Jumat, 17 April 2020

PAH WONGSO TERSANGKA / 1941

PAH WONGSO TERSANGKA


Pah Wongso Tersangka, juga dikenal dengan judul Pah Wongso Keert Terug dalam bahasa Belanda, adalah film Hindia Belanda tahun 1941 yang disutradarai Wu Tsun untuk Star Film. Film ini merupakan karya pertama Saeroen untuk rumah produksi ini. Film ini adalah kelanjutan dari film detektif Pah Wongso Pendekar Boediman (1940) dan dibintangi oleh pekerja sosial LV Wijnhamer (dikenal dengan nama Pah Wongso) yang berperan sebagai pria yang menjadi tersangka dan harus mengembalikan nama baiknya. Film yang kemungkinan hilang ini dikelompokkan sebagai film komedi.

Pah Wongso Tersangka disutradarai oleh Wu Tsun untuk Star Film asal Batavia (sekarang Jakarta) yang dimiliki oleh Jo Eng Sek. Film ini merupakan kelanjutan dari Pah Wongso Pendekar Boediman, film detektif yang disutradarai dan diproduseri Jo Eng Sek, salah satu pemilik Star Film. Pah Wongso Pendekar Boediman dibuat untuk memanfaatkan popularitas Charlie Chan dan Mr. Moto. Film ini digunakan oleh pekerja sosial Indo, L. V. Wijnhamer Jr., yang waktu itu terkenal di kalangan masyarakat Tionghoa atas bakti sosialnya, untuk menggalang dana Palang Merah yang ditujukan kepada penduduk Cina dan menolong anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya.

STAR FILM

L.V. WIJNHAMER
SYLVIA HATJIRAH
S. WALDY
M. SARIP

Film hitam putih ini direkam oleh Chok Chin Hsien yang sempat menangani sinematografi Pah Wongso Pendekar Boediman. Naskah ceritanya ditulis oleh Saeroen yang ditarik dari Union Film untuk keperluan produksi film ini. Saeroen terkenal setelah menulis naskah Terang Boelan (1939). Karya-karyanya di Tan's Film dan Union menuai kesuksesan. Produksi film ini dimulai pada September 1941.

Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebut Wijnhamer sebagai satu-satunya aktor dari film pertama (Pah Wongso Pendekar Boediman) yang tampil kembali. Di Pah Wongso Tersangka, ia memerankan empat tokoh yang berbeda. Kristanto menulis bahwa film ini juga dibintangi oleh Sylvia Hatjirah, S Waldy, dan M Sarip. Di antara mereka, hanya Waldy yang memiliki pengalaman di dunia perfilman; ia tampil perdana di film Zoebaida (1940) yang diproduksi Oriental Film. Iklan-iklannya juga menyebutkan nama aktor lainnya, seperti M Arief, Ma' Njai, Oemar, Primo Oesman, dan R Sukran.

Pah Wongso Tersangka lebih mengutamakan komedi ketimbang kisah detektif aslinya. Dalam sebuah editorial di Pertjatoeran Doenia dan Film, "S." menulis bahwa masuknya film ini ke ranah komedi – genre yang belum cukup berkembang di Hindia Belanda – sangat penting bagi industri perfilman karena menyediakan bahan tontonan layak bagi anak-anak. Ia berpendapat bahwa suksesnya karya-karya komedi Charlie Chaplin, Buster Keaton, dan Laurel and Hardy membuktikan bahwa masyarakat Indonesia bisa menerima komedi. Ia berharap film yang diiringi adegan menyanyi ini mampu "membuat orang tertawa terpingkal-pingkal".

Pah Wongso Tersangka ditayangkan pada bulan Desember 1941 dan kabarnya mendapat sambutan baik. Film ini juga dipasarkan dengan judul Belanda Pah Wongso Keert Terug dan ditujukan untuk semua kalangan. Sebuah iklan di Soerabaijasch Handelsblad menyebut film ini "menarik", dan menegaskan peran ganda yang dimainkan Wijnhamer. Novelisasi film ini diterbitkan oleh Kolff-Buning yang berpusat di Yogyakarta

Ketika Pah Wongso Tersangka tayang di bioskop, Star menggarap film selanjutnya, Ajah Berdosa, yang dirilis bulan Januari 1942. Film ini pun menjadi film terakhir Star Film. Seiring pendudukan Jepang di Hindia Belanda bulan Maret 1942, seluruh studio film – termasuk Star – ditutup. Setelah industri perfilman dalam negeri bangkit kembali tahun 1948, Waldy menjadi satu-satunya pemeran yang kembali akting. Diawali dengan Air Mata Mengalir di Tjitarum, ia merintis karier di lebih dari 40 film sebelum meninggal dunia tahun 1968.

Pah Wongso Tersangka ditayangkan sampai Oktober 1947, namun salinan filmnya diduga hilang. Film-film yang dibuat di Hindia Belanda direkam di film nitrat yang mudah terbakar. Setelah kebakaran menghanguskan sebagian besar gudang Produksi Film Negara tahun 1952, film-film nitrat lama ikut dimusnahkan. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya. Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan bahwa beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia, dan Misbach Yusa Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih disimpan di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar