Tampilkan postingan dengan label TURINO DJUNAIDY 1951-1991. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TURINO DJUNAIDY 1951-1991. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Februari 2011

BUNGALOW DI LERENG BUKIT / 1976

BUNGALOW DI LERENG BUKIT

 
Anton (Hendra Cipta), menelpon Dora (Lenny Marlina), pelacur, untuk berkencan dan dibawa ke bungalownya yang terpencil di lereng bukit dan tepi laut, yang dijaga Parto (S. Parya) dan dua anjing herder. Suasana misterius ditampilkan. Dora diperlakukan baik-baik awalnya dan tidak disentuh. Tapi, setelah Dora memergoki Anton sedang memaki-maki di hadapan sebuah lukisan, maka Dora disiksa. Keluarlah pengakuan Anton: ibunya dibunuh ayahnya yang terpikat Lucy (Ruth Pelupessy), seorang pelacur. Anton pun mendendam dan akan membunuh setiap pelacur, sementara ayahnya terbunuh oleh tangannya sendiri waktu menembak ibunya.

Dora berhasil lolos, sementara Leo (Farouk Afero), yang sudah muncul di awal film di dekat bungalow itu, ternyata seorang polisi yang sudah lama menguntit Anton. Ia pernah menggunakan Dora sebagai umpan dalam informasi yang sekilas. Leo tewas diserbu anjing Anton, dan akhirnya Anton, yang mengaku mulai mencintai Dora terkapar ditembak Dora.
 P.T. SARINANDE FILMS

LENNY MARLINA
HENDRA CIPTA
FAROUK AFERO
RUTH PELUPESSY
W.D. MOCHTAR
SOFIA WD
S. PARYA

ANTARA TIMUR DAN BARAT / 1963

ANTARA TIMUR DAN BARAT

Dalam suatu pertemuran di masa revolusi antara tahun 1945-1949, sepasukan pejuang RI dibuat berantakan oleh tentara Belanda. Letnan Effendi, Sersan Husni dan Kopral Darmo ditawan. Sementara Darmo berkhianat karena tak tahan siksaan, sementara Letnan Effendi yang menderita luka dirawat oleh Treesje Smit (Suzanna), anak Letnan Smit. Perawat Treesje berusaha menarik Effendi (Pitrajaya Burnama) untuk bergabung ke pihak Belanda, tapi justru Effendi yang berhasil menimbulkan kesadaran Treesje, bahwa dia pun berdarah Indonesia (dari ibu). Setelah Indonesia berdaulat penuh (1950), hubungan Effendi dan Treesje tersambung dan kian mesra. Hubungan yang mendapat dukungan dari ibu, tapi ditentang oleh Smit. Ternyata usaha dagang Smit hanya sebagai kedok, sebab diam-diam menyokong gerakan anti pimpinan Darmo. Ketika dana dari Smit berkurang, Darmo menculik dan menyandera Treesje. Demi cintanya, Effendi turun tangan. Ketika Darmo hendak menembak Effendi dari belakang, Treesje menembak Darmo, namun peluru Darmo juga bersarang di tubuh Treesje.

Film ini merupakan propaganda perlunya kaum Indo (peranakan Belanda) diterima oleh bangsa Indonesia sebagai bagian dari mereka, amat mengingatkan kita pada film Frieda. Film ini banyak di duga hanya ingin meletakan pemain Suzzana yang Indo itu karena kepopulerannya masa itu. Atau mungkin saja film ini perlu dibuat mengingat adanya peristiwa pemulangan besar-besaran orang Belanda yang lama hidup di Indonesia dan peranakannya dari Indonesia. Mereka dipulangkan ke Belanda, ada yang ke Australia, Hawaii, dan juga ke Amerika Serikat.

P.T. SARINANDE FILMS

SUZANNA
PITRAJAYA BURNAMA
HADISJAM TAHAX
ALWI OSLAN
OSLAN HUSEIN
SULASTRI
H.C. OOSTERVINK
MASITO SITORUS
A. KHALIK NOOR NASUTION

MADJU TAK GENTAR / 1965

MADJU TAK GENTAR


Perintah yang datang dari markas besar tentara mengharuskan pasukan pimpinan Amir (Turino Djunaidy) menggulingkan sebuah kereta yang mengangkut tentara Belanda. Operasi yang berhasil itu dilakukan anak buah Amir, Wati (Sri Redjeki) dibantu kurir markas besar yang lalu bergabung dengan pasukan Amir, meski tetap ada korban dan terbukti adanya pengkhianatan Tatang (Hadisjam Tahax), anak buah Amir juga. Tatang inilah yang lalu membocorkan tempat pasukan Amir, hingga diserbu Belanda. Belanda kalah dan Tatang mati di tangan Wati.

Dalam film revolusi pada umunya perempuan hanya tampil dalam palang merah saja. (darah dan Doa), Kurir bagi gerliya yang berada di luar kota (Enam Jam Di Jogja), sebagai medis yang merawat gerliya yang tertinggal pasukannya (debu revolusi), sebagai gadis yang menjadi Embun yang menyejukan hati. Tapi dalam film Madju Tak Gentar wanita menjadi bagian dari pasukan tempur. Bahkan komando yang masuk kota menghancurkan mata-mata musuh. Wati (Sri Rejeki) dalam film ini digambarkan bagaikan Wander Woman yang memainkan peranan jauh lebih hebat dari pria. Selain memimpin pasukan komando. lengkap dengan pisau yang diikat di paha, ia juga memimpin penghancuran rel kereta api yang membawa pasukan dan suplai musuh.

Tetapi tema ini kemungkinan adalah pada masa orde lama masa menyaksikan banyaknya film buatan negara sosialis yang berkisah tentang perang dunia 2 di Eropha dan peranan kaum partisan dalam perang tersebut. Banyak diantara film-film tersebut menampilkan wanita sebagai tokohnya. Pengaruh film asing inilah mungkin melahirkan film Madju Tak Gentar. Dan hanya di film ini lah yang menampilkan adegan natal.

SORGA / 1977

 

Cakra (Benyamin S) seorang yang lamban perkembangan pikirannya adalah anak Ujang (A. Hamid Arief) yang kaya tapi sangat pelit.Ibu Cakra sangat prihatin dengan keadaan anaknya itu. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Eddy (Robby Sugara), tetangga mereka yang sudah tinggal di kota. Eddy bersama kawan-kawannya, Flora (Nenny Triana) dan Kusno (Eddy Wardy), bersandiwara. Eddy membujuk pak Ujang agar menyekolahkan Cakra ke Jakarta. Setelah berhasil mulailah �pemerasan� berlangsung. Cakra masuk pergaulan metropolitan dan diperalat untuk mengeruk uang Ujang untuk pesta, perempuan, dan mabuk-mabukan. Cakra jatuh cinta pada Flora. Maka giliran Flora yang bersandiwara. Cakra minta ayahnya mendirikan perusahaan dan membeli rumah untuknya. Pada sebuah pesta Ujang dan istrinya datang menjenguk Cakra,namun tak berhasil karena dihalangi Eddy, bahkan diusir. Dalam perjalanan pulang Ujang tersesat sampai ke sebuah perkemahan pramuka.

P.T. TUSAN SURYA MAS
P.T. SARINANDE FILMS

BENYAMIN S
A. HAMID ARIEF
ROBBY SUGARA
NENNY TRIANA
AMINAH CENDRAKASIH
ALICIA DJOHAR
EDDY WARDY

INTAN BERDURI (THORNY DIAMOND, THE) / 1972

INTAN BERDURI


Film ini adalah film yang beda sekali dengan Benyamin yang sudah dikenal masyarakat. Benyamin adalah aktor komedian yang membuat kita selalu tertawa. Makanya image Benyamin adalah komedi. Tetapi dalam film ini Benyamin tampil baik sekali. Dari awal film hingga sebelum ia menemukan tak sengaja Intan itu di sebuah sungai kecil.


Benyamin bermain beda sekali dengan yang sudah ada. Ia sebagai bapak yang miskin. Penonton dibawa ke hal yang janggal, karena Benyamin main serius dalam film ini. Bagaiman keluarga miskin ini sangat membutuhkan uang. Penonton b ersimpatik pada keluarga Miskin ini. Setelah menemukan Intan itu hingga ke akhir film, penonton mendapatkan sososk Benyamin yang seperti kita kenal dalam film-filmnya. Kelucuan keluarga ini karena menemukan intan dan menjadi mendadak kaya. Tetapi problemnya adalah sejumlah orang yang ingin menguasai hartanya itu, termasuk juga orang dekatnya. Penonton bersimpatik pada Benyamin dengan keluguannya sebagai orang desa yang polos dan tidak mengetahui apa akal bulus orang kota untuk menguasai hartanya itu. Penonton dibawa ke pada komedian yang membuat tertawa, ketika mereka sangat asing pada hal moern dan ingin mengikuti gaya orang kaya kota. Tetapi penonton kembali sedih ketika di akhir cerita, ternyata Intan itu tidak baik mutunya sehingga, tidak ada nilai jualnya lagi. Dan harta pun hilang. Penonton melihat kesedihan Benyamin dan keluarga ini kembali kepada kehidupan yang miskin lagi. Kehilangan hartanya.

Film ini yang ganjil adalah tentang Intan itu sendiri. Intan itu muncul seperti seorang malaikat yang ingin membantu keluarga ini. Tetapi tidak ada informasi tentang ini dalam film. Yang ada intan itu di ketemukan saja oleh Benyamin yang sebenarnya ia ingin menangkap ikan. Walaupun adegan seterusnya cukup menarik. Semua orang kampung ikut-ikutan menaruk kurungan jebakan ikan di sungai kecil itu sehingga akhirnya dijadikan bisnis. Secara teori tentang sebuah Intan yang sangat muda dan tua (kata film itu) tidak terinformasikan dalam film. Kita juga tidak tahu selama ini ada intan muda dan tua. Dan jarak waktu intan muda (yang tidak berharga itu) untuk menjadi intan yang tua memerlukan waktu yang cukup lama sekali hingga ratusan tahun (agar bisa berharga). Kalau ini film Hollywood, mereka sudah mencampurkan unsur ilmu pengetahuan tentang intan ini kedalam cerita. Hal yang paling sering ada, adegan di sebuah laboratorium, seorang ahli akan menerangkan ini pada Benyamin, serta melalukan tes pada intan itu. Tetapi dalam film ini tidak ada informasi tentang intan itu. Dan yang paling ganjil dari cerita ini dalah, setelah mereka menjual intan itu, orang memebelinya dan mereka menikmati uang tersebut. Tetapi setelah ketahuan pada akhirnya intan itu muda dan tidak berharga, bagaimana nasib uang yang mereka habiskan itu? Apakah Benyamin akan menggantikan uang tersebut. Tidak ada dalam film tetapi hanya pikiran penonton saja.

Film ini meraih penghargaan Festival Film Indonesia 1973 untuk pemeran utama pria terbaik dan pemeran utama wanita terbaik.


Sebuah keluarga miskin, Jamal (Benyamin S), istrinya Saleha (Rima Melati) dan anaknya, yang hidup dari menangkap ikan di sungai dengan bubu, tiba-tiba mendapat intan di bubunya. Seluruh desa geger. Polisi dan seorang pengacara, Max Syad SH (Farouk Afero) datang untuk mengamankan intan itu. Suami-istri miskin itu pun diatur hidupnya jadi kaya oleh Max Syad. Sampai akhirnya ketahuan bahwa intan itu masih terlalu muda untuk dibentuk, hingga suami-istri tadi kembali miskin. Kelucuan dan sindiran halus tampil dengan manis.

Tapi Benyamin, yang menang sebagai aktor utama dalam Intan Berduri, kok menimbulkan "ribut-ribut"? Yang menggugat itu barangkali lupa bahwa penyanyi itu melakukan acting. Tak sedikit penyanyi yang punya kemampuan acting. Salah satu buktinya adalah biduan Amerika Frank Sinatra, yang merebut Oscar sebagai aktor pembantu dalam From Here to Eternity (1953). Nyatanya Bang Ben bisa mengimbangi Rima sehingga permainan mereka sama-sama menonjol dan barengan menggondol Citra.
 P.T. SARINANDE FILMS

BENYAMIN S
RIMA MELATI
FAROUK AFERO
MANSJUR SJAH
RACHMAT KARTOLO
WINDY DJATMIKO
YATIE OCTAVIA
HENGKY NERO
SIMON PS
AMINAH CENDRAKASIH
NURNANINGSIH
SOULTAN SALADIN


Produser-sutradara Turino memilih Benyamin dan Rima Melati semula karena pertimbangan komersial. Rima (ketika itu) aktris populer, sedangkan Bang Ben adalah biduan pembawa lagu (irama) Betawi yang sedang naik daun, termasuk waktu membawakan lagu Nonton Bioskop yang kocak itu. Tapi, si "tampang kampungan" itu tak mau hanya jual tampang (mejeng), melainkan betul-betul main, dan tidak juga melawak. Intan itu lebih berat ke drama.

Apalagi bila dibandingkan dengan penampilan Bang Ben dalam film-film lain: Biang Kerok (1973), Musuh Bebuyutan (1974), Buaye Gile (1975), dan lain-lain. Dalam film-film lain itu Bang Ben adalah sosok Betawi yang hanya ngocol. Dilengkapi juga dengan hidangan lagu yang umumnya menggelitik. Ya, dalam Intan Berduri, tak ada lawakan maupun nyanyian.

Intan Berduri menampilkan Benyamin sebagai Jamal yang miskin, bersama istrinya Saleha (Rima). Pada suatu saat, bubu (alat penangkap ikan) "mengeluarkan" sebongkah intan. Lantas Jamal mendadak kaya, padahal baru menjual "seupil" batu mulia itu. Tapi uang ternyata tidak membikin hati tenteram, Jamal jadi bingung dan takut. Apalagi muncul polisi (Alwi Oslan dan A. Rafiq) ditambah pengacara (Farouk Afero, 1939-2003) yang mengatur hidup Jamal dan Saleha.

Lantas Jamal hidup bagaikan konglomerat. Tadinya melarat. Tapi Jamal tidak betah. Dia ingin bebas biarpun miskin. Sekarang katanya "senang", tapi Jamal merana karena tak diizinkan lagi ngegado jengkol. Makanan itu mengaitkan Jamal dengan Betawi. Namun, Intan Berduri bukan cerita (di) Betawi. Jamal dan para tetangganya berdialek Betawi, tapi yang terlihat adalah kehidupan rakyat kecil. Bisa saja terjadi di mana pun.

Begitu hasil penelitian menunjukkan bahwa intan penemuan Jamal itu masih mentah, tak berharga, Jamal dan Saleha lantas tak punya harga lagi di mata sang pengacara. Kontan suami-istri itu diusir. Kembali ke kampung, jadi orang miskin lagi. Mengharukan. Melihat permainan mereka, Citra itu pantas bagi Benyamin dan Rima.

Lalu, sebagai pemain (film), Benyamin melanjutkan "film-film Benyamin"-nya yang sebagian disutradarai dedengkot Betawi, Nawi Ismail (1918-1990). Misalnya Biang Kerok Beruntung (1973), Buaye Gile (1974), Samson Betawi (1975), Tarsan Pensiunan (1976), dan lain-lain. Padahal Benyamin punya potensi yang kemudian digali oleh sesama Betawi, Sjuman Djaya (1933-1985). Bang Ben dipasangkan dengan Rima Melati lagi dalam Pinangan (1976) dan Si Doel Anak Modern (1970), yang didampingi Christine Hakim, pemenang Citra dalam Cinta Pertama (1973) pada FFI 1974.

Sjuman adalah penggarap Si Doel Anak Betawi (1973) berdasar novel Aman. Yang jadi Si Doel (kecil) adalah Rano Karno, sedangkan Benyamin nongol sebentar sebagai "babe"-nya. Setelah dewasa, Si Doel yang (sok) modern adalah Bang Ben. Permainannya lebih "hidup" dibanding dalam Intan. Maklum, dia makin berpengalaman. Intan adalah film yang ke-8, sedangkan Si Doel yang ke-35.

Intan memang tampaknya tidak dimaksud sebagai cerita Betawi, tapi kebetawian amat menonjol dalam Si Doel versi 1973 maupun "sambungan"-nya pada 1976. Sementara dalam Intan (1972) tak sempat ceplas-ceplos, dalam Si Doel (1976) Benyamin amat "riuh" dan diimbangi dengan enak oleh Christine yang jadi pacarnya, Kristin alias Nonon. Hasilnya, Bang Ben meraih Citra lagi. Semacam "jawaban" bahwa kemenangannya dulu dalam Intan sebetulnya wajar-wajar saja.
 
 

SI MANIS JEMBATAN ANCOL / 1973

SI MANIS JEMBATAN ANCOL

FILM yang diangkat dari naskah sandiwara tradisional musikal Miss Cicih ini, menceritakan perjalanan cinta Mariah (Lenny Marlina) dengan 'sinyo' Belanda John (Farouk Afero) dan untuk menutupi kisah cintanya kepada sang ayah ia pura-pura menikahi Husin (Kris Biantoro), sampai akhirnya Mariah diculik dan mati terbunuh oleh penculiknya. Dan arwah penasarannya menghantui dan melegenda di Jakarta sampai saat ini.
 P.T. SARINANDE FILMS

LENNY MARLINA
FAROUK AFERO
MANSJUR SJAH
KRIS BIANTORO
NADIA GIOVANNA
 
22 Juli 1978
Lukisan hantu mariami
DENGAN kawalan CPM, Wakil Presiden Adam Malik tahu-tahu berada di Pasar Seni Ancol. Ia masuk ke kios Broto, pelukis kawakan berusia 57 tahun, untuk melihat sebuah "lukisan hantu". Lukisan ini dibuat Broto 4 Juli yang lalu, pukul setengah dua dinihari, hari Selasa Kliwon. Modelnya bernama Mariam -- seorang wanita tak dikenal yang begitu saja hadir dan begitu pula lenyap. Subroto, yang sudah aktif jadi seniman sejak 1946 bersama pelukis seperti Wakidjan, Nashar, Zaini, Harijadi, Suromo dan Parto, memang doyan mistik. Kesukaannya, selain minum kopi, adalah samadi. Malam itu ia sedang senewen, pusing dan sedih. Sudah lama pesanan potret yang biasanya laku Rp 40 ribu, sepi. Isterinya hanya tinggal dua -- yang dua lagi sudah minta cerai gara-gara ekonomi tipis. Dan 15 orang anaknya butuh biaya. Hostes Copa Cabana Krei di sekeliling kios, tabir dari bambu, sudah ditutup rapat. Tiba-tiba menyeruak masuk seorang wanita muda berkebaya hijau muda, dengan kembang di rambutnya. Mbah Broto langsung menganggapnya rezeki. Tanpa banyak omong lagi ia langsung melukis wajah langganan itu. Sambil ngobrol kecil-kecilan, orang itu mengenalkan diri sebagai Mariam, tinggal di sekitar Ancol. Broto --julukannya Mbah Broto -- sudah biasa malam-malam kedatangan hostes dari klab malam Copa Cabana yang ingin dilukis. Tengah bekerja, Mariam menganjurkan -- setengah memaksa -- agar Mbah Broto makan dulu di Warung Pojok, tak jauh dari kiosnya.
 
Mula-mula Broto menolak. Tapi karena dipaksa, ia pergi juga. Setelah selesai, ia cepat kembali untuk merampungkan. Tapi beberapa saat kemudian, Mariam meminta agar lukisan itu digantung di dinding. Orang tua ini menolak, karena merasa tak enak pasang lukisan malam-malam. Tapi karena Mariam mendesak, dengan setengah gusar Broto mulai ambil paku dan martil. Ketika Broto memalu paku, nah-wanita itu lenyap.

Didorong oleh kebutuhan dan tanggung jawab, Broto menguber ke depan. Tahu-tahu ia nabrak krei bambu. Broto keluar menanyakan kepada setiap orang -- tapi tak ada yang tahu. Sebentar kemudian seluruh kompleks pun geger: ada sesuatu yang aneh terjadi. Broto termenung. Ia memandang lukisan itu -- yang menampakkan ciri-ciri seakan-akan ada tangan lain, bukan dia sendiri, yang mengerjakannya. Orang sekitar kiosnya ada yang percaya, ada juga yang tidak. Tapi sejak itu kios Broto ramai dikunjungi. 

Beberapa orang rekan Broto melihat peristiwa itu dari segi lain. Fantasinya muncul. Lukisan itu ditempatkan di sebuah ruang yang sengaja dibikin angker. Di sebelahnya diletakkan kotak sumbangan sukarela. Tidak seorang pun diperkenankan memotret. Kalau ada yang ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan, sudah disediakan sebuah potret berwarna yang bisa dibeli dengan harga Rp 300. Sementara kotak sumbangan terus berbuah. Kadangkala Rp 8 ribu, esoknya Rp 11 ribu. Kemudian meningkat jadi Rp 13 ribu. Semuanya untuk Broto. Terhadap peristiwa itu sendiri, Broto bersikap tenang-tenang saja. Ia tidak peduli orang percaya atau tidak. "Saya tidak merasa luar biasa. Bahkan kecewa," ujarnya. "Saya tidak dibayar. Hantu tidak mau bayar, itu yang menjengkelkan. Padahal saya butuh uang." Taksempat ditanyakan, apakah hasil sumbangan yang diterimanya sekarang dapat mengobati kejengkelan itu. Sementara Adam Malik cuma kasih komentar: "Habis Pak Broto melukis perempuan cantik melulu sih . . . !" Lalu terjadilah. Sri (20 tahun), pengantar makanan para seniman di Pasar Seni, tatkala lewat di kios Broto, tiba-tiba memekik. Ia menatap lukisan Mariam itu dengan rasa ngeri. Waktu orang-orang bertanya, gadis itu bercerita dengan menggebu-gebu. Sekitar 2 bulan yang lalu dia pernah kesurupan. Waktu lewat di kios Tizar Purbaya yang menjual wayang golek, ia dihimbau oleh seorang wanita bernama Mariami -- berkebaya hijau dan memakai bunga di kepala. 

Entah kenapa ia turut saja. Kaki Kuda Menurut Sri, kemudian Mariami membawanya ke sebuah kerajaan. Kerajaan itu penuh hiasan kuning emas dengan ratusan orang yang berteriak-teriak minta dikembalikan. Tak tersangka, raja dalam kerajaan itu adalah Tizar sendiri, si seniman yang punya kios wayang golek. Tizarlah yang memerintahkan Mariami membawa Sri untuk kemudian dipasung, katanya. Mariami sendiri turut perintah itu, karena ia jatuh cinta pada Tizar. Tizar menolaknya.

Nah. Wajah Mariami itulah yang dilihatnya dalam lukisan Mbah Broto sehingga ia menjerit. Peristiwa tidak berakhir di situ. Tizar Purbaya, yang juga main drama dan belakangan ini sering main film, memang sudah curiga pada adanya sesuatu yang tak diketahuinya. Ia khawatir kalau wayang dagangannya punya "isi". Ia menghubungi seorang yang kira-kira mengerti soal-soal begituan. Yang dihubunginya ternyata, lho, kok Umar Khayam -- bekas Dirjen RRI & TV dan bekas Ketua Dewan Kesenian Jakarta yang suka humor itu. Umar Khayam yang baru datang dari Itali, setelah memeriksa, mengatakan: "Aman, aman, tak ada apa-apa." Tapi belakangan Tizar minta diadakan pemeriksaan ulangan, mungkin karena Kayam kelihatannya tidak serius. Ternyata setelah Umar Kayam melakukan inspeksi kedua, ia "menemukan" jawaban yang lebih pasti. "Benar Zar, dia masih ada di situ," kata Umar Kayam sambil menunjuk pepohonan di belakang kios Tizar. Mungkin juga hanya untuk menyenang-nyenangkan hati Tizar, tapi pemilik kios ini jadi tenang: wayang-wayangnya sendiri selamat tidak dihuni hantu. "Seorang intelektuil seperti Mas Kayam bilang begitu, jadi tak usah diragukan lagi kebenarannya," kata Tizar, yang tentunya percaya benar pada Mas Kayam. Perlu dicatat bahwa "hantu" di Ancol bukan barang baru. Rakyat Betawi mengenal cerita Si Manis Jembatan Ancol. Ini mengisahkan seorang wanita yang dipaksa kawin oleh orang tuanya, menolak, lalu kawin dengan jin penghuni Ancol. Sampai sekarang sebagian sopir yang lewat di Jembatan Ancol dekat kuburan masih tetap membunyikan klakson. Konon di jembatan itu sering mendadak nyelonong seorang wanita berkebaya hijau. "Namanya Mariami. Bukan Mariam," kata Sri menambahkan. "Dia memang cantik, tapi kakinya kaki kuda!"

LORONG HITAM / 1971

LORONG HITAM


Lila (Mila Karmila), hostes, hamil karena pergaulannya dengan Kartono (Sophan Sophiaan). Kartono tak bertanggungjawab dan Lila diusir orangtuanya. Lila akhirnya sampai ke bordil milik Harun (Farouk Afero). Anaknya yang lahir diambil oleh Tandi (Ismed M. Noor), insinyur yang tak punya anak. Anak ini kemudian jadi dokter Kusuma (Sophan Sophiaan), setelah lama di luar negeri. Waktu pulang, Tandi memberi sejumlah uang pada Harun untuk membawa pergi Lila yang lalu dirawat Kusuma di sebuah rumah, tanpa tahu bahwa yang dirawat itu ibunya. Penyakit Lila tak mereda. Dalam keadaan demikian Harun muncul untuk memeras Lila, hingga Bi Siti (Tina Melinda), sahabat setia Lila, menikamnya. Peristiwa ini membuat Lila terkejut dan meninggal. Di kuburan baru Tandi membuka rahasia, bahwa Lila itu ibu Kusuma. Kusuma meraung..
 P.T. SARINANDE FILMS

MILA KARMILA
FAROUK AFERO
SOPHAN SOPHIAAN
CAMELIA MALIK
ISMED M. NOOR
TINA MELINDA
WENNY WULLUR
MUNI CADER
ARIATI
DINA DIANA
VERA
ASTAMAN

BERNAFAS DALAM LUMPUR / 1970


   
 
Triologi, yang pertama "Bernafas dalam Lumpur" dan kedua "Noda Tak Berampun" yang terakhir, "Kekasihku, Ibuku".
 
Film ini cukup menghebohkan, cukup berani di saat itu, produksi tahun 1970 banyak menampilkan seks, perkosaan dan dialog kasar.Cerita aslinya, "Berenang dalam Lumpur" dimuat bersambung dalam majalah "Varia". Kerja sama dengan Prospex Trading Coy. (Hongkong). Film Indonesia pertama yang menonjolkan seks, perkosaan dan dialog-dialog kasar seperti "daripada dijepitin pintu", "sundel" dll. Pernah dilarang diputar di Bandung oleh Kodim setempat. Film yang laris dan cukup menghebohkan. Sukses ini membuat produser/sutradaranya membuat lanjutannya menjadi sebuah trilogi, Noda Tak berampun & Kekasihku Ibuku

Melalui “Bernafas dalam Lumpur” (1970) arahan sutradara Turino Djunaidy, Suzanna menerima penghargaan Runner Up I aktris terbaik versi Persatuan Wartawan Indonesia (1970-1971). Dalam film ini ia berperan sebagai perempuan desa yang berangkat ke kota dan terjebak kehidupan keras di kota. Film ini sempat dilarang diputar oleh Kodim Bandung karena penggunaan kata-kata kasar di dalamnya. Melalui film ini citra Suzanna berubah seiring pertambahan usianya, dari aktris cilik ia menjadi salah satu simbol erotisme perempuan dalam film Indonesia, lalu ke Ratu Horor.

Dan juga disaat produksi film Indonesia setelah lesu sekian lama. Film ”panas” Bernafas Dalam Lumpur (1970) yang dibintangi Suzanna disebut-sebut sebagai pendongkrak maraknya produksi film di awal era 1970.

Supinah kemudian bernama Yanti (diperankan Suzanna) terpaksa meninggalkan anaknya di kampung untuk mencari suaminya yang sudah lama berusaha di Jakarta. Harapannya pupus setelah mengetahui bahwa suaminya sudah menikah lagi dan malah mengusirnya.



Dalam keadaan terlunta-lunta, ia terperangkap dalam jaringan perdagangan wanita. Pertemuannya dengan Budiman (Rachmat Kartolo), anak orang berada yang bertaruh dengan kawan-kawannya agar membawa pacar pada suatu pesta, adalah awal dari perubahan perjalanan hidup Supinah. 
Lewat liku-liku peristiwa yang dialami Supinah dan Budiman, akhirnya mereka menikah di kampung halaman Supinah. Bagian cerita Triologi Yang pertama "Bernafas dalam Lumpur" yang Kedua "Noda Tak Bertuan "dan yang terakhir, "Kekasihku, Ibuku".


27 Maret 1971
Idris yang laris
DIACHIR film, Rima Melati hilang ingatan dan djatuh kedjurang. Ia bangun, melangkah terbata-bata dan djatuh lagi. Dan dari belakang lajar terdengar suara -- bukan musik, tapi sebuah njanjian tunggal: ** Ditengah fadjar baru menjinari hidupnja Datang angin membadai, menghempaskan mawar kembali lunglai ** Dengan memasukkan vokal -- dibawakan Tanti Josepha -- pada bagian Noda Tak Berampun itu, Idris Sardi membuat sesuatu jang terhitung baru dalam ilustrasi film di Indonesia dan tjukup memuaskan. Ini diakuinja ketika ia berkata: "Itulah puntjak karja saja selama membuat ilustrasi". Lumpur-djahanam. Tidak salah. Idris, jang berkat iringannja untuk Bernafas Dalam Lumpur mendapat hadiah pertama pada Festival Film Asia ke-16 di Djakarta tahun lalu, konon menginginkan beberapa perbaikan dalam lapangan dimana ia turut bekerdja. Usaha ini musti datang pertama kali dari sang musikus sendiri: "Itu berarti pengertian kepada musik ilustrasi sebagai satu bagian jang harus sinkron dengan keseluruhan film", ia berkata. Dan dengan tidak lupa menjebut komposisi Trisutji Djulham dengan orkestrasi mewah dari Adi Dharma. Idris memberi tjontoh sebuah gubahan jang "baik untuk didengar bukan untuk ilustrasi". Sebagai ilustrasi musik film memang diharap menterdjemahkan suasana dari semua jang dilihat penonton. Ini pun bisa ditjapai dengan mempertebal warna pada tema. Untuk Malam Djahanam misalnja, jang bermain didaerah Lampung, Idris mentjoba mengangkat warna dasar lagu-lagu daerah itu. Tapi untuk tugas-tugas lebih landjut -- termasuk usaha penondjolan suasana batin jang berhubungan dengan watak peran-peran -- konon musik film di Indonesia belum begitu dipertjaja, setidaknja belum setingkat dengan kepertjajaan jang diberikan kepada sound-effect. Terhadap ini Idris mengeluh: "Pengertian sutradara kita mengenai ilustrasi musik sudah kuno sehingga bertubrukan dengan pengertian saja. Padahal dia bertindak seperti Tuhan!" 

Dan, dibawah sorot mata Beethoven didinding, pemusik jang pada umur 17 sudah menggondol hadiah pertama musik sentimentil pada Festival Pemuda Sedunia di Warsawa ini menempelkan telapak tangannja kedjidat, kemudian mengkombinir berbagai matjam nada jang riuh: sebuah peperangan. "Nah, sama sekali tidak ada sound-effect disitu. Dari mula sampai achir musik, musik semata-mata". Pitung. Musik semata-mata, itulah jang masih sulit di Indonesia -- walaupun tanpa mengingkari seratus persen djasa operator jang menanggapi sound-effect. Pun itu kabarnja belum perlu. Hubungan elementer antara crew sendiri masih mungkin dibangun lebih baik. "Saja meminta satu pengertian seragam antara sutradara, operator dan ilustrator sebelum sebuah film dibuat", Idris berkata. "Harus ditjari kesamaan pendapat dibagian-bagian mana sadja suara pemain, sound-effect atau musik jang menondjol". Dengan tidak lupa memudji pelaksanaan kerdjasama dengan Turino Djunaidi, musikus 30 tahun jang sudah menangani sekitar 25 film dan merasakan sukses materiil ini mengeluh dengan wadjahnja jang putjat: "Saja menghadapi pekerdjaan bukan asal dapat duit. Kalau timbul ketidak-tjotjokan, saja sebenarnja ingin mengundurkan diri tapi sudah tidak mungkin toch? Kotrak sudah ditanda-tangani. Itulah jang kadang-kadang menekan saja. Perasaan saja tak puas". Dan batuk tiba-tiba menggojangkan tubuhnja jang terbungkus dalam djas kuning -- sedang sakit pegel-linu. "Tjoba pikirkan kerdja produser. Untuk Si Pitung saja cuma diberi waktu sekali buat menjaksikan film jang harus saja buat ilustrasinja, dan kerdja saja dibatasi tjuma sehari. Besoknja harus ikut ke Djepang untuk prosesing". Tapi apakah Idris tjukup puas dengan dirinja sendiri? Biolawan jang pernah dituduh mendjiplak Zacharias ini -- "Hanja karena karakter gesekan kami sama dan saja suka memainkan partitur jang dia bawakan", katanja -- berhenti bitjara tentang film, dan berpindah kepada musim: "Memang saja sedang mengalami musim lagi, seperti dulu. Tapi musim di Indonesia ini sangat singkat. Saja ingin melalui musim saja dengan mendjaga diri dari kemerosotan mutu. Saja ingin beladjar ilustrasi film di Perantjis atau Djerman misalnja, atau setidaknja berhenti sementara dan mentjari nilai-nilai baru. Sebab diluar, musik sudah begitu madjunja". Benar. Hanja apakah setelah ketemu jang baru dia masih akan laris. Itulah soalnja.


KE HEBOHAN SUZZANA
06 Maret 1971
Dan bintang-bintang berbitjara

SUZANNA: Tak ajal lagi dialah salah satu bintang wanita terbaik kini dengan harga tertinggi -- sekitar Rp 1 djuta tiap kontrak. Paling tidak ia telah kembali dengan kemenangan baru lewat Bernafas Dalam Lumpur. Saja seperti tak melihat apa-apa selama bermain aktor jang begitu dekatpun hanya seperti bajang-bajang hitam -- djuga ketika adegan perkosaan itu. Dalam memerankan satu tokoh, saja merasa bukan Suzie (jang beraksen Djawa dalam bitjara, jang grapjak, jang ramai terus seperti anak-anak sepandjang usia) ketika film selesai dan dibidangkan dalam preview. "Dalam preview itu saja melihat bagaimana saja disana, dan agak kaget: kok begitu". "Dalam BDL pada adegan buka-pakaian saja bertanja pada bung Turino: kutang djuga dibuka atau tidak? Turino berfikir sebentar. Dia tahu saja tak berkeberatan djika memang seharusnja demikian, tapi achirnja mendjawab: Tak usah, toch akan dipotong sensor". Lalu, seraja terus dengan kakinja jang bergojang-gojang dibangku -- seperti ia tak pernah bisa djenak duduk -- ia menambahkan: "Saja tak berkeberatan apa-apa tentang sex itu meskipun lama-lama bisa membosankan karena hanja soal buka-membuka pakaian terus-menerus. Saja setudju tjiuman dalam film, dan saja tak berkeberatan melakukannja, meskipun 10 tahun jang lalu saja tak akan berani. Dulu ada adegan dimana saja pakai pakaian-mandi duduk dengan satu kaki melipat, dan itu dipotong sensor. Sekarang sudah lebih banjak kebebasan, dan mungkin lima atau sepuluh tahun lagi orang akan menerima sex dalam film dengan wadjar. Tidak baik djika sex terlalu ditutup-tutupi, tidak baik djuga terlalu terbuka. Sekarang orang bikin film untuk sex-nja dan tidak untuk tjeritanja: terlalu dipaksa-paksakan". Film apa misalnja? "Saja nggak mau bilang". Anaknja jang tertua 10 tahun. Adakah anak itu melihat filmnja? Ibu dari dua anak itu mendjawab: "Tidak. Belum boleh". 

Tapi pada suatu ketika ia mendengar anak-anak tetangganja berbitjara dengan anaknja tentang beberapa adegan dalam BDL. Esoknja si anak bertanja: "Mama, benarkah oom Farouk menempeleng mama?" Farouk adalah Farouk Avero, jang memainkan peran Rais sang germo, dan Suzie mendjawab: "Benar, tjuma main-main". "Dan mama buka badju?" "Benar", djawab sang ibu, "seperti jang Ari lihat sekarang". Dengan menatap djauh keluar pintu studio ia kemudian berkata: "Saja tidak bisa berbohong kepadanja, itu tidak baik. Dia seperti anak-anak lain sekarang, sudah sering melihat gambar wanita-wanita buka badju, dan buka beha, di madjalah-madjalah jang toch tidak bisa saja sembunjikan. Nampaknja ia sudah terbiasa dengan itu dan tak punja fikiran djelek. Saja djuga tjeritakan kepadanja bahwa djaman dulu pun perempuan Bali tidak pakai kutang, dan itu tidak apa-apa". *** NURNANINGSIH: "Suzanna berani", kata Nurnaningsih. "dan saja terharu melihatnja dalam Bernafas. Tapi saja tahu Suzie telah berfikir agak pandjang. Ia memikirkan perkembangan anak-anaknja bagaimana anak itu nanti kalau diledek teman sekolahnja sebagai anak dari bintang film jang dituduh suka telandjang." Nurnaningsih sendiri seorang ibu bersama 3 anak jang berasal dari 3 suami. Siapapun jang kini berumur diatas 5 tahun akan mengingat wanita ini karena gambar telandjangnja jang menggemparkan orang kurang lebih 15 tahun jang silam: seorang perempuan Indonesia jang begitu berani, begitu nekad dan mungkin djuga begitu banjak ditjertja. "Waktu itu saja hanya ingin terkenal seperti Marilyn Monru. Waktu itu saja ingin semua mulut laki-laki menjebut nama saja seperti menjebut nama MM". Nurnaningsih kini tinggal disebuah alamat jang sulit diketemukan, disebuah bilik ketjil didjalan Tebet Utara berpapan nama "Kerontjong Harapan Masa", sebuah bangunan mirip rumah jang bukan rumahnja. Ia mendjadi penjanji tetap rombongan musik itu, sambil membuka usaha ketjil mendjahitkan pakaian wanita, sambil memberi kursus bahasa Inggeris buat anak-anak rekan artisnja dan sambil sekali-kali main film. 

Dalam film Sarinande Noda Tak Berampun dia mendjadi seorang perempuan setengah baja jang membajar laki-laki untuk menidurinja. Disana ia hanja membuka badju, mentjubit-tjubit sambil tertawa-tawa -- sonder telandjang. "Sex bukan kemauan manusia", dibiliknja jang sempit itu ia berkata kepada reporter TEMPO Harun Musawa, "sex termasuk pemberian Tuhan. Tuhan membiarkannja sedang Ia Maha Kuasa, mengapa? Why? Dan manusia djuga tidak melarang sedang sebenarnja mereka bisa melarang kalau film-film atau kehidupan sex jang sekarang dianggap salah". Kini, 46 tahun, ia masih rupawan, riang, ramah dan bertekad: "Sampai mati saja akan tetap main film". Ia minum pil pemberian Suzanna, Bon Korets, untuk melangsingkan tubuh. Adakah ia akan memerankan adegan berani sex? "Tidak, saja tahu diri. Sudah tua". Dan anaknja, Julius, 15 tahun, menjela pertjakapan: "Ibu 'kan sudah tua. Tidak boleh telandjang-telandjang lagi. Biar Suzanna sadja, jang masih muda". Lalu seperti menjesal: "Dulu saja tanpa fikir-fikir berani melakukan itu, karena tak ada ingatan kepada anak-anak. Kini Paula Rumokoy djuga berani dengan adegan-adegan sex mungkin karena tak ada penghalangnja. Paula 'kan masih gadis dan bebas?" *** PAULA RUMOKOY: Paula memang gadis, bebas dan berani -- paling tidak untuk ukuran jang berlaku kini. 

Ia, 22 tahun mungkin prototip anak sekarang dikota besar: pernah ditahan polisi karena ngebut, mendjadi model gratis untuk fotograf-fotograf -- diantaranja sebuah pose telandjang dari belakang -- mengikuti perlombaan ketjantikan, bertjita-tjita djadi peragawati lalu masuk kedunia film, dan sedjak beberapa lama hidup bersama Bobby Suhardiman meskipun mereka "belum punja rentjana untuk menikah". Matanja memandang kuat, berani, djeli dan indah: milik seorang gadis jang bangga akan kemudaannja dan bersahadja ditengah kemewahan sekitarnja. Tapi sebagaimana banjak anak-anak jang satu generasi dan satu lingkungan hidup dengannja, ia lurus, tidak banjak berfikir tentang apa jang telah terdjadi dan akan terdjadi. "Apa jang sekarang ja sekarang", katanja. Dan jang sekarang ialah reputasinja sebagai bintang baru dengan 17 buah film dan satu sikap enggan dengan adegan-adegan berani sex -- meskipun nampaknja ia tak ingin reputasi itu melekat pada dirinja: "Oh, jang lebih berani dari saja banjak sekali. Terutama figuran-figuran. Mereka mau seluruhnja telandjang, hanya pakai tjelana dalam". Adakah Paula bersedia bertjiuman dalam film? "Nggak enak kalau harus bertjiuman. Mana panas, banjak lampu-lampu, banjak orang. Lagi kalau tidak perlu buat apa. Seperti telandjang: kalau mau ditondjolkan itunja sadja ja djorok. Bisa djadi tjemplang. Seperti Farida dalam Palupi. Buat apa? Lagi pula mainnja djelek ...". Adakah Paula masih bersedia main film dengan adegan-adegan tempat tidur? "Saja sudah kapok. Film saja jang baru tidak punja adegan-adegan begitu". Ibunja tidak setudju dengan karir anaknja sekarang, dan menangis waktu menonton Bunga-Bunga Berguguran. Mengapa? Menurut Paula, karena "saja menangis dalam film itu". Sebagaimana ibunya, saudaranja di Menado djuga tidak setudju. "Kakak saja laki-laki menjuruh saja djadi pendeta seperti dia. Tentu sadja saja tidak mau. Kalau dia djadi pendeta, mengapa saja harus ikut-ikutan djadi pendeta". Tapi Paula tiap hari Minggu pergi ke geredja. 

Dalam kata-kata Rima Melati jang pernah mengasuh Paula: "Biar dia pulang djam 4 pagi, tapi djam 9 dia mesti kegeredja". Dan menurut pengakuannja sendiri dan pengakuan Rima, ia bahkan tidak suka kenightclub, tidak suka dansa, tidak merokok dan tidak minum. Lalu apa jang diingininja? "Kalau bisa terus main film sampai tua, seperti tante Fifi". Jang dimaksudkannja ialah Fifi Young. *** FIFI YOUNG: Tante Fifi berkata, dengan wadjah tjapek: "Saja kini merangkap mendjadi ibu mendjadi bapak dan pentjari nafkah buat anak-anak". Tidak mengherankan bila pelindung anak-anaknja ini, dalam usia jang lebih dari setengah abad, punja pendirian tersendiri: "Saja heran bahwa sensor begitu berani sekarang dengan membiarkan adegan-adegan sex. Dalam film Kris Mataram saja mengenakan rok untuk main tennis dan itu dipotong habis. Sekarang ini saja bertanja-tanja: adakah semua itu memang harus ada sex-nja? Apa tidak laku kalau itu tidak ada?". Bagi Fifi Young, nampaknja semua itu harus diterimanja dengan perasaan tertekan. "Tapi saja takut berbitjara kurang enak tentang film-film jang berani sex sekarang. Saja takut orang akan bilang: dia ngomong begitu lantaran sudah tua, djadi karena tidak bakal dapat peranan. Saja takut orang akan berkata lagi: tjoba seandainja dia masih muda, pasti dia djuga mau". Tapi memang menarik untuk mengetahui bagaimana sikap Fifi Young seandainja dia masih lebih muda sekarang. Beranikah? "Tidak, saja tidak berani. Terlalu risih rasanja". Dan ditjeritakannja bagaimana anak-anak sekarang dengan beraninja melepaskan pakaian dimuka kamera, meskipun itu hanja untuk stand-in sadja. "Sungguh terlampau berani. Ngeri deh, tante", sambungnja. Diantara bintang jang berani menurut Fifi Young, adalah Tuty Suprapto. *** TUTY SUPRAPTO: "Kebanjakan dari adegan-adegan sex di lajarputih itu hanja tipuan permainan kamera", kata Tuty - jang dalam Bunga-Bunga Berguguran disebut dengan Tuti S. sadja. Diatas tubuhnja jang tidak seramping sepuluh tahun jang lalu terpatjak wadjahnja jang ketjil dan masih nampak muda. Bagi beberapa sutradara, agaknja Tuty adalah tipe jang tjotjok untuk setiap tante girang jang sensuil, hangat, haus. "Saja djuga mendjadi sulit bila saja harus pergi dengan anak laki-laki saja: orang bisa menjangka saja adalah tante girang jang pergi dengan gigolonja". Mungkin karena itu, seperti kebanjakan bintang-bintang film Indonesia lain, Tuty seperti tidak ingin memelihara image lajar-putih itu. Meskipun melihat foto-foto dari filmnja jang terachir, Dibalik Pintu Dosa, ia nampaknja tidak enggan-enggan membuka pakaian untuk sebuah peran jang diberikan, Tuty berkata: "Saja tidak mau memainkan peran jang lebih berarti, misalnja buka beha. Sebagai wanita timur ........". Tuty berasal dari Djawa Barat.

NODA TAK BERAMPUN / 1970

NODA TAK BERAMPUN




Triologi, yang pertama "Bernafas dalam Lumpur" dan kedua "Noda Tak Berampun" yang terakhir, "Kekasihku, Ibuku".
 
Rais (Farouk Afero), sang germo (lihat "Bernafas dalam Lumpur") menjadi penganggur. Istrinya, Marina (Rima Melati) yang tak tahu masa lalu suaminya, tak bahagia meski Rais mencintainya. Untuk mengatasi kesulitan uang, Marina jadi sopir taksi. Dalam pekerjaan ini ia berjumpa dengan Budiman yang masih membujang setelah Yanti, istrinya, meninggal (Bernafas dalam Lumpur). Cinta tumbuh, sementara Marina tahu bahwa Rais disewa tante Utari (Nurnaningsih), seorang tante girang. Cekcok terjadi dan cerai. Hubungan Marina-Budiman berlanjut. Marina jadi sekretarisnya dan akhirnya nikah dan punya anak. Rais ternyata kemudian jadi perampok, tertangkap, dibui dan bebas. Ichtiarnya untuk jadi orang baik-baik, gagal. Dan ia masih memendam cinta pada Marina. Untuk itu ia menculik anak Marina-Budiman. Penculikan gagal. Rais dikejar polisi sampai mobilnya terjungkal dan terkesan meninggal. Rina terkejut dan hilang ingatan.

P.T. SARINANDE FILMS

RIMA MELATI
RACHMAT KARTOLO
FAROUK AFERO
SOFIA WD
ISMED M. NOOR
BAY ISBAHI
SUZAN TOLANI
NURNANINGSIH
GODFRIED SANCHO
HARUN SYARIEF

KEKASIHKU IBUKU / 1971

 
 
20 tahun kemudian, ketika Budiman (Rachmat Kartolo) sudah tua, ia ditinggal istrinya, Marina (Rima Melati), keluar negeri untuk mengobati sakit syarafnya. Dan atas anjuran dokternya (Ismed M. Noor), Budiman kawin lagi. Ternyata Marina sembuh dan memberi kabar akan pulang. Maka sesuai perjanjian, Budiman menceraikan istri mudanya, Linda (Clare Soo Tsing), meski telah memberi seorang anak. Linda pun kembali ke profesi awal di klab malam. Masalah baru timbul. Andre (Frank Rorimpandey), anak Budiman-Marina yang pernah diculik Rais, telah besar dan punya pacar Mendi (Mona Kwok). Lamaran Andre ditolak orangtua Mendi, dan untuk mengobati kekecewaannya ia lari ke klab malam. Di sini ia mendapat pacar, Linda, yang ternyata ibunya sendiri. Budiman bingung karena Linda telah mengandung anak Andre, hingga dicoba digugurkan meski gagal. Maka Linda disuruh ke luar negeri. Saat Linda berangkat, di bandara muncul Mendi. Maka masalah selesai. Semua lega. Triologi, yang pertama "Bernafas dalam Lumpur" dan kedua "Noda Tak Berampun" yang terakhir, "Kekasihku, Ibuku".

P.T. SARINANDE FILMS

RIMA MELATI
RACHMAT KARTOLO
FAROUK AFERO
FRANK RORIMPANDEY
ISMED M. NOOR
CLARE SOO TSING
MONA KWOK

KABUT BULAN MADU / 1972

KABUT BULAN MADUR


Rupanya cerita yang disodorkan adalah sesuatu yang menggangu pikirannya. Bagaimana jika seorang suami diketahui lemah syahwat/impoten disaat malam pertama? Turino bertindak sebagi penulis skenarionya dan juga sutradaranya dibawah produksi Sarimande Film yang miliknya juga.
 
Kekhasan Turino adalah pengusaha gambar idup yang berjaya melampaui masa-masa peceklik dunia film. Turino memang orang yang tahu barang tontonan macam apa yang laris di pasaran. Karena itulah maka kisah-kisah yang ia pilih selalu menarik untuk percakapan. Sayangnya kisah yang menarik belum tentu menarik pula di layar lebar.
 
Indra (Rahmat Kartolo) yang kawin dengan Hayati (Tuti Kirana), bulan madu mereka di puncak pada sebuah villa yang ternyata tidak pernah berhasil menikmati bulan madu mereka. Ternyata Indra Impoten dan berobat ke Kuala Lumpur. Istrinya yang ditingal akhirnya menemukan pemuas pada Hamid (Farouk Afero), pemuda nakal yang mendadak insyaf. Di Kuala Lumpur Indra disembuhkan oleh dokter, dan dicoba di tubuh hostes, Susan (Susy Dewi). Karena merasa tidak jejaka lagi, maka Indra pun tidak ambil pusing ketika istrinya kemudian mengisahkan tentang dirinya yang juga tidak perawan lagi. Dan bulan madu ke 2 pun berlangsung di luar negeri.
 
Banyak kelemahan pada skenario yang tiudak masuk akal ini. Serasa gampang untuk menceritakannya tanpa lebih jeli melihat sebab-akibat sebuah masalah. Lebih baik jika Indra ternyata dipaksa kawin oleh gengsi. Penonton yang kritis banyak mempertanyakan hubungan suami istri ini, seperti hidup sebelum menikah, serta peran keluarga. Juga kemunculan Hamid yang menjadi simpanan istrinya juga membingungkan, apa yang terjadi pada mereka sehingga Hayati mau jauh-jauh ke rumah Hamid simpanannya itu untuk memberikan makan.
 
Banyak yang bilang ceritanya asal jadi, dialog asal ngomong, pemainnya juga kurang baik bermain, terkesan perannya itu-itu saja, serta banyaknya yang kurang serius main dalam film ini.

P.T. SARINANDE FILMS

FAROUK AFERO
RACHMAT KARTOLO
TUTY KIRANA
BUNG SALIM
HARDJO DIPURO
CHANDRA DEWI
SOULTAN SALADIN
DADI DJAJA

SELANGIT MESRA / 1977

SELANGIT MESRA


Adaptasi dari novel, karangan Motinggo Busye

Film ini sangat beda dengan film Benyamin yang biasa lucu, setelah cukup hebat main dalam Intan Berduri yang penuh tawa dan drama yang ironis, kali ini Ben berakting untuk menyamai film-film romantis sekolahan lainnya, tentu romantis gaya Benyamin.

Orangtua Emmy (Amelia Budiman) tak setuju anaknya berhubungan dengan Alex (Benyamin S.). Emmy hamil dan keluar dari sekolah. Alex yang merasa bertanggung jawab mengontrak rumah di pinggiran kota, padahal ia juga masih menganggur. Ibu Emmy sakit dan minta dicarikan anaknya. Dalam keadaan hamil besar, Emmy pulang dan minta ampun. Baru perkawinan disetujui.

PETUALANG CINTA / 1978



Markonah (Paula Romokoy) melarikan diri ke Jakarta karena akan dijodohkan oleh orang tuanya kepada lelaki tua kaya raya untuk menjadi istri kedua. Sesampainya di Jakarta ia bermaksud berlindung di rumah saudaranya tetapi tak tahu alamatnya . Harta bekal Markonah habis-habisan disikat para pencoleng. Disaat seharian menahan lapar Markonah masuk ke restoran tetapi tetap dipaksa untuk membayar. Ketika muncul pertolongan dari seseorang pria tampan, Budiman (Robby Sugara) kapten kapal yang masih bujangan. Budiman terasa simpatik di depan Markonah, akhirnya Markonah mau mau diajak tinggal di rumahnya. Terjadilah percintaan, tetapi ternyata Budiman adalah petualang cinta. Sekian tahun kemudian Markonah menjadi kaya merubah namanya menjadi Laila. Ia sangat dendam terhadap Budiman sehingga berusaha menghancurkan lelaki itu. Budiman berhasil dihentikan dari pekerjaannya lalu diterima sebagai pengemudi kapal pesiar yang ternyata milik Laila. Secara diam-diam Laila masih mencintai Budiman, demikian juga dengan Budiman. Apalagi Laila punya anak hasil hubungannya dengan Budiman. Akhirnya Budiman bersedia menceraikan istrinya tetapi gagal. Terjadi bentrokan hebat antara Budiman dengan istrinya hingga saling membunuh. Untung polisi yang dibawa Laila segera dating.
 P.T. SARINANDE FILMS

PAULA RUMOKOY
ROBBY SUGARA
NENNY TRIANA
MANSJUR SJAH
AMINAH CENDRAKASIH
RENDRA KARNO
AMALIA
DAVID R. MANAN
EDDY WARDY

AKHIR SEBUAH IMPIAN (Begitu Kehendak Tuhan) / 1974

 

Film ini dibintai oleh, 2 penyanyi Indonesia yang tengah naik daun jaman itu : Broery Marantika / Broery Pesolina dan Emillia Contessa, ada juga Benyamin S

Yanti seorang gadis yatim piatu nekat merantau ke Jakarta untuk mengejar cita-cita jadi penyanyi. Sesampai di Jakarta justru penderitaan yang didapat karena mendapat kecelakaan hingga mengakibatkan kebutaan. Hidup terlunta-lunta di kota besar Yanti memutuskan untuk kembali ke kampung. Sebelum pulang ke kampung tanpa sengaja kepalanya terantuk meja yang membuatnya pulih dari kebutaan dan bertemu kembali dengan kekasihnya Irwan yang dulu menabraknya namun telah meninggalkan beberapa lama karena hubungan mereka tidak direstui orang tuanya.

P.T. SARINANDE FILMS


EMILIA CONTESSA
BROERY PESOLIMA
BENYAMIN S
FAROUK AFERO
NURNANINGSIH
SOULTAN SALADIN
ROSYE SUMANTI
PIPIE ADJIE
HENGKY NERO
INDRAWATY HADI
DEDDY SUNARYA
RIDWAN DJUNAEDI