Tampilkan postingan dengan label MATINJA SEORANG BIDADARI / 1971. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MATINJA SEORANG BIDADARI / 1971. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Februari 2011

MATINJA SEORANG BIDADARI / 1971

MATINJA SEORANG BIDADARI

 
Sutradara Wahyu Sihombing sepertinya ingin membantah jalan fikiran yang menganggap jelek film-film yang bertema soal-soal hostes dan klap malam yang sedang ramai dalam film-film Nasional muktahir. Skenario ditulisnya sendiri mencoba mengisahkan tragedi seorang duda kaya dengan sorang gadis kampung yang terlempar ke kota. Ratman (Farouk Afero) pemilik klab malam yang selalu gagal dalam setiap perkawinannya dan karena itulah hubungannya dengan wanita senantiasa bersifat sementara. Kesenangan semacam itu mendapatkan kesempatan baik melalui kedudukannya sebagai pemilik klab malam.

 
Si gadis desa (Poppy Darsono) meninggalakan sekolah dasar yang diasuhnya, karena bosan pada kemiskinan dan termakan oleh rayuan Ratman yang menjanjikan pekerjaan. Dan terjadi sesuatu hal antara Santi dan Ratman. Itu memang betul, memang cuma bedanya dengan banyak wanita yang sebelumnya ditiduri sang Duda, bekas guru sekolah ini cukup pintar sehingga Ratman terpaksa memberi sebuah rumah mewah. Tetapi serentak dengan penolakan Ratman terhadap permintaan Santi untuk nikah, kekecewaan pun melanda sang Hostes dan perhatian lain dengan cepat pindah ke tokoh yang lain. Disini masuknya Franky (Rudy Hartono) seorang pemuda yang mendapatkan cinta Santi serta juga menaruh hati pada sang Hostes. Konflik mencapai puncaknya pada saat hubungan mesra itu diketahui Ratman. Penyesalan cerita berakhir pada kehancuran Santi ditinggal keluar negeri oleh Franky dikirim belajar oleh ayahnya yang menolak perkawinan mereka dan terusir oleh Ratman yang tidak lagi bisa bekerja sama dengan sang Hostes.
 
 


 

Rudy Hartono yang tengah berada di puncak penampilan sebagai atlet bulu tangkis pun disambar produser dari Sumaco film untuk bermain dalam film Matinya Seorang Bidadari. Dalam film arahan sutradara Wahyu Sihombing itu, Rudy yang berperan sebagai tokoh Franky dipasangkan dengan Poppy Dharsono.

Sayangnya bantahan Wahyu Sihombing akan film Hostes dan klub malam tidak diimbangi oleh cerita yang menarik. Efek yang dicapai tidak sebanyak yang semestinya. Kalau saja cerita bermula menjelang bertemunya Santi dengan Franky (Bagian yang sebelumnya diungkapkan dengan Flashback), barangkali komposisi lebih seimbang. Dengan cara demikian, jalan cerita menjelma menjadi suatu media bagi tragedi tiga tokoh dari tiga lingkungan. Ratman dengan kegagalanya sebagai suami, Santi dengan kekecewaannya dengan kehidupan kota yang keras, dan Franky dengan cinta sucinya yang berhadapan dengan keras. Dalam skenario ini Franky tidak terlalu berarti bagi jalan cerita, sebab konflik antara Santi dan Ratman sudah bermula sesungguhnya ketika sang duda menolak ajakan menikah bekas guru sekolah yang telah ditidurinya.

Ada yang ganjil dalam cerita ini, seorang guru yang bosan dengan kemiskinan lalu kerja di klub malam adalah sesuatu hal yang membuat guru tidak lagi sebagai pendidik.

akhir ceritanya pun sempat menjadikan perdebatan. Penonton yang terikat dengan judul pasti terganggu dengan akhir Ratman dalam keadaan kacau setelah memutuskan untuk mengusir Santi. Sehingga saling pengertian yang bertimpa antara Tragedi sang Bidadari ke arah tokoh duda yang gagal.

Film ini kepanjangan sehingga harus dipendekan. Bukan karena ceritanya, tetapi ketetapan bioskop akan durasi filmlah penyebabnya. Karena adanya pemendekan maka banyak adegan yang dihilangkan sehingga terhilang pula informasi dalam cerita, walhasil penonton akan sulit menikmati alur ceritanya. Juru kamera juga kurang teliti, selain kabur, banyak kamera yang bergetar saat melakukan tracking shot dengan dolly. Musik Idris Sardi nyatanya tidak juga tinggi dari pada juru Kamera, sehingga di sana-sini tertemukan tembelan musik yang diambil dari piringan hitam. Dari segi permainan pun tidak ada yang cukup mengasyikan.

Tetapi diakui bahwa Sihombing tidak gagal menampilkan pemain baru macam Poppy Dharsono dan Rudy Hartono. Cuma Farouk Afero. Ternyata dengan sutradara yang baik sepertri Sihombing pun, Farouk tidak banyak bisa diselamatkan dari kebiasaan rutinnya.