Selasa, 25 Januari 2011

MANIS-MANIS SOMBONG / 1980

MANIS-MANIS SOMBONG


OM PSP yang pegang peran. Semua tampil dengan gradasi perwatakan yang agak berbeda satu dengan yang lain, cuma dengan satu tujuan: menarik tawa penonton. Peran mereka, mahasiswa miskin yang karena nasib bisa main di klab malam. Rupanya nasib ini tidak baik, karena salah satu anggotanya pacaran dengan anak pemilik klab malam. Hal ini membuat komplotan musik itu agak goncang.

OM PSP (Orkes Moral Pancaran Sinar Petromaks) adalah kelompok musik yang menyanyikan lagu apa saja dengan lucu dan biasanya di-dangdut-kan. Maksudnya: mengajak kelas menengah pencemooh dangdut, tapi sekaligus juga menyindir para pedangdut.

P.T. BOLA DUNIA FILM

 

21 Desember 1985
Dua bintang, jim dan james
NAMA Bob Geldof, pemusik rock asal Inggris itu, sejak pekan lalu mencuat menjadi bintang pemberitaan pers di sini. Ia, melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di London, Senin pekan lalu, menyampaikan protes keras karena rekaman konser kemanusiaannya untuk membantu korban kelaparan di Etiopia serta-merta dibajak dan diperdagangkan di Indonesia. Koresponden kami sempat mewawancarainya setelah Bob pulang dari KBRI di Inggris itu. Dalam nomor ini, kami menampilkan lagi kelanjutan protes Bob Geldof mengenai soal pembajakan, terutama rekaman eks luar negeri di Indonesia. Kami, sekali lagi, menugasi koresponden TEMPO di Inggris untuk mewawancarai Bob. Dengan senang hati, Bob, yang baru kembali dari luar kota London Sabtu siang lalu waktu di sana, bersedia menjawab sejumlah pertanyaan TEMPO, dan mengungkapkan ancamannya lebih lanjut bila protesnya tidak digubris. 

Di Jakarta, di samping bahan laporan yang dikumpulkan sejumlah wartawan, Laporan Utama ini ditulis oleh dua orang "bintang": James dan Jim. James R. Lapian, sebelum bergabung dengan kami sebagai reporter 1983, dikenal sebagai bintang layar putih dan panggung. Di dunia film, James pernah membintangi tujuh judul. Tiga di antaranya, ia memegang peran utama, yaitu dalam film Koboi Sutra Ungu, Orang-orang Sinting, dan Manis-manis Sombong. James, yang sejak enam bulan lalu bertugas sebagai staf operasional Koordinator Reportase, sebelumnya juga akrab dengan dunia musik. Bersama group-nya, Pancaran Sinar Petromaks (PSP), James dengan bass betotnya memang sering manggung. Paling tidak, dengan bekal kemampuan main musik sebagai pemain orgel gereja, ia memperkuat PSP sejak 1978 dan berhasil menyelesaikan rekaman, sedikitnya lima album. 

Lewat lagunya yang sempat beken, seperti My Bonnie atau Kidung, James dan kawan-kawannya dari PSP mengaku tidak pernah membajak. "Itu cuma bongkar pasang," kata James yang kini masih menunggu ujian akhir sarjana FISIP UI itu. Sedang Jim Supangkat, penulis bagian pertama Laporan Utama kali ini, adalah sarjana Seni Rupa ITB yang lulus 1975. Pertengahan tahun 1970-an ia memprakarsai pergelaran musik jazz. Ia berhasil mempertemukan banyak "suhu" jazz, seperti Jack Lesmana, Eddy Karamoy, Buby Chen, Maryono, Elfa Secoria, dan sederet orang mudanya di panggung ITB ketika itu. Sebelum bergabung dengan TEMPO, 1984, Jim lebih dikenal sebagai dedengkot gerakan seni rupa baru. Puluhan karya diciptakan, termasuk di antaranya Crucifix - disimpan di Museum Fatahillah Jakarta, dan bentuk salib lainnya seperti yang kini dipasang di dalam gereja Katolik Buah Batu Bandung. Di TEMPO, Jim - yang berjanggut lebat seperti dr. Gunawan Simon yang "diadili" itu - menjadi penanggung jawab rubrik Kesehatan, Selingan, dan Ilmu & Teknologi. Nama Jim, kebetulan, belakangan kelihatan banyak tampil di halaman majalah TEMPO, sebagai penulis. Sesekali ia menulis juga untuk arsitektur, seni, dan musik.

News /psp di-pelem

Film Perdana PSP adalah Manis-manis Sombong, yang konon menurut akang-akang ini film tersebut adalah film yang paling punya kesan mendalam dan bisa dibilang film paling sukses buat mereka. Pasalnya, film ini digarap dengan sangat hati-hati dan katanya juga, secara kekeluargaan setiap adegan akan diambil, semua pemain akan berkumpul untuk mendiskusikan terlebih dahulu mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan pengambilan adegan tersebut. Jade hasilnya optimal, katanya......duka para mahasiswa dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Diawali dengan menceritakan sekelompok mahasiswa yang kost2an di sebuah rumah sederhana. Pemiliknya seorang ibu anak satu yang nampaknya menyandang karakter Ibu kost yang Jutek, Bawel & Galak namun sebetulnya baek hati. Kelucuan terjadi di sepanjang film ini karena tingkah para mahasiswa endonen tersebut. Misalnya Rojali tukang ngegitar yang selalu mengganggu teman2nya, James yang selalu sibuk dg tumpukan buku, Andra dan Adit yang selalu mencoba curang bermain catur, Omen si juru masak yang uring2an karena beras ludes atau Monos yang gelagapan karena air ledeng dimatikan sewaktu mandi (tipikal banget lageee…)

Dan tentunya, sebagai anak muda, kisah percintaan mereka kerap diceritakan dalam film ini, yang telah diolah sedemikian dengan dialog2 yang mampu mengocok perut.

Pada sebuah adegan diceritakan juga dimana Rijali Cs tampil sebagai kelompok musik pada dies natalis UI yang berhasil mendapat sambutan yang sangat meriah.

Peruntungan memihak mereka, seseorang yang dikenal sebagai pencari bakat atau apapun itu namanya, menawarkan mereka bermain music di sebuah nite-club. Hingga kemudian mereka memperoleh segala fasilitas karena keberhasilan mereka, termasuk sebuah rumah tinggal yang berhak ditinggali atas kebaikan hati pemilik nite-club tersebut.

Beberapa adegan yang mewarnai kepindahan mereka dari tempat kost menuju rumah mewah tersebut sedikit dramatis, dengan diperlihatkan keberatanhati ibu kost untuk melepas mereka karena kedekatan mereka sebagai anak-anak dengan seorang ibu membuat susah hati ibu kost tersebut.

Tapi celakanya, mereka akhirnya menjadi lupa diri. Pengeluaran uang tanpa kontrol karena berfoya-foya (hnaaahhhh kan gak boleh tuuhhh ) dan asyik masyuk (jadul banget ya istilahnya) dengan para PSK di tempat mereka bekerja (hnnnaaahhh). James yang kebagian tukang ngitung pengeluaran marah-marah. Dan Rojali yang berkenalan dan kemudian menjalin hubungan dekat dengan putri boss nite-club tempat mereka bekerja, juga menjadi lupa diri dan melupakan pacar lamanya. Adegan-adegan perselisihan di antara mereka mengenai hal tersebut mewarnai film ini. Mahasiswa lain selain Rojali tidak menyetujui sikapnya, sehingga pada akhirnya gelagat itu dinilai merupakan gelagat yang sangat tidak baik baik kehidupan mereka selanjutnya.

Namun akhirnya mereka kembali ke tempat Kost semula yang dibumbui dengan sedikit perkelahian antara Monos dengan Rojali akibat salah paham
Ceritanya sederhana, yaa… seperti la-yaknya film2 anak-muda di era itu. Komedi musical yang saat itu berhasil menjadi box office, tidak kalah berkualitas dengan “ada Apa dengan Cinta” di era ini …. Huhehehehheheh .. ya gak ya gak???

 

LAGI-LAGI DANGDUT
Ada hal-hal yang dinilai menarik saat itu dalam film bercorak komedi musical ini, yaitu mengangkat musik dangdut lagi untuk menggelitik selera orang gedongan (halllaahhhh istilah jadul lageee).

Dikisahkan ttg keluarga Prakoso –orangtua Maya- semula sangat LN minded yang karena ulah para mahasiswa pemusik itu pelan-pelan sikap kultur tersebut cair. Keluarga Prakoso yang semula begitu menggemari Orkes Simfoni (dijejalkan oleh Didit-lelaki yang nge-gebet Maya), akhirnya malah lebih menyukai dangdut.. Kenyataannya, dibandingkan dengan film bertema serupa yang lain, film ini lebih dinamis dan memikat. Tidak ada potret mahasiswa endonen secara formal. Didorong oleh semangfat praktis, film ini terasa segar. Gambar, dialog dan musik yang digarap oleh Bang Rizali (PSP) menumbuhkan kesan kerjsama yang apik. Meskipun di lain pihak, film ini juga menyia-nyiakan kesempatan untuk menggambarkan tokoh-tokohnya secara menyeluruh, tanpa latar belakang, sehingga terkesan seolah hanya cuplikan dari kejadian.

Sekalipun demikian, olok-olok segar menjadi dominan disini.. seperti layaknya kalo you guys ikutan ngumpul bareng PSP-ers… olok-olok dan julukan-julukan aneh emang dah jadi makanan sehari-hari mereka ……Contohnya , Ketika Didit ditanya oelh Nyonya Prakoso, “Nak Didit katanya tadi page ke Singapore?” .. Trus dijawab Didit, “Iya Cuma sebentar, jemput mami cabut gigi…”
“Oh, tentunya banyak dong oleh-olehnya?”…
“Gak tante, Cuma sedikit, 2 koper” (Haallllllaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh)

Dan, tak kalah pentingnya, ada kritik juga di film ini. James diperlihatkan jadi sibuk memberi kuliah teman2nya yang mendadak repot sewaktu menghadapi ujian, keteteran dan tanpa persiapan. Atau pada waktu ujian ketika Monos, Omen, Aditya d an Dindin tertangkap basah cheating …..Dengan judul Manis-Manis Sombong, sebenenrnya film ini juga lebih bercerita tentang Maya, si Manis (jembatan Ancol ???) yang agak sombong. Cuma masalahnya, ko yang jadi tokoh Sentral malah PSP ya? .... Itu dia makanya kenapa saya nanya … “Kenapa seh Judulnya mesti Manis-Manis Sombong?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar