Minggu, 23 Januari 2011

MISTRI DI BOROBUDUR / MYSTERY AT BUROBUDUR / 1971

 















Barda si Buta (Ratno Timoer) saat berada di Borobudur, dituduh sebagai pembunuh Bimo Adirekso (Wahid Chan). Anak-anak terbunuh, Subala (Adang Mansyur) dan Subali (Adji Agus), tidak perduli dengan tuduhan orang. Mereka berebut harta peninggalan orangtuanya sampai terjadi perkelahian hebat yang sia-sia, karena wasiat dan peta harta ada di tangan Sekarningsih (Nuke Maya Saphira), anak Bimo juga, dan pacarnya, Bambang Permadi (Rachmat Kartolo). Harta itu sempat dicuri oleh Selendang Mayang (Rita Zahara), lalu tercuri orang lain lagi sampai ke Dieng. Di sini pertempuran terjadi. Film ini disuguhkan dengan gaya misteri.
 P.T. DAYA ISTRI FILM

RATNO TIMOER
RACHMAT KARTOLO
RITA ZAHARA
NUKE MAYA SAPHIRA
WAHID CHAN
KANDAR SINYO
ADANG MANSYUR
ADJI AGUS
 
















 
TIDAK ada lagi gua hantu dan Mata Malaikat-pun sudah lama tewas. Sekarang si Buta berada disekitar Borobudur. Ia masih ditemani oleh monjet ketjilnja jang bernama kliwon. Barda buta (Ratno Timur) kini tidak lagi mendjadi orang jang berada dipusat persoalan, meskipun ia terlibat setelah achirnja mengetahui bahwa ada pihak teraniaja jang patut ditolong. Pembuatan seri kedua dari film Si Buta Dari Gua Hantu ini tidak sebaik seri jang disambungnja meskipun tidak pula djelek. Misteri Borobudur jang disutradarai Pietradjajia Burnama ini mengisahkan tragedi keluarga diseputar harta peninggalan jang diperebutkan setelah sang ajah meninggal. Tjina. Kisah sematjam itu memang bukan bahan baru buat lajar putih. Kali ini sedikit misterius, antara lain karena skenarionja jang sedikit rumit. Untung sadja bahwa Piet lebih berhasil sebagai sutradara dalam film ini dari pada film Malam Djahanam, sehingga kisah jang diangkat dari novel Ganes Th itu sempat diselamatkan. Jang sedikit mengganggu adalah camera jang terlalu lintjah sehingga banjak permainan zoom jang kemudian ternjata tidak mempunjai arti sama sekali. Pada beberapa pemain djuga terdjadi ketjerobohan make up, sementara pakaian jang digunakan Samatha lebih mengingatkan pada pakaian dalam film-film silat Tjina, meskipun film ini berkisah tentang kehidupan disekitar Borobudur.

Menggembirakan untuk ditjatat bahwa Ratno Timur bermain semakin baik, Rita Zahara masih tetap mejakinkan, meskipun tidak kelihatan madju dari permainannja dalam Matjan Kemajoran. Rachmat Kartolo, sajang sekali masih tetap seperti Rachmat dimana-mana diluar film. Nuke Maya Saphira memperlihatkan harapan, paling tidak, ia bermain lebih baik disini daripada dalam film Dendam Berdarah. Walhasil, produksi kedua Daya Istri Film ini tjukup madju tinimbang film mereka jang pertama. Dan sebagai sutradara, Piet makin memperlihatkan kemampuannja. Sajang sekali bahwa ilustrasi musiknja tidak sanggup menimbulkan suasana Borobudur dalam sebuah kisah pertumpahan darah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar