP


Saat itu, inilah judul yang panjang sekali, banyak orang salah menyebutnya karena panjang sekali. Dan ini aneh karena baru kali ini ada film Indonesia judulnya panjang....hahhahha... ternyata filmnya Pak Mamang.

Ramadhan dan Mona bertemu dalam sebuah pertandingan bola voli ketika Ramadhan yang wartawan memotret Mona bertanding membela regu bank tempatnya bekerja. Foto Mona dimuat di koran Ramadhan sebagai foto rancak berhadiah uang 10.000 rupiah. Mona ditemani Marni, rekan kerja dan teman serumahnya, berencana menuntut Ramadhan karena memotret dan memuat foto Mona tanpa izin. Panji Wijaya, atasan Ramadhan, memintanya untuk membujuk Mona agar menggagalkan niatnya. Bukan hanya membujuk, Ramadhan berhasil merayu hingga Mona jatuh cinta padanya. Mereka akhirnya menikah.

FULL MOVIE


Setelah menikah, Mona pindah ke rumah Ramadhan. Di sana juga tinggal Markum, paman Ramadhan yang membujang meskipun punya sederet filosofi tentang wanita. Konflik mulai timbul ketika perbedaan karakter Ramadhan dan Mona perlahan-lahan muncul ke permukaan. Mona bercerita pada Marni sedangkan Ramadhan meminta nasihat Markum dan Panji. Campur tangan pihak luar ini justru memperkeruh kesalahpahaman dan memicu pertengkaran hebat hingga Mona keluar rumah Ramadhan dan tinggal kembali bersama Marni.
 P.T. PRADISI TETA FILM

LYDIA KANDOU
DEDDY MIZWAR
ULLY ARTHA
IKRANAGARA
LINA BUDIARTI
USBANDA
HENKY SOLAIMAN
DARUSSALAM
A. KHALID NOOR NASUTION
T.B. MAULANA HUSNI
NYOMAN AYU LENORA
NOUKE J. LEATEMIA

Kejarlah Daku Kau Kutangkap merupakan salah satu film komedi yang paling berhasil yang pernah dibuat di Indonesia. Dengan akting yang cemerlang dan dialog yang cerdas, film ini menjadi film terlaris kelima di Jakarta pada tahun 1986.

Saya suka sekali film ini, sampai saya ada 10 kali lebih menontonnya. Dan masih tetap enak....apa ini yang dibilang film klasik? Jangan-jangan, karena film klasik adalah film yang tetap enak ditonton di jaman kapan pun.

Setingannya Jakarta sekali untuk kaum menengah ke bawah, tetapi yang nonton segala kalangan saat itu. Settingan Jakarta kebanyakan warganya.

Dedy mizwar bukan lah sosok pria ganteng yang kaya raya. Ia hanya seorang juru foto koran kelas rakyat yang sedang meliput kejuaran volli, tanpa disengaja kejepretlah Lydia Kandau yang sedikit menampilkan sosok sexynya, sehingga menjadi berita hangat, dan dikantaor menjadi bahan ledekan temannya atas foto dirinya yang sedang jatuh mengambil bola dalam posisi yang jelek dan sedikit memperlihatkan sexy. Di kantor bank itu juga ia bersama kakak tuanya yang tidak kawin-kawin dan mereka memang hidup bersama. Kompor-kompor panaslah dia, bersama kakak tuanya dia mendatangi redaksi koran tersebut dan menuntutnya, termasuk si juru foto itu.
 

Dibalik sisi Dedy Mizwar disarankan untuk berbaikan saja sama wanita itu agar terhindar dari tuntutan, sedangkan pihak Lydia, kakaknya terus mengompori agar terus menuntutnya atas nama wanita. Tetapi dari sini cinta bersemi. Mereka saling menyukai dan ternyata penganggunya adalah orang yang tidak kawin-kawin itu. Lydia kandau punya kakak perempuan yang kolot dan curigaan terus sama lelaki dan mereka hidpu bersama, sedang Dedy Mizwar hidup juga bersama abangnya yang tidak laku-laku dan juga kolot.

Bagaimana kisah percintaannya? tetap berhasil walaupun dengan macam rintangan. Perkawinan diperkirakan akan menyelsaikan semuannya, tetapi perkawinan mulai merubah satu sama lainya. Si juru foto yang urakan itu harus ikut menjadi suami yang tertib dan bersih sehingga merasa dikangkai wanita, sedang wanita sangat berkuasa atas laki-laki agar tidak terjadi macam-macam. Darah muda muncul egoisme juga muncul akhirnya atas nama egois mereka menentukan untuk pisah ranjang, walaupun sebenarnya mereka masih saling cinta. Pak Mamamng sangat bagus menggambarkan kemarahan egoisme mereka walaupun mereka masih saling cinta. Tetapi karena takut dan malu pada kaka dan abang mereka dikira pengecut, mereka akhirnya pisah ranjang. Lalu akur lagi ketika tidak kuasa menahan rindu. Akhirnya romantisme berjalan lagi.

Permainan egoisme dan saling cinta ini yang sangat menarik dalam film ini. Perubahan atas perkawinan mereka terjadi sehingga mereka merasa bukan diri mereka lagi. Dedy harus pakai piyama kalau mau tidur, tidak boleh merokok sembarangan, dan juga harus mengantar istri untuk beli ember merah seharian mutari pasar di Jakarta. Sifat-sifat dan hal-hal kecil ini yang bagus sekali digambarkan Pak Mamang.

Akhirnya mereka menjodohkan Abang dan kakak mereka yang sebelumnya juga sudah menaruh hati. Tetapi malu mengakuinya.

Adegan yang dibikin pak Mamang cukup baik, sehingga kadang kita tertawa, kadang kita sedih dan kadang kita kesal, jadi apa yang dirasakan tokoh itu dirasakan juga oleh penonton. Yang penonton wanita mewakili Lydia, yang penonton lelaki mewakili Dedy. Karena semua sifat wanita dan pria ada di mereka semua dan dengan mudah terjadi simpatik penonton.

Adegan yang paling baik adalah ketika Lydia dan Dedi di seberang halte. Mereka menahan rasa cinta mereka karena egoisme. Sehingga adegan itu baik sekali, akhirnya mereka sada kalau mereka saling mencintai, sedangkan polisi yang ada di tengah jalan sebagai perantara dialog mereka. Inilah khasnya pak Mamang, Romatisme komedi yang membuat penonton tersenyum-senyum malu.

TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH / 1982

TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH


Ini film sangat amat baik sekali. Dulu sekali saya menontonya di bioskop saat masih kecil. ada dua hal yang saya masih ingat saat itu. Satu adalah kampung it8 penuh dengan asap/kabut, yang kedua adalah sobekan baju di belakang El Manik mengingatkan pada kisah Nabi Yusuf.
KOFINA

DEWI IRAWAN
EL MANIK
SOULTAN SALADIN
DARUSSALAM
RACHMAT HIDAYAT
MARLIA HARDI
SUKARNO M. NOOR
MENZANO
CHAIDAR DJAFAR
SUM HUTABARAT
YUSTINE RAIS
IDA LEMAN

Saya menontonnya kembali, kali ini dalam DVDnya yang diputar di screen. Saya sekali tidak bisa melihat 35mm, karena masih kecil saya belum tahu apa-apa tentang film. Tetapi dari kecil saya sudah tahu ini film bagus, dan mendapatkan piala citra akhirnya. Tetapi saya menonton kembali.

Luar biasa apa yang saya rasakan saat kecil itu terulang kembali, berarti ini film bagus dong. Asrul Sani memang baik dalam memnulis skenario dari pada menjadi sutradara. Entah apa nasib film dengan judul yang sama ini sebelumnya dibuat oleh Asrul Sani. saya ingin tanya dia kalau masih hidup, sayang sudah meninggal. Yang ingin saya tanyakan adalah apakah Asrul puas atas film Pak Mamang ini? Dan apa bedanya dengan film yang dia buat sebelumnya.

Biasanya film dibuat ulang lagi karena banyak hal. Skenario bagus, tapi film tidak bagus. Tehnologi pembuatan film yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan jaman dan kreatifitas. Kalau tehnologi ini penyebabnya, jarak waktu Asrul sani membuat film ini dengan Pak Mamang tidak jauh beda. Mumngkin bedanya hanya di suara saja. Tetapi saya bisa merasakan, film yang dibuat pak Mamang ini lebih baik dari pada yang dibuat Asrul Sani.

Asrul sani sangat brilian membuat film ini. Ada kesamaan dengan karya-karya Hamka mungkin, karena film ini sebenarnya film dakwah yang tanpa disadari penonton di dakwahi oleh film ini. Dialoq sangat bagus, pemilihan nama-nama karaketernya bagus juga sesuai dengan arti masing-masing yang diambil dari sejumlah nama-nama islam (Arab dan juga Nabi-Nabi sesuai dengan karakter mereka).

Ada sesuatu yang jangal yaitu Mr.Misterius kita di awal film dan muncul di Akhir film itu. Sampai sekarang tidak tahu namanya siapa dalam film itu. Saat El Manik mau menuju desa itu, dia bilang...rakyat di desa itu seperti layang-layang yang putus. Tentu artinya layang-layang tanpa arah terobang ambing...harus dikendalikan. Mr.Misterius hanya bilang, berkelana dari kampung satu ke kampung yang lain. Kalau ada Kiayi yang pintar, dia mau belajar. Kalau tidak ada, dia yang akan mengajar. Ini dalah informasi kalau dia sangat paham sekali tentang ilmu islam sehingga pemunculannya di ending juga penonton sudah mengetahuinya kepintaran Mr.Misterius ini.

Hal yang paling membuat hancur di dunia ini adalah Fitnah. Fitnah adalah dosa awal dan besar yang bisa menjadi dosa-dosa yang lainnya. Disini digambarkan juga bila seorang pemimpin sudah dikendalikan dengan uang tanpa ada rasa imam, apa yang terjadi. Seorang pemimpin desa yang guru ngaji dan kiayi di desa itu bisa tunduk pada seorang juragan kaya pejudi karena masalah uang. Semua peraturan dan kelakuan jahat di desa itu di restui oleh Kiayai Sulaiman ini. Bahkan Fitnah yang terjadi pada Halimah juga dibenarkan. Apa jadinya sebuah dunia kalau sudah dikendalikan oleh uang dan nafsu.

Film ini sangat menyeramkan sekali, saat kecil saya takut menontonya seperti menonton film horor, sekarang juga masih terasa seram sekali. Sara merasa seram melihat orang yang melakukan dosa dan agama belum ditegagkan di desa itu. Ini mirip El Manik yang dilakukan oleh para nabi untuk menuntun umatnya ke jalan agama. Dan El-Manik disini sebagai pemimpin dan penyelamat untuk desa itu selayaknya tugas nabi. Tetapi El Manik bukan nabi karena dia tidak memiliki mukzizat. Karena it7 dia juga merasa getir saat orang kampung menuduhnya memeperkosa istri Juragan kaya yang dimainkan Soekarno M.Noor itu.


Dosa manusia yang digambarkan dikampung itu sangat komlit, mulai Fitnah, pemerkosaan, pendusta, penjudi, mabuk, Kiayi ke jalan yang salah, hingga kepada soal Homoseksual dan lesbian. Istri tidak hormat sama suami, suami juga tida menafkahi istri dan sebagainya....sangat komplit dosa manusia didunia ini hanya digambarkan dalam satu desa ini saja. Seharusnya rintangan El Manik Jauh lebih besar kalau Pak Mamang mau. Tetapi pak Mamang atau Asrul punya maksud tersendiri.

Adegan pemasungan sangat bagus sekali, sangat menyentuh. Bagaimana bisa keadilan belum di tegakkan dan hukum bisa di beli...seperti inilah jaman antah berantah nanti.

El Manik hanya bisa curhat dengan buku diarynya dari pada Sholat. Mungkin ada maksud tertentu agar tidak terlalu agamais film ini. Tidak masalah, karena dia seorang guru, maka buku adalah dunianya juga. Dan juga matinya Asrat juga terlalu gampang untuk orang yang dibenci orang kampung dan penonton, hanya jatuh dari motor dan mati karena kepanikannya dikejar orang kampung.

Tetapi saat El Manik mau dibunuh sama Juragan kaya itu karena memperkosa istrinya, sang Mr.Misterius datang dan membelanya. Baju koyak di belakang El Manik menjadi kuncinya. Akhir dari cerita, pak Hj Sulaiman, Kiayi itu insaf dan bilang...saya memang orang berpendidikan, tetapi tidak punya iman. Sebaik-baiknya orang sekolah tinggi tapi kalau iman tidak ada, maka..tidak ada gunanya juga.

El Manik memutuskan untuk pergi dari kampung itu, di jalan dia ketemu Mr.Misterius itu lagi dan Mr.Misterius itu bilang kamu baru saja lulus. Pemimpin adalah pemimpin bagi sesamanya....ini bagus sekali kalimatnya. Sehingga El Manik membalikan sepedanya dan kembali ke arah desa itu lagi.

Entah kenapa, skenario film dulu, dialoqnya bagus-bagus...apakah mereka memang orang sastra yang memiliki bendahara kata yang baik, dan kosa kata yang indah...? Tapi film sekarang skenario hanya dibuat orang yang hanya bisa menulis dan pintar mengarang saja sudah cukup. Karena itu tidak ada dialoq seindah film-film dulu. Karena mereka adalah sastrawan.

Film ini dimulai dengan sebuah kampung (kata Pak Mamang sih di Sumatra Barat mereka shootingnya), kampung ini sangat ditutupi oleh kabut tebal sehingga tampak seram sekali kampung ini dikaki bukit (kata Pak Mamang kabut itu adalah hasil efek dari penata artistiknya). Jelas bagi penonton ada apa kampung ini sehingga tampak suram seperti ini, di jelaskan dari masyarakatnya yang sudah menjauh dari ajaran agama Islam, sehingga datanglah seorang lulusan pesantren ke kampung itu. Tinggal disana, dan istri dari juragan kaya dikampung itu ternyata menaruh hati sama pemudah ini. Mulailah dia dihasut, seorang yang imannya baik, dikampung ini mulai dipertarungkan, mualai dari hal apa saja ada.

 
Ringkasan ceritanya:
Hingga suatu hari si peria ini di jebak oleh istri juragan ini dirumahnya. Tetapi si pemuda tidak mau sehingga baju pemuda ini terkoyak di belakangnya, tetapi si istri melancarkan dustanya sambil berteriak tolong dan menyobek bajunya di depan. Si istri berdusta di depan suaminya, sang juragan itu balau dia mau diperkosa oleh pemuda alim ini, tetapi sang Suami justru sangat pintar, mana mungkin si pemuda ini mau memperkosa istrinya kalau baju si pemuda ini sobel di bagian belakangnya, sedang si istri sobek di depannya.

Peristiwa ini mirip dengan kisah nabi Yusuf. Saat keadilan ditegagkan didesa itu, dusta sudah dihilangkan, fitnah juga,...maka ending film ini kembali ke establishing desa yang tampak cerah dengan matahari muncul (tidak kabut lagi seperti di opening film)

Walaupun ceritanya mengambil sedikit cuplikan dari kisah Nabi Yusuf, tetapi Pak Umam menggambarkannya khas dengan daerah setempat, yaitu di padang. Pelajaran yang diambil dalam film itu jauh lebih banyak. Dan yang paling hebatnya lagi, saya masih ingat scene opening kampung yang suram dengan kabut-nya, dan setelah problem selesai. kampung itu tidak suram, bahkan cerah dan tidak berkabut lagi. Luar biasa film itu.

Film ini berkisah tentang seorang guru yang datang dari berusaha membawa perubahan di sebuah kampung, namun tidak disukai oleh penduduk. Mereka kemudian berusaha menyingkirkannya dengan tuduhan usaha pemerkosaan terhadap seorang gadis. Sementara itu, seorang warga yang dianggap alim menuduh seorang gadis muda sebagai tidak bermoral setelah gadis itu menolak rayuannya. Seorang ustadz yang sedang mengunjungi desa itu kemudian berusaha mengungkap kemunafikan masyarakat kampung tersebut.

 
Titian Serambut Dibelah Tujuh adalah film Indonesia tahun 1982 yang disutradarai oleh Chaerul Umam. Skenarionya ditulis oleh Asrul Sani, dan dibintangi antara lain oleh Rachmat Hidayat dan El Manik.

Asrul Sani meraih penghargaan skenario terbaik dalam Festival Film Indonesia 1983 untuk film ini.

Sebagai ilustrasi pembahasan struktur dramatik scenario, berikut akan dibahas scenario film yang ditulis Asrul sani (almarhum) berjudul TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH yang disutradarai Chaerul Umam. Berikut ini adalah Basic Story-nya : Ibrahim adalah santri muda yang diperintahkan gurunya untuk menjadi guru agama di sebuah kampung yang jauh terpencil bernama Batu Hampar. Setelah sampai di kampung itu, Ibrahim menemukan keganjilan-keganjilan. Ia bertemu Sulaiman sebagai satu-satunya guru agama di kampung itu, tapi betapa Sulaiman seorang guru yang munafik. Tidak bisa berbuat apapun dibawah kekuasaan Harun, orang paling kaya di kampung, serta Arsyad seorang pemuda yang menonjol dan sombong. Ibrahim dapat merasakan kampung berada pada kekacauan akibat ulah Harun dan Arsyad. Seorang gadis bernama Halimah telah menjadi korban kesewenangan mereka. Terutama Arsyad yang ditolak cintanya oleh Halimah. Orang-orang kampung juga membenci Halimah sebagai aib karena dituduh pernah diperkosa serdadu Belanda. Ibrahim memulai usahanya memerangi kebatilan tersebutdengan modal keimanan. Ia mendapat rintangan dari Sulaiman, Harun dan Arsyad. Puncak rintangannya adalah Saleha, istri Harun yang selalu merayunya. Sampai kemudian ibrahim difitnah oleh Saleha telah memperkosanya. Ibrahim diadili oleh orang sekampung. Halimah yang berusaha menolongnya tak berrarti apa-apa dan tak merubah keputusan harun untuk memenggal kepala Ibrahim. Saat itulah dating musyafir tua yang pertama kali dijumpai ibrahim saat menuju kampung itu. Musafir tua itulah yang membuktikan baha Ibrahim tidak bersalah. ****

Berikut ini akan saya cuplikan beberapa scene dari sKenario asli TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH. Saya hanya akan menuliskan 2 scene yang saya anggap mewakili keseluruhan ceritanya. SCENE 6.EXT. JALAN DEKAT MASJID - PAGI IBRAHIM naik sepeda. Waktu sampai di tempat yang agak sepi ia berhenti, lalu menyandarkan sepedanya ke sebatang pohon. Ia melepaskan ikatan sebuah botol yang berisi air dan sebuah caan (mangkok) dari alumunium lalu minum. Distang sepeda itu juga diikatkan sebuah karung kecil dari kain belacu (bekas karung terigu) berisi beras. Tapi kemudian ia mendengar suara seorang lelaki tua mengucapkan salam. LELAKI TUA Assalamu’alaikum! IBRAHIM Alaikumsalam! Ibrahim duduk. Dan waktu orang tua itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengannya, Ibrahim berdiri. Orangtua itu mengenakan peci resam, brbaju gunting cina sedangkan celananya terbuat dari kain merekan sepanjang setengah lutut (dibawah lutut tapi tak sampai kemata kaki:sampai ke betis), sedangkan sehelai kain pelekat terlilit dipinggangnya. Dibahunya ia menyandang sebuah kampil beras yang sudah hampir kosong. Ibrahim bergeser sedikit dari tempatnya untuk memberikan tempat bagi orangtua itu dibagian yang kelindungan baying-bayang. Orangtua itu berjalan menggunakan sebuah tongkat, biarpun ia kelihatannya sehat dan kuat. Tongkat itu lebih banyak merupakan alat mainan tangan daripada sesuatu yang ia perlukan untuk bertopang. Rupanya ia baru sarapan pagi. IBRAHIM Bapak mau kemana? ORANGTUA Ke Tanjung Beringin. IBRAHIM Sehari perjalanan dari sini. Bapak akan Kemalaman dijalan. Antara tempat ini Dan Tanjung Beringin tidak ada kampung. ORANGTUA Tidak apa. Saya biasa tidur dibawah Kolong langit. IBRAHIM Apakah bapak mau menjenguk keluarga disana? ORANGTUA Tidak. Saya berjalan dari kampung ke Kampung. Kalau ada ulama besar di kampung itu saya belajar, kalau tidak saya mengajar. Anak mau kemana? IBRAHIM Ke Batu Hampar. Orangtua itu terdiam sebentar, lalu ia berkata sambil tercenung.

ORANGTUA Rakyat di kampung itu seperti laying- layang putus IBRAHIM Kenapa pak? Disana mengajar Haji Sulaiman. Orangtua itu diam tidak menjawab ORANGTUA Nanti anak akan lihat sendiri. Ah, sudah Turun matahari.Saya mau terus. Ibrahim memandang ke kampil beras orangtua yang sudah hampir kosong itu. IBRAHIM Sebentar pak. Ia berdiri mengambil kampil berasnya dari ikatan sepedanya dan kemudian menuangkan isinya kedalam kampil beras kepunyaan orantua itu. IBRAHIM Hanya ini yang dapat saya berikan. ORANGTUA Alhamdulillah. Semoga Allah melindungimu. Kedua mereka bersalaman. Orantua itu mengucapkan salam lalu pergi meninggalkan tempat itu. Ibrahim memperhatikannya sebentar lalu menaiki sepedanya. 107. EXT. TIKUNGAN JALAN - PAGI Ibrahim menaiki sepedanya. Tanpa ia ketahui ia melewati Lelaki Tua (di scene atas Orangtua- penulis) yang sedang asyik dengan sarapan paginya, duduk sambil membakar singkong dan sedang ngopi. LELAKI TUA Ibrahim! Ibrahim mendengar. Ia seolah mengenali suara itu. Lalu ia menghentikan sepedanya. Ketika ia melihat siapa yang menegurnya, ia mengangguk hormat. LELAKI TUA Kau mau kemana? IBRAHIM Mau kembali.

LELAKI TUA Kau tidak bisa lagi meninggalkan kampung ini IBRAHIM Aku harus belajar bayak… LELAKI TUA Kau baru saja lulus sekolah. Mereka percaya Padamu. Kalau kamu pergi mereka akan jadi Kapan tanpa nakoda. Kau telah menyelamatkan Kampung dari dosa. IBRAHIM Aku seorang guru Pak. Yang mereka Perlukan adalah pemimpin. LELAKI TUA Setiap muslim adalah pemimpin bagi sesamanya. Berat nak, tapi terimalah itu sebagai amanat Tuhan yang kau bawa dari rahim ibumu. Orangtua itu berkata sambil mengemasi barang perlengkapan kelananya. Selesai memberesi segalanya LELAKI TUA Assalamualaikum. LElaki Tua itu pergi. Ibrahim tak mampu melawan kebenaran kata-kata yang diucapkan oleh lelaki Tua itu. Dipandanginya kepergian orangtua ituyang kian menjauh, sampai tak terlihat lagi. Dengan kemantapan hati seorang muslim. Ibrahim memutar arah sepedanya, mengarah ke kampung kembali. Selesai.****


TITITAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH adalah sebuah cerita yang serius. Hal tersebut sudah dimulai dari judulnya. Suatu perlambang perjuangan melewati ujian yang kelewat mustahil. Sebuah cerita religius yang tidak jatuh menjadi verbal. Cerita ini bicara moral, bukan melulu tentang khotbah Firman Tuhan atau sekadar menggambarkan orang sembahyang atau sedang mengaji Al Qur’an atau orang bersorban dan berjilbab. Inilah sikap orang beragama yang benar. Bangunan ceritanya menguat. Mulai dari opening gaya bertuturnya menganut pola AB-AB atau garis lurus. Stuktur dramatiknya tertata dengan pelan tapi pasti dan terus menanjak konfliknya menuju klimaks.

Konflik sebagai unsure utama cerita merupakan konflik besar yang berkembang membesar. Jenis konflik hitam putih yang dihadapkan pada konflik situasional dan social. Unsur seperti curiosity, suspense dan identifikasi hadir melengkapi bangunan cerita dengan cermat. Curiosity muncul ketika tokoh Halimah hadir sebagai gadis yang selalu kelihatan ketakutan sambil membawa sangkar burung, serta tokoh Ibrahim yang dihadapkan pada persoalan rumit dan harus mencari jalan keluarnya seorang diri. Suspense muncul ketika Ibrahim sepertinya tidak menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Ibrahim tetap sebagai manusia biasa yang mempunyai ketakutan menghadapi masalah yang tengah dihadapinya. Ia harus berjuang seorang diri di suatu tempat yang asing. Apalagi tokoh-tokoh antagonis trus diberi ruang sehingga persoalannya sulit diduga kapan selesainya dan seperti apa jenis penyelesaiannya nanti. Identifikasi muncul pada tokoh Ibrahim sebagai sosok pejuang seorang diri, Sulaiman sebagai seorang Haji yang munafik, tokoh halimah yang selalu kalah. Bukankah mereka tokoh yang selalu ada disekitar kita. Konflik yang ditawarkan mempunyai arti penting bagi tokoh-tokoh yang terlibat dan pemecahan masalahnya membawa perubahan penting bagi tokoh-tokohnya dan lingkungan dimana peristiwa tersebut terjadi.

Konflik berawal dari konflik Ibrahim dengan kampung Batu Hampar sebagai konflik situasional, yang berkembang menjadi konflik-konflik: - konflik ibrahim dengan warga (konflik social) - konflik ibrahim dengan Sulaiman - Konflik Ibrahim dengan Arsyad - Konflik ibrahim dengan Harun - Konflik Ibrahim dengan Saleha - Konflik Ibrahim dengan Halimah Sebelum kedatangan Ibrahim ke Kampung Batu Hampar, konflik sudah terjadi di tempat itu. Konflik itu adalah: - Konflik Halimah dengan warga kampung - Konflik Halimah dengan Arsyad - Konflik Saleha dengan Harun Satu budaya yang bisa ditangkap dari sifat konflik film ini adalah bahasa yang diucapkan oleh para tokohnya. Yang paling mudah orang menebaknya adalah logat Sumatra. Pola dramatik yang dipakai scenario film ini adalah struktur tiga babak. Penyusunan opening yang cermat dan mengurai konfliknya dengan matang dan menyelesaikannya dengan menjaga emosi yang rapi dan tidak buru-buru sehingga pada hasil akhirnya kita mendapatkan perenungan yang dalam setelah selesai menontonnya. Catatan: Mendapat piala citra sebagai skenario terbaik FFI tahun 1983.

NEWS
26 Maret 1983 

Orang-orang munafik 
TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH Cerita skenario: Asrul Sani Pemain utama: El Manik, Dewi Irawan Sutradara: Chaerul Umam Produksi: Koperasi Film Nasional GURU mengaji Ibrahim duduk terpuruk di kamarnya, dan dengan tubuh gemetaran ia membaca Ayat Kursi. Diluar rumah, laki-laki seluruh kampung berteriak-teriak menyuruhnya keluar. "Guru munafik, uru munafik," teriak mereka sambil merempari rumah dan mendobrak pintu. Adegan yang sangat menesankan itu seperti menjadi penentu: apakah film ini akan jadi vulgar atau tidak. Ternyata tidak. Ibrahim, di situ, ditunjukkan dalam wajah manusiawi. Ia, ternyata juga kecut bukan kepalang menghadapi amukan orang kampung - tidak seperti Nabi Muhammad saw. menghadapi orang Kurais sebagaimana diceritakannya kepada murid-muridnya. Padahal ia tahu dirinya tak bersalah. Tapi dengan begitu film ini jadi menyentuh bila dibanding, misalnya, si tokoh unjuk keberanian dan menjadi martir. Kisah yang ditulis, dan pernah difilmkan sendiri oleh Asrul Sani di tahun 1950-an bertolak dari cerita seorang guru mengaji muda pendatang di sebuah kampung yang "warganya seperti layang-layang putus". Di kampung itu, sebagaimana dikisahkan penulis, semua kehidupan sudah banyak menyimpang dari jalan agama. Di situ ada Harun (Soekarno M. Noor), orang kaya tukang judi, menjadi penguasa kampung yang ditakuti. Ke mana pergi ia selalu ditemani bujang lelakinya yang cantik - Harun memang homo. Lalu ada Arsad (Soultan Saladin), lelaki licik yang tak pernah memikirkan anak Istrinya.

Kegemarannya mengganggu istri orang. Dan ada Halimah (Dewi Irawan), gadis yang tersingkir dari pergaulan karena difitnah telah berzina dengan pacarnya. Di kampung itu berdiam pula seorang guru mengaji senior: Sulaiman (Rachmat Hidayat). Tapi sang guru telah "berdamai" dengan tingkah laku orang kampung. Maka lengkaplah kekacauan itu. Mulanya Ibrahim tak menyadari semua itu. Ia mulai terlibat ketika memergoki Arsad hendak memperkosa Halimah. Malu dan takut perbuatannya terbongkar, Arsad pun menyebar fitnah bahwa Halimah telah sampai ke puncak kegilaannya. Sebab gadis itu telah mencakar pipinya. Ia mengusulkan agar Halimah dipasung saja. Dan memang itulah yang terjadi. Lagi-lagi sutradara haerul Umam, yang sehari-hari dipanggil Mamang, memperlihatkan kebolehan. Adegan Halimah diambil secara paksa dari rumahnya oleh orang-orang kampung yang dipimpin Arsad dibuat dengan bagus. Ada orang-orang yang berpakaian hitam, obor-obor, dan ratap tangis orangtua Halimah. Ada pula guru muda yang tak berdaya menyaksikan kezaliman itu. Sementara Sulaiman yang diharapkan (oleh si guru muda) bisa menolong, ternyata berdiri di luar pagar. Yang terasa agak berlebihan: Mamang menambahkan hujan dan petir dalam adegan ini. Akhir cerita memang sesuai dengan judulnya.

Orang yang beriman selamat meniti jembatan serambut dibelah tujuh. Arsad mati terjatuh sewaktu hendak melarikan diri dari gerebekan orang kampung lain gara-gara kepergok hendak memperkosa seorang wanita kampung tersebut. Halimah sehat kembali. Dan Ibrahim, yang hampir mati konyol karena fitnah istri Harun, diselamatkan oleh seorang musafir - yang entah dari mana munculnya. Film ini memang sedikit menyimpang dari skenario Asrul. Tokoh musafir yang muncul di awal dan akhir kisah, versi Chaerul, adalah tokoh yang santai. Sebaliknya dalam skenario. Yang hendak dicapai Mamang dengan menyantaikan tokoh itu, agar musafir tampak wajar - sekalipun akhirnya mirip tokoh pengembara dalam film silat. Tokoh Ibrahim, diperankan oleh El Manik, aktor yang pernah duduk di bangku Sekolah Pendidikan Guru, agaknya tak akan mendapat tepukan tangan sebagaimana tokoh dalam Al Kautsar - film Mamang terdahulu. Tapi itulah yang membuat film ini berharga, di tengah sepinya film-film lokal bermutu saat ini.