NADA DAN DAKWAH
Hal ini menimbulkan reaksi bagi ulama setempat termasuk ust. Zainuddin (Zainudin Mz) dan juga Ust. Murod (Deddy Mizwar) dari Pandan Wangi. Mereka berusaha menyadarkan warga melalui media dakwah melalui tabligh akbar dengan penceramahnya Ust. Zainuddin. Namun kedatangan Ust. Zainuddin tidak disukai oleh anak buah Bustomi karena kata-kata ust. Zainuddin dianggap menghasut warga.
Di lain sisi Rhoma (Rhoma Irama) yang juga bersahabat dengan Ust. Zainuddin adalah teman dari Latifah (Ida Iasha) putri tunggal dari Bustomi. Mereka bersahabat dan sempat dipertemukan dengan ayah Latifah untuk menjembatani jual beli tanah dengan penduduk Pandan Wangi. Namun Rhoma mencium hal yang tidak beres, sehingga Rhoma berusaha menyadarkan dan memberitahu pada ayah Latifah tentang jual beli tanah tersebut. Sementara itu Latifah yang merupakan anak tunggal, justru mengambil jalan yang bertentangan dengan sikap ayahnya. Jika ayahnya ingin agar penduduk Pandan Wangi menjual tanahnya padanya, maka Latifah justru melakukan penelitian dengan penduduk sekitar dan menghimbau pada mereka untuk tidak menjual tanahnya. Hal ini tentu berseberangan dengan keinginan ayahnya.
****
Latifah dan teman-teman mahasiswinya datang ke Pandan Wangi untuk memberikan pengarahan dan pelatihan pertanian bagi warga. Apalagi warga juga mulai resah karena isu penggusuran tanah warga yang akan digunakan untuk jalan tol, padahal tujuan sebenarnya adalah untuk pembuatan pabrik. Setelah di beri pengarahan, warga akhirnya mulai sadar dan mulai timbul penyesalan karena mereka sudah terlanjur menyerahkan sertifikat tanahnya pada Pak Abu. Warga kuatir dengan keselamatan sertifikat tanahnya. Akhirnya terjadilah pertemuan antara warga dengan Pak Abu yang difasilitasi oleh Ust. Murad. Warga marah, karena setelah diketahui Abu berbohong karena baru diketahui kalau tanah yang di jual bukan untuk jalan tol tapi untuk membangun pabrik. Akhirnya warga menuntut sertifikatnya untuk dikembalikan. Hal ini diketahui oleh Pak Bustomi. Akhirnya bersama Mursali, Bustomi datang ke desa Pandan Wangi untuk melakukan pertemuan dengan warga. Akhirnya belang Abu pun semakin terbuka karena harga tanah yang seharusnya dikeluarkan oleh Bustomi adalah Rp. 17.500 permeter namun sampai di warga hanya Rp.5.000.
Akhirnya Bustomi mengambil alih haknya dan menawarkan langsung pada warga untuk mengambil uangnya langsung padanya. Namun Warga yang sudah sadar pun menolak permintaan Bustomi tersebut. Keadaan pun bergolak. Saat itulah datang Ust. Zainuddin yang memberikan pencerahan. Akhirnya Bustomi pun sadar dan bersedia mengembalikan sertifikat warga kembali. Bustomi juga mulai menjalankan solat dan membaca kitab Suci Al Qur’an ketika sering sering mendengar ceramah dari Zainuddin baik melalui TV maupun radio. Bustomi merasa di khianati oleh anak buahnya termasuk pemotongan uang bagi warga. Akhirnya Marsuli dan Abu pun di pecat oleh Bustomi. Pemecatan Marsuli dan Abu berdampak pada anak buahnya di lapangan yang mulai tidak di suplai biaya hiburan. Akhirnya mereka pun marah dan menyusun rencana untuk menghancurkan warga.
Sementara itu di rumah warga, seorang warga di bunuh anaknya sendiri Jaja karena rebutan surat tanah yang akan di gadaikan agar ia bisa hidup enak. Akhirnya polisi pun menginterogasi saksi, dan mereka menuduhkan kalau kejadian tersebut terjadi setelah Jaja mengikuti pengajian yang diadakan oleh anak-anak kota yang di ketuai Latifah. Sementara itu Latifah dan Rhoma berusaha mencari keberadaan Jaja untuk mencari titik persoalan lebih jelas. Rhoma dan Latifah berhasil menemukan Jaja di markas Mursali. Terjadilah baku hantam, dengan sigap Latifah menelpon Polda Metro Jaya dan berhasil menangkap Jaja dan kawan-kawannya.
Nilai-nilai nasionalisme dengan beragam kekayaan pemikiran tokoh-tokoh bangsa ini telah mengilham lahirnya sosok KH Zainudin MZ yang kita kenal sebagai dai sejuta umat.
Dalam buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat" tergambar dalam dirinya menyatu empat figur tokoh Indonesia yang fenomenal. Pertama, Soekarno. Sejak kecil KH Zainudin MZ mengagumi gaya orator Bung Karno yang tampil berani, gagah dan dapat memikat perhatian berjuta-juta rakyat Indonesia.
Buku-buku maupun majalah yang mengupas tentang pemikiran bung Karno tak pernah lepas dari kehidupan KH Zainudin sejak usia sekolah.
Di kala usianya masih 5 tahun, KH Zainudin MZ kecil memiliki hobi mengikuti Ibunya Zainabun ke pasar. Postur tubuhnya dengan kulit putih dan mata sipit membuat gemas para pedagang Cina di Pasar.
Di tengah-tengah kegaduhan pasar itulah, KH Zainudin MZ kecil kerap naik di atas meja milik pengusaha Cina. Dengan mimik muka serius, KH Zainudin MZ kecil menirukan gaya pidato bung Karno. Hobinya naik meja dan berpidato dengan suara lantang juga dilakukan di depan para tamu yang kerap bertandang kerumah kakek-neneknya.
Kedua, KH Idham Khalid. KH Zainudin MZ bersentuhan langsung dengan pemimpin NU (1952-1984) ini ketika menuntut ilmu di Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Aliyah Perguruan Darul Ma’arif yang dipimpin langsung oleh KH Idham Khalid. Semua tindak-tanduk KH Idham Khalid menarik perhatian KH Zainudin MZ. Kala itu KH Idham Khalid dikenal sebagai singa podium meski bertubuh kecil.
Dalam buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat" terbitan tahun 1994 ini, KH Zainudin MZ mengkisahkan ada seorang ulama yang dicintai umatnya. Ketika sang ulama tersebut dalam tausiyahnya (pidatonya) menceritakan kesedihan, hampir semua jama’ah menangis. Dan jika sang ulama tersebut mengkisahkan kabar gembira, semua jama’ah juga nampak wajah berseri.
Ulama seperti ini menurut KH Zainudin adalah ulama yang patut diteladani karena keikhlasannya, karena kedalaman ilmunya, karena kedekatannya pada Allah. Penulis baru memahami ulama yang dimaksud oleh KH Zainudin MZ adalah guru yang dihormatinya di Perguruan Darul Ma ’arif tersebut.
Selain dikenal sebagai singa podium, KH Idham Khalid juga dikenal sebagai pelobi ulung. Bakat sebagai orator dan pelobi ulang KH Idham Khalid secara perlahan-lahan dipelajari oleh KH Zainudin MZ kecil.
Di banyak kesempatan saat-saat sekolah di Perguruan Darul Ma'arif, KH Zainudin MZ kecil sering tampil di hadapan teman-temannya dengan beragam "guyonan" khas Betawi. Dalam setiap kali tampil, KH Zainudin MZ kecil dapat memukau perhatian teman-temannya.
Ketiga, Buya HAMKA. Sejak muda, KH Zainudin MZ sangat gandrung dengan karya-karya sastra HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah). Ketertarikan KH Zainudin MZ pada sosok HAMKA bukan semata karena sang tokoh adalah santrawan.
Selama hidupnya HAMKA selain dikenal sebagai sastrawan Indonesia, juga sekaligus ulama, dan aktivis politik. Dari karya-karya HAMKA yang memuat tentang sastra Indonesia inilah, sosok KH Zainudin MZ belajar bagaimana memilih dan memilah bahasa yang sesuai dengan "diksi", bahasa yang kelak digunakannya untuk "mencubit" namun tidak merasakan sakit.
HAMKA yang dalam hidupnya otodidak dalam ilmu pengetahuan mengilhami KH Zainudin MZ juga melakukan hal yang sama. Apa yang dipelajari HAMKA mulai dari filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat juga dipelajari oleh KH Zainudin MZ.
Termasuk kemahiran HAMKA dalam bahasa Arab juga menginspirasi KH Zainudin remaja. Karya-karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah yang tuntas dipelajari HAMKA, juga dilanjutkan oleh KH Zainudin MZ di usia muda seperti karya-karya Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal.
Keempat, KH Syukron Makmun. Pimpinan pondok Pesantren Darul Rahman Jakarta Selatan ini juga idola KH Zainudin MZ. Keberanian KH Syokron Makmun mengilhami proses pembelajaran KH Zainudin MZ membentuk karirnya di atas podium. KH Syukron Makmun dikenal sebagai ulama yang berani mengkritik pemerintah Orde Baru.
Dalam sebuah cerita dari para santri-santrinya, KH Syukron Makmun kerap menjadi sasaran tembakan mesterius namun berkat kedekatannya sang Kiai kepada Allah tembakan tersebut tidak pernah kena sasaran. Selain berani, KH Syukron Makmun juga dikenal sebagai ulama yang disiplin dalam mendidik para santrinya.
KH Zainudin MZ sejak mudanya berkomitmen mengintegrasikan nilai-nilai, bakat dan kelebihan dari masing-masing empat figur tersebut di atas dalam kepribadiannya dan akhirnya lahirnya figur dai sejuta umat. Pesannya yang bisa ditangkap dari buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat (1994)", bagi generasi muda adalah dalam rangka berproses "menjadi" kita bisa belajar dari kepribadian banyak tokoh yang punya pengalaman dan makan garam kehidupan, namun dalam "endingnya" kita harus tampil dengan kepribadian yang khas bukan jiplakan dari tokoh-tokoh tersebut.
Hal tersebut ada dalam kepribadian KH Zainudin MZ. Dalam seni orator, mungkin ia belajar dari Bung Karno. Soal nilai Islam dalam dakwah, KH Zainudin MZ belajar dari KH Idham Khalid. Dalam hal seni berbahasa, KH Zainudin MZ berguru otodidak dari pemikiran HAMKA. Dan keberaniannya mengkritik apapun, KH Zainudin MZ belajar dari KH Syukron Makmun.
Ada satu nilai yang sama dan menjadi prinsip dari keempat tokoh tersebut yang juga diter apkan oleh KH Zainudin MZ dalam berdakwah yakni "agar apa yang kita sampaikan diterima di hati umat, maka sampaikanlah dengan hati"
Kisah berawal dari kemelut yang melanda desa Pandan Wangi yang bergejolak akibat pembelian tanah yang dilakukan oleh seorang bos Pak Bustomi (WD Mochtar) dengan dalih untuk di bangun pabrik tapioca yang tenaganya akan mengambil dari warga sekitar. Juga maraknya minuman keras bagi kalangan muda dan judi di sekitar Pandan Wangi turut menambah gejolak bagi masyarakat sekitar. Mereka diiming-imingi akan dibangun sebuah pabrik dan juga tempat hiburan untuk kalangan muda, hingga akhirnya banyak pemuda yang menjual sertifikat tanahnya pada broker tanah Pak Abu (Wan Abud) atas suruhan Mursali. Banyak tanah penduduk yang dijual kepada mereka hanya demi uang sesaat , bahkan tanpa sepengetahuan orang tuanya. Yang lebih parah lagi adalah tanah wakaf yang turut diperjual belikan.
Hal ini menimbulkan reaksi bagi ulama setempat termasuk ust. Zainuddin (Zainudin Mz) dan juga Ust. Murod (Deddy Mizwar) dari Pandan Wangi. Mereka berusaha menyadarkan warga melalui media dakwah melalui tabligh akbar dengan penceramahnya Ust. Zainuddin. Namun kedatangan Ust. Zainuddin tidak disukai oleh anak buah Bustomi karena kata-kata ust. Zainuddin dianggap menghasut warga.
Di lain sisi Rhoma (Rhoma Irama) yang juga bersahabat dengan Ust. Zainuddin adalah teman dari Latifah (Ida Iasha) putri tunggal dari Bustomi. Mereka bersahabat dan sempat dipertemukan dengan ayah Latifah untuk menjembatani jual beli tanah dengan penduduk Pandan Wangi. Namun Rhoma mencium hal yang tidak beres, sehingga Rhoma berusaha menyadarkan dan memberitahu pada ayah Latifah tentang jual beli tanah tersebut. Sementara itu Latifah yang merupakan anak tunggal, justru mengambil jalan yang bertentangan dengan sikap ayahnya. Jika ayahnya ingin agar penduduk Pandan Wangi menjual tanahnya padanya, maka Latifah justru melakukan penelitian dengan penduduk sekitar dan menghimbau pada mereka untuk tidak menjual tanahnya. Hal ini tentu berseberangan dengan keinginan ayahnya.
****
Latifah dan teman-teman mahasiswinya datang ke Pandan Wangi untuk memberikan pengarahan dan pelatihan pertanian bagi warga. Apalagi warga juga mulai resah karena isu penggusuran tanah warga yang akan digunakan untuk jalan tol, padahal tujuan sebenarnya adalah untuk pembuatan pabrik. Setelah di beri pengarahan, warga akhirnya mulai sadar dan mulai timbul penyesalan karena mereka sudah terlanjur menyerahkan sertifikat tanahnya pada Pak Abu. Warga kuatir dengan keselamatan sertifikat tanahnya. Akhirnya terjadilah pertemuan antara warga dengan Pak Abu yang difasilitasi oleh Ust. Murad. Warga marah, karena setelah diketahui Abu berbohong karena baru diketahui kalau tanah yang di jual bukan untuk jalan tol tapi untuk membangun pabrik. Akhirnya warga menuntut sertifikatnya untuk dikembalikan. Hal ini diketahui oleh Pak Bustomi. Akhirnya bersama Mursali, Bustomi datang ke desa Pandan Wangi untuk melakukan pertemuan dengan warga. Akhirnya belang Abu pun semakin terbuka karena harga tanah yang seharusnya dikeluarkan oleh Bustomi adalah Rp. 17.500 permeter namun sampai di warga hanya Rp.5.000.
Akhirnya Bustomi mengambil alih haknya dan menawarkan langsung pada warga untuk mengambil uangnya langsung padanya. Namun Warga yang sudah sadar pun menolak permintaan Bustomi tersebut. Keadaan pun bergolak. Saat itulah datang Ust. Zainuddin yang memberikan pencerahan. Akhirnya Bustomi pun sadar dan bersedia mengembalikan sertifikat warga kembali. Bustomi juga mulai menjalankan solat dan membaca kitab Suci Al Qur’an ketika sering sering mendengar ceramah dari Zainuddin baik melalui TV maupun radio. Bustomi merasa di khianati oleh anak buahnya termasuk pemotongan uang bagi warga. Akhirnya Marsuli dan Abu pun di pecat oleh Bustomi. Pemecatan Marsuli dan Abu berdampak pada anak buahnya di lapangan yang mulai tidak di suplai biaya hiburan. Akhirnya mereka pun marah dan menyusun rencana untuk menghancurkan warga.
Sementara itu di rumah warga, seorang warga di bunuh anaknya sendiri Jaja karena rebutan surat tanah yang akan di gadaikan agar ia bisa hidup enak. Akhirnya polisi pun menginterogasi saksi, dan mereka menuduhkan kalau kejadian tersebut terjadi setelah Jaja mengikuti pengajian yang diadakan oleh anak-anak kota yang di ketuai Latifah. Sementara itu Latifah dan Rhoma berusaha mencari keberadaan Jaja untuk mencari titik persoalan lebih jelas. Rhoma dan Latifah berhasil menemukan Jaja di markas Mursali. Terjadilah baku hantam, dengan sigap Latifah menelpon Polda Metro Jaya dan berhasil menangkap Jaja dan kawan-kawannya.
Ada Guyonan dari kalangan orang film, Rhoma menginsyafkan Ida Iasha dalam film Gadis Desa, kini mendakwahkannya, atau mengislamkannya. Walaupun begitu Ida tidak lah mencintai Rhoma dalam seharian, itu hanya di film saja. Sampai sekarang Rhoma tidak pernah berhasil.
KH Zainuddin MZ yang diunggulkan sebagai pemeran pembantu pria dalam FFI 1992, mengundurkan diri karena banyak protes dari umatnya yang menyesalkan dia bermain film. (Surat KH Zainuddin MZ kepada Pantap FFI 1992).
Nilai-nilai nasionalisme dengan beragam kekayaan pemikiran tokoh-tokoh bangsa ini telah mengilham lahirnya sosok KH Zainudin MZ yang kita kenal sebagai dai sejuta umat.
Dalam buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat" tergambar dalam dirinya menyatu empat figur tokoh Indonesia yang fenomenal. Pertama, Soekarno. Sejak kecil KH Zainudin MZ mengagumi gaya orator Bung Karno yang tampil berani, gagah dan dapat memikat perhatian berjuta-juta rakyat Indonesia.
Buku-buku maupun majalah yang mengupas tentang pemikiran bung Karno tak pernah lepas dari kehidupan KH Zainudin sejak usia sekolah.
Di kala usianya masih 5 tahun, KH Zainudin MZ kecil memiliki hobi mengikuti Ibunya Zainabun ke pasar. Postur tubuhnya dengan kulit putih dan mata sipit membuat gemas para pedagang Cina di Pasar.
Di tengah-tengah kegaduhan pasar itulah, KH Zainudin MZ kecil kerap naik di atas meja milik pengusaha Cina. Dengan mimik muka serius, KH Zainudin MZ kecil menirukan gaya pidato bung Karno. Hobinya naik meja dan berpidato dengan suara lantang juga dilakukan di depan para tamu yang kerap bertandang kerumah kakek-neneknya.
Kedua, KH Idham Khalid. KH Zainudin MZ bersentuhan langsung dengan pemimpin NU (1952-1984) ini ketika menuntut ilmu di Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Aliyah Perguruan Darul Ma’arif yang dipimpin langsung oleh KH Idham Khalid. Semua tindak-tanduk KH Idham Khalid menarik perhatian KH Zainudin MZ. Kala itu KH Idham Khalid dikenal sebagai singa podium meski bertubuh kecil.
Dalam buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat" terbitan tahun 1994 ini, KH Zainudin MZ mengkisahkan ada seorang ulama yang dicintai umatnya. Ketika sang ulama tersebut dalam tausiyahnya (pidatonya) menceritakan kesedihan, hampir semua jama’ah menangis. Dan jika sang ulama tersebut mengkisahkan kabar gembira, semua jama’ah juga nampak wajah berseri.
Ulama seperti ini menurut KH Zainudin adalah ulama yang patut diteladani karena keikhlasannya, karena kedalaman ilmunya, karena kedekatannya pada Allah. Penulis baru memahami ulama yang dimaksud oleh KH Zainudin MZ adalah guru yang dihormatinya di Perguruan Darul Ma ’arif tersebut.
Selain dikenal sebagai singa podium, KH Idham Khalid juga dikenal sebagai pelobi ulung. Bakat sebagai orator dan pelobi ulang KH Idham Khalid secara perlahan-lahan dipelajari oleh KH Zainudin MZ kecil.
Di banyak kesempatan saat-saat sekolah di Perguruan Darul Ma'arif, KH Zainudin MZ kecil sering tampil di hadapan teman-temannya dengan beragam "guyonan" khas Betawi. Dalam setiap kali tampil, KH Zainudin MZ kecil dapat memukau perhatian teman-temannya.
Ketiga, Buya HAMKA. Sejak muda, KH Zainudin MZ sangat gandrung dengan karya-karya sastra HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah). Ketertarikan KH Zainudin MZ pada sosok HAMKA bukan semata karena sang tokoh adalah santrawan.
Selama hidupnya HAMKA selain dikenal sebagai sastrawan Indonesia, juga sekaligus ulama, dan aktivis politik. Dari karya-karya HAMKA yang memuat tentang sastra Indonesia inilah, sosok KH Zainudin MZ belajar bagaimana memilih dan memilah bahasa yang sesuai dengan "diksi", bahasa yang kelak digunakannya untuk "mencubit" namun tidak merasakan sakit.
HAMKA yang dalam hidupnya otodidak dalam ilmu pengetahuan mengilhami KH Zainudin MZ juga melakukan hal yang sama. Apa yang dipelajari HAMKA mulai dari filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat juga dipelajari oleh KH Zainudin MZ.
Termasuk kemahiran HAMKA dalam bahasa Arab juga menginspirasi KH Zainudin remaja. Karya-karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah yang tuntas dipelajari HAMKA, juga dilanjutkan oleh KH Zainudin MZ di usia muda seperti karya-karya Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal.
Keempat, KH Syukron Makmun. Pimpinan pondok Pesantren Darul Rahman Jakarta Selatan ini juga idola KH Zainudin MZ. Keberanian KH Syokron Makmun mengilhami proses pembelajaran KH Zainudin MZ membentuk karirnya di atas podium. KH Syukron Makmun dikenal sebagai ulama yang berani mengkritik pemerintah Orde Baru.
Dalam sebuah cerita dari para santri-santrinya, KH Syukron Makmun kerap menjadi sasaran tembakan mesterius namun berkat kedekatannya sang Kiai kepada Allah tembakan tersebut tidak pernah kena sasaran. Selain berani, KH Syukron Makmun juga dikenal sebagai ulama yang disiplin dalam mendidik para santrinya.
KH Zainudin MZ sejak mudanya berkomitmen mengintegrasikan nilai-nilai, bakat dan kelebihan dari masing-masing empat figur tersebut di atas dalam kepribadiannya dan akhirnya lahirnya figur dai sejuta umat. Pesannya yang bisa ditangkap dari buku "KH Zainudin MZ: Dai Sejuta Umat (1994)", bagi generasi muda adalah dalam rangka berproses "menjadi" kita bisa belajar dari kepribadian banyak tokoh yang punya pengalaman dan makan garam kehidupan, namun dalam "endingnya" kita harus tampil dengan kepribadian yang khas bukan jiplakan dari tokoh-tokoh tersebut.
Hal tersebut ada dalam kepribadian KH Zainudin MZ. Dalam seni orator, mungkin ia belajar dari Bung Karno. Soal nilai Islam dalam dakwah, KH Zainudin MZ belajar dari KH Idham Khalid. Dalam hal seni berbahasa, KH Zainudin MZ berguru otodidak dari pemikiran HAMKA. Dan keberaniannya mengkritik apapun, KH Zainudin MZ belajar dari KH Syukron Makmun.
Ada satu nilai yang sama dan menjadi prinsip dari keempat tokoh tersebut yang juga diter apkan oleh KH Zainudin MZ dalam berdakwah yakni "agar apa yang kita sampaikan diterima di hati umat, maka sampaikanlah dengan hati"