SI MANIS JEMBATAN ANCOL
22 Juli 1978
Lukisan hantu mariami
FILM yang diangkat dari naskah sandiwara tradisional musikal Miss Cicih ini, menceritakan perjalanan cinta Mariah (Lenny Marlina) dengan 'sinyo' Belanda John (Farouk Afero) dan untuk menutupi kisah cintanya kepada sang ayah ia pura-pura menikahi Husin (Kris Biantoro), sampai akhirnya Mariah diculik dan mati terbunuh oleh penculiknya. Dan arwah penasarannya menghantui dan melegenda di Jakarta sampai saat ini.
P.T. SARINANDE FILMS
LENNY MARLINA FAROUK AFERO MANSJUR SJAH KRIS BIANTORO NADIA GIOVANNA |
22 Juli 1978
Lukisan hantu mariami
DENGAN kawalan CPM, Wakil Presiden Adam Malik tahu-tahu berada di Pasar Seni Ancol. Ia masuk ke kios Broto, pelukis kawakan berusia 57 tahun, untuk melihat sebuah "lukisan hantu". Lukisan ini dibuat Broto 4 Juli yang lalu, pukul setengah dua dinihari, hari Selasa Kliwon. Modelnya bernama Mariam -- seorang wanita tak dikenal yang begitu saja hadir dan begitu pula lenyap. Subroto, yang sudah aktif jadi seniman sejak 1946 bersama pelukis seperti Wakidjan, Nashar, Zaini, Harijadi, Suromo dan Parto, memang doyan mistik. Kesukaannya, selain minum kopi, adalah samadi. Malam itu ia sedang senewen, pusing dan sedih. Sudah lama pesanan potret yang biasanya laku Rp 40 ribu, sepi. Isterinya hanya tinggal dua -- yang dua lagi sudah minta cerai gara-gara ekonomi tipis. Dan 15 orang anaknya butuh biaya. Hostes Copa Cabana Krei di sekeliling kios, tabir dari bambu, sudah ditutup rapat. Tiba-tiba menyeruak masuk seorang wanita muda berkebaya hijau muda, dengan kembang di rambutnya. Mbah Broto langsung menganggapnya rezeki. Tanpa banyak omong lagi ia langsung melukis wajah langganan itu. Sambil ngobrol kecil-kecilan, orang itu mengenalkan diri sebagai Mariam, tinggal di sekitar Ancol. Broto --julukannya Mbah Broto -- sudah biasa malam-malam kedatangan hostes dari klab malam Copa Cabana yang ingin dilukis. Tengah bekerja, Mariam menganjurkan -- setengah memaksa -- agar Mbah Broto makan dulu di Warung Pojok, tak jauh dari kiosnya.
Mula-mula Broto menolak. Tapi karena dipaksa, ia pergi juga. Setelah selesai, ia cepat kembali untuk merampungkan. Tapi beberapa saat kemudian, Mariam meminta agar lukisan itu digantung di dinding. Orang tua ini menolak, karena merasa tak enak pasang lukisan malam-malam. Tapi karena Mariam mendesak, dengan setengah gusar Broto mulai ambil paku dan martil. Ketika Broto memalu paku, nah-wanita itu lenyap. Didorong oleh kebutuhan dan tanggung jawab, Broto menguber ke depan. Tahu-tahu ia nabrak krei bambu. Broto keluar menanyakan kepada setiap orang -- tapi tak ada yang tahu. Sebentar kemudian seluruh kompleks pun geger: ada sesuatu yang aneh terjadi. Broto termenung. Ia memandang lukisan itu -- yang menampakkan ciri-ciri seakan-akan ada tangan lain, bukan dia sendiri, yang mengerjakannya. Orang sekitar kiosnya ada yang percaya, ada juga yang tidak. Tapi sejak itu kios Broto ramai dikunjungi.
Beberapa orang rekan Broto melihat peristiwa itu dari segi lain. Fantasinya muncul. Lukisan itu ditempatkan di sebuah ruang yang sengaja dibikin angker. Di sebelahnya diletakkan kotak sumbangan sukarela. Tidak seorang pun diperkenankan memotret. Kalau ada yang ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan, sudah disediakan sebuah potret berwarna yang bisa dibeli dengan harga Rp 300. Sementara kotak sumbangan terus berbuah. Kadangkala Rp 8 ribu, esoknya Rp 11 ribu. Kemudian meningkat jadi Rp 13 ribu. Semuanya untuk Broto. Terhadap peristiwa itu sendiri, Broto bersikap tenang-tenang saja. Ia tidak peduli orang percaya atau tidak. "Saya tidak merasa luar biasa. Bahkan kecewa," ujarnya. "Saya tidak dibayar. Hantu tidak mau bayar, itu yang menjengkelkan. Padahal saya butuh uang." Taksempat ditanyakan, apakah hasil sumbangan yang diterimanya sekarang dapat mengobati kejengkelan itu. Sementara Adam Malik cuma kasih komentar: "Habis Pak Broto melukis perempuan cantik melulu sih . . . !" Lalu terjadilah. Sri (20 tahun), pengantar makanan para seniman di Pasar Seni, tatkala lewat di kios Broto, tiba-tiba memekik. Ia menatap lukisan Mariam itu dengan rasa ngeri. Waktu orang-orang bertanya, gadis itu bercerita dengan menggebu-gebu. Sekitar 2 bulan yang lalu dia pernah kesurupan. Waktu lewat di kios Tizar Purbaya yang menjual wayang golek, ia dihimbau oleh seorang wanita bernama Mariami -- berkebaya hijau dan memakai bunga di kepala.
Entah kenapa ia turut saja. Kaki Kuda Menurut Sri, kemudian Mariami membawanya ke sebuah kerajaan. Kerajaan itu penuh hiasan kuning emas dengan ratusan orang yang berteriak-teriak minta dikembalikan. Tak tersangka, raja dalam kerajaan itu adalah Tizar sendiri, si seniman yang punya kios wayang golek. Tizarlah yang memerintahkan Mariami membawa Sri untuk kemudian dipasung, katanya. Mariami sendiri turut perintah itu, karena ia jatuh cinta pada Tizar. Tizar menolaknya. Nah. Wajah Mariami itulah yang dilihatnya dalam lukisan Mbah Broto sehingga ia menjerit. Peristiwa tidak berakhir di situ. Tizar Purbaya, yang juga main drama dan belakangan ini sering main film, memang sudah curiga pada adanya sesuatu yang tak diketahuinya. Ia khawatir kalau wayang dagangannya punya "isi". Ia menghubungi seorang yang kira-kira mengerti soal-soal begituan. Yang dihubunginya ternyata, lho, kok Umar Khayam -- bekas Dirjen RRI & TV dan bekas Ketua Dewan Kesenian Jakarta yang suka humor itu. Umar Khayam yang baru datang dari Itali, setelah memeriksa, mengatakan: "Aman, aman, tak ada apa-apa." Tapi belakangan Tizar minta diadakan pemeriksaan ulangan, mungkin karena Kayam kelihatannya tidak serius. Ternyata setelah Umar Kayam melakukan inspeksi kedua, ia "menemukan" jawaban yang lebih pasti. "Benar Zar, dia masih ada di situ," kata Umar Kayam sambil menunjuk pepohonan di belakang kios Tizar. Mungkin juga hanya untuk menyenang-nyenangkan hati Tizar, tapi pemilik kios ini jadi tenang: wayang-wayangnya sendiri selamat tidak dihuni hantu. "Seorang intelektuil seperti Mas Kayam bilang begitu, jadi tak usah diragukan lagi kebenarannya," kata Tizar, yang tentunya percaya benar pada Mas Kayam. Perlu dicatat bahwa "hantu" di Ancol bukan barang baru. Rakyat Betawi mengenal cerita Si Manis Jembatan Ancol. Ini mengisahkan seorang wanita yang dipaksa kawin oleh orang tuanya, menolak, lalu kawin dengan jin penghuni Ancol. Sampai sekarang sebagian sopir yang lewat di Jembatan Ancol dekat kuburan masih tetap membunyikan klakson. Konon di jembatan itu sering mendadak nyelonong seorang wanita berkebaya hijau. "Namanya Mariami. Bukan Mariam," kata Sri menambahkan. "Dia memang cantik, tapi kakinya kaki kuda!"
Mula-mula Broto menolak. Tapi karena dipaksa, ia pergi juga. Setelah selesai, ia cepat kembali untuk merampungkan. Tapi beberapa saat kemudian, Mariam meminta agar lukisan itu digantung di dinding. Orang tua ini menolak, karena merasa tak enak pasang lukisan malam-malam. Tapi karena Mariam mendesak, dengan setengah gusar Broto mulai ambil paku dan martil. Ketika Broto memalu paku, nah-wanita itu lenyap. Didorong oleh kebutuhan dan tanggung jawab, Broto menguber ke depan. Tahu-tahu ia nabrak krei bambu. Broto keluar menanyakan kepada setiap orang -- tapi tak ada yang tahu. Sebentar kemudian seluruh kompleks pun geger: ada sesuatu yang aneh terjadi. Broto termenung. Ia memandang lukisan itu -- yang menampakkan ciri-ciri seakan-akan ada tangan lain, bukan dia sendiri, yang mengerjakannya. Orang sekitar kiosnya ada yang percaya, ada juga yang tidak. Tapi sejak itu kios Broto ramai dikunjungi.
Beberapa orang rekan Broto melihat peristiwa itu dari segi lain. Fantasinya muncul. Lukisan itu ditempatkan di sebuah ruang yang sengaja dibikin angker. Di sebelahnya diletakkan kotak sumbangan sukarela. Tidak seorang pun diperkenankan memotret. Kalau ada yang ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan, sudah disediakan sebuah potret berwarna yang bisa dibeli dengan harga Rp 300. Sementara kotak sumbangan terus berbuah. Kadangkala Rp 8 ribu, esoknya Rp 11 ribu. Kemudian meningkat jadi Rp 13 ribu. Semuanya untuk Broto. Terhadap peristiwa itu sendiri, Broto bersikap tenang-tenang saja. Ia tidak peduli orang percaya atau tidak. "Saya tidak merasa luar biasa. Bahkan kecewa," ujarnya. "Saya tidak dibayar. Hantu tidak mau bayar, itu yang menjengkelkan. Padahal saya butuh uang." Taksempat ditanyakan, apakah hasil sumbangan yang diterimanya sekarang dapat mengobati kejengkelan itu. Sementara Adam Malik cuma kasih komentar: "Habis Pak Broto melukis perempuan cantik melulu sih . . . !" Lalu terjadilah. Sri (20 tahun), pengantar makanan para seniman di Pasar Seni, tatkala lewat di kios Broto, tiba-tiba memekik. Ia menatap lukisan Mariam itu dengan rasa ngeri. Waktu orang-orang bertanya, gadis itu bercerita dengan menggebu-gebu. Sekitar 2 bulan yang lalu dia pernah kesurupan. Waktu lewat di kios Tizar Purbaya yang menjual wayang golek, ia dihimbau oleh seorang wanita bernama Mariami -- berkebaya hijau dan memakai bunga di kepala.
Entah kenapa ia turut saja. Kaki Kuda Menurut Sri, kemudian Mariami membawanya ke sebuah kerajaan. Kerajaan itu penuh hiasan kuning emas dengan ratusan orang yang berteriak-teriak minta dikembalikan. Tak tersangka, raja dalam kerajaan itu adalah Tizar sendiri, si seniman yang punya kios wayang golek. Tizarlah yang memerintahkan Mariami membawa Sri untuk kemudian dipasung, katanya. Mariami sendiri turut perintah itu, karena ia jatuh cinta pada Tizar. Tizar menolaknya. Nah. Wajah Mariami itulah yang dilihatnya dalam lukisan Mbah Broto sehingga ia menjerit. Peristiwa tidak berakhir di situ. Tizar Purbaya, yang juga main drama dan belakangan ini sering main film, memang sudah curiga pada adanya sesuatu yang tak diketahuinya. Ia khawatir kalau wayang dagangannya punya "isi". Ia menghubungi seorang yang kira-kira mengerti soal-soal begituan. Yang dihubunginya ternyata, lho, kok Umar Khayam -- bekas Dirjen RRI & TV dan bekas Ketua Dewan Kesenian Jakarta yang suka humor itu. Umar Khayam yang baru datang dari Itali, setelah memeriksa, mengatakan: "Aman, aman, tak ada apa-apa." Tapi belakangan Tizar minta diadakan pemeriksaan ulangan, mungkin karena Kayam kelihatannya tidak serius. Ternyata setelah Umar Kayam melakukan inspeksi kedua, ia "menemukan" jawaban yang lebih pasti. "Benar Zar, dia masih ada di situ," kata Umar Kayam sambil menunjuk pepohonan di belakang kios Tizar. Mungkin juga hanya untuk menyenang-nyenangkan hati Tizar, tapi pemilik kios ini jadi tenang: wayang-wayangnya sendiri selamat tidak dihuni hantu. "Seorang intelektuil seperti Mas Kayam bilang begitu, jadi tak usah diragukan lagi kebenarannya," kata Tizar, yang tentunya percaya benar pada Mas Kayam. Perlu dicatat bahwa "hantu" di Ancol bukan barang baru. Rakyat Betawi mengenal cerita Si Manis Jembatan Ancol. Ini mengisahkan seorang wanita yang dipaksa kawin oleh orang tuanya, menolak, lalu kawin dengan jin penghuni Ancol. Sampai sekarang sebagian sopir yang lewat di Jembatan Ancol dekat kuburan masih tetap membunyikan klakson. Konon di jembatan itu sering mendadak nyelonong seorang wanita berkebaya hijau. "Namanya Mariami. Bukan Mariam," kata Sri menambahkan. "Dia memang cantik, tapi kakinya kaki kuda!"