Tampilkan postingan dengan label MAMAN FIRMANSJAH 1977-1994. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAMAN FIRMANSJAH 1977-1994. Tampilkan semua postingan

Minggu, 30 Januari 2011

ANAK-ANAK TAK BERIBU / 1980


 
Setelah ditinggal mati istrinya, Akbar (AN Alcaff), yang sakit-sakitan kawin lagi dengan seorang janda bernama Tina (Debby Cynthia Dewi). Karena penyakitnya Akbar dipecatdari tempat kerjanya dan Tina bekerja di pabrik konveksi. Akbar gagal mendapatkan pekerjaan lain sampai akhirnya ia pun meninggal. Ketiga anaknya, Mimi (Santi Sardi), Memet (Lukman Sardi) dan Ayu (Ajeng Triani Sardi) tak tahan dengan sikap ibu tirinya yang berubah sikap speninggal ayahnya. Diam-diam mereka pergi untuk mencari keluarga ibu kandungnya yang belum diketahui alamatnya. Untuk bertahan hidup mereka bekerja apa saja seperti pembantu, penyemir sepatu, tukang parkir, dll. Suatu hari mereka berjumpa dengan pemuda buntung John (Johan Mardjono) yang berusaha jual-beli koran bekas. Mimi dan Memet diberi usaha jualan es dan kue-kue. Keadaan mereka membaik. Nasib buruk menimpa Memet, ia terbawa kereta, namun karena kejujurannya, Memet dipungut seorang hartawan. Kerinduan akan adiknya, Ayu, mendorong Memed untuk pulang,yang tidak lama setelah pertemuannya, Ayu meninggal.

P.R. RAPI FILM

SANTI SARDI
AJENG TRIANI SARDI
LUKMAN SARDI
DEBBY CYNTHIA DEWI
MARLIA HARDI
A.N. ALCAFF
JOHAN MARDJONO
TORRO MARGENS


Yang menarik plus dalam film ini adalah sosok Pak Tino Sidin muncul. Pak Tino Sidin adalah guru gambar bagi anak-anak yang sering muncul di TVRI dan acara favorite anak-anak sore hari minggu, yang dimana anak-anak boleh mengirim karyanya ke TVRI untuk di bacakan oleh pak Tino setelah ia selesai mengajar menggambar buat pemirsanya. Ia selalu bilang baik dan bagus pada setiap gambar yang dikirimkan anak-anak ke TVRI itu, karena katanya, tidak ada yang jelek dalam karya anak-anak karena mereka bebas berimajinasi apa saja, karena itu saya selalu bilang baik dan bagus (yang artinya teruskan imajinasi mu). Tino Sidin (lahir di Tebingtinggi, Sumatera Utara, 25 November 1925 – meninggal di Jakarta, 29 Desember 1995 pada umur 70 tahun) adalah seorang pelukis dan guru gambar yang terkenal dengan acaranya di stasiun TVRI era 80-an, yaitu Gemar Menggambar. Dalam acara ini "pak Tino" mengajar anak-anak bahwa menggambar itu mudah, dan merupakan perpaduan dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Pada akhir setiap acara beliau menunjukkan gambar-gambar yang dikirim oleh pemirsanya dan kemudian menambahkan komentar yang sangat dikenal, "Bagus!".


PERJUANGAN DAN DOA / 1980


 

Rhoma Irama dengan Soneta Groupnya muncul di berbagai daerah dengan niat dakwah. Ia mendapat sambutan sekaligus tantangan, karena dituduh mengkomersialkan agama. Tentangan inilah yang menjadi perjuangan Rhoma. Ia menginsyafkan teman-teman seprofesinya dari mabuk-mabukan dan perempuan. Ia juga berhasil menyadarkan calon mertuanya yang diperbudak minuman keras, hingga nyaris memperkosa anak gadisnya sendiri, Laila (Rika Rachim). Bahkan terhadap penentang dari perguruan Al Muthainah, Rhoma berhasil meyakinkan bahwa musik sebagai sarana dakwah bisa dipakai.

P.T. RHOMA IRAMA FILM

RAJA DANGDUT / 1978



Kendati sudah sukses dan mempunyai banyak penggemar, Rhoma tetap seperti biasanya, taat kepada orang tua dan soleh. Ia digemari oleh seorang gadis bernama Ida (Ida Royani) yang telah mengirimkannya surat hingga 100 kali. Rhoma menaruh simpati dan jatuh cinta. Ida beribu janda miskin penjual gado-gado. Ibu Rhoma (Netty Herawaty) menjodohkan Rhoma dengan gadis lain bernama Mira (Naniek Nurcahyani), yang lebih modern dan ningrat, sementara ayah Rhoma yang lumpuh mengalah saja. Rhoma menolak pilihan ibunya dan menghadapi tentangan ibunya dan Mira yang antara lain mencemooh Ida, hingga sampai pergi ke dukun segala..


P.T. CIPTA PERMAI INDAH FILM

IDOLA REMAJA / 1985



Rico (Rico Tampatty) penyanyi yang sedang top, disarankan oleh ibunya supaya mau menerima permintaan sebuah pertunjukan amal untuk yatim piatu. Hal itu untuk mengingatkan masa lalunya yang pahit sebagai pengamen jalanan. Dalam pertunjukannya, Chicha (Chicha Koeswoyo) bersama gengnya membuat onar, hingga diberi kesempatan tampil oleh Rico. Rico begitu melihat bakat Chicha langsung jatuh hati. Mula-mula Chicha bersikap biasa, namun lama-lama mencintai Rico juga. Akibatnya, rekan se-geng yang juga mencintai Chicha, Ekki (Ekki Soekarno) marah. Mereka terlibat perkelahian, dan Ekki terdesak. Dalam sebuah latihan, Ekki menyetrum Rico hingga lumpuh dan patah semangat. Chicha berusaha membantu menyembuhkan Rico.

Dalam sebuah pertunjukan yang harus dilaluinya, Rico menyanyi sambil duduk. Penonton marah dan melempari dia, namun Rico tetap berani menghadapi penonton. Ibunya yang melihat dan mencoba melerai malah kena lemparan batu sampai terjatuh. Rico berusaha menolong ibunya, dan tak terduga kakinya sembuh. Pertunjukan lalu berjalan seperti biasa dan akhirnya Ekki dan Rico bisa didamaikan oleh Chicha.

DARAH MUDA / 1977



Rhoma (Rhoma Irama) dan Ricky (Ucok Aka) tidak saja berbeda dalam selera musiknya, tapi juga sikap hidupnya. Yang satu mengembangkan musik dangdut dan sikap saleh, sementara yang lain musik rock dan pergaulan bebas. Ricky, yang jago tinju juga, masuk grup Apache dan langsung jadi pentolannya. Ia panas saat mendengar grup musik Rhoma sukses pentas di Jakarta. Ani (Yatie Octavia), yang tadinya penyanyi grup Apache, mulai berubah. Ia lebih menyukai Rhoma, di samping mulai bosan mabuk-mabukan. Rhoma-Ani pun pacaran dan tunangan. Maka pertentangan dua kelompok meruncing. Rhoma dianiaya. Tangannya dihajar agar tak bisa main gitar lagi. Dalam keadaan luka, Rhoma pergi ke seorang guru di desa terpencil.

Di sini lukanya disembuhkan dan diberi ilmu silat. Waktu "turun gunung", Rhoma mendapati Ani diperkosa Ricky. Maka pertarungan puncak terjadi. Kini giliran tangan Ricky yang diremukkan Rhoma.
 P.T. SJAM STUDIO FILM PROD.

RHOMA IRAMA
YATIE OCTAVIA
UCOK AKA
 

GITAR TUA OMAR IRAMA / 1977



Rencana perkawinan Oma (Oma Irama) dan Ani (Yatie Octavia) yang sudah lama pacaran, gagal, sejak kehadiran Ir. Dana (Kelly Kalyubi) di perkebunan tempat ayah Ani (A. Hamid Arif) bekerja. Sang ayah yang gila pangkat dan kedudukan ini menginginkan Dana sebagai suami Ani, yang juga bekerja di perkebunan itu sebagai sekretaris. Dana sendiri kebetulan juga jatuh cinta pada Ani. Ani saja yang belum mau. Keadaan ini mulai berubah, ketika saat ulang tahun ternyata Oma tak datang. Maka menyusullah Ani ke tempat rekaman Oma di Jakarta. Disitu dijumpainya Oma tengah membujuk-bujuk pasangan nyanyinya, Shanty (Shanty Pawaka), yang ngambek saat rekaman. Curiga dan cemburu, Ani langsung pulang dan memutuskan kawin dengan Dana. Oma kaget ketika menerima surat undangan. Ia langsung pulang. Mereka bertengkar. Akar masalah lalu ketahuan: surat Ani dicekal ayahnya, sedang surat Oma ditahan oleh Shanty yang diam-diam mencintai Oma. Perkawinan tak bisa ditunda, tapi Ani pingsan di pelaminan. Hanya Oma yang bisa menyembuhkannya. Maka Dana pun dengan jantan menyerahkan Ani yang masih suci itu pada Oma.


P.T. SJAM STUDIO

SI KABAYAN MENCARI JODOH / 1994




Kabayan (Didi Petet) menempuh jalan panjang untuk mendapatkan jodohnya, Nyi Iteung (Desi Ratnasari). Ini terjadi karena Abah (Rachmat Hidayat) tidak setuju bermantukan pemuda kampung macam Kabayan. Terpaksalah kabayan pergi ke kota mengadu nasib. Dibantu sahabatnya, Joni Kemot (Sena A. Utayo) dan juragannya, Nora Nori (Novi Gawatini), Kabayan sebagai orang kota pulang kampung untuk melamar Nyi Iteung. Film ini diakhiri dengan sadarnya Abah menerima Kabayan apa adanya.
P.T. KHARISMA JABAR FILM

DIDI PETET
DEASY RATNASARI
RACHMAT HIDAYAT
TATTY RODIAH
SENA A. UTOYO
NOVI GAWATINI
TORRO MARGENS
EDDY S. JONATHAN
TOTHOK HARRY RESPATI
S. NARYO HADI
SHANTY CAMERON
ROYADI SIDIK

SI KABAYAN SABA METROPOLITAN / 1992


 
Ben (Benyamin S) dan Joescano (Joescano Jusuph), anak buah Hartawan (Bram M. Darmaprawira), bekerjasama dengan istri Hartawan (Ida Kusumah), ingin membeli tanah milik Kabayan (Didi Petet) dan Abah (Rachmat Hidayat), yang indah. Abah yang diiming-iming jumpa dengan penyanyi dangdut pujaannya (Mercy Marsita), setuju, tetapi Kabayan menolak.

Abah pun mengancam Kabayan untuk tidak boleh lagi berhubungan dengan Iteung (Nike Ardilla), anak Abah. Ancaman itu tidak membuat Kabayan surut, apalagi "jin" Ancol yang tergusur ke tanah Kabayan, membantu Kabayan dengan memberinya "bendo" (ikat kepala) ajaib, yang bisa membuatnya hilang. Akhirnya kemenangan di tangan Kabayan, yang tetap tidak mau menandatangani kontrak jual-beli. Abah pun insyaf.

PEMDA JABAR
P.T. KHARISMA JABAR FILM

SI KABAYAN SABA KOTA / 1989




Kabayan (Didi Petet) yang karena terpengaruh seorang teman, pergi ke kota. Di kota, Saribanon (Nurul Arifin) yang ayahnya pernah dibantu Kabayan ketika dirampok, diam-diam menaruh hati. Hubungannya dengan Iteung (Paramitha Rusady), pacarnya di desa, sempat renggang tetapi akhirnya keduanya pun menikah.

Banyak protes sana sini karena tokoh yang satu ini, memang tokoh ini dari Sunda yang mewakili daerah setempat, terang saja apa yang jelek dari tokoh ini di protes oleh orang asal daerah tersebut, dan menyatakan kabayan tidak bodoh, kabayan tidak malas dan sebagainya. Tapi menurut saya bukan itu permasalahan yang nyata dalam film ini. Kabayan adalah sosok yang Polos (Bukan bodoh), polos yang belum mengenal dosa, lugu dan jujur sekali. BIasanya orang yang seperti ini adalah alat permainan bagi orang yang memiliki kepintaran (sekolahan), sehingga ia sering di manfaatkan atas keluguan dan kepolosannya tersebut, karena dia jujur. Dan sudah pasti dia baik sekali. Dan tidak bodoh, karena di luar hal yang tampak bodoh itu ada kecerdikan yang unik dan menarik yang tidak dimiliki orang umum, hampir mirip dengan Abu Nawas. Dan juga dia tidak pemalas, apakah karena dia sering tidur-tiduran itu hal yang pemalas? Bukan juga,...yang pasti adalah dia tau apa yang dia akan kerjakan, berguna apa tidak, kalau tidak lebih baik tidur saja...ini menarik sekali. Tentang kebodohannya itu tampak sekali ketika ia ke kota, iya...memang banyak film yang menggambarkan itu bila ada orang desa ke kota, itu wajar sekali..., tapi kejujurannya dan kepolosan ia dan ketulusan ia yang khas yang tidak dimiliki orang kota, sehingga ia menjadi special di kota. Sehingga gadis kotra itu jatuh cinta sama dia.

P.T. KHARISMA JABAR FILM
20 Mei 1989
Bermula dari kabayan

SEUSAI menonton film Si Kabayan Saba Kota, Yogie S. Memet langsung mengacungkan jempol. "Bagus," ujarnya. "Tata warna dan pengambilan gambar cukup baik. Film produksi awal kita cukup mengembirakan," sambungnya. Bekerja sama dengan PT Kharisma Jabar Film, Pemda Jawa Barat menyediakan anggaran Rp 150 juta untuk memproduksi Si Kabayan, sementara Kharisma menyediakan dana Rp 200 juta. Biaya itu ternyata akhirnya bisa ditekan. Ongkos produksi keseluruhan hanya Rp 250 juta. Soal penghematan ini juga menunjang kegembiraan Gubernur. Bukan cuma andil saham. Pemda Ja-Bar juga turut rembuk membicarakan skenario dan penentuan lokasi shooting. "Di luar itu kami tidak ikut campur," kata H.S.A. Yusacc, Humas Pemda Ja-Bar. Maksudnya tak ada campur tangan untuk urusan artistik. "Sebagaimana kata Gubernur, kami tidak bermaksud memasung kreativitas seniman," ujar Yusacc. Kisah yang lengket dengan budaya Sunda ini dibuat dalam dua versi. Satu versi untuk masyarakat berbahasa Sunda, menggunakan dialog lokal dan musik yang sangat berbau tradisional. Sedang versi lainnya dijiwai semangat nasional. "Saya juga capek bikin ilustrasi musik dalam dua versi," kata Harry Rusli. Dalam versi Sunda, Harry memakai lagu Cingcangkeling. Sedang untuk "versi nasional", musiknya dibuat lain yang bisa dipahami warga non-Sunda.

Film ini cuma memakai 13 artis, yang semuanya berasal dari Jawa Barat. Pengambilan gambar yang dilakukan di Bandung, Lembang, dan Singaparna betul-betul membutuhkan waktu yang singkat. Dari shooting sampai film siap edar, konon, hanya perlu waktu kurang dari satu bulan. "Sebenarnya ini film komersial, hanya mempunyai tanggung jawab ekstra karena kerja sama dengan pihak Pemda. Karena biayanya dari rakyat, maka tanggung jawabnya lebih besar," kata Edison Nainggolan, produser pelaksana film ini. Si Kabayan, yang diputar serentak di seluruh Jawa Barat, sejak awal Mei ini tampaknya memang digemari. Di Bandung saja, misalnya, sampai hari kedua Lebaran, penonton sulit mendapatkan karcis masuk. Tokoh Kabayan itu sudah menjadi bagian dari masyarakat Parahyangan. Selain suasana lebaran membuat masyarakat berbondong-bondong mencari hiburan. Tapi pencinta seni budaya Sunda, Tjetje Hidayat Padmadinata, memberi komentar miring. "Pembuatan film ini ada cacat dalam kandungan.

Mengapa kok Jawa Barat memilih film badut?" tanyanya. Walaupun Kabayan merupakan tokoh fiktif, menurut Tjetje, sosok karakter tokoh itu sudah baku sebagai tokoh jenaka. Juga Kabayan adalah tokoh negatif, sama dengan tokoh larangan. Misalnya, kalau orangtua memarahi anaknya yang mempunyai kelakuan jelek, biasanya dikatakan 'kamu jangan seperti Si Kabayan. "Kabayan itu digambarkan pemalas suka menipu dan tidak sopan. Saya kurang setuju film dagelan yang dimunculkan," ujarnya. Tjetje, lalu menunjuk film bertemakan kepahlawanan yang digarap pemerintah daerah lain. Seperti film 10 Nopember yang dibuat Pemda Jawa Timur dan film Nuansa Rinjani yang dibuat Pemda Nusa Tenggara Barat. Juga disebutkan film Tjoet Nya' Dhien yang menularkan tema kepahlawanan -- walau film ini bukan dibuat berdasarkan imbauan Menteri Rudini. Menurut Tjetje, Pemda Ja-Bar lebih tepat kalau mengangkat kisah kepahlawanan, misalnya tokoh pejuang K.H. Zainal Mustafa dari Singaparna atau H. Hasan dari Cimateme, Garut, yang melawan Jepang. Bisa pula Sultan Agung Tirtayasa, Hasanuddin atau Bagusrangin dari Majalengka. "Kalau Si Kabayan ini murni biaya swasta, saya tidak perlu berkomentar. Tapi ini kan biaya dari Pemda Rp 150 juta, itu bukan sedikit," kata Tjetje. Suyatna Anirun, seniman teater cukup kondang di Bandung, juga kecewa.

Menurut dia, film ini kurang perencanaan, sejak pembuatan skenario sampai penggarapannya. "Tidak berkembang. Dialogpun kebanyakan verbal, suasananya kurang menggelitik," kata Suyatna. Namun, Yusacc membela. Justru film ini untuk mengubah citra masyarakat pada tokoh Kabayan. Diakuinya ada beberapa versi tentang tokoh Kabayan. Ada yang menyamakannya dengan tokoh Abunawas yang tengil itu. "Kategori itulah yang ingin kami perbaiki," ujar Yusacc. Dalam film ini, profil Kabayan muncul sebagai orang lugu, jujur, dan simpatik. "Pada pembuatan film perdana ini, kami sengaja menampilkan cerita yang sederhana, tetapi tetap masih bisa dinikmati dan merupakan penggalian dari potensi masyarakat. Kalau bertemakan kepahlawanan dan sejarah, sepertinya harus semikolosal atau kolosal. Berat dalam soal biaya," katanya. Yang meniru Jawa Barat -- dalam arti tidak membuat film kepahlawanan -- ada juga. Misalnya Pemda Sumatera Selatan. Kini di Palembang sedang dikerjakan film Si Pahit Lidah, sebuah legenda setempat. Film ini disutradarai Pitrajaya Burnama, dengan artis-artis lokal. Bintang tamunya Anna Tairas dan Dewi Irawan. "Jika daerah lain bisa membuat film, kenapa kita tidak," kata Gubernur Sum-Sel Ramli Hasan Basri. Sementara itu, di provinsi lainnya belum terdengar ada sambutan. Di Bali, misalnya, memang banyak dikerjakan film, tapi bukan dibuat atau bekerja sama dengan pemerintah daerah. Di Sumatera Utara lain lagi. Seniman-seniman Medan sudah berusaha menghubungi Pemda Sum-Ut. Tapi belum ada hasilnya. "Konon, tidak ada uang dan masalahnya tidak ditanggapi secara serius," kata M. Arief Husin Siregar, Ketua Parfi Sum-Ut. Padahal, di masa Gubernur Marah Halim, seniman Medan menghasilkan lima buah film. Bahkan Medan punya studio film yang dibangun atas bantuan pemerintah daerah. Putu Wijaya dan Ida Farida


News
20 Mei 1989
Mengolok keluguan

SI KABAYAN SABA KOTA Cerita/Skenario: Min Resmana, Deddy D. Iskandar Pemain: Didi Petet, Paramitha Rusady, Nurul Arifin, Rahkmat Hidayat Musik: Harry Rusli Suradara: Maman Firmansyah Produksi: Pemda Tingkat I Bandung, PT Kharisma Jabar Film SEPERTI cerita The God Must Be Crazy, film ini menontonkan kebodohan orang kampung di kota. Kabayan dalam film ini bukan Kabayan yang kita kenal dalam cerita rakyat: pemalas yang pinter ngibul. Di sini ia dilukiskan sebagai orang lugu yang jujur dalam merebut cinta. Sampai-sampai nekat ke kota, gara-gara calon mertuanya mendambakan menantu orang kota. Dimainkan oleh Didi Petet, Kabayan muncul sebaai pemilik kebun pisang yang memiliki dua ekor kerbau di gubuknya di tengah sawah. Tak dijelaskan siapa dia. Kabayan berkenalan dengan lteung (Paramitha Rusady) di pertunjukan wayang golek. Perkenalan langsung membawa cinta. Dan cinta tak bertepuk sebelah tangan. Hanya orangtua Iteung (dimainkan Rahkmat Hidayat) jadi halangan. Dalam penPembaraannya di Bandun Kabayan akhirnya tinggal di rumah seorang kaya yang pernah ditolongnya. Sari (Nurul Arifin), anak tuan rumah, kemudian memperkenalkan Kabayan dengan kebudayaan kota: telepon, supermarket, sampai disko.

Di sinilah lelucon-lelucon itu muncul. Misalnya, ketika disodori pesawat telepon, Kabayan serta-merta nyerocos saja ngomong seakan-akan itu lawan bicaranya. Di pusat perbelanjaan ia menyalami semua orang. Di dalam bar ia minta bajigur. Akhirnya, ketika menyaksikan seorang yang kekar naik lift, ia tersirap, karena ketika lift turun lagi, yang keluar ternyata sudah kerempeng. Kabayan pun ketakutan naik lift. Cerita ini amat sederhana dan dibuat juga dengan sangat sederhana. Gampang dimengerti. Tak membawa pertanyaan dan tak meninggalkan persoalan. Tanpa pretensi apa-apa. Khas hiburan untuk masyarakat kelas bawah. Otak penonton sama sekali tidak direpotkan oleh demonstrasi artistik: bloking dan komposisi gambar atau karakterisasi. Semuanya seadanya. Didi Petet memainkan Kabayan dengan hati-hati. Ia tak mau kejeblos menjadikan Kabayan dagelan konyol. Ia tak mau membuat perannya jadi karikatur. Akibat keketatannya itu, tokoh Kabayan jadi tak "panas", sebagaimana tokoh Emon dalam Catatan Si Boy. Meskipun jadi kurang ekspresif, pendekatan Didi ini menarik. karena dengan sadar ia menolak untuk melawak, tapi memainkan karakter. Sebagai akibatnya film jadi datar. Alam Priangan dan wajah Sunda pun tak sempat tertampung dalam film ini, walaupun peluang sebenarnya tidak sedikit. Sedangkan Harry Rusli, yang menggarap musik, agaknya tak sempat tergiur karena tak ada gambar atau suasana yang dapat merangsangnya. Musik baru terasa bicara dalam adagen disko. Diakhiri dengan topi Kabayan melayang sementara pemiliknya keluar frame memagut istrinya -- idiom terbagus dalam film ini -- paket ini bukan sebuah "karya" untuk dinilai, seperti kebanyakan film nasional belakangan ini. Putu Wijaya

SI KABAYAN DAN GADIS KOTA / 1989



Si Kabayan, adalah cerita rakyat sunda yang sudah popule, ini sama seperti tokoh film yang digambarkan tahun 30'an oleh pelawak radio terkenal saat itu dalam film Indonesia Malaysie atau Sinyo Main pelem.

Mungkin sebahagian orang menganggap toko Kabayan adalah gambaran lelaki sunda yang sebenarnya. Tetapi biar bagaimana pun Si Kabayan memang menggambarkan tokoh yang pemalas dan sedikit idot, jujur, pemberani dan memiliki sedikit unsur mistik (apakah ini benar mistik atau kebetulan saja).

Sebahagian orang sunda malah tidak keberatan atas karakter tersebut. Dan film serial Si KAbayan ini cukup di senangi oleh penonton.

Kabayan (Didi Petet) disuruh pak Lurah untuk menemani Inge (Meriam Belina) yang mengadakan penelitian di desa itu untuk skripsi kesarjanaannya. Kang Ibing (Kang Ibing) yang melihat Kabayan berduaan dengan Inge, lalu memberitahu Iteung (Paramitha Rusady), istri Kabayan. Iteung pun cemburu. Bahkan Abah, ayah Iteung (Rachmat Hidayat) ikut memanasi. Keadaan salah paham yang membuat Iteung minggat ke kota, jatuh ke tangan germo, tetapi diselamatkan oleh Joni Kemod (Rudy Djamil), teman sekampung. Joni pula yang menyarankan Iteung ganti mode jadi orang kota. Kabayan mencari Iteung dengan bantuan Saribanon (Nurul Arifin), sahabatnya. Inge yang merasa bersalah juga mencari. Kang ibing juga disuruh mencari karena dia yang jadi biang semuanya ini. Yang menemukan Iteung adalah Inge, saat Iteung pingsan di jalan. Rupanya Iteung sedang mengandung anak dari buah perkawinannya dengan Kabayan. Maka Inge membawa pulang Iteung ke desanya.
20 Mei 1989
Bermula dari kabayan

SEUSAI menonton film Si Kabayan Saba Kota, Yogie S. Memet langsung mengacungkan jempol. "Bagus," ujarnya. "Tata warna dan pengambilan gambar cukup baik. Film produksi awal kita cukup mengembirakan," sambungnya. Bekerja sama dengan PT Kharisma Jabar Film, Pemda Jawa Barat menyediakan anggaran Rp 150 juta untuk memproduksi Si Kabayan, sementara Kharisma menyediakan dana Rp 200 juta. Biaya itu ternyata akhirnya bisa ditekan. Ongkos produksi keseluruhan hanya Rp 250 juta. Soal penghematan ini juga menunjang kegembiraan Gubernur. Bukan cuma andil saham. Pemda Ja-Bar juga turut rembuk membicarakan skenario dan penentuan lokasi shooting. "Di luar itu kami tidak ikut campur," kata H.S.A. Yusacc, Humas Pemda Ja-Bar. Maksudnya tak ada campur tangan untuk urusan artistik. "Sebagaimana kata Gubernur, kami tidak bermaksud memasung kreativitas seniman," ujar Yusacc. Kisah yang lengket dengan budaya Sunda ini dibuat dalam dua versi. Satu versi untuk masyarakat berbahasa Sunda, menggunakan dialog lokal dan musik yang sangat berbau tradisional. Sedang versi lainnya dijiwai semangat nasional. "Saya juga capek bikin ilustrasi musik dalam dua versi," kata Harry Rusli.

Dalam versi Sunda, Harry memakai lagu Cingcangkeling. Sedang untuk "versi nasional", musiknya dibuat lain yang bisa dipahami warga non-Sunda. Film ini cuma memakai 13 artis, yang semuanya berasal dari Jawa Barat. Pengambilan gambar yang dilakukan di Bandung, Lembang, dan Singaparna betul-betul membutuhkan waktu yang singkat. Dari shooting sampai film siap edar, konon, hanya perlu waktu kurang dari satu bulan. "Sebenarnya ini film komersial, hanya mempunyai tanggung jawab ekstra karena kerja sama dengan pihak Pemda. Karena biayanya dari rakyat, maka tanggung jawabnya lebih besar," kata Edison Nainggolan, produser pelaksana film ini. Si Kabayan, yang diputar serentak di seluruh Jawa Barat, sejak awal Mei ini tampaknya memang digemari. Di Bandung saja, misalnya, sampai hari kedua Lebaran, penonton sulit mendapatkan karcis masuk. Tokoh Kabayan itu sudah menjadi bagian dari masyarakat Parahyangan. Selain suasana lebaran membuat masyarakat berbondong-bondong mencari hiburan.

Tapi pencinta seni budaya Sunda, Tjetje Hidayat Padmadinata, memberi komentar miring. "Pembuatan film ini ada cacat dalam kandungan. Mengapa kok Jawa Barat memilih film badut?" tanyanya. Walaupun Kabayan merupakan tokoh fiktif, menurut Tjetje, sosok karakter tokoh itu sudah baku sebagai tokoh jenaka. Juga Kabayan adalah tokoh negatif, sama dengan tokoh larangan. Misalnya, kalau orangtua memarahi anaknya yang mempunyai kelakuan jelek, biasanya dikatakan 'kamu jangan seperti Si Kabayan. "Kabayan itu digambarkan pemalas suka menipu dan tidak sopan. Saya kurang setuju film dagelan yang dimunculkan," ujarnya. Tjetje, lalu menunjuk film bertemakan kepahlawanan yang digarap pemerintah daerah lain. Seperti film 10 Nopember yang dibuat Pemda Jawa Timur dan film Nuansa Rinjani yang dibuat Pemda Nusa Tenggara Barat. Juga disebutkan film Tjoet Nya' Dhien yang menularkan tema kepahlawanan -- walau film ini bukan dibuat berdasarkan imbauan Menteri Rudini. Menurut Tjetje, Pemda Ja-Bar lebih tepat kalau mengangkat kisah kepahlawanan, misalnya tokoh pejuang K.H. Zainal Mustafa dari Singaparna atau H. Hasan dari Cimateme, Garut, yang melawan Jepang. Bisa pula Sultan Agung Tirtayasa, Hasanuddin atau Bagusrangin dari Majalengka. "Kalau Si Kabayan ini murni biaya swasta, saya tidak perlu berkomentar.

Tapi ini kan biaya dari Pemda Rp 150 juta, itu bukan sedikit," kata Tjetje. Suyatna Anirun, seniman teater cukup kondang di Bandung, juga kecewa. Menurut dia, film ini kurang perencanaan, sejak pembuatan skenario sampai penggarapannya. "Tidak berkembang. Dialogpun kebanyakan verbal, suasananya kurang menggelitik," kata Suyatna. Namun, Yusacc membela. Justru film ini untuk mengubah citra masyarakat pada tokoh Kabayan. Diakuinya ada beberapa versi tentang tokoh Kabayan. Ada yang menyamakannya dengan tokoh Abunawas yang tengil itu. "Kategori itulah yang ingin kami perbaiki," ujar Yusacc. Dalam film ini, profil Kabayan muncul sebagai orang lugu, jujur, dan simpatik. "Pada pembuatan film perdana ini, kami sengaja menampilkan cerita yang sederhana, tetapi tetap masih bisa dinikmati dan merupakan penggalian dari potensi masyarakat. Kalau bertemakan kepahlawanan dan sejarah, sepertinya harus semikolosal atau kolosal. Berat dalam soal biaya," katanya. Yang meniru Jawa Barat -- dalam arti tidak membuat film kepahlawanan -- ada juga. Misalnya Pemda Sumatera Selatan. Kini di Palembang sedang dikerjakan film Si Pahit Lidah, sebuah legenda setempat. Film ini disutradarai Pitrajaya Burnama, dengan artis-artis lokal. Bintang tamunya Anna Tairas dan Dewi Irawan. "Jika daerah lain bisa membuat film, kenapa kita tidak," kata Gubernur Sum-Sel Ramli Hasan Basri. Sementara itu, di provinsi lainnya belum terdengar ada sambutan. Di Bali, misalnya, memang banyak dikerjakan film, tapi bukan dibuat atau bekerja sama dengan pemerintah daerah. Di Sumatera Utara lain lagi. Seniman-seniman Medan sudah berusaha menghubungi Pemda Sum-Ut. Tapi belum ada hasilnya. "Konon, tidak ada uang dan masalahnya tidak ditanggapi secara serius," kata M. Arief Husin Siregar, Ketua Parfi Sum-Ut. Padahal, di masa Gubernur Marah Halim, seniman Medan menghasilkan lima buah film. Bahkan Medan punya studio film yang dibangun atas bantuan pemerintah daerah. Putu Wijaya dan Ida Farida

BARANG TERLARANG / 1983

I WANT TO GET EVEN


Film ini banyak judul lainnya Violent Killer dan I Want To Get Even.

Kehidupan rumah tangga yang sederhana dan bahagia dialami oleh Irma yang bekerja sebagai kasir restoran dan juga Rudy yang bekerja sebagai supir taxi. Irma yang hamil muda menambah kebahagiann keluarga itu. Ternyata setelah menikah Irma mengetahui kalau suaminya mengidap Sex Maniac dan Irma terpaksa menerima kondisi suaminya. Komplotan penjahat yang sering menyelundupkan morpin, narkotik, senjata gelap dan obat terlarang lainnya dibawah pimpinan Cobra 2 melakukan operasinya hingga mempengaruhi moral bangsa dan anak-anak muda. Cobra 2 memiliki anak buah bernama Rony yang bertugas menyalurkan barang-barang terlarang itu dan juga mencarikan wanita untuk kepuasan Cobra 2. Pihak berwajib telah mencurigai kegiatan Roni dan komplotannya namun mereka belum memiliki bukti akurat mengenai kegiatan tersebut. Di acara pesta disco, Cobra tertarik dengan penampilan Irma dan dia ingin mendapatkannya melalui Rony. Rony dan komplotannya berhasil menculik Irma. Disebuah gudang tua tempat markas Cobra melakukan kegiatannya kehormatan Irma direnggut oleh Cobra 2 dan juga anak buahnya.

Di saat mengalami sekarat Irma diseamatkan oleh seorang tukang becak yang kemudian melaporkannya ke pihak berwajib. Namun komplotan Cobra 2 mengetahui rencana polisi yang ingin menggrebek markas mereka. Rudy yang mengetahui kejadian yang menimpa isterinya sangat marah sekali. Akibat kejadian tersebut keluarga Rudy dan Irma selalu diwarnai pertengkaran karena Rudy tidak menerima kehamilan isterinya dan menginginkan kandungannya digugurkan namun ditolak oleh Irma. Irma akhirnya diusir oleh Rudy karena tidak mau mengikuti keinginannya. Irma yang wajahnya lembam karena pukulan Rudy bertemu dengan Ratih yang mempunyai anak putri cacat akibat terjangkit penyakit kelamin dari almarhum suaminya. Rudy yang frustasi menghabiskan waktunya dengan mabuk-mabukan dan terkadang melarikan kendaraannya dengan kencang. Akhirnya Rudy mencari tukang becak yang menemukan Irma untuk mengetahui Keberadaan Rony. Tukang becak membawa Rudy ke gudang tempat dimana dia menemukan Irma. Ditempat itu Rudy mengamuk menghancurkan semua barang-barang, tukang becak menghubungi polisi. Ketika terjadi perkelahian yang tidak seimbang antara Rudy melawan Rony Cs datang bantuan polisi yang berhasil menangkap sebagian komplotan Rony dan Rony berhasil lolos. Ketika Rudy dirawat Irma datang menemui dengan diantar Ratih yang meminta pada Rudy untuk mau menerima Irma yang tengah hamil tua. Kelahiran bayi Irma melalui operasi, namun bayinya yang cacat tidak tertolong bahkan kandungan Irma pun dinyatakan rusak oleh dokter. Rudy yang tidak menerima kenyataan itu ingin menuntut balas pada para penjahat-penjahat itu. Tanpa sengaja Rudy bertemu dengan Mia, adik kandung Rony. Dan Rudy merencanakan untuk menculik dan merengut kegadisan Mia.

Mia yang mengetahui dia terkena akibat dari perbuatan kakaknya menuntut Rony, namun Rony justru menaruh dendam pada Rudy. Rony berhasil menghancurkan rumah Rudy dan menangkap serta menganiaya Rudy di gudang tua. Mia yang mencoba untuk bunuh diri berhasil digagalkan oleh Cobra, namun Cobra berhasil membius dan menggauli Mia. Rony yang ingin memberikan laporan penangkapan Rudy kaget melihat kondisi Mia yang telah digauli seenaknya oleh Cobra. Dan akhirnya terjadi perkelahian tidak seimbang antara Rony dengan anak buah Cobra. Mia yang ingin membantu kakaknya tewas tertusuk pisau anak buah Cobra. Polisi berhasil menangkap Rony dan anak buah Cobra, namun Cobra dan Tohir berhasil melarikan diri. Namun pelarian Cobra dan Tohir diketahui oleh Irma dan Rudy yang telah siap dengan senjata yang diambil dari gudang milik Cobra. Mereka berdua berhasil membunuh Cobra dan Tohir yang telah merengut kebahagiaan mereka dan mereka memutuskan untuk menyerahkan diri ke pihak berwajib.


SAYA INGIN MENDAPATKAN BAHKAN (1987) - Indonesia: Di mana semua orang tahu bagaimana bertarung, wanita itu murah dan orang jahat botak. Setidaknya dalam film mereka. Film pemerkosaan / balas dendam Indonesia ini (dari Rapi Films, penyedia hiburan utama di Indonesia) dibuka dengan seorang lelaki botak berkeringat yang mencoba memperkosa seorang wanita di tempat tidurnya. Ketika dia berkelahi kembali, dia menyerah dan menyuruh anak buahnya melemparkannya keluar dari rumah (anak buahnya menutup mata dan mengikat tangannya di belakangnya dengan potongan kain yang robek dari gaunnya dan kemudian menggulingkannya menuruni bukit!). Si botak (semua orang memanggilnya "Boss", nama yang cukup umum di film bergenre Indonesia) kemudian merokok bersama sementara wanita berpakaian minim berlatih seni bela diri di sekitarnya. Kami kemudian memotong untuknya minum dalam disko, di mana kami mengetahui bahwa nama aslinya adalah Cobra (Rengga Takengon). Dia memukul kasir Irma (Eva Arnaz), tetapi dia menolaknya, yang tidak membuat Cobra bahagia sama sekali. Film ini kemudian beralih ke Rudy (Clift Sangra), yang merupakan suami dari Irma, yang sedang hamil. Rudy memiliki masalah amarah yang besar, terutama ketika dia bersemangat secara seksual. Setiap kali dia terangsang, dia berubah menjadi kekerasan, yang bukan kabar baik bagi Irma dan bayi di perutnya, terutama karena dokternya memperingatkan Irma bahwa dia akan mengalami kehamilan yang kasar dan setiap sentakan atau tarikan yang keras dapat membahayakan bayinya. Sementara itu, Cobra meminta anak buahnya kembali ke disko dan menculik Irma (Apa ???). Mereka menembaknya dengan heroin dan menempatkannya di ranjang Cobra (Salah satu pria Cobra berkata kepadanya, "Nikmati dirimu!").

Ketika Irma berkelahi kembali, Cobra memberikannya kepada anak buahnya dan mereka memperkosanya (ketika satu pria selesai, yang lain berkata kepadanya, "Itu cepat!"). Dia melarikan diri sebelum mereka dapat membunuhnya dan dia dijemput oleh seorang pengemudi becak yang ramah dan dibawa pulang. Kami kemudian beralih ke Rudy, yang membuang Irma dari mobilnya yang kencang ketika dia mengetahui bahwa bayinya adalah produk pemerkosaan geng oleh pasukan Cobra (Dia berkata kepada Irma, tepat sebelum dia terbang keluar pintu, "Kamu dan kamu bayi akan langsung ke Neraka! "). Setelah menampar seorang pelacur, Rudy mempertanyakan pengemudi becak yang mengantar pulang Irma dan dia kemudian pergi untuk memukuli orang-orang Cobra (dalam tampilan seni bela diri yang mengerikan), tetapi sebaliknya dia malah dipukuli dengan kasar. Untungnya, polisi muncul dan menyelamatkannya, tetapi orang-orang jahat lolos. Rudy kemudian melemparkan Irma keluar dari rumah mereka ketika dia menolak untuk melakukan aborsi ("Pergi sekarang! Aku tidak pernah ingin melihat wajahmu lagi!"). Segalanya berubah menjadi Twilight Zone ketika Rudy memperkosa Mia (Nenna Rosier), saudara perempuan antek Cobra, Ronnie (Hendro Tangkilisan), sebagai balasan atas pemerkosaan Irma. Ronnie dan anak buahnya kemudian mengendarai sepeda motor mereka melewati rumah Rudy, mengikatnya, menyeretnya ke belakang sepeda motor sampai mereka tiba di tempat persembunyian Ronnie dan kemudian memukulinya hingga menjadi bubur berdarah ("Aku akan mengajarimu untuk bermain-main dengan adikku!" ). Irma mendapatkan aborsi (Kita bisa melihat janin yang berdarah dan diaborsi!) Dan Rudy membawanya kembali. Rudy kemudian pergi ke tempat persembunyian Ronnie dan membunuh beberapa orang Ronnie dengan tembakan.

Dia kemudian menuju ke rumah Cobra, di mana Ronnie, Mia, Cobra, Rudy dan polisi berkelahi habis-habisan. Irma kemudian muncul berpakaian seperti Rambo (!) Dan membunuh Cobra dengan peluncur roket yang bagus. Apa apaan?!? Sangat sulit untuk tetap mengikuti film ini karena diceritakan dengan cara yang membingungkan dan tidak linier. Sulih suara, seperti biasa, sangat lucu (Anda tidak pernah tahu apa yang akan keluar dari mulut orang, seperti ketika Cobra memperkosa Mia. Dia berkata kepadanya, "Adikmu bilang kau akan menyukainya!" yang mendengarkan di lantai bawah, melakukan fellatio dengan ibu jarinya sendiri!). Mari kita bicara tentang Cobra sejenak. Selain terlihat seperti saudara terbelakang Sid Haig, tampaknya ia menghabiskan 90% dari waktu layarnya memperkosa wanita sambil mengenakan pakaian putih. Dia juga pemerkosa yang tidak efektif, karena satu-satunya wanita yang benar-benar diperkosa adalah Mia. Ketika wanita lain melawan, dia kehilangan minat dengan cepat dan melemparkannya ke pria. Untuk sebuah film yang berhubungan dengan banyak pemerkosaan, ada sedikit ketelanjangan. Para wanita biasanya menyimpan bra dan celana dalam mereka atau difilmkan di sudut di mana objek di garis depan menutupi potongan nakal mereka. Ada beberapa ketelanjangan, tetapi hanya beberapa frame cepat dan Anda harus menekan tombol Pause jika Anda ingin mendapatkan tampilan yang baik.





Sutradara Maman Firmansjah (ESCAPE FROM HELL HOLE - 1983) tidak memiliki petunjuk sedikit pun bagaimana membangun kontinuitas atau memfilmkan adegan aksi. Garis waktu tidak ada (saya menggaruk-garuk kepala pada beberapa kesempatan, terutama dengan adegan Irma) dan penutupnya berisi pengejaran mobil paling lambat dan adegan perkelahian dengan koreografi buruk yang pernah saya lihat dalam seorang aktor Indonesia (dan itu mengatakan banyak ). Itu memang berisi ledakan tubuh yang bagus, diikuti oleh kutipan dari Alkitab! Masih sulit untuk menyalahkan film ketika karakter yang paling simpatik adalah Ronnie, seorang pengedar narkoba dan penyelundup senjata, karena dialah satu-satunya anggota pemeran pria yang tidak memperkosa siapa pun! Dia juga memberikan pidato berapi-api di akhir musim, memohon anak buahnya untuk menyerah kepada polisi dan acc

DALAM PELUKAN DOSA / 1984



Suatu hari, Yani terlambat datang ketempat kerjanya, karena harus merawat ibunya yang sedang sakit keras terlebih dahulu. Sebagai karyawan kecil Yani sudah harus menanggung beban berat, hal mana selain harus membiayai pengobatan ibunya, diapun merupakan tulang punggung dalam keluarganya. Mandor Tatang yang sok kuasa dalam perusahaan tersebut merasa tidak senang dengan keterlambatan Yani. Sebaliknya tuan Hidayat sebagai bossnya itu menaruh hati pada Yani dan tidak marah., bahkan Yani diberinya pinjaman uang yang sangat diperlukannya.

Hal mana tentu saja membuat iri hati pada pekerja wanita lainnya, lebih-lebih mandor Tatang. Yanni pun mengetahui akan maksud tuan Hidayat, tapi Yanni menolaknya dengan cara halus, karena dia merasa hanya sebagai buruh rendahan selain itu Yanni ingin tetap menjaga kehormatan dirinya, hingga bantuan uang dari tuan Hidayat dianggapnya sebagai hutang yang harus dibayarnya. Hal mana tentu saja membuat tuan Hidayat menjadi marah. Ternyata penyakit ibunya Yanni semakin parah, hingga memerlukan perawatan dan harus dioperasi. Hal inilah yang membuat Yanni menjadi resah.

Dimana biaya rumah sakit begitu besar dan harus dibayarnya lebih dahulu, sedangkan dia tak punya uang. Ingin minta tolong pada tuan Hidayat dia tidak mau, sebaliknya nyawa ibunya harus diselamatkan. Dalam kesusahannya, datanglah Lina teman lamanya yang memberikan bantuan uang sebesar 500 ribu rupiah sebagai pinjaman. Tapi manakala Yanni meminta tambahan pnjaman lagi, ia harus menghadapi kenyataan bajwa yang memiliki uang itu bukan Lina sendiri, melainkan milik om Bambang. Sebagai boss Lina, Oom Bambang memiliki berbagai macam usaha, usaha butik dan salon yang dikelola Lina hanya sebagai kedok dalam menutupi usaha Om Bambang yang sebenarnya, inilah awal penderitaan Yanni yang tak ada habisnya. Yanni sudah mengorbankan segalanya demi menyelamatkan nyawa ibunya, semua usahanya sia sia dengan gagalnya hasil operasi ibunya. Dalam perjalanan hidupnya akhirnya Yanni bertemu dengan Tuan Hidayat, yang menaruh dendam kepada Yanni, disaat ia berkunjung ke salon. Tuan Hidayat menghina Yanni, membuat Yanni tidak dapat menahan amarahnya. Adik Yanni, Rima yang jago silat ketika mendengar penderitaan kakaknya memutuskan untuk menuntut balas. Perbuatan mereka berakhir di penjara.

P.T. RAPI FILM

CUBIT-CUBITAN / 1979



Elvy (Elvy Sukaesih) memang tidak begitu setuju akan niat Hendra (abdul Rachman Saleh), suaminya untuk pindah ke Jakarta. Tetapi karena tuntutan ekonomi dan mendapat tawaran pekerjaan.Hendra memaksa pergi juga. Dengan catatan bahwa Elvy dan anak-anak (Santi & Lukman) menyusul kemudian.

Tetapi ketika Elvy, Santi dan Lukamn menyusul ke Jakarta, ternyata Hendra sudah kawin lagi dang tidak mau mengakui anak-isterinya algi.Bahkan dengan kejam Hendra mengusir mereka terlunta-lunta dan sengsara. Nasib buruk memisahkan Elvy dengan anak-anaknya ketika terjadi kebakaran diperkampungan miskin dimana mereka menumpang.

Santi dan Lukaman bertambah menderita ketika mendengar ibunya meninggal,. Sduah kehilangan Ayah, kini harus kehilangan ibu pula. Walaupun sebenarnya Elvy sendiri sempat diselamatkan dan dengan sedih pula mencari anak-anaknya kesetiap tempat. Dalam pencahariannya ini, Elvy beruntung bertemu dengan Achmad (Achmad Albar) yang mengajaknya menyanyi setelah melihat kebolehan Elvy. Begitu juga Elvy. Demikianlah akhirnya mereka bertemu kembali setelah Elvy menjadi penyanyi terkenal.

Hendra pun setelah dipecat karena korupsi dan diusir ister mudanya (Debby CD), mendatangi rumah Elvy untuk minta maaf. Tapi Santi berbalik mengusirnya. Baru setelah Elvy membujuk dan meliaht Hendra yang luka parah ketubruk mobil, Santi mau menerima ayahnya kembali.

PERMAINAN DI BALIK TIRAI / 1988


Film ini dalam bahasa Inggrisnya Empire On Fire.



Suatu hari segerombolan bajak laut telah menyerbu dan dapat menguasai istana diaman raja Gundala memerintah.

Raja Gundala ditangkap dan menemui ajalnya dengan disaksikan oleh permaisuri serta putranya dari tempat persembunyiannya. BAjak laut tersebut ternyata dibawah pimpinan Bogard yang sudah terkenal. Kini Bogard dengan anak buahnya serta kepercayaannya yang bernama Tengga menguasai istana serta memerintah dengan lalimnya. Sementara itu Tanta permaisuri raja Gundala seta Panji putera satu-satunya serta Nadewa kepercayaan Gundala berhasil menyelamatkan diri dan bersembunyi disebuah goa yang jauh dari keramaian.

Tanta dengan bantuan Nadewa serta para ponggawa serta pengikutnya yang setia menyusun kekuatan untuk pada suatu saat merebut kembali kekuasaannya dari tangan Bogard. Setelah dikuasai oleh Bogard dengan anak buahnya keadaan Negara menjadi kacau, dimana banyak terjadi tindakan penyelewengan serta kejahatan. Demikian juga terjadi perdagangan budak yang merupakan hasil rampasan atau penculikan dari daerah lain / Negara lain.

Pada suatu hari dalam suatu perdagangan budak, tersebutlahMira yang cantik turut serta ditawarkan. Mira adalah seorang wanita yang telah dicampakkan oleh James kekasihnya. Panji yang kini telah dewasa serta perkasa berkat bimbingan serta petunjuk dari Nadewa berhasil mendapatkan Mira setelag mengalahkan Garda yang berusaha menguasai Mira. Kini Mira telah berada di tempat Nyi Tanta dan Panji, dimana selama ini mereka bersembunyi. Mira mendapat penjelasan dari Nyi Tanta tentang rencananya merebut kembali kekuasaan dari Bogard. Dan Nyi Tanta pun meminta kesediaan M Mira untuk bergabung dalam pasukannya, dimanakelak Mira dapat membalas sakit hatinya pada pria yang pernah mencelakainya. Dilain pihak, James pun berusaha untuk merebut kekuasaan Bogard dengan mencoba melemahkan Bogard dengan memperalat Isabela. Rupanya perebutan kekuasaan dalam istana tengah terjadi antara Bogard yang berkuasa dengan Tengga yang ingin merebutnya. Sementara itu tanpa diduga, Isabela ingin memperalat Mira untuk melumpuhkan Bogard, karena diketahui Bogard menaruh hati pada Mira. Sementara itu Tengga jatuh hati pada Isabela setelah diketahui bahwa usahanya untuk memilii Mira gagal sebab telah menjadi milik Bogard.

Usaha isabela rupanya berhasil, dimana Bogard telah berhasil dilenyapkan oleh Tengga. Sebaliknya kini Isabela mefitnah Mira hingga membuat Tengga gusar dan berusaha untuk melenyapkan Mira. Namun disaat keadaan kritis, tiba-tiba muncul pasukan Nyi Tanta yang mengadakan penyerangan kedalam istana, hingga gagallah usaha Tengga. Sebaliknya Tengga sendiri Tewas, demikian juga anak buahnya Bogard serta pengikutnya yang lain.

P.T. RAPI FILM




EMPIRE ON FIRE (1988) - Seorang pelaku periode Indonesia gila yang tidak akan Anda temukan di IMDB atau banyak situs referensi. Film ini dibuka dengan penjahat Belanda bernama Bogart (Mike Abbott; FINAL SCORE - 1986; PLATOON THE WARRIORS - 1988) dan pasukannya dari orang-orang jahat Indonesia (termasuk cebol gemuk yang menumpang di bahu raksasa yang mengenakan penutup mata [I kira pembuat film baru saja selesai menonton MAD MAX BEYOND THUNDERDOME - 1985]) menyerang sebuah desa dan membunuh semua pria dan wanita yang mereka temui (tetapi tidak sebelum memperkosa beberapa wanita, karena satu tembakan menunjukkan seorang penjahat berkeringat menaiki rumahnya celana setelah berjalan keluar dari gubuk terbakar, diikuti oleh seorang gadis desa tersandung keluar beberapa detik kemudian memegang vaginanya yang berlumuran darah!). Mereka mengakhiri invasi dengan memenggal kepala desa di depan semua orang sementara Bogart menyatakan dirinya "Raja Bogart".

Penduduk desa yang tidak terbunuh dijual sebagai budak di pelelangan yang dihuni oleh Imperialis Belanda yang kaya. Bertahun-tahun kemudian, Panji (Baron Hermanto) dan ibunya (Tatiek Wardiyono), yang merupakan putra dan istri pemimpin desa yang dipenggal, memecah sebuah lelang budak dan menyelamatkan Mira (Alba Fuad) yang cantik dari kehidupan perbudakan. Satu-satunya masalah adalah bahwa penyembuhan Mira mungkin lebih buruk daripada penyakitnya, seperti Isabella (Nina Anwar), yang memimpin revolusi untuk menggulingkan rezim saat ini, percaya Mira adalah satu-satunya gadis yang dapat menjatuhkan Bogart yang brutal, selama dia dilatih dengan benar. Isabella menempatkan Mira melalui serangkaian siksaan seksual untuk menguatkan tubuh dan pikirannya, sehingga dia bisa menjadi pelacur yang menyamar (penyiksaan termasuk membuatnya berbaring di atas lempengan logam panas-panas dan memukuli vaginanya dengan sepotong kayu sampai dia kehilangan semua perasaan di dalamnya!).

Setelah Mira dianggap siap, dia dikirim untuk merayu Jenderal Tengga (Atut Agustinanto) dan Kapten Belanda James (Jurek Pheszynski). Mira memiliki hubungan sebelumnya dengan James, karena ia pernah berjanji untuk menikahinya, tetapi kemudian menjualnya sebagai budak begitu ia masuk ke celana dalamnya. Mira tahu dia harus membunuh Bogart, tetapi James yang benar-benar ingin diletakkannya di bawah. Panji jatuh cinta dengan Mira selama sesi pelatihannya dan dia tidak ingin dia menjalani misi, tetapi selera balas dendamnya melebihi rasa cintanya pada Panji. Ketika Mira akhirnya mendapat kesempatan untuk meniduri Bogart yang horny, upaya pembunuhannya terganggu ketika Panji yang cemburu menyerang kastil Bogart dan ia ditangkap dan dilempar ke dalam penjara bawah tanah. Mira sekarang harus memutuskan apa yang lebih penting baginya: Membunuh Bogart dan Kapten James atau menyelamatkan Panji dari penjara bawah tanah.

Selir utama Bogart, Isabella yang menyamar (yang benar-benar bekerja sama dengan James untuk mengambil alih kerajaan Bogart [wah, ini semakin rumit!]), Berpura-pura cemburu dengan perhatian Bogart yang dibayarkan kepada Mira dan memainkan Jenderal Tengga melawan Bogart, yang sebenarnya membantu Mira dan misinya. Final menemukan Mira membunuh James dengan melemparkan asam ke wajahnya dan menebasnya berulang kali dengan belati; Kapten Tengga pergi Bogart dengan tombak ke usus; Isabella menembak dari belakang dengan panah ketika dia mencoba untuk menggantung Mira; dan Panji membunuh Kapten Tengga dengan menanam pedang di perutnya (dan menghancurkan bilahnya), Tuhan, aku suka akhir yang bahagia! Meskipun tidak sekeras fantasi beberapa periode Indonesia (seperti THE WARRIOR [1981] atau THE DEVIL'S SWORD [1984]), sutradara Manman Firmansjah (ESCAPE DARI HELLHOLE - 1983; I INGIN GET EVEN - 1987) dan penulis skenario Darto Juned (THE SNAKE QUEEN - 1982; REVENGE OF NINJA - 1984) mengilhami EMPIRE ON FIRE dengan begitu banyak visual aneh dan situasi memalukan (Yang paling aneh adalah pemandangan sejumlah wanita berpakaian minim disiksa di sarang bawah tanah untuk memperkuat tubuh dan pribadi mereka. bagian sehingga mereka dapat menahan sesi pemerkosaan kasar Bogart),

Anda tidak bisa tidak menikmati diri sendiri. Yang sangat menarik adalah cara Firmansjah mengintegrasikan begitu banyak adegan seks ke dalam film tanpa benar-benar menunjukkan ketelanjangan wanita (yang paling mendekati film ini adalah ketika kita melihat beberapa puting wanita melalui pakaian basah mereka saat mandi dengan air terjun). Mike Abbott adalah dirinya yang biasanya, dengan mata terbelalak, mengunyah pemandangan di setiap bingkai tempat dia berada (namun adegan pemerkosaannya yang brutal sepertinya tidak lebih dari sesi bercinta yang lembut!). Adegan kematiannya, di mana Jenderal Tengga menikamnya dengan tombak tepat di atas pangkal pahanya, adalah salah satu highlights film berdarah. Seperti biasa dengan sebagian besar film Indonesia, sulih suara bahasa Inggris menghebohkan dan lucu (meskipun siapa pun yang menjuluki suara Abbott setidaknya mencoba menyamai gerakan bibirnya), kekerasannya terlalu berlebihan dan setiap penggambaran Belanda tidak dalam sorotan terbaik. (Bahkan wanita Belanda digambarkan sebagai vagina kelas atas), tetapi mengingat sejarah Indonesia, ini yang diharapkan. Pemenang lain dari Produser Gope T. Samtani dan Rapi Films, penyedia hiburan utama di Indonesia. Ini tidak pernah mendapatkan rilis video rumah yang sah di AS (film-film ini umumnya tidak pernah dilakukan).