PEMBUAT FILM INDONESIA 1900-1992, Blog ini tentang pembuat film Indonesia, mulai dari Isu, peristiwa, sosok, dibalik layar, berita, bioskop, analisa, kritikus, undang-undang film, film negara, bintang film, sutradara, Cinematographer, produser, sosok yang berpengaruh, sang legend, aktor, aktris, perkembangan film Nasional, jadul, lawas, nostalgia, jaman, kejayaan, keemasan, mereka yang membuat film, penonton, situasi sosial saat itu, perjuangan, kemerdekaan, era Belanda, Jepang, fungsi film dll.
Awang (Rico Tampatty)atas bantuan ayah Margie (Paramitha Rusady), mengikuti latihan pertelevisian di Roma. Awang mulai bercinta dengan Margie meskipun Margie sudah dipertunangkan oleh orangtuanya. Orangtua Margie secara halus mendesak agar Awang meninggalkan Margie. Dalam keadaan frustasi, Awang mengalihkan perhatiannya ke seorang penari, Vivienne (Meriam Bellina)yang memegang prinsip bahwa waktu yang menentukan pertemuan, percintaan dan perpisahan.
25 Juli 1987 Ketika musim revisi tiba DUA orang petugas Kanwil Departemen Penerangan Jawa Barat mendatangi Bioskop Vanda di Bandung, menjelang pukul sepuluh malam, Kamis pekan lalu. Mereka tidak menuju loket, tetapi masuk ke kantor bioskop, lalu menyodorkan selembar "surat sakti". Isi surat, yang ditandatangani Kepala Kanwil Deppen Ja-Bar, Drs. Asep Saefudin, meminta agar film yang diputar saat itu bisa dihentikan secepatnya. Peristiwa yang sama terjadi di Yogyakarta, Tegal, dan berbagai kota lain di Indonesia. Perintah itu datang dari Ketua Pelaksana Badan Sensor Film (BSF), Thomas Soegito, lewat telepon.
Maka, untuk sementara, peredaran film nasional yang agaknya bisa menjadi film terlaris tahun ini terganggu. Film itu tak lain Ketika Musim Semi Tiba (KMST). Larangan terhadap film yang sedang dalam masa putar di bioskop agaknya baru sekali ini terjadi. Dan larangan terhadap KMST itu dikeluarkan sesudah BSF menyelenggarakan sidang pleno Senin pekan lalu. "BSF mempertimbangkan banyaknya imbauan dari masyarakat," kata Thomas Soegito. "Film itu akan disensor ulang." Dibintangi Meriam Bellina dan Rico Tampatty, KMST mendapat sambutan di mana-mana. Ketika diambil dari Bioskop Vanda Bandung, KMST sudah memasuki hari putar ke-56, dan sudah ditonton lebih dari 40 ribu orang. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, film ini pun diserbu penonton begitu juga di Jawa Timur, Bali, Sumatera. KMST sudah menghilang dari bioskop Jakarta, tapi kaset videonya menyebar sampai ke rental paling kecil. Kabar terakhir, video KMST sudah beredar pula di Denpasar, dan bukan mustahil di kota-kota lain juga. Dalam situasi beginilah, BSF mau merevisi. Amboi! Lalu bagaimana dengan videonya yang mewabah itu? Adakah BSF, ketika melepas film ini Maret lalu -- juga lewat sidang pleno -- tidak memperhitungkan reaksi masyarakat? Tampaknya begitu. BSF hanya melaksanakan tugasnya yang biasa, tapi khusus dalam kasus KMST, kejelian sensornya diragukan banyak orang. Memang, di Yogyakarta yang terkenal rewel itu -- film ini tidak dipersoalkan Bapfida setempat. Hanya ada catatan, film boleh diputar cuma di Kota Madya Yogyakarta. Berarti di Kabupaten Sleman, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Bantul, KMST tak laik putar. Apalah artinya itu kalau jarak tempuh ke Yogya bisa dicapai dengan mengayuh sepeda tanpa lelah? Lalu, di Jawa Tengah, yang sudah terbiasa agak longgar, tokoh-tokoh seperti Haji Karmani dan Haji Wahab Djaelani mengakui bahwa KMST "agak mengejutkan" tetapi toh dapat menerima, karena film tetap sebuah film dan urusan porno tergantung dari mana melihatnya.
Baru di Jawa Barat KMST kesandung, itu pun setelah masa putarnya mendekati 60 hari. Salah seorang pimpinan MUI Ja-Bar, Endang Rahmat, berkata, menonton KMST adalah haram hukumnya. Dikutip harian Pikiran Rakyat, Endang berucap, "Majelis Ulama Jawa Barat tak perlu lagi mengeluarkan fatwa. Film ini amat pornografis." Sejak itu, protes dari masyarakat bermunculan. Di Indonesia, perdebatan tentang pornografi memang seperti tak 'kan habis-habisnya. Film KMST yang sudah lolos sensor itu di mata BSF tetap tidak porno. "Pokoknya, BSF menilai film itu sudah pas," kata Thomas Soegito, akhir pekan lalu. Pertimbangan BSF: film diangkat dari novel yang sudah beredar luas, cerita film terjadi di Roma, dan untuk 17 tahun ke atas. Sampai sekarang BSF sudah berkali-kali melepas film-film panas, tapi baru dalam kasus KMST, lembaga ini dikecam keras. "Karena masyarakat punya pandangan lain, BSF harus peka terhadap imbauan masyarakat," ujar Thomas. Sikap BSF yang cenderung reaktif inilah agaknya, yang membuat Bobby Sandy (sutradara) dan Ferry Angriawan (produser KMST) berang. "Saya jadi tak tahu lagi apa kriteria BSF," kata Ferry. Ia pun menuding media massa. "Sebelum media massa meresensi film itu, tak ada komentar dari masyarakat yang negatif. Oknum-oknum tertentu kemudian memanfaatkannya," umpat pimpinan PT Virgo Putra Film ini. Bobby Sandy ikut menimpali. "Ketika saya membuat film itu, tidak terniat sama sekali menonjolkan hal-hal yang porno.
Kalau mau membuat film begitu, kenapa jauh-jauh mencari tempat romantis sepert Roma?" ujarnya, seperti yang sudah diucapkannya berkali-kali sebelum ini. Ia sepakat dengan Ferry, film ini ditarik karena dikerjain. Tapi cobalah KMST dikaji sekali lagi. Kostum Meriem dalam adegan tari, sesungguhnya, tak polos betul. Bahkan mirip dengan film Cinta di balik Noda, yang menyebabkan ia memperoleh Citra, FFI 1984 di Yogyakarta. Kesintalan tubuh Mer ketika menari dan diangkat-angkatnya tubuh itu oleh penari lelaki pun pernah muncul dalam film Mer yang lain. Atau mengingatkan pada drama musikal Waktunya Sudah Dekat yang dipentaskan di Balai Sidang, Senayan, November 1985. Tarian dalam KMST pun dari segi artistik tak jatuh betul. Cuma, adegan berciuman dan lagi-lagi berciuman itu apa porsinya tidak terlalu berlebihan? Apa maunya, Bobby? Di sini pula gunting BSF mendadak tumpul, membiarkan adegan ciuman panjang yang sampai kulum-mengulum lidah. Kalau ini digunting dan disisakan cipokan beberapa detik, lalu membiarkan adegan pelukan untuk tak memotong dialog, jalan cerita toh masih tetap bisa diikuti. Kontinuitas tetap terjaga. Selain gunting BSF tak bekerja di bagian ini, KMST bernasib sial karena diputar menjelang FFI 1987. Film ini dijadikan salah satu bahan untuk lomba kritik FFI.
Bandingkanlah dengan film-film lain yang terang-terangan mengeksploitasi seks, seperti Permainan yang Nakal, Bukit Berdarah, Bumi Bulat Bundar, Nyi Blorong, yang luput dari pengamatan media massa. Dan aman. Akankah KMST ini mengendap lama di BSF? Thomas Soegito menjanjikan dalam waktu dekat, setelah direvisi penyensorannya, KMST akan dilepas kembali. "Semua film nasional yang direvisi, termasuk Bung Kecil, Petualang-Petualang, Saidja dan Adinda akan dilepas menjelang pergantian anggota BSF ini," katanya. Berita menarik untuk ditunggu, karena keanggotaan BSF itu diganti akhir bulan ini juga. Putu Setia, Laporan Happy S. & Moebanoe Moera
Nominasi Best Cinematography FFI'83 • Harry Simon - Perkawinan 83 Nominasi Best Cinematography FFI'84 • Harry Simon - Johanna Nominasi Best Cinematography FFI'87 • Harry Simon - Secawan Anggur Kebimbangan • Harry Simon - Arini (Masih Ada Kereta yang Lewat)
Lahir di Surabaya, 5 Juli 1951. Pendidikan: SMA (1969), Universitas Widya Mandala (1971-1972), Tehnik Film & TV di Berlin (1973-1976).
Dengan jalan melalui magang (asisten) 2 film pada 1977, Siulan Rahasia dan Akulah Vivian, kesempatan pertama menjadi juru kamera dalam Kuda Kuda Binal pada 1978. Dalam kurun waktu 10 tahun telah terlibat pembuatan film cerita lebih dari 20 judul. Diunggulkan berturut-turut melalui Perkawinan '83 (FFI 1983), Johanna (FFI 1984), Tinggal Landas Buat Kekasih (FFI 1985), Ketika Musim Semi Tiba (FFI 1986) dan Arini I (FFI 1987).
Lahir Kamis, 05 Juli 1951 di Surabaya. Pendidikan: SMA (1969), Universitas Widya Mandala (1971-1972), Tehnik Film & TV di Berlin (1973-1976). Dengan jalan melalui magang (asisten) 2 film pada 1977, Siulan Rahasia dan Akulah Vivian, kesempatan pertama menjadi juru kamera dalam Kuda Kuda Binal pada 1978. Dalam kurun waktu 10 tahun telah terlibat pembuatan film cerita lebih dari 20 judul. Diunggulkan berturut-turut melalui Perkawinan '83 (FFI 1983), Johanna (FFI 1984), Tinggal Landas Buat Kekasih (FFI 1985), Ketika Musim Semi Tiba (FFI 1986) dan Arini I (FFI 1987).
Judul film ini banyak sekali, Mistik, Mystic in Bali, Balinese Mystic, Leak, dan Punahnya Rahasia Ilmu Iblis Leak.
Film ini dalam Bahasa Indonesia adalah Mistik (Punahnya Ilmu Iblis Leak) judulnya, lalu ada yang menuliskan Leak, dan untuk international Mystics in Bali lebih baik karena mengambil kalimat Bali yang terkenal dengan pulau yang mystics dan indak, tradisonal yang purba dan juga mitos-mitosnya. In this shocking horror favorite, Cathy (Ilona Agathe Bastian) is an American tourist in Bali who learns the powerful black magic of the Leyak cult. But as she readies to leave the country, her Leyak mentor has other plans for the foreign apprentice. Now, an ancient spell sends a bodiless Cathy on a grisly hunt for fresh blood. Sofia W.D., Yos Santo and W.D. Mochtar also star in this eerie classic of Asian cult cinema. Adaptasi dari novel "Leak Ngakak". Cathy (Ilona Agathe Bastian), mahasiswi asal Australia yang telah fasih berbahasa Indonesia, ingin meneliti dan menulis tentang dunia ilmu gaib Leak di Bali. Ia dibantu oleh pemuda kenalannya, seorang pelaut bernama Mahendra (Yos Santo). Berkat bantuan teman Mahendra, Cathy berhasil bertemu dengan Ratu Leak (Sofia WD, Debby Cynthia Dewi) dan mendapatkan ilmunya. Hubungan antara Cathy dan Mahendra semakin intim. Sementara itu Mahendra juga bertanya tentang cara menangkal ilmu Leak dari I Wayan Jereg (WD Mochtar). Tidak disangka, Cathy diperalat oleh Ratu Leak. Kepalanya dipinjam untuk membunuh beberapa bayi, dengan mengisap darahnya. Situasi kampung di Bali itu menjadi gempar. Tetapi I Wayan Jereg mengetahui siapa sebenarnya yang telah memperalat Cathy. Dalam pertempuran kesaktian I Wayan Jereg melawan Ratu Leak, dan menang. Dalam pertempuran akhir itu, tampil juga leak ketiga yang ternyata adalah Tantri (Itje Trisnawati), yang diam-diam mencintai Mahendra dan tewas dalam pertarungan itu. Cathy pun terpaksa tewas. P.T. PAN ASIATIC FILM
DIA baru saja menyudahi seorang wanita yang siap melahirkan. Dia mengisap darah dan memakan bayi habis-habisan. Makhluk yang gemar mencari darah secara paksa tersebut-di Bali disebut Leak --berusaha memperpanjang hidup dan menambah kesaktiannya. Tapi sang leak berambut pirang (penjelmaan Cathie, mahasiswi berkebangsaan Australia) tidak berumur panjang. Aktivitas ilmu hitamnya segera dihentikan penduduk suatu desa. Dalam suatu duel (hingga fajar) melawan sejumlah orang berilmu putih, Cathie tewas bersama guru ilmu leaknya. Itulah potongan kisah dalam film Mistik (produksi PT Pan Asiatic) yang diputar (sejak 8 Desmber) di sejumlah bioskop utama (jalur B) Jakarta.
Kendati tidak digarap dengan baik, film cerita bertema seram (horror) sernacam itu tampaknya menyedot banyak penonton. Sebelumnya, beberapa film dengan tema serupa, yang diangkat dari legenda suatu daerah, juga laris di pasaran. Sundel Bolong (antara lain dibintangi Suzanna), misalnya, menyerap hampir 300 ribu penonton. Sementara itu, Pengabdi Setan, Ratu Pantai Selatan, dan Kutukan Nyai Roro Kidul masing-masing menyedot 102 ribu, 150 ribu, dan 120 ribu penonton. Kaum produser tampak terdorong menghasilkan film seram dengan cepat dan murah (tanpa memasang pemeran terkenal). Mereka mengabaikan kualitas. Dari 67 film (sampai awal November) yang dihasilkan tahun ini, sedikitnya 10 bertema cerita seram. Film jenis ini hanya dua dari 74 produksi tahun lalu. "Film horror kini sedang bagus pemasarannya," kata Gobind Samtani, Direktur PT Rapi Film. Dia juga menyebut Singapura, Malaysia, dan Brunai sebagai pasar yang baik untuk film jenis itu. Dari enam produksi perusahaan tersebut tahun ini, dua bertema cerita seram. Tapi, menurut Yan Senjaya, Direktur Pelaksana PT Pan Asiatic Film, sesungguhnya tidak semua film seram bisa laku. Penonton, katanya, terutama hanya menyukai film seram berbau mistik yang diangkat dari legenda suatu daerah. Dia menyebut film Mistik, produksinya, yang laku keras di Bali, tempat asal legenda tersebut. Gobind Samtani membenarkan anggapan itu. Sundel Bolon, produksinya, laku sekali terutama di Jawa Timur.
Di Jakarta, film jenis itu mampu juga menembus bioskop utama jalur B (kelompok Djakarta Theatre) dan jalur C (kelompok New Garden Hall Theatre) - dengan masa putar sekitar lima hari. Di bioskop tahap bawah (move over) -- di seluruh Jakarta berjumlah 64 film seram bahkan marnpu bertahan lebih larna. Maka berkata salah satu staf PT Sumber Jaya Pawitra Film, pengedar utama film bioskop tahap bawah: "Pendeknya sekarang ada kegandrungan penonton melihat film seram herbau legenda. " Humor Dan Seram L.J.N. Iloffman, Seljen Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), sependapat. Serela masyarakat, katanya, kini cenderung beralih ke film seram. "Masyarakat kini sudah mulai jenuh dengan film bertema percintaan remaja." Pendeknya "film percintaan remaja sekarang ini sudah lewat," tambah Gobind Samtani. Benarkah? Hampir semua film bertema remaja yang diedarkan tahun 1981 (di bioskop utama dan sliding) dapat jumlah penonton di bawah 80 ribu. Bahkan Gadis Penakluk, yang memperoleh Citra untuk penulisan skenario, hanya mampu menyedot 77 ribu penonton. Hanya Usia 18 (dibintangi Jessy Gusman, dan disutradarai Teguh Karya) yang mampu mengumpulkan 106 ribu penonton. Sementara itu, film humor (yang banyak dibintangi Warung Kopi Prambors) tetap pengumpul teratas tahun ini. Pintar-Pintar Bodoh, misalnya, berhasil mengumpulkan 475 ribu penonton . Memang, tahun ini di Indonesia merupakan periode film humor dan seram yang juga disukai di Singapura, Malaysia dan Brunai. Kabarnya ketika film Dendam Manusia Harimau sedang dibuat satu distributor Singapura sudah memesan, dan menongkrongi pembuatannya. Tapi untuk membuat film seram, produser terpaksa menanamkan uang cukup banyak -- terutama buat menyajikan adegan tipuan (trick) yang memerlukan ketrampilan teknis mengerjakan special effect. Special effect untuk film Mistik (yang memungkinkan penggalan kepala tampak terbang) menelan biaya Rp 20 juta -- sementara biaya produksi seluruhnya Rp 175 juta.
Dengan alasan laboratorium di Jakarta belum lengkap (PT Inter Cine Studio), banyak produser lebih suka mengerjakan special effect film terutama di Hongkong. Di sana, biayanya pun lebih murah. Produser toh tetap ingin menekan biaya produksi serendah mungkin. Caranya? Pertama, mengurangi pemakaian artis-artis tenar yang biasanya meminta imbalan tinggi. Dan kedua, membuat adegan tipuan yang dikerjakan sendiri di studio (bukan laboratorium). Bahkan, jika perlu, memotong sejumlah adegan film asing. Peristiwa badai dalam film Ratu Pantai Selatan, menurut S. Paria, penata art dan special effect, berasal dari guntingan film Hurricane. "Itu namanya memang pencurian," kata S. Paria. Tapi film seram, karena terlalu banyak produser membuatnya, menurut Gobind Samtani dan Hoffman, mungkin laris sampai Maret saja.
TRILLER & CLIPS
Ngomong-ngomong, Cathy meminta pertolongan Hendra menemukan seorang guru leyak yang akan membawanya sebagai seorang siswa. Hendra dengan senang hati menurutinya. Ini agak mirip dengan Hendra yang datang ke, katakanlah, Gretna Baru, New Jersey dan mengumumkan kepada Cathy bahwa dia ingin mempelajari Setanisme, dan menanyakan apakah dia tahu siapa saja yang mungkin membantunya. Dan jika Cathy menghubungkannya dengan penyihir lokal yang fanatik, kita akan tahu betul siapa yang harus disalahkan ketika Hendra berubah menjadi mesin pembunuh muntah sup kacang polong pada babak ketiga, bukan? Namun keterlibatan Hendra lebih buruk, karena kecuali untuk penampilan sesekali oleh Jersey Devil, New Gretna, New Jersey tidak benar-benar memiliki tradisi kuat Setanisme dan kerasukan setan; sedangkan leyak, menurut Cathy, adalah di antara para penyihir hitam yang paling primitif dan kuat. Kekuatan leyak mencakup kemampuan untuk berubah menjadi hal lain - manusia, hewan, atau tumbuhan. Mereka juga makhluk yang sangat sulit, karena mereka hampir tidak pernah muncul dalam bentuk yang sama lebih dari sekali. Ketika kita melihat sejenak apa yang tampak seperti pohon dengan wajah manusia di dalamnya, kita berpikir bahwa mungkin leyak telah mengetahui tentang minat Cathy. Sebenarnya, ini adalah mantan mata-mata Hendra pada pasangan itu, tapi sekali lagi saya harus menjelaskan bahwa kita tidak akan menyadari hal ini sampai akhir gambar. Hendra membawa Cathy ke pemakaman, di mana Cathy mengendus tengkorak dan menyatakan bagaimana itu tidak berbau ... jelas merupakan tanda sihir. Saat Hendra dan Cathy mengobrol santai, kamera bergerak gelisah melintasi lanskap tengkorak dan tulang. Kami tiba-tiba merasa bahwa penelitian Cathy tidak akan berjalan sesuai harapannya.
Pasangan itu pergi menemui leyak di tengah malam, di hamparan pedesaan yang sepi. Badai petir yang tiba-tiba memperingatkan mereka tentang pendekatan si penyihir; kemudian, di kejauhan, mereka melihat sosok redup bergerak menemani mereka dalam spiral gila. Cackle mengerikan mengudara, tawa Hendra mengidentifikasikan dengan sekte leyak yang paling jahat. Segera, bentuk ngerumpi muncul di depan mereka: itu adalah nenek yg tua tua dengan rambut liar dan panjang, mengerikan, cakar seperti Joe cakar. Wanita tua itu, yang mengaku sebagai Ratu Leyak dan penyihir terkuat di dunia, setuju untuk mengambil Cathy sebagai muridnya. Pelajaran akan dimulai malam berikutnya. "Tapi bagaimana kami bisa mengenalmu?" tanya Hendra; Lagipula, mereka tidak bisa melihatnya dengan jelas. "Kamu ingin melihat wajahku?" mendengkur wanita tua itu. "Kamu tidak akan segera melupakannya!" Dia menarik ke samping rambutnya untuk mengungkapkan kehancuran yang hancur di mana wajahnya dulu, dan terkekeh lagi pada reaksi ngeri mereka. Ini adalah wajah aslinya, katanya, tetapi dia akan terlihat berbeda setiap kali mereka melihatnya. Sebelum mereka berpisah, wanita tua itu berkomentar bahwa dia mendengar bahwa orang-orang Barat menutup penawaran mereka dengan berjabat tangan. Dia menawarkan cakar mengerikan untuk Cathy, dan melarikan diri tertawa ketika Cathy menerima jabat tangan. Cathy mual mendapati nenek tua itu telah meninggalkan tangannya, masih memegangi tangannya. Ketika Cathy melempar tungkai dengan jijik, ia bergegas bergabung dengan pemiliknya ... (Semakin saya memikirkannya, semakin sering terjadi pada saya bahwa adegan ini menawarkan metafora yang lebih baik untuk film daripada gambar gamelan saya. "Ya," kata Djalil; "Anda menginginkan film horor gaya Barat? eh di sana, sobat ... MWA-HA-HA-HAAA! ")
Dan tiba-tiba malam berikutnya, dan wanita tua itu datang untuk menyambut mereka. Sulit untuk mengatakan pada awalnya bahwa satu hari telah berlalu, dan jika penyihir itu tidak membantu menyebutkan bahwa itu adalah malam berikutnya, kita akan semakin bingung. Lagipula, leyak itu terlihat berbeda (seperti yang dikatakannya), jadi perlu waktu sejenak untuk memahami siapa dia sebenarnya dan apa yang dia lakukan di sana (walaupun tawa orang gila itu membantu kita mengidentifikasi dirinya). Juga tidak ada adegan siang hari yang mengintervensi untuk mempersiapkan kami untuk adegan malam kedua - tidak ada yang penting untuk ditampilkan di siang hari, jadi Djalil tidak membuang-buang film di sana. Sampai sang penyihir memberi tahu kami, satu-satunya petunjuk yang kami miliki tentang jangka waktu adalah bahwa Cathy dan Hendra mengenakan pakaian yang berbeda ... dan bahkan ini bukan petunjuk yang solid: dalam selang kelanjutan dalam film nanti, Hendra mengganti T-shirt dalam mid-scene.
Jadi seberapa berbedakah tampilan leyak? Sulit dikatakan, karena yang bisa kita lihat hanyalah lidahnya. Semua tiga puluh kaki itu. Leyak menjilati beberapa perhiasan dari tangan Cathy sebagai persembahan kepercayaan; lalu dia minum beberapa botol darah yang dibawa Cathy dan Hendra. Ketika dia puas dengan persembahan - "Mmm, darah yang bagus!" dia berdeguk - dia menuntut agar Cathy melepas roknya. Hendra terkejut, tetapi wanita tua itu (atau setidaknya lidahnya) bersikeras. Lidah leyak kemudian tato desain mistik di paha bagian dalam Cathy, "di mana tidak ada yang akan melihat mereka." (Kejahatan kuno sedikit kuno dalam beberapa hal.) Tetapi seseorang - yaitu, Hendra - akhirnya melihat mereka. Cathy mengundang Hendra kembali ke kamarnya, di mana dia melepas bikini dan memintanya untuk mendekat - lebih dekat - dan memperhatikan pahanya dengan baik. Undangan itu mengubah Hendra menjadi obat bius yang lebih besar dari biasanya: dia tidak tahu seperti apa bentuk situasi seperti ini. Seluruh hubungan mereka sejauh ini tampaknya sangat pra-sekolah menengah pertama, terutama terdiri dari memegang tangan dan mengoceh variasi pada tema "Wah, kau lucu!" Jadi ketika Cathy, dalam caranya yang tanpa ekspresi, tampaknya menyalakan panas, Hendra benar-benar hilang. "Yah? Apa yang kamu lihat?" dia bertanya. Ya, Hendra; apa yang kamu lihat? London? Perancis? Hendra mencoba menguraikan beberapa tulisan yang dia temukan ... ada file, diikuti oleh yak ... Hmmmm. Pasti ada hubungannya dengan radio bicara Prancis. Ini mungkin terlalu sulit bagi pahlawan nominal kita. Sama seperti Hendra yang tampaknya melakukan tugasnya, mungkin akhirnya mencari tahu apa yang sebenarnya diminta Cathy untuk dia lakukan, Cathy berkata, "Oke, itu sudah cukup," dan pergi untuk berpakaian untuk pelajaran sihirnya yang berikutnya.
Kali ini kami memotong langsung dari tengah pelajaran tengah malam ke hari berikutnya, ketika Cathy memberi tahu Hendra apa yang terjadi. Tidak lama setelah kami punya waktu untuk mendaftar bahwa itu adalah keesokan paginya ketika kami terjun melalui kilas balik ke adegan yang baru saja kami tinggalkan! Cathy dan leyak mulai membengkak dan berubah bentuk, dan lebih cepat daripada yang bisa Anda katakan "Larry Talbot" mereka berdua telah berubah menjadi babi (Djalil telah jelas memutuskan bahwa kita perlu tahu bahwa Cathy memberi tahu Hendra tentang pengalamannya, tetapi tidak tidak ingin mengulangi sesuatu yang tidak perlu ... jadi dia hanya melompat ke depan untuk penjelasan, dan kemudian kembali untuk menyelesaikan adegan). Tetapi pelajaran sihir mulai mengkhawatirkan Cathy, terutama ketika Hendra mencoba untuk memahami gambar yang dia bawa kembali dari transformasinya. Menurut Hendra, beberapa penglihatan yang ia alami adalah simbol kematian orang Indonesia. Cathy terperangah berpikir bahwa dia mungkin telah membunuh seseorang dalam keadaan leyaknya, tetapi Hendra (yang bodohnya dia) mencoba untuk meyakinkannya: lagi pula, itu bukan salahnya. Itu benar, tolol: itu milikmu, untuk menjadi sangat jelas tentang hal itu. Dalam "pelajaran" lain, dan salah satu yang paling mengesankan, Cathy dan leyak mengambil bentuk bola api yang mengambang. Tiba-tiba, mereka diserang oleh bola api ketiga, leyak saingan. Cathy berlari ke tanah, di mana dia melanjutkan wujud manusianya dalam awan asap. Dua leyakleyak melemparkan lawannya ke danau. Naik dari air merokok naik mayat hangus penyihir lainnya. Pada malam berikutnya, Hendra (yang telah dilarang dari sesi sebagai pengunjung yang tidak diinginkan) menonton dari tempat persembunyiannya ketika kedua wanita itu berubah menjadi ular dan merangkak pergi. Cathy mengingat pengalaman ini sebagai dibawa ke perjamuan luar biasa di mana ia bisa menikmati hidangan lezat. Dia terbangun keesokan paginya ketika Hendra mencoba menciumnya ketika dia masih tidur (apakah Anda mulai tidak menyukai bajingan ini seperti saya?); tiba-tiba dia melompat dari tempat tidur, tersedak, dan berlari ke kamar mandi. Hendra tampaknya tidak terlalu terkejut dengan reaksinya, dan terus terang, reaksi Hendra tidak mengejutkan saya - di masa-masa kencan saya itulah yang saya harapkan ketika saya mencoba mencium seorang gadis ... tapi saya ngelantur. . Hendra sedikit terkejut dengan apa yang terjadi selanjutnya: Cathy mulai muntah tikus hidup, cacing dan serangga. Pada titik ini dia memberi tahu Hendra tentang mimpinya tentang pesta itu, dan merenung bahwa mungkin "makanan" itu membuat perutnya sakit. Hendra hanya mengangguk dan menyeringai, seperti biasa, meskipun kamu berharap dia hanya menertawakannya. Entah itu atau makanan Indonesia hanya sedikit lebih eksotis daripada yang saya dituntun untuk percaya.
Akhirnya, malam itu tiba untuk pelajaran terakhir Cathy, setelah itu dia berencana untuk kembali menjadi "Cathy tua" yang dikenal Hendra. Dia tidak merasa baik-baik saja akhir-akhir ini - ada sensasi terbakar di perutnya, dan dia merasa lelah dan pusing - tetapi leyak telah meyakinkannya bahwa itu sudah diharapkan, dan bahwa dia akan sembuh malam itu juga. Hendra memberi selamat padanya, tetapi Cathy bersikeras, "Ini semua karena kamu, Hendra!" Semua orang melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, bukan? Cathy bertemu dengan gurunya untuk mengucapkan selamat tinggal, tetapi tidak lama setelah dia pergi ketika wanita tua itu masuk ke salah satu pakaiannya. "Catherine!" panggilnya, meskipun gadis itu sudah tak sadarkan diri, "Aku memberimu pelajaran yang tak ternilai dalam Seni Hitam. Dan sekarang, saatnya bagimu untuk membayar!" Dan tiba-tiba, itu malam berikutnya, lagi tanpa transisi dan tidak ada kesempatan bagi kita untuk mendapatkan arah kita. Cathy telah dipanggil kembali, apakah dia ingin datang atau tidak, dan leyakpenanggalan, vampir tradisional Indonesia, dikirim keluar untuk mengumpulkan darah bayi yang baru lahir sehingga dia bisa memberi makan leyak. Dan inilah titik di mana orkestra gamelan metaforis tiba-tiba mendobrak kazoo, krummhorn, dan gitar listrik dan mulai meraung. Jika Anda merasa film ini aneh, ada banyak hal yang jauh lebih aneh di toko ini. Seorang wanita setempat sedang berjuang dengan pekerjaan yang panjang dan sulit, sementara suami dan keluarganya menunggu di luar. Tiba-tiba, nyali kepala Cathy 'n' berlayar melalui jendela: dia mendarat di antara paha ibu hamil dan mulai menyusu. Kita bisa melihat perut wanita itu mengempis ketika dia melakukannya ... mendengar gangguan, bidan berlari untuk melihat ada apa, hanya untuk dihempaskan melalui dinding oleh kepala yang pergi. Cathy, tentu saja, tidak memiliki ingatan tentang keberadaannya sebagai penanggalan, meskipun kadang-kadang dia bangun dengan darah menetes dari bibirnya. Hendra, sementara itu, telah berkonsultasi dengan Pamannya, yang merupakan semacam orang suci (Bali, tidak seperti kebanyakan Indonesia, bukan Islam). Pamannya memberi tahu dia ada beberapa mantra dan doa sederhana yang efektif melawan leyak, beberapa di antaranya ada di keluarga sejak paman Paman sendiri mencuri mereka dari penyihir yang kuat. Harap dicatat, bahwa Hendra tidak menceritakan kekhawatirannya langsung kepada Cathy; dia juga tidak mengungkapkan padanya sihir sihir yang telah diceritakan oleh pamannya. Alih-alih, ia terus melanjutkan hubungan SMP-SMAnya yang konyol, bahkan ketika gadis yang ia "cintai" berubah menjadi monster penghisap darah.
Pada mengamuk kedua Cathy, gadis yang belum diidentifikasi sebagai mantan Hendra melihat piala kecil mengerikan mengambang keluar jendela, dan lari untuk memberi tahu Paman. Setelah dua malam teror, Paman dan tetua desa memutuskan bahwa mereka harus melakukan sesuatu untuk melawan vampir kepala mengambang. Sementara Paman menyiapkan mantranya, leyak datang kepada Cathy dalam bentuk seorang wanita muda (saya pikir aktris ini adalah orang yang sama yang memainkan leyak di semua tahapannya; jika demikian, dia hebat. Dia salah satu yang paling meyakinkan. / remaja putri yang pernah saya lihat dalam film horor, dan dia memberikan penampilan yang sepenuh hati dan meyakinkan sebagai roh jahat). Dia menuntut pembayaran dari Cathy, yang salah paham dan bertanya: berapa banyak? Tetapi leyak tidak memiliki keinginan untuk uang. Yang dia inginkan adalah hidup dan masa muda, dan untuk mendapatkan itu dia membutuhkan kepala Cathy sekali lagi. Paman mengikuti tanda-tanda gangguan roh terhadap rumah Cathy. Memasuki, dia menemukan tubuh tanpa kepala bersandar di pintu lemari. Paman memasukkan tiga paku panjang ke lehernya yang kosong, sehingga kepalanya tidak bisa bergabung kembali dengan belalai. Ketika kepala kembali, setelah digagalkan dalam misi terakhirnya oleh penduduk desa yang membawa obor, ia berusaha mencabut duri dengan giginya; tapi gagal selesai sebelum matahari terbit. Dengan geraman amarah, kepala terbang, dan tubuh jatuh tak bernyawa ke lantai.
Hendra sudah tidak bekerja di atas kapal saat semua ini terjadi - dan hal yang baik juga - jadi dia sedikit terkejut menemukan pacarnya terbaring di lantai. Paman menjelaskan kepadanya bahwa cobaan Cathy belum berakhir: jika kepalanya diizinkan untuk bergabung kembali dengan tubuhnya di makam, dia akan bangkit kembali sebagai vampir dan hampir tak terhentikan. "Ini semua salahku!" menyembur Hendra. (Ya itu.) Paman menepuk pundaknya dan memintanya untuk melihat sisi baiknya; dia seharusnya tidak membiarkannya; dia memiliki seluruh hidupnya bla bla bla; dan orang suci atau bukan orang suci, Anda mulai ingin menampar Paman sedikit juga. Ini semua salah Hendra, dan si bocah kecil itu harus merasa sangat sedih selama sisa hidupnya. Jadi kedua lelaki itu pergi untuk berjaga-jaga di atas kuburan Cathy (Djalil membunuh pahlawan wanita! Djalil membunuh pahlawan wanita! Tiga sorakan untuk Djalil!). Dan benar saja, pada malam hari leyak datang dengan kepala mengambang Cathy di belakang. Tubuh Cathy berdiri di kuburannya, dan kepalanya melayang untuk bergabung dengannya. Sementara itu, Paman dan leyak bertengkar untuk melihat siapa kung-fu mistis Bali yang lebih kuat. Paman memegang miliknya untuk sementara waktu, membelokkan petir leyak dan melayang-layang dalam kabut hijau; tapi dia terganggu sejenak ketika si tolol itu Hendra mulai jatuh cinta pada rutinitas lama "tolong-jangan-bunuh-aku-aku-boleh-mati-tapi-aku-pacarmu", dan si penyihir mencabut tenggorokannya. Lalu tiba-tiba mantan Hendra melompat keluar dari hutan untuk menyelamatkannya - hanya untuk dihancurkan oleh sihir penyihir tua (berapa banyak orang yang harus mati atas nama orang idiot ini?). Hendra meringkuk di atas tubuhnya yang hancur (dan di sinilah akhirnya kami menemukan siapa sebenarnya karakter ini, dan namanya adalah Maya. Hai, Maya!). Maya yang sekarat memberi tahu Hendra bahwa dia melakukannya karena dia (masih menangis) masih mencintainya; sementara itu, kita bisa membayangkan leyak layar sedang mengetuk kakinya dengan tidak sabar dan menunggu izin direktur untuk melanjutkan menendang pantat. Kami bersimpati. Sama seperti tampaknya Hendra akan mendapatkan apa yang pantas ia terima - ahem - seperti halnya kejahatan akan segera menang, yang seharusnya muncul tetapi ... uhhhh ... seseorang yang belum pernah kita lihat atau dengar sebelum! Itu adalah Paman Hendra yang lain, lelaki bertubuh gempal dengan jilbab dan, um, handuk mandi, yang kung-fu spiritualnya membuat almarhum Paman terlihat seperti, oh, aku tidak tahu: efek khusus yang buruk, atau sesuatu. Leyak mengakui pendatang baru, bahkan jika kita tidak: "Iki Oka, yang terbesar dari semuanya!" dia menangis. Leyak menderita yang terburuk dalam pertempuran berikutnya, dan kembali ke kedok tua-cacat yang rusak. Menggeram bahwa dunia akan mendengar darinya lagi, dia mencoba menyelinap dengan vampir peliharaannya di belakangnya ... dan untuk sesaat sepertinya Oka akan membiarkannya melarikan diri. Tapi Oka benar-benar hanya menunggu waktunya, untuk alasan yang akan menjadi jelas nanti.
Ketika Oka mengejar ketinggalan dengan leyak, perkelahian bahkan lebih marah terjadi. Penyihir itu mengasumsikan beragam bentuk yang membingungkan, termasuk hantu bertopeng pengungkit dan - yang paling diingat - babi gemuk, telanjang, berkaki dua dengan payudara besar yang terjumbai. Sekali lagi kelihatannya Orang Baik telah bertemu lawannya, tetapi seperti hal-hal yang terlihat paling suram, matahari muncul seperti kucing yang penuh musim semi. Leyak meleleh dalam api kartun; Cathy jatuh pada Hendra dan meninggal secara permanen; dan film itu, tanpa banyak bicara, segera berakhir. Tidak ada epilog, tidak ada kredit, tidak ada kesimpulan akhir - hanya itu. Saya ingin menekankan bahwa struktur film yang aneh (mengabaikan satu atau dua kesalahan kontinuitas yang mudah dimaafkan) tidak berasal dari kurangnya bakat atau kurangnya pelatihan. Djalil dan krunya tampaknya tahu persis apa yang mereka lakukan. Mereka tampaknya membuat film yang jatuh di antara harapan penonton lokal dan ekspor. Benar, mereka memiliki karakter utama pria yang buruk, tetapi itulah norma untuk film seperti ini. Benar, mereka memiliki aktris yang kurang terkenal sebagai Cathy, tetapi ketika kami mengetahui bahwa dia benar-benar bukan aktris sama sekali, tetapi seorang turis Eropa yang dipilih para pembuat film secara acak, Anda benar-benar harus terkesan bahwa dia juga melakukannya. seperti yang dia lakukan. Dia memberikan penampilan yang mengagumkan dalam sebuah film yang sifatnya aneh akan membuat banyak profesional kawakan lengah. Mistikus di Bali hidup sampai hype: itu benar-benar tidak seperti film lain yang pecinta horor Barat mungkin telah melihat. Terlepas dari strukturnya yang sangat tidak teratur, kurangnya keseimbangan yang disengaja, kadang-kadang hambar mengerikan dan ketergantungannya pada mitos yang sama sekali asing bagi sebagian besar pemirsa Barat, film ini tidak pernah menyenangkan. Ada imajinasi yang jelas di tempat kerja yang menciptakan aksi dan urutan kejutan, dan terlepas dari narasi yang kacau dan efek khusus yang relatif kasar, teknik yang dipamerkan benar-benar sangat solid. para master memulai pertempuran di udara yang dramatis, sampai Cathy's mengambil "pembayaran" pertamanya darinya. Dia membuat beberapa gerakan mistis, dan kepala dan isi perut Cathy terpisah dari tubuhnya dan melayang ke malam. Dia telah menjadi,...Leak.
Beberapa film-film yang dibanned (mungkin sama LSF?)
• Pagar Kawat Berduri(1961)
Diganyang oleh PKI, diselamatkan Presiden Soekarno, namun tetap tak bisa diputar di bioskop.
• Tiada Jalan Lain (1972)
Karena produsernya, Robby Tjahjadi terlibat dalam kasus penyelundupan mobil mewah.
• Romusha (1972)
Dianggap dapat mengganggu hubungan dengan Jepang
• Inem Pelayan Seksi (1976) Diharuskan berganti judul dari judul semula Inem Babu Seksi.
• Wasdri (1977) Skenarionya dianggap bisa menyinggung pejabat Kejaksaan Agung, karena Wasdri, buruh angkut di Pasar Senen, Jakarta hanya diberi upah oleh seorang istri Jaksa hanya separuh dari yang biasanya ia terima.
• Yang Muda Yang Bercinta (1977) Dianggap mengakomodasi teori revolusi dan kontradiksi dari paham komunis.bonus nya : poppy dharsono bugil di film ini!. Film ini akhirnya beredar secara utuh loh di era film2 sex 90-an! yati octavia dan w.s rendra pemain disini.
• Bung Kecil (1978) Isinya tentang orang muda yang melawan feodalisme.
• Bandot Tua (1978) Dipangkas habis-habisan dan diganti judulnya menjadi Cinta Biru, karena kata “Bandot” dinilai bermakna negatif.
• Petualang Petualang (1978) Judulnya diharuskan diubah dari “Koruptor, Koruptor”. Film ini mengisahkan berbagai bentuk korupsi besar-besaran
• Buah Hati Mama (1983) Memuat dialog tentang kakek yang pintar menyanyi karena berteman dengan mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso. Bagian ini digunting habis. ini pelem ryan hidayat saat cilik...puput novel juga mejeng disini. sophan sophian dan widyawati pemeran ortu nya.
• Saidjah dan Adinda(1988) Judul berubah dari Max Havelaar dan menggambarkan Max Havelaar yang berhati mulia, sementara penguasa pribumi justru menghisap rakyat.oh ya, aktor amrik Rutger Hauer (pendukung batman begins) peran utamanya. • Ketika Musim Semi Tiba (1988) Karena keseksian meriam bellina jadi penari erotis di Roma, kena cekal, tapi akhirnya beredar setelah di potong sana sini...duh mbak mer...magma perfilman nasional
• Pembalasan Ratu Laut Selatan (1988) Karena eksploitasi seks dari yurike prastica, setelah di revisi berganti judul jadi "misteri pusaka laut selatan". lucunya beberapa taun setelah 'MPLS' beredar, versi "PRLS" edar secara utuh.
• Jurus Maut Tentunya sex nya vulgar.
• Kuda Kuda Binal Walaaah...ini pasti deh banyak adegan 'sekwilda' dan 'bupati' yang super berani pada masa nya hueheue ga sopan!
• Cinta Biru Kalo nih judulnya "cinta putih" yakin ga di cekal
• Kanan Kiri OK Diharuskan berganti judul dari "Kiri Kanan OK "karena kata 'Kiri' memberi kesan PKI. bisaan deh alasannya
• Tinggal Landas Sutradaranya, Sophan Sophiaan, diminta menambahkan kata Buat Kekasih, karena Indonesia saat itu sedang dalam proses tinggal landas.
• Nyoman dan Presiden (1989) Diminta agar judulnya diubah menjadi Nyoman dan Bapaknya, Nyoman dan Kita, Nyoman dan Bangsa, Nyoman dan Merah Putih, atau Nyoman dan Indonesia.
Anak Perawan di Sarang Penyamun, Hingga Pagar Kawat Berduri Oleh Alwi Shahab
Judul di atas adalah buku Sutan Takdir Alisjahbana diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1941. Sampai sekarang selama 67 tahun buku tersebut masih digemari. Entah sudah berapa belas kali cetak ulang oleh penerbit yang sama. Anak Perawan di Sarang Penyamun sebetulnya cuma cerita roman biasa. Tapi, masalahnya jadi lain ketika ia difilmkan. Apalagi diproduksi saat situasi politik tahun 1960-an memanas. Film yang disutradarai oleh Usmar Ismail (Perfini) kontan diboikot oleh golongan kiri dan akhirnya oleh Badan Sensor Film (BSF) ditarik dari peredaran. Alasannya Sutan Takdir Alisjahbana yang pernah menjadi rektor Universitas Nasional (Unas), ketika itu melarikan diri ke Malaysia karena menentang Bung Karno. Film itu sendiri dibintangi aktor ganteng Bambang Hermanto dan artis cantik Nurbani Yusuf.
Rupanya sejak dulu film tak dapat dipisahkan dari unsur politik dan juga ideologi. Seperti di tahun 1960-an, ketika kalangan ‘kiri’ sangat kuat, dunia film pernah mereka pecah-belah. Rupanya dendam lama masih berlangsung. Karena itu, sejumlah elemen masyarakat di kota Solo dan sekitarnya menolak pengambilan gambar film Lastri di wilayah eks Keresidenan Surakarta dengan melakukan demo. Mereka menilai dari sinopsisnya, film tersebut menggambarkan ajaran komunisme.
Film yang akan melibatkan artis Marcella Zalianty yang kini tengah berada dalam tahanan Polda Metro Jaya karena dituduh melakukan penganiayaan, rencananya akan disutradarai oleh Eros Djarot. Memang terjadi pro dan kontra terhadap film di mana Lastri ketika terjadi peristiwa G30S dituduh sebagai anggota Gerwani. Bahkan Erot bersikukuh akan meneruskan pembuatan film tersebut dengan memindahkan ke daerah lain.
Sutradara H Misbach Yusa Biran (75 tahun), yang pada tahun 1950-an dan 1960-an selalu menjadi incaran kecaman dan hujatan golongan ‘kiri’ terus terang menyatakan tidak setuju terhadap film ‘Lastri’. Mantan Kepala Sinematek Indonesia ini beralasan, film tersebut ceritakan orang-orang kiri pro-PKI yang menjadi korban ketika terjadi peristiwa G30S Oktober 1965. Film ini, kata dia juga akan menanamkan kebencian masyarakat terhadap ABRI. Bagaimana akibatnya kalau masyarakat membenci Angkatan Bersenjatanya?
Misbach di masa berkuasanya kelompok kiri beberapa karyanya dilarang terbit, menilai film Lastri secara politis sangat besar pengaruhnya bagi generasi muda. Mereka akan beranggapan bahwa PKI adalah pihak yang benar. Tuduhan bahwa PKI bersalah dalam peristiwa 1965 adalah bohong belaka. Dengan demikian, generasi muda akan bersimpati pada PKI yang mereka nilai prorakyat. Ujung-ujungnya adalah antiagama yang ikut aktif dalam pengganyangan PKI. Meskipun PKI sendiri sulit hidup lagi di Indonesia tapi isme dan ajarannya akan berpengaruh.
Dalam bukunya Kenang-kenangan Orang Bandel, Misbach menceritakan, ”Cara kalangan kiri melakukan serangan terhadap mereka yang dianggap lawan semakin gencar dan kasar. Main babat.” Film Pagar Kawat Berduri karya Asrul Sani dan Anak Perawan di Sarang Penyamun harus ditolak karena Sutan Takdir Alisjahbana. Terhadap film yang kedua memang ditolak oleh Badan Sensor. Tapi, terhadap film Pagar Kawat Berduri Bung Karno diminta menjadi ‘juri’. Bung Karno menonton dan berpendapat film Asrul Sani tidak ada masalah.
Lewat produksi Kedjora, Pagar Kawat Berduri (1961), Asrul mengangkat mengenai sejumlah pejuang yang ditawan Belanda dalam kampinan Koenen (diperankan Bernard Ijzerdraat/Suryabrata).
Salah seorang tawanan, Parman (Sukarno M Noor) justru berteman dengan Belanda kepala kamp itu, antara lain melayaninya main catur. Film ‘humanisme universal’ ini membuat Asrul terus dikecam pihak komunis, karena menampilkan penjajah Belanda yang baik hati. Pagar Kawat Berduri berdasarkan cerita karya Trisnojuwono, pengarang kenamaan kala itu mantan anggota RPKAD (Resimen Para Komando AD - kini Kopassus).
Pada 1960-an, kaum ‘kiri’ giat merayu siap saja agar masuk perangkap. Tapi, banyak yang tidak tergiur antara lain Sukarno M Noor, ayah si ‘Doel’ Rano Karno (kini wakil bupati Tangerang). Kala itu, BPS (Badan Pendukung Sukarno) yang kemudian dibubarkan oleh Bung Karno, menganut paham ini.
Ketika dunia film dipecah belah kalangan ‘kiri’, Sukarno M Noor bersama Usmar Ismail, Nisbach, Asrul Sani, bergabung dengan Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi), untuk menentang kegiatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) PKI.
Pada 1965, pengganyangan terhadap film-film Barat khususnya AS makin menjadi-jadi dengan terbentuknya Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat (PAPFIAS). Tidak tanggung-tanggung kalangan kiri ini kemudian membakar gedung pusat distribusi film Amerika yang sekarang ini letaknya di samping Bina Graha di ujung Jalan Veteran IV. Kala itu, gedung masih sederhana dan hanya satu tingkat. PAPFIAS kemudian bukan hanya melarang film-film AS, tapi juga film antek-anteknya, semua film negara Barat. Kala itu, film Italia dan Inggris juga digemari masyarakat.
Untuk membantu bioskop dari kekosongan penonton, masuklah film RR Cina, Rusia, Polandia, dan negeri-negeri komunis atau sosialis lainnya. Akibatnya bioskop-bioskop sebagian besar mati dan menjadi gudang. Karena masyarakat tidak senang menonton film-film dari negara komunis/sosialis yang isinya penuh propaganda.mr-republika
14 Juli 1984 Menjadi ketua dewan juri ffi 84 BIASA
santai, Dr. Umar Kayam, 52, suatu ketika bisa juga kaget. Yaitu ketika
ia tiba-tiba ditunjuk menjadi ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia
(FFI) 1984. "Soalnya, dalam sejarah FFI sudah beberapa kali saya
diusulkan menjadi juri, tapi nama saya selalu dicoret. Eh, sekali ini
malah menjadi ketua," kata bekas Dirjen RTF itu. Kesempatan menjurii
film-film nasional diakuinya memang menyenangkan. Tapi mungkin, katanya,
"Setelah menjadi juri nanti, selama 20 tahun saya tidak akan melihat
film nasional lagi." Mengapa begitu? "Ya. 'Kan capek setelah menonton
film-film yang difestivalkan, yang jumlahnya cukup banyak itu." Apalagi
kalau film-film itu kurang bermutu. Dengan kedudukannya sebagai ketua
Dewan Juri FFI 1984, Kayam sebenarnya punya masalah. Sebab, film
Pengkhianatan G30S/PKI, yang ia ikut main (sebagai Bung Karno), termasuk
salah satu film yang harus dinilai. Sedangkan ketentuan menyebutkan:
dewan juri tak boleh terlibat dalam pembuatan film yang dinilai. "Ya,
saya tidak akan menilainya. Saya hanya ingin menonton film itu, karena
saya belum pernah melihat boleh 'kan?" kata dosen Fakultas Sastra UGM
itu.
18 Agustus 1984 Mendapat piala citra ffi 1984 BERBEDA dengan FFI sebelumnya, kali ini si centil Meriam Bellina, 19, tak merasa perlu berhura-hura. Ia datang ke Yogya seakan-akan hanya mengambil Piala Citra saja. Datang Selasa sore dan Rabu malam muncul dengan kemenangan, Kamis pagi sudah meninggalkan Yogya. "Ya, maaf sajalah, saya mesti kembali," kata Meriam. Ke mana? Bukan ke tempat tinggalnya di Bandung atau Jakarta, tapi Kanada. Artis berwajah indo yang masih mgusan di layar perak mi memang sedang berada di Kanada ketika namanya diunggulkan. Entah diberitahu siapa atau begitu yakin akan kemenangannya, ia pulang ke tanah air dan langsung ke Yogya. Ribuan penggemarnya kecewa, karena ia tak ikut "memasyarakat" selama FFI kali ini. Mungkin Piala Citra itu diboyongnya langsung ke Kanada, tempat kakak-kakaknya berada. Permainannya dalam film Cinta di Balik Noda yang membawa keberuntungan itu dinilai banyak orang sebagai fotokopi Jennifer Beals dalam Flashdance. Meriam memang penyanyi dengan suara bagus. Tapi jawabnya tentang penilaian itu, "Apa pun yang dibilang orang, saya tak ambil pusing." Ia mau jalan terus rupanya.
18 Agustus 1984 Mendapat piala citra KALAU Meriam Bellina seperti yakin, ke Yogya hanya mengambil Cira, El Manik masih waswas. "Saya sudah bosan masuk nominasi. Saya ini nominator abadi," katanya dengan wajah tegang menunggu pengumuman. Ketika namanya benar-benar disebut, ia hampir saja berteriak dan tenggelam dalam pelukan artis lainnya. Tapi, "Piala Citra hanya kebanggaan, bukan kepuasan. Kepuasarl saya adalah bisa bermain film," kata aktor yang sudah meraih Citra untuk pemeran pembantu terbaik 1979 ini. Sebagai aktor laris belaka,ngan ini, El Manik mendapatkan piala dari film Budak Nafsu, sementara para pengamat film menilai, permainannya justru cemerlang dalam film Rahasia Buronan. Apa kata putra Binjai kelahiran Bahorok yang suka berseloroh ini? "Bagi saya film yang sedang saya buat adalah film yang terbaik. Syukurlah setiap main saya selalu dapat peran yang berbeda," kata Manik, anak seorang guru yang gagal jadi guru meski menggondol ijazah SPG di Binjai.
18 Agustus 1984 Pendatang baru SJUMANDJAJA tetap gentir. Sambil meletakkan piala yang baru diraihnya di kolong kursi pada penutupan FFI pekan lalu, sutradara Budak Nafsu itu mengatakan tak pernah menganggap Citra sebagai lambang puncak prestasi. Ia tak tahu berapa banyak Piala Citra sudah ada di rumahnya. "Kalau tidak lima, ya, enam," ujarnya pelan. Yang menggetirkan sutradara yang pernah berguru di Moskow ini adalah masih banyaknya ganjalan dalam pembuatan film. Ia menyebutkan satu contoh, film tentang Chairil Anwar sampai sekarang tetap tertunda. Yang bergembira dengan kemenangan Sjumandjaja, 51 tentu saja istrinya, Zoraya Perucha, 27. Sang istri memberi kecupan di pipi kiri Sjumandjaja. "Syukur alhamdulillah, kami berdua sama-sama dapat piala," komentar Perucha, yang sebelumnya mendapat piala khusus Suryo Sumanto, sebagai "aktris pendatang baru yang memberi harapan" lewat film Yang. Sebagai syukuran, malam itu Perucha menggaet suaminya nongkrong makan gudeg di Malioboro, sampai pagi
18 Agustus 1984 Menerima piala citra ffi 84 SJUMANDJAJA tetap gentir. Sambil meletakkan piala yang baru diraihnya di kolong kursi pada penutupan FFI pekan lalu, sutradara Budak Nafsu itu mengatakan tak pernah menganggap Citra sebagai lambang puncak prestasi. Ia tak tahu berapa banyak Piala Citra sudah ada di rumahnya. "Kalau tidak lima, ya, enam," ujarnya pelan. Yang menggetirkan sutradara yang pernah berguru di Moskow ini adalah masih banyaknya ganjalan dalam pembuatan film. Ia menyebutkan satu contoh, film tentang Chairil Anwar sampai sekarang tetap tertunda. Yang bergembira dengan kemenangan Sjumandjaja, 51 tentu saja istrinya, Zoraya Perucha, 27. Sang istri memberi kecupan di pipi kiri Sjumandjaja. "Syukur alhamdulillah, kami berdua sama-sama dapat piala," komentar Perucha, yang sebelumnya mendapat piala khusus Suryo Sumanto, sebagai "aktris pendatang baru yang memberi harapan" lewat film Yang. Sebagai syukuran, malam itu Perucha menggaet suaminya nongkrong makan gudeg di Malioboro, sampai pagi.
18 Agustus 1984 Terharu menonton film INI masih ada kaitan dengan FFI Yogya, tetapi mengenai cara pelukis Affandi memperlakukan undangan menonton film unggulan. "Saya baru menonton film Indonesia kalau lebih dulu ada jaminan filmnya bagus," katanya. Walau juri sudah mengunggulkan film Sunan Kalijaga, Affahdi ternyata menyerahkan undangan menonton film itu kepada anaknya. "Anak saya bercerita, film itu bagus, maka saya kepingin melihatnya." Celakanya, film itu sudah dibawa keluar Yogya untuk diputar di Solo. Apa boleh buat, kalau Affandi lagi ngebet, ia perintahkan sopirnya ke Solo. Baru separuh film tu diputar, persis ketika adegan Ario Tejo menghukum anaknya, Raden Said, karena mencuri, pelukis besar ini dipapih keluar gedung. "Saya sangat terharu," katanya. "Daripada saya harus menyediakan ember untuk menampung air mata, lebih baik saya keluar." Affadi memuji film Sunan Kaiijag,a. "Ini film baik untuk mendiik perasaan," katanya. SayanAffandi tidak terpilih jadi juri FFI 1984 sehingga tak muncul film terbaik.
18 Agustus 1984 Dicolek pemuda JANGAN dikira penyanyi, dangdut hanya bisa menyindir atau memberi petuak. Sekali-sekali bisa juga marah-marah. Itu misalnya terjadi pada Itje Tresnawati, 22. Ketika pawai artis FFI pekan lalu di Yogya, dagu penyanyi beranak satu ini dicolek-colek seorang pemuda. Si biduanita memaki-maki, lalu melapor kepada suaminya. "Kurang ajar, berani mengganggu istri orang, ya. ' bentak sang suami, yang tak lain adalah Eddy Sud, ke arah pemuda itu. Syukur persoalan tak berbuntut. "Mungkin pemuda itu ingin dekat dengan kesayangannya saja," kata Itje. Dan pemuda itu tak tahu rupanya orang yang sudah menyayangi Itje, suaminya, bisa lebih marah kalau didekati, apalagi dicolek-colek.
18 Agustus 1984 Kecopetan PENCOPET Yogya rupanya tahu kalau juri FFI menerima honor cukup besar. Ketika tengah malam Ny. Tatiek Malyati, salah seorang juri, menuju bis untuk pulang ke hotel seusai penutupan pekan lalu, uang sejumlah Rp 290.000 digasak tangan jahil dari dalam tasnya. "Uang itu tak sedikit, tiga bulan gaji saya mengajar di IKJ," kata istri sutradara teater dan film Wahyu Sihombing ini. Dibandingkan honor juri, FFI yang konon Rp 1,2 juta menang tak berarti. Uang itu menjadi berarti, karena itulah bekal Ny. Tatik selama di Yogya Esoknya, pengasuh Bina Drama di TVRI dan dosen IKJ ini praktis tidak sarapan pagi. "Saya sudah berusaha pinjam uang, tahu-tahu panitia baik hati memberi uang Rp 50 ribu," katanya. Ada orang yang membisiki, mungkin kualat karena selama berada di Yogya ia terlalu sibuk rapat juri sehingga lupa nyekar di makam orangtuanya di sana. Akhirnya, putri Yogya ini tidak ikut menghadiri jamuan makan siang yang diselenggarakan Wali Kota Yogya hari Kamis. "Saya mau nyekar saja," katanya tanpa menyebut tempat makam orangtuanya.
18 Agustus 1984 Mendapat piala citra MUTU film kita merosot. Buktinya, menurut Aktor Bambang Hermanto "Saya bermain jelek, tapi kok dapat Citra." Karena itu, ia mengambil piala itu dengan sikap dingin saja. "Ah, tak ada kejutan apa-apa. Penghargaan tertinggi untuk film Indonesia ini bukanlah ukuran terbaik ujarnya setelah turun dari pangung FFI, pekan lalu. Aktor terbaik tahun 1952 lewat film Lewat Jam Malam itu pernah dapat penghargaan internasional lewat film Pejuang (1962). "Kalau ingin yang terbaik, buktikan di festival internasioral, dong," tantang Bambang mengenai penghargaan dan piala-piala itu. Tentang Citra yang ia terima sebagai pembantu terbaik dalam film Ponirah Terpidana ini, aktor yang sudah membintangi 30-an film itu berkomentar, "Pemeran utama terbaik belum tentu bisa menjadi pemeran pembantu terbaik." Dengan kata lain, Bambang tak merasa direndahkan martabatnya dengan embel-embel "pembantu" itu meskipun, "Saya bermain jelek."
Gunting bsf kok majal
DALAM acara dengar pendapat Ko misi I dengan Menteri Penerangan Harmoko Kamis pekan lalu, sejumlah wakil rakyat yang terhormat secara keras mempertanyakan lolosnya film Pembalasan Ratu Laut Selatan -- PRLS. Kabarnya, film Ketika Musim Semi Tiba (KMST) -- dibintangi Meriam Bellina dan dijegal dari peredaran Juli 1987 lantaran dianggap terlalu porno masih kalah berani dibanding PRLS dalam mempertontonkan tubuh manusia. PRLS tak semata menawarkan kecabulan, tetapi juga sadisme yang meramu muntahan pelor plus darah-darah nyinyir yang berhamburan. Lebih dari itu, PRLS juga membawa pada kepercayaan nan jauh surut ke masa lalu, yakni dinamisme.
Bahwa kekuatan utama bukan terletak di tangan Tuhan, tetapi pada keagungan sebilah keris yang keluar dari alat kelamin Ratu Pantai Selatan. Ram Soraya, Direktur PT Soraya Intercine Films, mengatakan bahwa PRLS menelan dana lebih dari Rp 1 milyar. Dari jumlah itu, 70%-nya berasal dari pihak luar negeri. Karena film itu merupakan hasil kerja sama dan juga dipasarkan di luar negeri, maka ide-idenya juga datang dari pihak luar, agar cocok dengan konsumen di luar negeri. "Saya tak mendengar ada orang mengatakan film itu porno," kata Ram Soraya kepada TEMPO lewat telepon. Yang jelas, kata Ram, dia sebagai produser telah melewati jalur hukum yang benar. "Saya sebagai produser telah menempuh prosedur secara benar," kata Ram, selebihnya orang bisa saja mempunyai penilaian macam-macam. Menteri Harmoko berjanji akan meneliti PRLS. Ia yakin, BSF tak bakalan meloloskan film-film porno. "Kalau berbugil-bugilan, sebaiknya di kamar saja, bukannya dipertontonkan khalayak umum," tutur Harmoko. Departemen Penerangan, kata Harmoko, berkepentingan meneliti PRLS. Jangan sampai terulang kasus yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu. Sebuah film yang sudah disensor BSF, guntingannya disambung lagi dan kemudian dipertontonkan di gedung bioskop. "Kalau memang menjurus ke pornografi, PRLS akan ditarik dari peredaran," kata Harmoko kepada TEMPO.
Apalagi kalau di balik lolosnya PRLS ada "apa-apanya". Direktur BSF Thomas Sugito, yang dicegat TEMPO di DPR, berkesan enggan membicarakan PRLS. Yang jelas, menurut Thomas, PRLS sudah terkena gunting sensor. Mungkinkah guntingan itu disambung lagi? "Wah, saya nggak tahu. Tapi potongan film PRLS itu disimpan di BSF," ujar Thomas. Sementara itu, tokoh-tokoh agama pun cukup resah dengan film model PRLS. "Ibarat menyiram api dengan bensin," tutur K.H. Hasan Basri, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Hasan Basri menyarankan agar BSF tak perlu sungkan menggunting. Jangan hanya menguntungkan kaum yang condong melihat film semata barang dagangan. "Kata Pak Harmoko, film bukan sekadar tontonan, tetapi juga tuntunan," ujar Hasan Basri lebih lanjut. Pada akhirnya, "Orang lebih suka nonton film ketimbang ikut pengajian," ujar Lukman Harun, tokoh Muhammadiyah, pada kesempatan lain.
Bahwa sekarang Badan Sensor Film (BSF) banyak meloloskan film yang mempertontonkan bagian-bagian tubuh, bagi Raam Punjabi, bos Parkit Film, hal itu masih belum memenuhi keinginan produser. "Kalau dibandingkan dengan dunia internasional, itu masih terlalu minim," ujarnya. "Coba lihat, apakah dalam satu film ada adegan bercinta yang lebih dari lima menit? Kan tidak ada," katanya serius. Raam menginginkan lebih jauh dari itu. Apakah itu, Ram? "Kelonggaran bebas," katanya tegas. "Untuk mencapai kelonggaran bebas, mental masyarakat harus kita siapkan. Itu tak mungkin tercapai dalam waktu yang singkat. Tapi kalau tidak mulai sekarang, kapan lagi." Gope T. Samtani, bos Rapi Films, berkata lain kepada TEMPO. "Film-film seks dan kekerasan belum tentu laku dipasarkan," ujarnya. Satu contoh, Birahi Dalam Kehidupan produksi Rapi pada 1986. Kata Gope, film yang blak-blakan bertemakan seks ini malah merugi -- sayang, tanpa didukung angka. Tapi bukan berarti unsur seks dan kekerasan bisa digolongkan tidak penting. "Untuk daya tarik, seks menjadi penting sebagai bumbu," ujarnya. Oleh karena itu, kendati secuil -- kira-kira 10% -- kata Gope, unsur seks perlu juga. "Porsi seks sekecil itu paling tidak untuk iklan masih bisa diterima," ujarnya. Dalam FFI 1984, sebagian besar film peserta FFI cenderung menampilkan pornografi dan sadisme. Maka, tak ada film terbaik. Dewan juri pun lantas dikritik habis-habisan. "Seminggu kemudian," kata Ki Suratman, Ketua Majelis Luhur Taman Siswa Yogyakarta yang menjadi Ketua Dewan Juri FFI 1984 itu, kepada Slamet Subagyo dari TEMPO, "Presiden Soeharto mengeluarkan komitmen yang menyatakan perang terhadap pornografi dan sadisme." Komitmen itu, menurut Ki Suratman, harusnya tetap berlaku sampai sekarang. Namun, kenyataan justru mengherankan, film porno dan sadisme yang kian berlebihan. "Selama ini BSF itu kerjanya apa, sih?" kata bekas juri FFI itu. Budiono Darsono, Tri Budianto Soekarno, Sri Pudyastuti, Moebanoe Moera