Sabtu, 01 Agustus 2020

MALANG / NGALAM BIOSCOOP

Gedung bioskop yang pertama berdiri di Kota Malang, menurut Sindy, adalah Bioskop Al Hambra, berubah nama menjadi Agung Theatre, dan berubah lagi menjadi Mitra Satu. Gedung tersebut dibangun tahun 1930.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Malangnya Bioskop di Kota Malang", https://regional.kompas.com/read/2016/03/28/09255701/Malangnya.Bioskop.di.Kota.Malang?page=all.


Akses Kompas.com lebih cepat dan mudah melalui aplikasi
Google Play: https://bit.ly/3g85pkA
Apple App Store: https://apple.co/3hXWJ0L
ALHAMBARA / GRAND / MITRA SATU

FLORA CINEMA

Flora Cinema di sudut Jl. KH. Agus Salim dan Jl. Zainul Arifin, dibangun tahun 1928, sekarang menjadi pertokoan.

ALHAMBARA / AGUNG / MITRA

Gedung bioskop yang pertama berdiri di Kota Malang adalah Bioskop ALHAMBARA berubah nama menjadi AGUNG THEATRE, dan berubah lagi menjadi MITRA SATU. Gedung tersebut dibangun tahun 1930.


Pada tahun 1928 di Malang juga pernah muncul bioskop bernama sama, Alhambra, oleh Ali Surati. Bioskop ini tidak bertahan lama, kemudian diambil alih dan berubah menjadi bioskop Grand. Bioskop inipun juga tidak bertahan lama, hingga dirobohkan dan dibangun pusat perbelanjaan Mitra Pasaraya.

Pada tahun-tahun itu, dunia sandiwara seakan berubah menjadi jalur baru invasi kesenian kelompok masyarakat Hadharim (keturunan Arab asal Yaman Selatan) selain umumnya diketahui bermusik dan berpuisi. Tak hanya menjadi bentuk ekspresi, seni pertunjukan juga digunakan sebagai media untuk mengkritisi dan propaganda politik-sosial, seperti beberapa judul terkenal dalam pementasan oleh PAI (Persatuan Arab Indonesia), Korban Adat dan Tonil Fatimah yang menjadi swa-kritik sehingga banyak menghadirkan reaksi, utamanya dari kelompok Hadharim sendiri.

Dalam era berikutnya, beberapa nama Arab juga muncul dalam film-film nasional, seperti Abu Bakar Bafagih yang berasal dari keluarga pengelola batik asal Pekalongan, namun menolak mengikuti jejak keluarganya dan lebih memilih bersandiwara, mengikuti beberapa kelompok sebelum akhirnya membentuk kelompoknya sendiri dengan nama Opera Valencia. Setelah menikahi salah seorang anggotanya yang bernama Nyi Tjitjih, seorang Sunda, kelompok tersebut berubah nama menjadi Tonil Miss Tjitjih. Kelompok ini masih bertahan hingga kini.

Dalam sejarah pasca kemerdekaan, masyarakat Arab Nusantara masih rajin menelurkan bintang dunia perfilman, seperti Achmad Nungcik Alcaff yang berasal dari kelompok teater Tjendrawasih. Namanya menjadi dikenal di industri perfilman Nasional setelah memenangkan penghargaan FFI pertama sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik pada tahun 1955 dalam film legendaris berjudul Lewat Djam Malam besutan Usmar Ismail. Akting Achmad dalam film ini mendapat pujian dari seorang kritikus Jepang, mengatakan bahwa film ini merupakan salah satu film terbaik dunia yang pernah ditontonnya.

Ketika PKI merajalela, perfilman nasional sempat dipenuhi film-film propaganda sehingga melesukan dunia perfilman nasional, begitu pula dengan aktor keturunan Arab yang akhirnya banyak memilih banting setir.

Memasuki tahun 1980-90an, perfilman Indonesia kembali bergairah terutama genre komedi yang mencapai puncak kejayaannya, dengan banyak aktornya berasal dari keturunan Arab. Salah satu yang cukup dikenal di kelas ini adalah Fuad Alkhar atau yang lebih dikenal dengan nama Wan Abud, cukup dikenali dengan gaya bicaranya yang banyak menyisipkan istilah Arab.

Hingga tahun 1990-an, sejumlah gedung bioskop masih banyak berdiri di Kota Malang. Sebut saja BIOSKOP KELUD di Jalan Kelud, BIOSKOP MANUNGGAL di belakang Polsek Lowokwaru Dinoyo, BIOSKOP MUTIARA di Jalan Trunojoyo, MERDEKA di Jalan Basuki Rahmat, KAYU TANGAN di Kayu Tangan Jalan Basuki Rahmat, SUKUN 21, MANDALA di Malang Plaza, dan DINOYO THEATRE .

BIOSKOP KELUD


Bioskop yang menggabungkan Layar Tancep / Misbar (Gerimis bubar), Drive In (Nonton di dalam mobil, dan VIP room,...semua itu dengan satu layar (Layar tidak dari bahan kain, tembok yang di cat putih, mengingat layarnya di outdoor, sehingga awet.

Alamat di jalan Kelud, kecamatan Klojen, kota Malang. Uniknya, bentuk bioskop ini tidak sama dengan yang lainnya karena memang dibuat menggunakan sistem bioskop drive-in yang memungkinkan pengunjung masuk sekaligus dengan kendaraan mereka. Sistem ini juga lah yang membuat atap bioskop ini menjadi terbuka dan lekat dengan sebutan bioskop 'misbar' yang merupakan singkatan dari gerimis bubar atau gerimis buyar. Bioskop ini juga familiar dengan sebutan Dulek yang merupakan boso walikan dari kata Kelud.

Pada masa 70-80an, bioskop ini paling banyak didatangi karena harga karcisnya yang relatif lebih murah. Pada masa itu, bioskop biasa dibagi menjadi beberapa kelas, bioskop Kelud ini merupakan tempat yang ditujukan untuk kelas menengah ke bawah sehingga harganya lebih murah dan lebih banyak yang datang untuk menonton.

Bioskop Kelud sendiri didirikan oleh dua anggota Brimob, Noersalam dan Marsam yang membuka usaha pemutaran bioskop keliling atau layar tancap di sekitar Malang. Hasil usaha mereka itu kemudian digunakan untuk membeli lahan bekas gedung bulu tangkis yang kemudian dibangun kembali menjadi bioskop Kelud ini.
 
Hal yang paling khas dari bioskop ini adalah suasananya yang ramai dan seperti pasar malam. Para penonton bisa sambil membeli berbagai jajanan dari pedagang yang berkeliling. Harga yang murah dari bioskop ini serta situasinya yang sangat santai membuat banyak orang dari berbagai kalangan senang memadati gedung bioskop ini.

Karena ramainya penonton dan model bioskop yang cukup bebas, maka tak jarang ketika film main akan tampak penonton yang mulai membawa mobil, duduk di kursi, hingga tampak lesehan. Bahkan sering terjadi interaksi antara satu penonton dan penonton lain serta berbagai komentar, siulan atau tawa untuk merespons berbagai adegan dalam film. Kebebasan seperti itu lah yang menjadi ciri khas dari Dulek ini.

Keramaian dari Dulek akan berlipat khususnya pada malam minggu atau saat liburan. Pada saat itu, orang-orang dari wilayah luar kota akan berbondong-bondong datang memenuhi gedung ini untuk memuaskan keinginan mereka menonton film. Film yang jadi favorit adalah beberapa film Indonesia terkenal, film India, serta film barat terutama yang bercerita tentang koboy.

Karena modelnya yang di luar ruangan, bioskop ini hanya buka dan beroperasi pada malam hari. Rekor penonton terbanyak di bioskop ini adalah 7.000 penonton yang menyaksikan kala film Inem Pelayan Sexy diputar. Tentu saja sebagai bioskop dengan harga murah, biasanya film tersebut sudah diputar di bioskop-bioskop lain baru kemudian ditayangkan di Dulek.

Bioskop ini juga ada ruang VIP di lantai dua yang ada atapnya, jarak pandang dan posisi menonton yang pas tanpa halangan, sehingga kalau hujan pun tidak basah. Sama seperti di kelas bawah, yang bawa mobil bisa berteduh dalam mobil, tetapi yang datang tampa mobil dan lesehan, langsung bubar.

Walau sempat menjadi primadona bagi masyarakat kota Malang, namun eksistensi bioskop Kelud kian hari kian terkikis. Bertambahnya sejumlah stasiun TV swasta serta berkembangnya bioskop di pusat perbelanjaan menyebabkan bioskop ini mulai ditinggalkan. Kini, tempat tersebut hanya menjadi sebuah gedung tua dengan halaman yang luas bagi warga untuk meletakkan mobil.

Kelud yang sempat jadi primadona pada dekade 70-an dan 80-an kini sudah tak lami ramai dengan suara riuh rendah dan tawa penontonnya. Napas dari bioskop ini kini telah berakhir bersama dengan sejumlah gedung bioskop lain di Malang.

ROXY / MERDEKA THEATRE

Mulai Dibuka 25 Januari 1952
“Satu-satunya gedung bioscoop dari seluruh Indonesia jang mempunjai ruangan menurun (lebih rendah dari permukaan djalan raja) sehingga penonton senantiasa tidak dapat gangguan hawa panas dari luar. Memuat lebih 900 kursi jang enak didudukinja dari kelas I sampai kelas rendah. Diperlengkapi dengan alat-alat projectie jg terbaru dan memakai pengeras suara kembar,” Westrex Master, sebuah iklan yang mengabarkan adanya bioskop baru di Malang.

Di Bioskop Roxy Theater sudah menggunakan proyektor dan sound system yang baru, sehingga jika dibandingkan dengan bioskop lainnya di Malang, bioskop tersebut sudah punya suara dan tidak menggunakan gambar bisu lagi. 

Di tahun 1960-an, Presiden Sukarno memerintahkan untuk mengganti nama yang berbau asing ke nama yang lebih Indonesia. Akhirnya, Bioskop Roxy Theater berubah namanya menjadi Bioskop MERDEKA THEATRE, dari sebuah poster film tahun 1969, Bioskop ini sudah berganti nama. Namun, film-film dari luar negeri tetap mendominasi tayangan bioskop karena menjadi tontonan yang lebih banyak menyedot massa ketika itu.

Bioskop Merdeka adalah primadona terutama untuk film-film dari luar negeri ataupun komedi seperti Warkop DKI.

Di tahun 90-an bioskop tersebut tetap menjadi hiburan bagi anak-anak dan pemuda di Malang. Dulu ketika waktu santai Bioskop Merdeka dan Bioskop Kelud yang ada di sebelahnya adalah tempat wajib nongkrong karena disana juga menyediakan permainan ding-dong.

Di tahun 1984, saat pemilik utama Bioskop yaitu Han Poo Hok atau Sudarno Handoyo Utomo meninggal dunia. Terjadi sengketa kepemilikan yang melibatkan Endi Mulia dan Budi Tedjamulia mengaku mendapat surat wasiat dari Han Poo Hok.

GARUDA THEATRE
Garuda Theater di Jl. Kyai Tamin Kidul Pasar




BIOSKOP REX / RIA

 Bioskop Rex/Ria

Bioskop Rex ini dikenal sebagai jaringan bioskop yang ada pasa masa penjajahan Belanda. Tak heran jika di kota-kota lain juga ada bioskop dengan nama yang sama, seperti Rex Jakarta, Surabaya, Bandung, Jember, Palembang, dan Medan. Kehadiran bioskop ini tentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Belanda ataupun priayi di Kota Malang.

Gedung Bioskop Rex ini cukup unik, karena memiliki ciri khas tersendiri. Di sejumlah kota, termasuk Rex yang ada di Malang, bentuk bangunannya menggunakan gaya Art Deco. Gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II.

Dulu bioskop menggunakan film bisu yang hanya berupa gambar bergerak. Untuk pelengkap suaranya biasanya dibuat secara manual yang dihadirkan melalui aksi panggung orkestra yang mengiringi sesuai adegan film yang ditayangkan. Ada pemain piano, biola ataupun suara lain yang terlibat.

Rex bisa dibilang merupakan bioskop kelas satu di Kota Malang. Makanya, rol film-film terbaru kerap diputar lebih dulu di sini ketimbang di bioskop lainnya. Film yang cukup tenar di bioskop Kota Malang dulu antara lain Fantomas, Zigomar, Tom Mix, Edi Polo, dan lain-lain. Ada pula film-film bergenre komedi yang dibintangi oleh Charlie Chaplin, Max Linder, Arsene Lupin, dan lain sebagainya.

Saat Agresi Militer Belanda, Juli 1947, Bioskop Rex termasuk ribuan bangunan yang dibakar oleh pejuang Indonesia. Tujuannya agar keberadaannya tidak dimanfaatkan oleh Belanda yang datang kembali ke Malang setelah Republik Indonesia merdeka. Gedung itu dibangun kembali pada tahun 1950-an ketika situasi keamanan mulai kondusif. Gedung baru ini dibangun dengan gaya dan bentuk yang sama. Namun, di tahun itu pergeseran kesukaan film juga mulai berubah dari film barat ke film lokal Indonesia. Terlebih, di tahun 1950-an hingga 1960-an dunia perfilman Indonesia sudah mulai menggeliat. 

Ada Indonesiasi nama atau perubahan nama asing di gedung menjadi nama Indonesia pada tahun 1970-an. Nama bioskop ini pun berubah menjadi Bioskop Ria. Di masa itu keberadaan bioskop di seluruh Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Terbukti, di Kota Malang juga bermunculan bioskop-bioskop kelas menengah ke bawah.
Sayang, performa Bioskop Ria tak bisa dipertahankan pada tahun 1990-an.
  • Jaya Theater di Jl. Jend. Gatot Subroto 69 Malang, dulunya bernama Centrum Theater
  • Merdeka Theater di Jl. Basuki Rahmad 10 Malang, dulunya Roxy Theater, pernah jadi pujasera
  • Mulia Theater di Jl. Laks. RE. Martadinata 12, dulu bernama Emma Theater
  • Agung Theater di Jl. KH Agus Salim, sekarang gedung Mitra 1, dulunya Alhambra Theater dibangun 1928 oleh Hasan Surati, kemudian diubah menjadi Grand Theater.
  • Surya Theater di Jl. KH Agus Salim, berdampingan dengan Agung Theater, sekarang menjadi Mitra I, dulunya Globe Theater
  • Ria Theater di Jl. Merdeka Utara 4, dulu berada di Alun-Alun sebelah timur bernama Rex Theater, sekarang menjadi Bank Lippo
  • Ratna Theater di Jl. KH Agus Salim, sekarang dipakai Malang Plaza, dulunya Atrium Theater
  • Flora Cinema di sudut Jl. KH. Agus Salim dan Jl. Zainul Arifin, dibangun tahun 1928, sekarang menjadi pertokoan.
  • Bioscoop Mimosa di Batu, lalu menjadi Batu Theater
  • Seni Sono Theater di Jl. Agus Salim, Batu
  • Mutiara Theater di Jl. Trunojoyo, sekarang menjadi Swing Cafe
  • Malang Theater (MT) di Jl. Ade Irma Suryani, sekarang menjadi pertokoan (Bank BTN)
  • Irama Theater di Jl. Letjend Sutoyo sekarang tanah kosong dengan pasar di sisinya
  • Gadang Theater di Jl. Kol. Sugiono 383 Malang
  • Jaua Theater di Jl. Kol. Sugiono
  • Garuda Theater di Jl. Kyai Tamin Kidul Pasar
  • President Theater  di Jl. Letjen Sutoyo, lalu menjadi Mitra II, sekarang menjadi Hotel Savana.
  • Kayutangan Theater di Jl. Basuki Rahmad, sekarang menjadi toko dealer.
  • Bioskop Kelud di Jl. Kelud 9 Malang
  • Bioskop Tenun di Jl. Tenun (sekarang Jl. Susanto) Janti
  • Bioskop Manunggal di belakang Polsek Lowokwaru
  • Bioskop Celaket sebelumnya bernama Surya Baru
  • Misbar Garuda Jaya di Jl. LA Sucipto sebelah timur Stasiun Blimbing, lalu pindah di lapangan Blimbing (sekarang jadi Masjid Sabilillah)
  • Misbar di Jl. Sokarno-Hatta, sekarang menjadi Rumah makan Ringin Asri.
  • Bioskop Galunggung di Jl. Raya Langsep 16 Malang
  • Cinedex di gedung serbaguna Dinoyo
  • Garuda Theater di Jl. Raya Singosari 3 Singosari
  • Irama Theater di Jl. Semeru Selatan 354 Dampit
  • Sari Theater di Jl. Panglima Sudirman 48 Lawang, sekarang menjadi counter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar