TAKSI
Dibukanya keran import film Amerika sebesar mungkin mengakibatkan film Indonesia mati, hal ini juga terjadi di negara-negara lainnya, termasuk Prancis. Tetapi Prancis masih diperhatikan pemerintahnya. Sedangkan di Indonesia justru pemerintahnya bersama importir film dan pengusaha bioskop group bersengkongkol berbisnis yang menguntungkan ini. Munculnya bioskop 21/Subentra Group menghancurkan satu-persatu bioskop lokal yang non 21 group karena tidak adanya film yang diputar. Sedangkan film import sudah dikuasai oleh importing film lokal (monopoli dagang).
Satu persatu hancul, film hancur, bioskop lokal hancur, perusahaan film lokal hancur, hingga ke laboratorium film negara hancur, departemenya hancur juga. Sedang pekerja filmnya, semua lari ke TV semua yang saat itu RCTI Tv swasta pertama sedang membutuhkan karyawan baik in house maupun yang bukan untyuk program sinetronnya. Maka orang film pindah ke sinetron. PH berubah jadi sinetron dan sebagainya. Lalu muncul SCTV, dan seterusnya.
Sampai-sampai FFI pun ikut hancur, karena tidak ada film yang layak untuk di perlombakan. Mengingat saat itu masih ada juga yang membuat film tentang sex-sex yang cuma mendapat pasar di bioskop lokal dan akhirnya bioskop lokal mati, film sex
Taksi menceritakan tentang “Desi” (Meriam Bellina), seorang wanita cantik, yang meninggalkan bayinya di dalam taksi yang dikendarai oleh “Giyon” (Rano Karno). Setelah berusaha menberika informasi kepada wartawan untuk menemukan keberadaan Desi, lalu dia membawa bayi itu pulang. Dia lambat laun menjadi terkenal karena budi baiknya dan akhirnya dapat menemukan Desi, yang menjadi penyanyi di kota besar. Akan tetapi semuanya menjadi runyam ketika surat kabar memebritakan bahwa bayi tersebut adalah hasil hubungan gelap antara “Giyon” dan Desi.
Yang paling penting dari film ini adalah, ini film terbaik dalam FFI terakhir yang akhirnya FFI fakum sama sekali tidak diadakan. Penyebabnya adalah banjirnya film import Hollywood ke Indonesia. Konon ini adalah kesalahan bargening pemerintah kita yang ingin mengexport textil ke Amerika, tetapi Amerika menginginkan juga Filmnya harus export ke Indonesia sebanyak mungkin sebagai tukar guling dagang. Lalu banjirlah film Hollywood tanpa terkontrol sama sekali. Lalu munculhan monopoli dagang film Import di Indonesia, dan juga monopoli bioskop yang sekarang dikenal dengan 21/subentra Group. Sehingga produser semakin sulit buat film, memngingat biaya beli film Inport jauh lebih murah dan menguntungkan dari pada bikin film sendiri, dan belum tentu laku.
Yang paling penting dari film ini adalah, ini film terbaik dalam FFI terakhir yang akhirnya FFI fakum sama sekali tidak diadakan. Penyebabnya adalah banjirnya film import Hollywood ke Indonesia. Konon ini adalah kesalahan bargening pemerintah kita yang ingin mengexport textil ke Amerika, tetapi Amerika menginginkan juga Filmnya harus export ke Indonesia sebanyak mungkin sebagai tukar guling dagang. Lalu banjirlah film Hollywood tanpa terkontrol sama sekali. Lalu munculhan monopoli dagang film Import di Indonesia, dan juga monopoli bioskop yang sekarang dikenal dengan 21/subentra Group. Sehingga produser semakin sulit buat film, memngingat biaya beli film Inport jauh lebih murah dan menguntungkan dari pada bikin film sendiri, dan belum tentu laku.
Dibukanya keran import film Amerika sebesar mungkin mengakibatkan film Indonesia mati, hal ini juga terjadi di negara-negara lainnya, termasuk Prancis. Tetapi Prancis masih diperhatikan pemerintahnya. Sedangkan di Indonesia justru pemerintahnya bersama importir film dan pengusaha bioskop group bersengkongkol berbisnis yang menguntungkan ini. Munculnya bioskop 21/Subentra Group menghancurkan satu-persatu bioskop lokal yang non 21 group karena tidak adanya film yang diputar. Sedangkan film import sudah dikuasai oleh importing film lokal (monopoli dagang).
Satu persatu hancul, film hancur, bioskop lokal hancur, perusahaan film lokal hancur, hingga ke laboratorium film negara hancur, departemenya hancur juga. Sedang pekerja filmnya, semua lari ke TV semua yang saat itu RCTI Tv swasta pertama sedang membutuhkan karyawan baik in house maupun yang bukan untyuk program sinetronnya. Maka orang film pindah ke sinetron. PH berubah jadi sinetron dan sebagainya. Lalu muncul SCTV, dan seterusnya.
Sampai-sampai FFI pun ikut hancur, karena tidak ada film yang layak untuk di perlombakan. Mengingat saat itu masih ada juga yang membuat film tentang sex-sex yang cuma mendapat pasar di bioskop lokal dan akhirnya bioskop lokal mati, film sex
P.T. RAVIMAN FILM |
MERIAM BELLINA RANO KARNO NANI WIDJAJA CHARLIE SAHETAPY DORMAN BORISMAN HENKY SOLAIMAN |
Arifen C.Noer & Rano Karno di lokasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar