Film ini pernah dibuat Turino Djunaidy tahun 1973, lalu Atok Suharto membuatnya kembali, setelah sukses di serial TV-nya. Ini adalah kisah legenda, sampai sekarang orang mempertanyakan apakah benar dulunya ada Si Manis Jembatan Ancol? Perbedaannya tetap menyolok dari segi settingan film kalau kita mengingat kebaya ala Lenny Marlina dan baju sexy ala Diah Ermatasari. sosok yang satu manis dari segi aura yang terpancar, sedangkan versi lainnya manis dari segi kesexyan yang ditampilkan.
Dalam fersi film Atok sendiri adalah Mariam Si Manis Jembatan Ancol (Diah Permatasari) dan sahabatnya sesama mahluk halus, Karina (Ozy Syahputra) menyelamatkan Gilang (Ari Wibowo) yang arwahnya mereka temukan saat tubuhnya sedang koma di rumah sakit karena usaha pembunuhan oleh Iwan (Dicky Wahyudi). Melalui perjuangan yang kocak melawan sesama mahluk halus bernama Jin Volker (Udin Labu), nyawa Gilang akhirnya berhasil dikembalikan ke tubuhnya dan kembali hidup normal bersama kekasihnya, Nina yang akan direbut Iwan.
P.T. SORAYA INTERCINE FILM
DIAH PERMATASARI OZY SYAHPUTRA UDIN LABU EMRI MARGONO YULIETTA KULIT TEGUH YULIANTO DICKY WAHYUDI ARI WIBOWO NASIR TILE BO ABO |
Versi Asli Dalam fersi legendanya adalah Si Manis Jembatan Ancol berangkat dari legenda tentang kisah tragis yang dialami Ariah, atau Arie, yang di kemudian hari dikenal sebagai Mariam. Legenda tentang penampakan sosok perempuan muda yang berkelebat di dekat Jembatan Ancol, Jakarta, sekarang, itu selalu dikaitkan dengan kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa di jalan raya menuju Tanjung Priok. Legenda itu hidup sejak awal abad ke-19, pada masa penjajahan Belanda di kota yang dulu bernama Batavia ini. ”Sejak zaman Belanda dulu di jalan raya Ancol itu sering terjadi kecelakaan yang memakan korban. Maka, di dekat situ dibangun pos polisi, juga sebuah kelenteng mini di selatan jalan,” tutur Ridwan Saidi (65), tokoh Betawi yang melakukan penelitian tentang legenda Ariah dari saksi-saksi hidup pada tahun 1955-1960. Diceritakan, Ariah adalah seorang anak gadis Mak Emper yang tinggal di emper (paviliun) rumah seorang juragan kaya di Kampung Sawah Paseban. Saat Ariah berusia 16 tahun, si pemilik rumah naksir dan hendak memperistri Ariah.
Tetapi, Ariah menolak. Alasannya, selain hanya akan menjadi selir, ada kakak perempuannya yang belum menikah. Ariah kemudian minggat, lari dari rumahnya. Dalam pelariannya, ia dipergoki Oey Tambahsia, seorang yang terkenal kaya raya di Batavia saat itu dan punya vila di kawasan Bintang Mas, Ancol sekarang. Oey juga dikenal sebagai ”maniak” yang suka mengoleksi perempuan muda. Oey lalu menyuruh dua centengnya, Pi’un dan Surya, untuk memburu Ariah.
Gadis muda itu ditangkap dua centeng Oey di Bendungan Dempet dekat Danau Sunter yang waktu itu terkenal sangat angker. Pi’un dan Surya mendapat perlawanan sengit dari Ariah. Namun, akhirnya Ariah tewas di tangan kedua centeng tersebut. Jenazahnya dicampakkan di area persawahan, sekitar 400 meter dari Jembatan Ancol. Dalam catatan Ridwan Saidi, peristiwa itu terjadi pada 1817.
Sejak itu warga yang lewat di daerah itu mengaku acap melihat penampakan sosok gadis cantik berambut panjang. Banyak kecelakaan di sekitar Ancol dikaitkan dengan penampakan sosok tersebut. Di mata anggota Dewan Pakar Lembaga Kebudayaan Betawi ini, Ariah adalah sosok pahlawan karena mempertahankan kehormatan dirinya sebagai perempuan. Sosok serupa ia temukan pada diri Nyai Dasima yang tewas dibantai di dekat Jembatan Pejambon pada 1821.
Bagaimana gambaran sosok Ariah alias Si Manis Jembatan Ancol? Yang jelas tidak seseksi Dyah Permata Sari, pemeran dalam sinetron Si Manis Jembatan Ancol. ^^;
Inilah kesaksian H Mohammad Husni (64), warga Kebon Jeruk, Jakarta, yang melukis sosok Ariah pada 2003 karena merasa seperti mendapatkan wangsit. ”Ariah itu seorang gadis biasa. Kalau disebut cantik, itu relatif. Kulitnya sawo matang, tingginya sekitar 160 cm. Rambutnya panjang, bajunya kebaya hitam berbintik-bintik biru. Matanya sedikit juling.” Ridwan Saidi menilai lukisan Husni paling mendekati citra tentang Ariah alias Si Manis Jembatan Ancol dibandingkan lukisan yang pernah dibikin pelukis lain. Husni menambahkan, pesan Ariah yang disampaikan lewat lukisan itu adalah bahwa dia adalah gadis biasa yang teraniaya. Bukan setan atau kuntilanak sebagaimana gambaran masyarakat selama ini.