Rabu, 26 Januari 2011

DENDAM BERDARAH / 1970


Syambuda (Fara Noor) berniat membalas dendam kematian orangtuanya saat masih anak-anak. Untuk melaksanakan niatnya, ia bertualang kesana kemari sambil harus mempertahankan diri. Maya (Maya Saphira), pacar Syambuda, yang menanti-nanti dan tak kunjung datang, akhirnya pergi berkelana juga untuk mencari kekasihnya. Ia juga harus menghadapi banyak gangguan. Celakanya pada saat kritis, ia ditolong Karya (Sjam Sjafei), pembunuh orangtua Syambuda. Syambuda dan Karya akhirnya sama-sama tewas.
C.V. BALAI BUNTAR FILM CORP.

NEWS04 Desember 1971
Dendam pohon

TENTANG kisah balas dendam, sudah tak terhitung banjaknja dalam bentuh film. Matjam-matjam sadja jang djadi alasan mulai dari pembunuhan perkosaan, penghinaan sampai djuga perampokan harta warisan. Dalam film cowboy maupun silat, tema balas dendam ini selalu bisa tertemukan sedjak usia film masih remadja. Dan setiap tema itu di kemukakan, selalu sadja orang bisa mengira-ngira djalan tjeritanja. Maka kalau itu tema tua dibumbui predikat darah hasilnja memang tidak bisa djauh dari karja Lie Soen Bok: Dendam Berdarah. Disini dikisahkan tentang seorang pendekar muda, Sjambudha (Fara Noor), jang terus mengembara mentjari seorano jang konon telah membunuh orang tuanja. Kenapa dibunuh, itu tidak penting menurut Lie Soen Bok, sang pengarang tjerita. Sementara mentjari pembunuh ajahnja, Sjambudha djuga ditjari oleh kekasihnja, Maya (Maja Saphira).

Ketika Maya mengalami kesukaran, jang menolongnja adalah Karja (Sjam Sjafei), jang ternjata adalah pembunuh jang ditjari sang pendekar. Singkat tjerita perkelahian terdjadi setelah Sjambudha dan Karja berdjumpa, dan hasilnja tjukup sesuai dengan djudul film: keduanja mati, dan itu berarti banjak darah. Pistol. Nampaknja darah kedua djagoan itu dirasakan belum tjukup oleh penulis skenario Lie Soen Bok, sehingga hampir semua lelaki jang bertemu dengan Sjambudha tentu dibunuhnja. Alasan pembunuhan itupun tidak dianggap penting oleh Sutradara Lie Soen Bok. Anehnja pula, hampir semua pembunuhan itu terdjadi tidak sebagai hasil kerdja keras si pembunuh, sungguh persis bagaikan Django jang sekali menembakkan satu pistol, puluhan korban jang bisa djatuh. Tapi jang paling fantastis adalah keahlian menumbangkan pohon jang di punjai lebih dari seorang pemain dalam film ini. Kalau sadja peranan menumbangkan batang pohon itu tjukup penting bagi djalannja perkelahian, barangkali ratusan feet jang dipergunakan itu tidak usah memberikan kesan dendam pohon pada film ini, sebab konon konsekwensi penjakit sematjam itu tjukup parah bagi pertanian jang sering terantjam bandjir. Macaroni. Jang djuga kurang djelas adalah ini: adakah sutradara Lie Soen Bok kurang banjak membuat cinemati shot buat editor Lie Soen Bok, ataukah sang editor itu sendiri jang bekerdja kurang baik hingga filmnja melontjat-lontjat. Inilah pula jang menambah lelahnja film jang sudah pajah skenarionja itu. Semua ini masih ditambah lagi dengan iringan musik jang tjukup sederhana: petikan gitar dengan lagu jang djuga dipetik dari film-film Django. Selain bermain jazz, Tjok Sinsu achir-achir ini nampaknja djuga asjik dengan cowboy Italia sampai-sampai musik tjiptaannjapun ikut bergaja Macaroni.

Satu-satunja jang menjenangkan adalah hasil kerdja djuru kamera jang djuga bernama Lie Soen Bok. Sebagai suatu rentetan gambar tentang kehidupan desa tepi pantai atau barangkali sungai, Dendam Berdarah ini terlalu bagus untuk keseluruhannja jang nestapa. Suasana nelajan dan pedesaan tertangkap dengan baik. Dan warnanja, aduhai, lembut dan hahIs serta njaman dimata. Penulis tjerita, skenario, produser, sutradara dan editor Lie Soen Bok seharusnja bangga dengan djuru kameranja jang djuga Lie Soen Bok. Sebab hanja dialah jang bekerdja baik dalam pembuatan film ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar