INTAN BERDURI
Benyamin bermain beda sekali dengan yang sudah ada. Ia sebagai bapak yang miskin. Penonton dibawa ke hal yang janggal, karena Benyamin main serius dalam film ini. Bagaiman keluarga miskin ini sangat membutuhkan uang. Penonton b ersimpatik pada keluarga Miskin ini. Setelah menemukan Intan itu hingga ke akhir film, penonton mendapatkan sososk Benyamin yang seperti kita kenal dalam film-filmnya. Kelucuan keluarga ini karena menemukan intan dan menjadi mendadak kaya. Tetapi problemnya adalah sejumlah orang yang ingin menguasai hartanya itu, termasuk juga orang dekatnya. Penonton bersimpatik pada Benyamin dengan keluguannya sebagai orang desa yang polos dan tidak mengetahui apa akal bulus orang kota untuk menguasai hartanya itu. Penonton dibawa ke pada komedian yang membuat tertawa, ketika mereka sangat asing pada hal moern dan ingin mengikuti gaya orang kaya kota. Tetapi penonton kembali sedih ketika di akhir cerita, ternyata Intan itu tidak baik mutunya sehingga, tidak ada nilai jualnya lagi. Dan harta pun hilang. Penonton melihat kesedihan Benyamin dan keluarga ini kembali kepada kehidupan yang miskin lagi. Kehilangan hartanya.
Film ini yang ganjil adalah tentang Intan itu sendiri. Intan itu muncul seperti seorang malaikat yang ingin membantu keluarga ini. Tetapi tidak ada informasi tentang ini dalam film. Yang ada intan itu di ketemukan saja oleh Benyamin yang sebenarnya ia ingin menangkap ikan. Walaupun adegan seterusnya cukup menarik. Semua orang kampung ikut-ikutan menaruk kurungan jebakan ikan di sungai kecil itu sehingga akhirnya dijadikan bisnis. Secara teori tentang sebuah Intan yang sangat muda dan tua (kata film itu) tidak terinformasikan dalam film. Kita juga tidak tahu selama ini ada intan muda dan tua. Dan jarak waktu intan muda (yang tidak berharga itu) untuk menjadi intan yang tua memerlukan waktu yang cukup lama sekali hingga ratusan tahun (agar bisa berharga). Kalau ini film Hollywood, mereka sudah mencampurkan unsur ilmu pengetahuan tentang intan ini kedalam cerita. Hal yang paling sering ada, adegan di sebuah laboratorium, seorang ahli akan menerangkan ini pada Benyamin, serta melalukan tes pada intan itu. Tetapi dalam film ini tidak ada informasi tentang intan itu. Dan yang paling ganjil dari cerita ini dalah, setelah mereka menjual intan itu, orang memebelinya dan mereka menikmati uang tersebut. Tetapi setelah ketahuan pada akhirnya intan itu muda dan tidak berharga, bagaimana nasib uang yang mereka habiskan itu? Apakah Benyamin akan menggantikan uang tersebut. Tidak ada dalam film tetapi hanya pikiran penonton saja.
Film ini meraih penghargaan Festival Film Indonesia 1973 untuk pemeran utama pria terbaik dan pemeran utama wanita terbaik.
Sebuah keluarga miskin, Jamal (Benyamin S), istrinya Saleha (Rima Melati) dan anaknya, yang hidup dari menangkap ikan di sungai dengan bubu, tiba-tiba mendapat intan di bubunya. Seluruh desa geger. Polisi dan seorang pengacara, Max Syad SH (Farouk Afero) datang untuk mengamankan intan itu. Suami-istri miskin itu pun diatur hidupnya jadi kaya oleh Max Syad. Sampai akhirnya ketahuan bahwa intan itu masih terlalu muda untuk dibentuk, hingga suami-istri tadi kembali miskin. Kelucuan dan sindiran halus tampil dengan manis.
Tapi Benyamin, yang menang sebagai aktor utama dalam Intan Berduri, kok menimbulkan "ribut-ribut"? Yang menggugat itu barangkali lupa bahwa penyanyi itu melakukan acting. Tak sedikit penyanyi yang punya kemampuan acting. Salah satu buktinya adalah biduan Amerika Frank Sinatra, yang merebut Oscar sebagai aktor pembantu dalam From Here to Eternity (1953). Nyatanya Bang Ben bisa mengimbangi Rima sehingga permainan mereka sama-sama menonjol dan barengan menggondol Citra.
Apalagi bila dibandingkan dengan penampilan Bang Ben dalam film-film lain: Biang Kerok (1973), Musuh Bebuyutan (1974), Buaye Gile (1975), dan lain-lain. Dalam film-film lain itu Bang Ben adalah sosok Betawi yang hanya ngocol. Dilengkapi juga dengan hidangan lagu yang umumnya menggelitik. Ya, dalam Intan Berduri, tak ada lawakan maupun nyanyian.
Intan Berduri menampilkan Benyamin sebagai Jamal yang miskin, bersama istrinya Saleha (Rima). Pada suatu saat, bubu (alat penangkap ikan) "mengeluarkan" sebongkah intan. Lantas Jamal mendadak kaya, padahal baru menjual "seupil" batu mulia itu. Tapi uang ternyata tidak membikin hati tenteram, Jamal jadi bingung dan takut. Apalagi muncul polisi (Alwi Oslan dan A. Rafiq) ditambah pengacara (Farouk Afero, 1939-2003) yang mengatur hidup Jamal dan Saleha.
Lantas Jamal hidup bagaikan konglomerat. Tadinya melarat. Tapi Jamal tidak betah. Dia ingin bebas biarpun miskin. Sekarang katanya "senang", tapi Jamal merana karena tak diizinkan lagi ngegado jengkol. Makanan itu mengaitkan Jamal dengan Betawi. Namun, Intan Berduri bukan cerita (di) Betawi. Jamal dan para tetangganya berdialek Betawi, tapi yang terlihat adalah kehidupan rakyat kecil. Bisa saja terjadi di mana pun.
Begitu hasil penelitian menunjukkan bahwa intan penemuan Jamal itu masih mentah, tak berharga, Jamal dan Saleha lantas tak punya harga lagi di mata sang pengacara. Kontan suami-istri itu diusir. Kembali ke kampung, jadi orang miskin lagi. Mengharukan. Melihat permainan mereka, Citra itu pantas bagi Benyamin dan Rima.
Lalu, sebagai pemain (film), Benyamin melanjutkan "film-film Benyamin"-nya yang sebagian disutradarai dedengkot Betawi, Nawi Ismail (1918-1990). Misalnya Biang Kerok Beruntung (1973), Buaye Gile (1974), Samson Betawi (1975), Tarsan Pensiunan (1976), dan lain-lain. Padahal Benyamin punya potensi yang kemudian digali oleh sesama Betawi, Sjuman Djaya (1933-1985). Bang Ben dipasangkan dengan Rima Melati lagi dalam Pinangan (1976) dan Si Doel Anak Modern (1970), yang didampingi Christine Hakim, pemenang Citra dalam Cinta Pertama (1973) pada FFI 1974.
Sjuman adalah penggarap Si Doel Anak Betawi (1973) berdasar novel Aman. Yang jadi Si Doel (kecil) adalah Rano Karno, sedangkan Benyamin nongol sebentar sebagai "babe"-nya. Setelah dewasa, Si Doel yang (sok) modern adalah Bang Ben. Permainannya lebih "hidup" dibanding dalam Intan. Maklum, dia makin berpengalaman. Intan adalah film yang ke-8, sedangkan Si Doel yang ke-35.
Intan memang tampaknya tidak dimaksud sebagai cerita Betawi, tapi kebetawian amat menonjol dalam Si Doel versi 1973 maupun "sambungan"-nya pada 1976. Sementara dalam Intan (1972) tak sempat ceplas-ceplos, dalam Si Doel (1976) Benyamin amat "riuh" dan diimbangi dengan enak oleh Christine yang jadi pacarnya, Kristin alias Nonon. Hasilnya, Bang Ben meraih Citra lagi. Semacam "jawaban" bahwa kemenangannya dulu dalam Intan sebetulnya wajar-wajar saja.
Film ini adalah film yang beda sekali dengan Benyamin yang sudah dikenal masyarakat. Benyamin adalah aktor komedian yang membuat kita selalu tertawa. Makanya image Benyamin adalah komedi. Tetapi dalam film ini Benyamin tampil baik sekali. Dari awal film hingga sebelum ia menemukan tak sengaja Intan itu di sebuah sungai kecil.
Benyamin bermain beda sekali dengan yang sudah ada. Ia sebagai bapak yang miskin. Penonton dibawa ke hal yang janggal, karena Benyamin main serius dalam film ini. Bagaiman keluarga miskin ini sangat membutuhkan uang. Penonton b ersimpatik pada keluarga Miskin ini. Setelah menemukan Intan itu hingga ke akhir film, penonton mendapatkan sososk Benyamin yang seperti kita kenal dalam film-filmnya. Kelucuan keluarga ini karena menemukan intan dan menjadi mendadak kaya. Tetapi problemnya adalah sejumlah orang yang ingin menguasai hartanya itu, termasuk juga orang dekatnya. Penonton bersimpatik pada Benyamin dengan keluguannya sebagai orang desa yang polos dan tidak mengetahui apa akal bulus orang kota untuk menguasai hartanya itu. Penonton dibawa ke pada komedian yang membuat tertawa, ketika mereka sangat asing pada hal moern dan ingin mengikuti gaya orang kaya kota. Tetapi penonton kembali sedih ketika di akhir cerita, ternyata Intan itu tidak baik mutunya sehingga, tidak ada nilai jualnya lagi. Dan harta pun hilang. Penonton melihat kesedihan Benyamin dan keluarga ini kembali kepada kehidupan yang miskin lagi. Kehilangan hartanya.
Film ini yang ganjil adalah tentang Intan itu sendiri. Intan itu muncul seperti seorang malaikat yang ingin membantu keluarga ini. Tetapi tidak ada informasi tentang ini dalam film. Yang ada intan itu di ketemukan saja oleh Benyamin yang sebenarnya ia ingin menangkap ikan. Walaupun adegan seterusnya cukup menarik. Semua orang kampung ikut-ikutan menaruk kurungan jebakan ikan di sungai kecil itu sehingga akhirnya dijadikan bisnis. Secara teori tentang sebuah Intan yang sangat muda dan tua (kata film itu) tidak terinformasikan dalam film. Kita juga tidak tahu selama ini ada intan muda dan tua. Dan jarak waktu intan muda (yang tidak berharga itu) untuk menjadi intan yang tua memerlukan waktu yang cukup lama sekali hingga ratusan tahun (agar bisa berharga). Kalau ini film Hollywood, mereka sudah mencampurkan unsur ilmu pengetahuan tentang intan ini kedalam cerita. Hal yang paling sering ada, adegan di sebuah laboratorium, seorang ahli akan menerangkan ini pada Benyamin, serta melalukan tes pada intan itu. Tetapi dalam film ini tidak ada informasi tentang intan itu. Dan yang paling ganjil dari cerita ini dalah, setelah mereka menjual intan itu, orang memebelinya dan mereka menikmati uang tersebut. Tetapi setelah ketahuan pada akhirnya intan itu muda dan tidak berharga, bagaimana nasib uang yang mereka habiskan itu? Apakah Benyamin akan menggantikan uang tersebut. Tidak ada dalam film tetapi hanya pikiran penonton saja.
Film ini meraih penghargaan Festival Film Indonesia 1973 untuk pemeran utama pria terbaik dan pemeran utama wanita terbaik.
Sebuah keluarga miskin, Jamal (Benyamin S), istrinya Saleha (Rima Melati) dan anaknya, yang hidup dari menangkap ikan di sungai dengan bubu, tiba-tiba mendapat intan di bubunya. Seluruh desa geger. Polisi dan seorang pengacara, Max Syad SH (Farouk Afero) datang untuk mengamankan intan itu. Suami-istri miskin itu pun diatur hidupnya jadi kaya oleh Max Syad. Sampai akhirnya ketahuan bahwa intan itu masih terlalu muda untuk dibentuk, hingga suami-istri tadi kembali miskin. Kelucuan dan sindiran halus tampil dengan manis.
Tapi Benyamin, yang menang sebagai aktor utama dalam Intan Berduri, kok menimbulkan "ribut-ribut"? Yang menggugat itu barangkali lupa bahwa penyanyi itu melakukan acting. Tak sedikit penyanyi yang punya kemampuan acting. Salah satu buktinya adalah biduan Amerika Frank Sinatra, yang merebut Oscar sebagai aktor pembantu dalam From Here to Eternity (1953). Nyatanya Bang Ben bisa mengimbangi Rima sehingga permainan mereka sama-sama menonjol dan barengan menggondol Citra.
P.T. SARINANDE FILMS
BENYAMIN S RIMA MELATI FAROUK AFERO MANSJUR SJAH RACHMAT KARTOLO WINDY DJATMIKO YATIE OCTAVIA HENGKY NERO SIMON PS AMINAH CENDRAKASIH NURNANINGSIH SOULTAN SALADIN |
Produser-sutradara Turino memilih Benyamin dan Rima Melati semula karena pertimbangan komersial. Rima (ketika itu) aktris populer, sedangkan Bang Ben adalah biduan pembawa lagu (irama) Betawi yang sedang naik daun, termasuk waktu membawakan lagu Nonton Bioskop yang kocak itu. Tapi, si "tampang kampungan" itu tak mau hanya jual tampang (mejeng), melainkan betul-betul main, dan tidak juga melawak. Intan itu lebih berat ke drama.
Apalagi bila dibandingkan dengan penampilan Bang Ben dalam film-film lain: Biang Kerok (1973), Musuh Bebuyutan (1974), Buaye Gile (1975), dan lain-lain. Dalam film-film lain itu Bang Ben adalah sosok Betawi yang hanya ngocol. Dilengkapi juga dengan hidangan lagu yang umumnya menggelitik. Ya, dalam Intan Berduri, tak ada lawakan maupun nyanyian.
Intan Berduri menampilkan Benyamin sebagai Jamal yang miskin, bersama istrinya Saleha (Rima). Pada suatu saat, bubu (alat penangkap ikan) "mengeluarkan" sebongkah intan. Lantas Jamal mendadak kaya, padahal baru menjual "seupil" batu mulia itu. Tapi uang ternyata tidak membikin hati tenteram, Jamal jadi bingung dan takut. Apalagi muncul polisi (Alwi Oslan dan A. Rafiq) ditambah pengacara (Farouk Afero, 1939-2003) yang mengatur hidup Jamal dan Saleha.
Lantas Jamal hidup bagaikan konglomerat. Tadinya melarat. Tapi Jamal tidak betah. Dia ingin bebas biarpun miskin. Sekarang katanya "senang", tapi Jamal merana karena tak diizinkan lagi ngegado jengkol. Makanan itu mengaitkan Jamal dengan Betawi. Namun, Intan Berduri bukan cerita (di) Betawi. Jamal dan para tetangganya berdialek Betawi, tapi yang terlihat adalah kehidupan rakyat kecil. Bisa saja terjadi di mana pun.
Begitu hasil penelitian menunjukkan bahwa intan penemuan Jamal itu masih mentah, tak berharga, Jamal dan Saleha lantas tak punya harga lagi di mata sang pengacara. Kontan suami-istri itu diusir. Kembali ke kampung, jadi orang miskin lagi. Mengharukan. Melihat permainan mereka, Citra itu pantas bagi Benyamin dan Rima.
Lalu, sebagai pemain (film), Benyamin melanjutkan "film-film Benyamin"-nya yang sebagian disutradarai dedengkot Betawi, Nawi Ismail (1918-1990). Misalnya Biang Kerok Beruntung (1973), Buaye Gile (1974), Samson Betawi (1975), Tarsan Pensiunan (1976), dan lain-lain. Padahal Benyamin punya potensi yang kemudian digali oleh sesama Betawi, Sjuman Djaya (1933-1985). Bang Ben dipasangkan dengan Rima Melati lagi dalam Pinangan (1976) dan Si Doel Anak Modern (1970), yang didampingi Christine Hakim, pemenang Citra dalam Cinta Pertama (1973) pada FFI 1974.
Sjuman adalah penggarap Si Doel Anak Betawi (1973) berdasar novel Aman. Yang jadi Si Doel (kecil) adalah Rano Karno, sedangkan Benyamin nongol sebentar sebagai "babe"-nya. Setelah dewasa, Si Doel yang (sok) modern adalah Bang Ben. Permainannya lebih "hidup" dibanding dalam Intan. Maklum, dia makin berpengalaman. Intan adalah film yang ke-8, sedangkan Si Doel yang ke-35.
Intan memang tampaknya tidak dimaksud sebagai cerita Betawi, tapi kebetawian amat menonjol dalam Si Doel versi 1973 maupun "sambungan"-nya pada 1976. Sementara dalam Intan (1972) tak sempat ceplas-ceplos, dalam Si Doel (1976) Benyamin amat "riuh" dan diimbangi dengan enak oleh Christine yang jadi pacarnya, Kristin alias Nonon. Hasilnya, Bang Ben meraih Citra lagi. Semacam "jawaban" bahwa kemenangannya dulu dalam Intan sebetulnya wajar-wajar saja.
Link modar gan
BalasHapus