Tampilkan postingan dengan label MISTERI DIBALIK LINDUNGAN KA'BAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MISTERI DIBALIK LINDUNGAN KA'BAH. Tampilkan semua postingan

Jumat, 25 Februari 2011

MISTERI DIBALIK LINDUNGAN KA'BAH


NOVEL ke FILM
Mengadaptasi cerita novel ke film sangat sulit. Apalagi novelnya sangat puitis dan imajinatif. Karena itu banyak yang terjebak akan Imajinatifnya saja sehingga kebingungan apa yang harus menjadi ceritanya. Imajinatif dalam novel dan film memiliki ruangnya sendiri dan juga pemahaman sendiri. Tulisan yang imajinatif tentu yang di mainkan adalah perasaan, kenangan si pembacanya berbeda dengan orang lain. Tetapi dalam film Imajinatif itu sudah ada dalam gambar, hanya sedikit penonton yang mengimajinatifkan berdasarkan kenangannya. Jadi solusinya adalah mengambil garis besar dalam novel itu saja, lalu memakai imajinatif dalam ruang film.

Roman ini adalah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan Hamka. Roman yang sarat dengan ajaran Islam diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka tahun 1930. Roman ini berkisah tentang kasih tak sampai karena perbedaan status sosial. Alur cerita dalam roman ini merupakan sorot balik (flashback) karena tokoh cerita dikisahkan oleh aku sebagai pencerita. Aku mengisahkan peristiwa yang dialami oleh tokoh utama. Pada tahun 1927 aku berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah.

Di sana aku bertemu dengan seorang pemuda yang berasal dari Padang juga, bernama Hamid. Pemuda ini nampaknya terpelajar dan saleh, tetapi wajahnya menunjukkan adanya suatu masalah yang tak bisa dapat dipecahkannya. Kekariban kami menyebabkan Hamid akhirnya mau mengungkapkan latar belakang kehidupannya semasa masih di tanah air. Beginilah ceritanya : Hamid adalah anak yatim yang hanya hidup dengan ibunya yang miskin. Untuk membantu kehidupan ibunya, Hamid terpaksa berhenti sekolah dan mencari uang dengan berjualan kue. Dalam menjalankan pekerjaannya menjajakan kue inilah, Hamid berkenalan dengan haji Ja'far yang mempunyai seorang anak perempuan bernama Zainab. Karena melihat ketelantaran anak itu, maka haji Ja'far sanggup membeayai sekolah Hamid. Begitulah Hamid akhirnya berhenti berjualan kue dan mulai sekolah kembali. Kebetulan Zainab juga satu sekolah dengan Hamid meskipun lebih muda, sehingga pergi dan pulang sekolah selalu bersama-sama. Hamid dan Zainab sudah seperti kakak beradik.

Mengingat kebaikan haji Ja'far, maka ibu Hamid dan Hamid sendiri seringkali dengan sukarela membantu di rumah haji Ja'far. Beberapa tahun kemudian Hamid dan Zainab mencapai usia akil balik. Karena Zainab sudah akil balik, maka menurut adat dia harus berhenti sekolah. Sedang Hamid masih dapat melanjutkan sekolahnya. Namun sekolah Hamid yang lebih tinggi hanya ada di Padang Panjang. Hamid terus melanjutkan sekolah agamanya di kota tersebut dengan beaya haji Ja'far. Sedangkan Zainab masuk pingitan sampai datang orang melamar. Tiba-tiba haji Ja'far meninggal dunia karena usianya. Hamid tak ada lagi yang membeayai sekolahnya, akibatnya Hamid harus menghentikan pendidikannya. Sementara itu hubungan Hamid dan Zainab sudah berkembang bukan lagi sebagai kakak adik, tetapi sudah menginjak hubungan percintaan, meskipun keduanya membisu dan tak pernah mengungkapkannya dalam kata-kata. Setelah mendengar berita kematian haji Ja'far, Hamid segera pulang ke Padang. Dalam perjumpaannya dengan keluarga almarhum Ja'far, Hamid dapat merasakan adanya api cinta di mata Zainab terhadapnya. Namun gelora cinta itu tetap hanya dipendam di hati masing-masing. Tidak lama kemudian ibu Hamid pun jatuh sakit pula.

Dan sebelum meninggal dunia, ibu ini berpesan kepada anaknya agar tidak melangkah lebih jauh dalam mencintai Zainab. Lebih baik Hamid memutuskan segera rasa cintanya kepada Zainab. Alasan yang dikemukakan ibu Hamid adalah karena keluarga Zainab pemah menolongnya, dan lagi pula keluarga Zainab adalah keluarga kaya raya sedangkan keluarganya miskin. Setelah ibunya meninggal dunia, Hamid seringkali mengasingkan diri. Pada suatu kali ia bertemu dengan ibu Zainab yang telah lama tidak menjumpainya. Hamid diminta oleh ibu Zainab untuk datang ke rumahnya. Ketika Hamid datang ke rumah keluarga almarhum Ja'far, ia menjumpai Zainab sedang seorang diri saja di rumah. Dalam kekosongan rumah itu keduanya berbincang-bincang dengan asyik. Ketika Hamid, terdorong oleh rindu dendamnya, ingin menanyakan kepada Zainab apakah Zainab masih terus ingat kepadanya, tiba-tiba ibu Zainab datang. Gadis itu hampir saja menyatakan rasa cintanya kepada Hamid, namun tak sampai terucapkan karena kedatangan ibunya itu. Ibu Zainab menyuruh Hamid datang ke rumahnya, ternyata memang ada perkara yang hendak dibicarakannya, yakni perkara lamaran terhadap Zainab. Salah seorang keponakannya melamar Zainab, tetapi Zainab rupanya tidak cocok, sehingga ibunya meminta jasa baik Hamid agar mau membujuk "adiknya" untuk menerima lamaran itu.

Alasan Zainab memaksa anak gadisnya menerima lamaran itu adalah agar supaya harta kekayaan almarhum haji Ja'far tidak jatuh ke tangan orang lain, melainkan ke tangan keluarga sendiri. Dengan berat hati Hamid menjalankan desakan ini. Hamid mendorong kekasihnya itu agar mau menerima lamaran. Karena hancur hatinya kehilangan gadis yang dicintainya secara diam-diam tetapi sangat mendalam itu, Hamid memutuskan untuk meninggalkan tanah kelahirannya. Berkat bantuan seorang ulama ia dapat meninggalkan Indonesia dan pergi ke tanah Saudi Arabia. Sepeninggal Hamid, Zainab juga hancur hatinya. Dan ia menolak paksaan ibunya untuk menikah dengan pemuda kerabatnya yang tak dicintainya itu. Untung calon suaminya memahami dan akhirnya mengundurkan diri. Di Mekah inilah Hamid mengetahui seluruh riwayat Zainab sepeninggalnya dari Indonesia. Ketika seorang pemuda Indonesia bernama Saleh yang sedang belajar di Mesir melakukan perjalanan pulangnya ke Indonesia, dan dia sempat singgah di perkemahan kami, diketahuinyalah bahwa Zainab masih sangat mencintai Hamid. Ungkapan perasaan cinta Zainab ini ditulis dalam salah satu surat isteri Saleh yang bersahabat dengan Zainab. Namun sebelum percintaan ini dapat dilanjutkan kembali, diterima kabar bahwa Zainab telah mendahului meninggal dunia akibat tak kuat menanggung beban asmara yang telah lama ditanggungnya. Perasaan Hamid hancur dan nampak badannya makin melemah. Begitulah setelah kami selesai melakukan ibadah, di tengah doa ribuan umat, di bawah lindungan ka'bah, Hamid meninggal dunia.***