Tampilkan postingan dengan label LILIK SUDJIO 1940-1990. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label LILIK SUDJIO 1940-1990. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Januari 2011

ANAK EMAS / 1976




Bondan anak petani miskin, menjadi bulan-bulanan Surip, anak juragan Amir yang judes, pelit dan serakah. Meski demikian, Sumi, anak kedua juragan tersebut justru berwatak sebaliknya dari anggota keluarga lainnya.

Bapak-ibu Bondan terlibat hutang untuk menyekolahkan Bondan. Itu awal malapetaka, karena hutang tesebut tak terbayar, sementara Bondan terlibat perkelahian dengan Surip. Bondan pergi dan bekerja di kota. Di sini dia bertemu dengan Pak Broto, yang berhutang budi, hingga ingin membalas.

Saat juragan Amir jatuh bangkrut, Bondan yang mendapat rejeki rumah juragan tersebut dari pemberian dari pemberian Pak Broto, mengajak kembali juragannya untuk tetap tinggal di rumah itu.

SEPASANG IBLIS BETINA / 1988



Sepasang iblis betina (Devi Ivonne, Tanty Noriesta) menculiki lelaki, memperkosa dan membunuh. Guru mereka yang memberi peringatan, dibunuh. Sementara itu Tombak Emas Trisula, pusaka kerajaan, dicuri Dewa Maling (Tanaka) atas suruhan Rana Blambang (K.Supranto), anak selir yang ingin merebut takhta. Dewa Maling menyimpan yang asli, dan yang diserahkan yang palsu. Khayalnya akan menjadi raja dengan memiliki pusaka itu pupus, kaerna Sepasang iblis betina mencurinya. Maka datanglah Wiro Sableng (Tonny Hidayat) membereskan semua masalah, mengembalikan pusaka itu ke istana, lalu mengembara lagi.
P.T. CANCER MAS FILM

NERAKA LEMBAH TENGKORAK / 1988



Kala Hijau (Sherly Sarita) memerintah empat muridnya untuk mencari jago-jago silat untuk mendirikan partai persilatan dengan nama Partai Lembah Tengkorak, sesuai dengan nama tempat tinggal Kala Hijau. Di lembah lain yang indah sedang berlangsung partai persilatan baru Partai Telaga Wangi. Maka terjadilah pertempuran antara para jago silat yang diselesaikan oleh Wiro Sableng (Tony Hidayat).

Lembah Tengkorak neraka didasarkan pada serangkaian novel populer Indonesia dikreditkan ke penulis Bastian Tito, yang semuanya berfokus pada eksploitasi Wiro Sablang, semacam wuxia gaya pahlawan mengembara berbakat dengan berbagai macam kekuatan gaib. Tujuh film dalam semua didasarkan pada seri, semua aktor dibintangi Tonny Hidayat sebagai Wiro, dan popularitas buku-buku yang akan kemudian juga diterjemahkan ke dalam sebuah serial TV yang sukses, meskipun satu dengan aktor yang berbeda dalam memimpin.

Dunia disajikan dalam neraka Lembah Tengkorak (terjemahan Inggris: Neraka Lembah Tengkorak) adalah mirip dengan Dunia Bela Diri fiksi Cina, lengkap dengan berbagai klan bermusuhan dan sekolah, serta setiap kesempatan pertemuan antara orang asing yang mengakibatkan perkelahian singkat sebelum siapa pun mengganggu untuk mengetahui apakah mereka memiliki daging sapi atau tidak. Hal ini, setidaknya, apa yang tampaknya terjadi pada paruh pertama film. Kita menghabiskan banyak waktu menonton sebagai anggota dari satu sekolah tertentu menangkis tantangan dari apa pun yang acak tunggal pejuang muncul di depan pintu mereka. Berkat keterampilan canggih mereka seni bela diri, mereka tidak muncul untuk memiliki banyak kesulitan melakukan hal ini - sampai, tentu saja, penjahat sebenarnya dari sepotong membuat mereka masuk.

Ini akan menjadi anak ayam panas tersebut dalam topeng tengkorak, yang nomor lima pada semua dan datang mengenakan pakaian kode warna untuk memudahkan identifikasi. (Yang hijau, misalnya, adalah pemimpin, sedangkan yang kuning, kita nanti akan belajar, memiliki masa lalu yang romantis dengan tokoh kita.) Para wanita ini masing-masing memiliki kemampuan ajaib untuk dematerialize dalam kepulan asap dan kemudian tiba-tiba muncul kembali di tempat lain, yang membuat mereka jauh lebih sulit untuk mengalahkan daripada lebih sampai mati-abled pedang klan keliling yang digunakan untuk berurusan dengan. Bahkan, mereka tidak mungkin untuk mengalahkan, ternyata, sebagai wanita harus segera berhasil membunuh seluruh banyak dari mereka.


Hal ini pada titik ini, empat puluh menit ke neraka Lembah Tengorak, bahwa pahlawan kita akhirnya membuat penampilannya. Untungnya, ini adalah pintu masuk layak penumpukan, karena melibatkan Wiro Sablang terbang di di belakang elang boneka raksasa. Saya telah melihat nama karakter diterjemahkan sebagai "Wiro, Warrior Gila", dan Tonny Hidayat memang memainkan dirinya sebagai sesuatu dari orang iseng tertekuk. Dia cekikikan terus-menerus, dan menghabiskan banyak waktu bermain-main dengan lawan-lawannya sebelum membuat langkah pembukaan, mungkin memanfaatkan kesan mereka terhadap dia sebagai pekerjaan gila berbahaya. Menggambar seperti keluar dari tindakan membuktikan diperlukan, untuk, sekali kita melihat kekuatan tangguh Wiro itu menunjukkan, menjadi jelas bahwa, jika dia hanya untuk mendapatkan hak turun ke pertempuran, film akan berakhir dalam hitungan menit. Melihat seseorang membuat lawan meledak hanya dengan memiringkan telapak tangannya pada mereka mungkin akan menarik pada saat itu, tetapi tidak memberikan banyak kesempatan untuk membangun ketegangan dalam hal hasil pertarungan itu.

P.T. CANCER MAS FILM

SHERLY SARITA
TONNY HIDAYAT
ZAITUN SULAIMAN
TANAKA
ICE SUFINI
NETTA SRI SUPRAPTI
AMELIA KIKI
ADHYSTA RATIH
ELVIANA WALDY
DEVI IVONNE
ALFIAN
HERBY LATUPERISA

Lembah neraka Tengorak disutradarai oleh Lilik Sudjio, seorang direktur produktif genre film Indonesia yang juga dihiasi dengan Darna Ajaib yang sebelumnya diperiksa, serta Ratu Sihir Hitam dibintangi Suzzanna. Sudjio jelas bekerja dengan sumber daya yang sangat terbatas di sini, dengan hasil bahwa neraka Lembah Tengorak datang di seperti sebuah film wuxia Chor Yuen yang telah leeched dari semua, detail yang rumit dan keanggunan lushness atmosfer. Untungnya, Sudjio kompensasi untuk unsur-unsur yang hilang dalam tradisi bahasa Indonesia terbaik, memberikan gelombang demi gelombang menanduk cheesy. Pisau dan pedang yang didorong ke dan / atau melalui kepala orang-orang menjadi sesuatu dari motif utama, dan teknik sawit tersebut Wiro yang meledak benar-benar sesuatu untuk dilihat



KERIS KALAMUJENG / 1984



Ibro (Johan Saimima) sebenarnya adalah nama samaran Raden Said. Dalam pengembaraannya, ia menolong seorang bupati dari perampokan. Karena jasanya, Ibro diangkat menjadi pengawal pribadi Bupati. Mengetahui istri Bupati ada hubungan gelap dengan pemuda Gambang Sangkan, Ibro difitnah Dan terancam hukuman pancung. Karena tidak terbukti, Gambang Sangkanlah yang akhirnya terpancung. Melihat kesaktian Ibro, Bupati menganggapnya bukan manusia biasa, maka ia kemudian diutus untuk mengatasi malapetaka yang dibuat oleh Ratu Siluman Laut Kidul. Ketika keduanya berhadapan, Ratu itu malah tertarik dengan kegantengan Ibro, berubah menjadi sebilah keris. Itulah Keris Kalamujeng yang konon akan mampu menaklukan Ratu Siluman Kidul.

P.T. INEM FILM

MISTRI DARI GUNUNG MERAPI PENGHUNI RUMAH TUA / 1989

PENGHUNI RUMAH TUA

 
Pengusaha hutan larangan, Ki Jabat (Piet Pagau), mengangkat anak, Sembara (Fendy Pradana). Untuk meningkatkan kesaktiannya, Sembara diharuskan menjelajah pedalaman hutan larangan menuntut ilmu. Demi menjalankan tugas itu, ia meninggalkan kekasihnya Farida (Ida Iasha), yang berjanji akan setia menunggu. Rosmina (Rina Hassim) dan Rasiman (Azrul Zulmi), orangtua Farida, berusaha menggagalkan niat Sembara, sekaligus memutuskan hubungannya dengan Farida. Untung, Sembara ditolong Datuk Panglima Kumbang, Si Manusia Harimau (Gino Makasutji). Usai menuntut ilmu, Sembara keluar hutan dengan tugas membunuh Mardian (Baron Hermanto), manusia harimau lain yang haus darah. Mardian ternyata telah mengawini Farida secara paksa, hingga Sembara kecewa. Kesempatan membunuh Mardian datang juga, ketika manusia harimau itu menjadi buas dan hendak memangsa Farida. Sembara berhasil membunuh Mardian dan menyelamatkan Farida. Mereka bersatu kembali.
P.T. FIRMAN MERCU ALAM FILM

IDA IASHA
FENDY PRADANA
FARIDA PASHA
YURIKE PRASTICA
RINA HASSIM
BARON HERMANTO
E.K. SOEMADINATA
ASRUL ZULMI
KTUT SUWITA
PIET PAGAU
SYARIEF FRIANT
EDDY S. SANTOSO


MISTRI DARI GUNUNG MERAPI II TITISAN ROH NYAI KEMBANG / 1990



Mak Lampir (Farida Pasha) terns menyebar teror. Ia berusaha menghidupkan kembali Nyai Kembang (Yurike Prastica) dan Adolf Peter (Simon Cader). Sembara (Fendy Pradana) berusaha mencegah, tapi dikalahkan oleh Mardian (Baron Hermanto), yang ada di bawah pengaruh Mak Lampir. Bahkan Farida (Ida lasha), berhasil diculik. Untung Farida bisa lolos dan lalu bersatu dengan Sembara. Mereka berhasil menumpas Mak Lampir.

P.T. FIRMAN MERCU ALAM

FARIDA PASHA
IDA IASHA
BARON HERMANTO
FENDY PRANDANA
CONNIE SUTEDJA
YURIKE PRASTICA
RINA HASSIM
TONNY HIDAYAT
SIMON CADER
JOHAN SAIMIMA
ASRUL ZULMI
ALBA FUAD


MISTRI DARI GUNUNG MERAPI III PEREMPUAN BERAMBUT API / 1990



Kisah petualangan Sembara (Fendi Pradana) dan sahabatnya, Farida (Chatrianawati) serta Basir (Robert Santosa), di dunia persiiatan dan ilrnu gaib. Mulanya mereka diganggu Badirul (Herry Latuperisa) dan anaknya, Serum (Betty Amalia). Farida dan Basir berhasil disandera, Sembara jatuh ke sungai dan hilang. Sembara kemudian muncul lagi dan menyelamatkan kedua sahabatnya, setelah membunuh Badirul. Seruni yang kehilangan ayah, malah bergabung bersama mereka. Keempat orang ini mengalami gangguan lagi dari Baginda Garai (Hengky Tornando) dan Atok Garai (WD Mochtar), keduanya dibantai Sembara. Terakhir, muncul Perempuan berambut api (Lucy Soebardjo) menculik Farida. Sembara kembali harus bertarung menghadapi Perempuan berambut Api yang dibantu Mak Lampir (Farida Pasha). Jagoan menang lagi.

P.T. FIRMAN MERCU ALAM FILM

TIGA SETAN DARAH DAN CAMBUK API ANGIN / 1988

TIGA SETAN DARAH DAN CAMBUK API ANGIN


Pranajaya (Pong Hardjatmo) mendapat tugas dari gurunya (BZ Kadaryono) untuk mencari Bagaspati (Eddy Bakar Pare), yang mencuri pusaka Cambuk Api Angin. Sebelum melaksanakan tugasnya, Pranajaya menuntut balas dulu pada Tiga Setan Darah yang menyebabkan tangannya buntung dan orangtuanya tewas. Dalam perkelahian itu Pranajaya keteter. Wiro Sableng (Tonny Hidayat) dan Sekarsari (Yurike Prastica) yang melihat keadaan itu, membantu Pranajaya. Perkelahian demi perkelahian antara pihak-pihak tadi berlanjut dengan kalahnya pihak para Setan. Maka pencarian Bagaspati dilakukan untuk merebut kembali Cambuk Api Angin. Mereka menyerbu Bagaspati di sarangnya dan mengalahkannya. Sekarsari dan Pranajaya yang sudah saling tertarik, lalu ditinggalkan oleh Wiro Sableng.

P.T. CANCER MAS FILM

YURIKE PRASTICA
TONNY HIDAYAT
PONG HARDJATMO
JAMAL JENTAK
YONGKY
EDDY BAKAR PARE
B.Z. KADARYONO
TUA RAJA SIAHAAN


CINTA REMAJA / 1974



Mirta (Sophan Sophiaan), Mira (Widyawati), dan Heri (Bul Bul Salim), tiga remaja bersahabat dalam satu sekolah di Malang. Mira dan Mirta sudah pacaran, dan mereka sering pergi ke sebuah bukit dengan batu besar dinaungi atap rumbia. Di sini mereka merancang rumah masa depan. Ternyata nasib berkata lain. Mirta, anak pegawai negeri kecil, ikut pamannya bekerja di Kalimantan, Mira meneruskan ke IKIP, sedang Heri membantu ayahnya sebagai pemborong. Mirta tak memenuhi janjinya pada Mira karena kesibukannya. Surat pemberitahuannya disabot Sulya (Debby Cynthia Dewi), anak pemilik hutan tempat pamannya bekerja, tapi sudah meninggal. Sulya ini baru kembali dari sekolah di Singapura berkat paman Mirta, yang kini memiliki perusahaan tempatnya bekerja. Sulya diam-diam mencintai Mirta. Mira sangat kecewa dengan Mirta. Heri yang tahu keadaan itu, lalu mendekati Mira dan berhasil menikahinya. Baru pada saat perkawinan itu Mirta datang. Heri ingin menyerahkan Mira pada Mirta, tapi Mirta menolak. Suatu saat Heri melihat Mira bertemu dengan Mirta dan bercakap-cakap. Heri marah dan pulang larut malam. Mira yang menunggu-nunggu untuk merayakan ulang tahun Heri, lalu pergi ke bukit kenangan. Di situ ia jumpa lagi dengan Mirta yang menasehatinya agar pulang. Sesampai di rumah, didapatinya rumahnya berantakan dihancurkan Heri, yang ditemuinya sudah tak bernyawa...
 P.T. KARYA DUNIA FILM

SOPHAN SOPHIAAN
WIDYAWATI
BULBUL SALIM
DEBBY CYNTHIA DEWI
ALAM SURAWIDJAJA
MARILU SITOMPUL
FIFI YOUNG
NETTY HERAWATI


News
07 Juni 1975
Romantis, banyak bengkok

CINTA REMAJA skenario: Sjuman Djaja. sutradara: Lilik Sudjio. *** INI sebuah contoh bagus dari film-film yang dibuat berdasar potongan-potongan adegan yang diharapkan romantis dramatis dan kalau boleh sekaligus juga tragis. Dibuka dengan adegan bubaran sekolah di sebuah SMA Malang, belum sampai ke rumah, Mira (Widyawati) dan Mirta (Sophan Sophian) tahu-tahu sudah berada di sebuah bukit. Di sana, bagaikan orang plesir di hari Minggu--lengkap dengan roti dan keju--mereka berasyik maksyuk. Tapi baru sepotong roti tertelan oleh Mirta, si pemuda ini tiba-tiba mengajak pulang. "Hari sudah sore", katanya. Menghabiskan Banyak Waktu Adegan yang satu ini nampaknya sengaja dibikin untuk sekedar memperkenalkan sebuah batu besar di bawah naungan atap rumbia dengan topangan bambu yang bertengger di bukit. Nah di bukit itulah konon Mirta merencanakan sebuah rumah untuk hari depan saya dengan Mira.

Romantis juga kedengarannya. Di bukit ini Lilik Sudjio menghabiskan banyak waktu, sebab cukup lumayan adegan Cinta Renaja yang terjadi di tempat ini. Bahkan pada tengah malam buta, Mira yang hamil besar harus pula digiring ke sini hanya agar film menjadi lebih tragis lewat pertemuan Mirta dengan bekas pacarnya yang kawin dengan Harry (Bul-Bul Salim). Adegan laut juga tidak kurang dalam film ini. Jangan tanya berapa jarak kota Malang dari pantai. Pokoknya Mira dan Mirta bisa saja bersepeda dari tengah kota pegunungan itu ke pantai. Ini tentu romantis juga. Tengah malam buta, Mira dan Harry ada pula diantar ke pantai entah dengan maksud apa, Harry langsung saja jalan ke dalam laut dengan pakaian rapi seperti mau bunuh diri saja -- hanya untuk meyakinkan sang gadis bahwa laki-laki yang satu ini juga cukup mencintainya. Mereka memang kawin. Adegan kawin ini tidak kurang hebat. Kejadian berlangsung setelah Mira lama berada di Kalimantan sana. Mira yang dilanda kesulitan ekonomi terpaksa kawin dengan Harry lantaran kabar tak kunjung datang dari Mirta. Meskipun di hutan Mirta ditemani oleh gadis montok (Debby Cintia Dewi) tapi bukan lantaran berkhianat maka surat tidak muncul di Malang. Justru si gadis montok ini yang jadi hulu malang: Mirta dengan menyuruh anak muda ini mempercayakan mengeposkan suratnya pada gadis yang justru juga amat sangat menginginkannya Mirta dibikin lebih tolol lagi dengan terus menyuruhnya mempercayai sang gadis, meskipun balasan surat tidak pula kunjung datang dari Malang. Tapi apa boleh buat. Kalau Mirta sedikit dibikin pandai, film segera selesai dengan happy ending. Dan adegan perkawinan Mira di gereja yang tragis macam yang dihadiri oleh Mirta itu tentu tak bakal muncul di bioskop.

Mengherankan bahwa kerja sama Lilik Sudjio dengan Drs Syuman Djaja (bangsa Indonesia pertama yang menjadi sarjana film jurusan skenario) justru menghasilkan tontonan macam ini. Ada kesan bahwa Lilik malahan tidak tahu tentang apa sebenarnya yang ia kisahkan. Menonton film ini tidak ada beda dengan menyaksikan anak kecil yang belajar jalan: tertumbuk ke kiri, ke kanan, jatuh, bangun. Banyak hal-hal yang tidak begitu perlu toh dihadirkan. Untuk mengatakan sesuatu, misalnya tidak terlalu urgen untuk menggiring pemain ke tempat-tempat yang indah, jika tempat yang indah itu sendiri tidak memainkan sesuatu peran penting dahulu film. Sebaliknya, justru tempat yang penting, yang harus memainkan peranan besar dalam cerita, dilupakan begitu saja. Bagaimana, misalnya, kita akan yakin bahwa Mirta sedang terlibat pada proyek perkayuan jika kita cuma dipersilahkan melihat ia beredar di sekitar kemah-kemah kecil. Ini adegan cuma mengingatkan kita pada kegiatan pramuka, bukan? Sebagian dari kekonyolan film ini tentu tidak terpisahkan dari penulis skenarionya. Bagi mereka yang sempat menyaksikan beberapa skenario karya Drs Sjuman Djaja, adegan-adegan yang artifisial memang sering muncul. Lihatlah misalnya sejumlah bekas pejuang mengenang teman-teman mereka yang dulu gugur sembari meneguk sampanye (film Lewat Tengah Malam). Dan contoh-contoh semacam itu bertebaran dalam Cinta Remaja ini. Agaknya ini bersumber pada kurangnya imajinasi sang penebus skenario dalam usahanya menciptakan adegan-adegan romantis, dramatis maupun tragis. Maka selain klise-klise yang muncul, klise-klise itu tidak pula klop dengan keseluruhan cerita. Dari seorang anak pegawai kereta api macam Mirta, tentulah gaya hidupnya berbeda dengan Mira yang bermukim di gedongan. Dan soal kccil begini dianggap sepi saja. Sebuah film, pada akhirnya, memang karya dari seorang sutradara. Meskipun misalnya skenario tidak menyebut adanya seorang pelayan dalam sebuah rumah keluarga kaya, tapi nalar sutradara bisa mendesaknya menambah seorang pemain di sana. Di tangan dialah seharusnya bengkok lurusnya sebuah skenario. Dan semua ini nampaknya sudah di luar jangkauan Lilik Sudjio. Sangat menyedihkan bahwa sutradara yang dulu menjanjikan banyak harapan itu (Film: Si Jampang, Si Buta Dari Gua Hantu), kini terjatuh ke jurang yang sejak lama menadah sejumlah kekonyolan yang menandai film-film Indonesia. Salim Said.

TUGAS BARU INSPEKTUR RACHMAN / 1960



Lanjutan "Inspektur Rachman" (1950). Rusna Djuwita (Farida Arriany), bintang film, hilang. Ia diketahui punya hubungan dengan Subrata (Rd. Ismail), pengusaha kaya tua yang akan dinikahi tapi batal. Diketahui juga Rusna bergaul erat dan dicintai oleh Ramelan (Bambang Irawan), pengacara Subrata. Inspektur Rachman (Chatir Harro) dan rekannya (Wahid Chan), ditugaskan mengusut masalah ini. Informasi dari orang-orang dekat Rusna tak membantu pemecahan. Lalu kisah tentang Ramelan yang punya wajah ganda: pengacara dan kepala gerombolan penyelundup. Dengan cara sorot balik, dikisahkan pula percintaan Ramelan-Rusna. Karena Rusna ingin jadi bintang film terkenal, maka ia mendekati Subrata yang dianggap mampu mengorbitkannya. Ramelan cemburu dan dalam suatu perselisihan, Rusna jatuh dari sebuah tebing. Tewas. Rachman yang sibuk mencari informasi tentang Rusna, mendapat laporan tentang gerombolan penyelundup yang mengadakan pertemuan. Gerombolan disergap dan Ramelan ditangkap, tanpa dijelaskan apakah misteri kematian Rusna terungkap.

PENJESALAN / 1964

 

Sebuah keluarga terpaksa terpecah. Martini (Nani Widjaja) harus menemani ibunya (Sofia WD) yang sakit di Cipanas. Ayahnya, Ir Tahir (Awaludin) harus bekerja di Sarinah Departement Store, sementara kakaknya, Hartono (Wahab Abdi), hidup mandiri. Kesibukan ayahnya membuat ia melalaikan anak-anaknya. Hartono harus berurusan dengan polisi karena tindakannya, hingga ia lalu berubah. Martini terperangkap rayuan seorang playboy, Hendra (Boy Iskak), hingga hamil. Hendra tak mau bertanggungjawab, hingga Martini putus asa dan lari. Hendra mengejar. Keduanya terjatuh di rel yang tengah dilalui kereta. Tahir dan istrinya hanya bisa menyesal.
LHO NGA DAYA FILM
P.T. SARINANDE FILMS

SUZIE / 1966



Lilik bertindak sebagai juru kamera Kisah revolusi. Dua pejuang lari dalam keadaan terborgol dari mobil yang mengangkut mereka. Satu tertembak kakinya, tapi mereka bisa lolos dan sampai ke sebuah perkebunan. Mereka ditolong dan dirawat Suzie (Suzzanna), sampai sembuh dan melepaskan borgol. Malang datang waktu lari. Pasukan Belanda mengejar dan Suzie, indo yang beribukan orang Indonesia, tertembak dan tewas.

P.T. TIDAR JAYA FILM

SUZANNA
DICKY SUPRAPTO
ALAM SURAWIDJAJA
FRITZ G. SCHADT

JUDA SABA DESA / 1967


Seorang jagoan dan empat anak buahnya menguasai sebuah desa pegunungan di Jawa Barat. Penduduk yang diperas tak berdaya. Karena kehabisan akal, lurah setempat memanggil anak jagoan kenalannya yang tinggal di Bandung, Yuda (Bing Slamet). Waktu datang ke desa itu, penduduk kecewa dan para brandal penguasa desa menertawakannya. Kerjanya hanya main kecapi dan sempat akrab dengan Nyi Lasminah (Mila Karmila), kembang desa yang diincar sang jagoan. Penduduk desa yang tadinya kecewa berbalik gembira setelah Yuda tampil sebagai pesilat tangguh dan membekuk para brandal tadi. Sang jagoan rupanya juga pembunuh ayah Lasminah.

DJAMPANG MENCARI NAGA HITAM / 1968



Ayah Jampang terbunuh Naga Hitam, dan Jampang diungsikan sambil berguru pada guru ayahnya di Cirebon. Setelah dewasa Jampang (Sukarno M. Noor) lalu turun gunung untuk balas dendam. Dalam pengembaraannya dari kampung ke kampung itu akhirnya ia menjumpai Bendot (WD Mochtar), saat bekerja sebagai sais pada Bang Maing (Moch. Mochtar). Anak buah Bendot yang mau mengganggunya dengan mudah dikalahkan. Maing lalu bertanya siapa orangtuanya. Setelah diberitahu, Maing menganjurkan agar Jampang minta keterangan dan bantuan Ki Somat. Setelah informasi diperoleh, maka Jampang kembali ke desa tempat Bendot dkk merajalela dan berhasil menemui Naga Hitam yang ternyata adalah Babah Peng Ho (Awaludin), tuan tanah terkaya di desa itu dan memperalat Bendot.

DEWAN PRODUKSI FILM NASIONAL

KARENA KASIH / 1969

 
 
Didi iri pada kawan-kawannya yang punya sepeda. Berkali-kali permintaannya dibelikan sepeda ditolak orangtuanya karena khawatir akan keselamatannya. Tidak tahan, Didi lalu mengambil sepeda pamannya dan berjalan-jalan keliling kota. Malang, sepeda itu dicuri di suatu tempat keramaian. Didi tak berani pulang dan berputar-putar mencari sepedanya. Dalam keadaan letih dan lapar ia ditolong anak tukang semir sepatu. Maka jadilah Didi tukang semir sepatu juga. Orangtua Didi mencari anaknya lewat polisi, radio dan surat kabar. Ketika diketemukan polisi, Didi takut dan lari hingga ke tepi laut. Teman-teman penyemir sepatu berhasil membujuk Didi untuk tidak terjun ke laut dan kembali ke pangkuan orangtuanya.

P.T. SEJAHTERA FILM

AWAN DJINGGA / 1970



Herman (Dicky Suprapto) dan Yanto (Pong Hardjatmo) menjadi nakal karena pergaulannya. Waktu diterima menjadi mahasiswa Akabri Udara, maka mereka digembleng dengan disiplin tinggi. Mereka tentu kemudian berhasil lulus. Dan dalam masa pendidikan, kehidupan mereka dihiasi percintaan, termasuk harus menghadapi perkelahian dengan pemuda yang mengganggu pacar mereka.

SI BEGO MENUMPAS KUTJING HITAM / 1970

 

Sponsor: Yayasan Film. Film ini terdiri dari empat seri yang masing-masing sepanjang sekitar tiga perempat jam. Seri I dan II disutradarai Lilik Sudjio, seri III dan IV oleh Fritz G. Schadt.

Si Bego (WD Mochtar) bersama dua kawannya (Dicky Zulkarnaen dan Anny Kusuma) berhadapan dengan gerombolan Kucing Hitam yang menculik seorang pengantin dan ayahnya. Lalu mereka juga berhadapan dengan tuan tanah yang memeras rakyat, yang ternyata juga didukung Kucing Hitam.

RATU ULAR / 1972



Siti (Lenny Marlina) kembali ke kampungnya, ke rumah bibinya, Nyi Aminah (Tuty S), janda kaya raya, karena kedua orangtuanya sudah meninggal. Di rumah ini ia curiga pada kekayaan bibinya, karena melihat kalung yang dikenalnya sebagai milik orang lain ada di lemari bibinya. Di pihak lain, Sulaiman (Faisal Riza), santri muda, ditugaskan oleh kepala kampungnya untuk mengusut kematian-kematian wanita montok yang selalu ada luka di buah dadanya dan banyaknya mayat hilang. Sulaiman mencurigai Jipeng (Farouk Afero), tangan kanan dan kusir Nyi Aminah, yang ingin memorot harta tuannya. Nyi Aminah ini kaya dan awet cantik karena melakukan pemujaan setan. Bahkan arwah suaminya, bekas perampok besar, selalu minta korban bangkai dan selalu marah bila Aminah hendak serong dan mendengar Siti mengaji. Aminah inilah ratu ular. Dia sekali dikesankan bersanggama dengan ular. Dan anak buahnya bila mati juga jadi ular, seperti tampak pada perkelahian akhir melawan Sulaiman. Sedang Aminah kembali buruk muka dan mati di gua tempat pemujaannya yang runtuh.

PAHLAWAN GOA SELARONG / 1972



Pangkal kisah berawal dari kecemasan P. Diponegoro (Ratno Timoer), karena tindakan patih Danurejo (Kusno Sudjarwadi) yang mengakibatkan rakyat sengsara, karena pajak dinaikkan dlsb. Diponegoro akhirnya keluar dari kraton dan bergabung dengan Sentot Alibasyah Prawirodirjo (Imam Sutrisno). Tekanan semakin tak tertahan, karena tanah Diponegoro di Tegalrejo dipatok untuk membuat jalan. Bahkan rumahnya dibakar. Maka Diponegoro dan pengikutnya mengungsi ke Goa Selarong. Dari sinilah perlawanan terhadap Belanda dimulai. Kisah berakhir dalam sebuah perang yang dimenangkan Diponegoro.

Film yang ingin menunjukkan patriotisme pahlawan ini menyisakan banyak pertanyaan: petunjuk lokasi yang tak jelas, fungsi Diponegoro dalam kraton hingga ia tampak begitu penting. Informasi historis tak lengkap.
KODAM VII DIPONEGORO
PENAS

TABAH SAMPAI AKHIR / 1973



Tiga yatim-piatu, Suryo (Rano Karno), Bambang (Andy Carol) dan Sri (Astri Ivo) pergi ke Jakarta untuk mencari pamannya, sesuai dengan pesan ibu. Maka penderitaan menerpa tak putus-putus. Perjalanan dengan truk ganti-berganti, lalu uang pembeli karcis ditipu, ditolong Hadi (Kusno Sudjarwadi), lalu bisa menemukan pamannya, tapi lalu mengalami celaka, hingga sang paman meninggal, sementara mereka bertiga jadi cacat: gagu, pincang dan buta. Tiga anak itu lalu jadi gelandangan, kena razia dan terpisah satu dengan yang lain. Untung Sri masih membawa kartu nama Hadi, hingga akhirnya diangkat anak hingga bisa jadi dokter. Suryo diangkat anak pesilat, hingga jadi pesilat tangguh, diterima kerja sebagai kepala keamanan tempat mertuanya, sementara Bambang masuk Wisma Tuna Netra, dan jadi pianis. Mereka bertiga bertemu kembali saat Bambang mengadakan konser piano.

Dan Suryo berhasil mengenyahkan bajingan suruhan saingan usaha mertuanya, yang ternyata adalah pamannya sendiri yang di awal film menolak mengasuh tiga yatim-piatu itu.

P.T. SAFARI SINA SAKTI FILM