Tampilkan postingan dengan label WAHYU SIHOMBING 1959-1996. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WAHYU SIHOMBING 1959-1996. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Februari 2011

ISTANA KECANTIKAN / 1988

ISTANA KECANTIKAN

 
Nico (Mathias Muchus) mempunyai kelainan seksual yaitu ia adalah seorang homoseks. Hal ini menjadi masalah ketika ia didesak kawin oleh orangtuanya. Kakaknya, Tuti (Joice Erna), menganjurkan Nico untuk menikah saja agar orangtuanya bisa cepat mempunyai cucu. Maka kepura-puraan harus dimainkan Nico yang menikah dengan Siska (Nurul Arifin). Sebelumnya, Sumitro (August Melasz), teman sekerja Nico, sempat berzinah dengan Siska hingga hamil. Sumitro-lah yang meminta Nico mengawini Siska. Sifat homo-nya diketahui Siska saat Nico berkencan dengan Toni, pegawai salon Istana Kecantikan. Maka Nico membiarkan Siska pacaran lagi dengan Sumitro. Akan tetapi giliran Nico yang meledak ketika Ia memergoki Toni serong dengan Siska. Nico hendak membunuh Siska, tapi Toni yang jadi korban sehingga Nico harus mendekam di penjara.

P.T. TOBALI INDAH FILM

MATHIAS MUCHUS
NURUL ARIFIN
ROBBY SUTARA
JOICE ERNA
TONNY HIDAYAT
SOENDJOTO ADIBROTO
AUGUST MELASZ
KOMALASARI
ANITA S
RININTASARI
YAYUK SRI RAHAYU
UDIN LABU

 

GARA-GARA ISTRI MUDA / 1977

GARA-GARA ISTRI MUDA


Izin Produksi berjudul Pembunuh di Tengah Kita

Rachmat adalah seorang mahasiswa mengikuti jejak ayahnya bernama Hidayat yang dianggapnya sebagai simbol segala kebaikan dan kejujuran. Melati, sebagai teman Rachmat saling jatuh cinta dan berjanji untuk sehidup-semati. Pada suatu hari, Rachmat mengetahui bahwa ayah yang dikaguminya, dipercayainya telah berselingkuh karena memiliki istri muda. Oleh karena itu kepercayaan Rachmat terhadap ayahnya hilang dan iapun kehilangan pegangan hidupnya. Karena kekecewaannya itu, iapun terjerumus ke dunia narkoba yang merusak dan mengakhiri hidupnya.

 P.T. KAMASUTRA FILM

CHITRA DEWI
EL MANIK
MARULI SITOMPUL
YATIE OCTAVIA
PARTO TEGAL
SYAMSUDIN SYAFEI


MUTIARA DALAM LUMPUR / 1972

MUTIARA DALAM LUMPUR


Film kedua Wahyu Sihombing ini tentulah lebih baik dari yang pertama, yaitu Matinya seorang Bidadari. Skenarionya ditulis Asrul Sani jauh lebih mudah diikuti dan menyenangkan untuk di tonton. Pendapat ini sekaligus untuk menyatakan bahwa skenario Bidadari yang gagal. Menyadari hal itulah rupanya maka Sihombing memutuskan untuk tidak menulisnya, hanya menyutradarai saja.


Persolah tidak selesai karena skenarionya ditulis oleh Asrul Sani. Kisah cinta dua anak manusia ini sebenarnya berkehendak menjadi sebuah dongeng yang indah pada mulanya, sedemikian rupa sehingga orang tidak merasa perlu mepersoalkan asal-usul Khalid yang tiba-tiba muncul dari sebuah perahu yang menghilir di sungai. Fantasi sangat mendukung sebuah cerita tentang kurangnya menyertai Asrul ketika menulis skenarionya. Selain agak skematis, nuansa-nuansa hilang oleh kurangnya fantasi itu pun membawa akibat yang berbau hitam putih antara tokoh jahat dan tokoh baik. Kontras hitam putih ini bisa saja penafsiran sutradara, tetapi jika sepanjang kisah tokoh Asikin selalu diperlihatkan marah dan kasar, tentu tidak ada pilihan lain dari sutradara. Satu-satunya yang terlihat jelas penafsiran sutradara adalah pada adegan makan dengan gaya slapstick. Bagian ini secara tersendiri mengasyikan lucu dan kocak. Digambarkan disitu keluarga terkemuka di kampung harus makan dengan orang Belanda dengan cara Belanda pula. Menyusun sendok saja tidak bisa, apalagi makan pakai sendok. Maka paha ayampun terloncat dari mulut dan gambar stop motion tepat pada saat itu. Penonton tertawa.
 P.T. DIPA JAYA FILM

SOFIA WD
W.D. MOCHTAR
SOPHAN SOPHIAAN
RACHMAN ARGE
SENTOT S
AMINAH CENDRAKASIH
TOTTY NASUTION
MOH MOCHTAR
FAROUK AFERO
RAMIZ PARENRENGI
MASNI HAMID
IVONNE IRANI

 
 
Tetapi secara keseluruhan tidak ada pendekatan sutradara dengan cerita ini. Maka jadilah film ini melodrama yang ditempeli komedi.

Tetapi bagi penonton biasa yang tidak kritis, atau penonton sahabat dekat Asrul dan Sihombing, atau mereka yang tahu 2 tokoh ini, maka film ini mendapat pujian. Lepas dari soal-soal kritikan yang kritis bagi penonton yang jeli. Seperti banyaknya yang membicarakan adegan tiba-tiba datang Khalid pada saat jatuh melaratnya Asikin; mati mendadak kedua orang tua Asikin tanpa sebab jyang jelas, dan sebagainya.
 


Cerita ini ditulis Asrul ingin membuktikan betapa cinta diantara dua mahluk Tuhan itu bisa mengatasi rintangan waktu dan hambatan-hambatan firmalitas. Fatimah (Totty Nasution) yang mencintai Khalid terus berada dengan setia di sisinya. Perempuan yang malang itu akhirnya mati terbenam karena mengejar bayangan kekasih yang mati juga diujung pelurui pembantu suaminya. Dan kisah cinta itu tidak sampai di layar lebar.

Tetapi penonton cukup bersedih sambil menonton, ini yang banyak dapat pujian. Sutradara yang matang di panggung ini juga membuktikan kesanggupannya menciptakan pemain dan memperbaiki permainan pemain yang sudah ada. Totty Nasution memulai debutnya dalam film ini, Shopan Sophian dalam film ini bermain jauh lebih baik dari film-filmnya yang lain..

IMPIAN BUKIT HARAPAN / 1964



Amran (Zaenal Abidin) berusaha mendobrak cara-cara kuno yang masih berakar di perkebunan tempatnya bekerja. Usaha tersebut mendapat dukungan, terutama dari para pekerja, tapi juga ada penentang, yang dipimpin Kadirman (Jeffry Sani). Kadirman bekerja sama dengan mandor Karta (MS Derita), yang takut kedudukannya tergeser. Karta juga menjodohkan anaknya, Padmi (Nizmah Z) dengan Kadirman, padahal Padmi mencintai Amran. Di tengah pergolakan ini datang Anna (Shinta Widjaja), anak Susilo (Abdul Hadi), sang kepala perkebunan. Meski sempat dicemburui Padmi, hubungan Anna yang mahasiswa dan Amran ini berhasil mengambil alih perkebunan dari Belanda dan Kadirman dan kawan-kawan ditumbangkan.
VIRGO FILM

MIEKE WIDJAYA
ZAINAL ABIDIN
NIZMAH ZAGHLULSYAH
JEFFRY SANI
A. HADI
M.S. DERITA

BALLADA KOTA BESAR / 1963








Dr. Samsu mengalami musibah dengan gagalnya mengoperasi anaknya sendiri. Kematian anaknya menyebabkan hubungan sang dokter dengan istrinya, Farida menjadi renggang. Kemudian dr. Samsu mendapat kepercayaan dari Rohana seorang janda pejuang, dengan menitipkan anaknya. Wanita penderita kanker itu menyerahkan anaknya sebelum ajalnya tiba. Anak titipan tadi membuat hubungan dr. Samsu dengan istrinya mesra kembali.

MATINJA SEORANG BIDADARI / 1971

MATINJA SEORANG BIDADARI

 
Sutradara Wahyu Sihombing sepertinya ingin membantah jalan fikiran yang menganggap jelek film-film yang bertema soal-soal hostes dan klap malam yang sedang ramai dalam film-film Nasional muktahir. Skenario ditulisnya sendiri mencoba mengisahkan tragedi seorang duda kaya dengan sorang gadis kampung yang terlempar ke kota. Ratman (Farouk Afero) pemilik klab malam yang selalu gagal dalam setiap perkawinannya dan karena itulah hubungannya dengan wanita senantiasa bersifat sementara. Kesenangan semacam itu mendapatkan kesempatan baik melalui kedudukannya sebagai pemilik klab malam.

 
Si gadis desa (Poppy Darsono) meninggalakan sekolah dasar yang diasuhnya, karena bosan pada kemiskinan dan termakan oleh rayuan Ratman yang menjanjikan pekerjaan. Dan terjadi sesuatu hal antara Santi dan Ratman. Itu memang betul, memang cuma bedanya dengan banyak wanita yang sebelumnya ditiduri sang Duda, bekas guru sekolah ini cukup pintar sehingga Ratman terpaksa memberi sebuah rumah mewah. Tetapi serentak dengan penolakan Ratman terhadap permintaan Santi untuk nikah, kekecewaan pun melanda sang Hostes dan perhatian lain dengan cepat pindah ke tokoh yang lain. Disini masuknya Franky (Rudy Hartono) seorang pemuda yang mendapatkan cinta Santi serta juga menaruh hati pada sang Hostes. Konflik mencapai puncaknya pada saat hubungan mesra itu diketahui Ratman. Penyesalan cerita berakhir pada kehancuran Santi ditinggal keluar negeri oleh Franky dikirim belajar oleh ayahnya yang menolak perkawinan mereka dan terusir oleh Ratman yang tidak lagi bisa bekerja sama dengan sang Hostes.
 
 


 

Rudy Hartono yang tengah berada di puncak penampilan sebagai atlet bulu tangkis pun disambar produser dari Sumaco film untuk bermain dalam film Matinya Seorang Bidadari. Dalam film arahan sutradara Wahyu Sihombing itu, Rudy yang berperan sebagai tokoh Franky dipasangkan dengan Poppy Dharsono.

Sayangnya bantahan Wahyu Sihombing akan film Hostes dan klub malam tidak diimbangi oleh cerita yang menarik. Efek yang dicapai tidak sebanyak yang semestinya. Kalau saja cerita bermula menjelang bertemunya Santi dengan Franky (Bagian yang sebelumnya diungkapkan dengan Flashback), barangkali komposisi lebih seimbang. Dengan cara demikian, jalan cerita menjelma menjadi suatu media bagi tragedi tiga tokoh dari tiga lingkungan. Ratman dengan kegagalanya sebagai suami, Santi dengan kekecewaannya dengan kehidupan kota yang keras, dan Franky dengan cinta sucinya yang berhadapan dengan keras. Dalam skenario ini Franky tidak terlalu berarti bagi jalan cerita, sebab konflik antara Santi dan Ratman sudah bermula sesungguhnya ketika sang duda menolak ajakan menikah bekas guru sekolah yang telah ditidurinya.

Ada yang ganjil dalam cerita ini, seorang guru yang bosan dengan kemiskinan lalu kerja di klub malam adalah sesuatu hal yang membuat guru tidak lagi sebagai pendidik.

akhir ceritanya pun sempat menjadikan perdebatan. Penonton yang terikat dengan judul pasti terganggu dengan akhir Ratman dalam keadaan kacau setelah memutuskan untuk mengusir Santi. Sehingga saling pengertian yang bertimpa antara Tragedi sang Bidadari ke arah tokoh duda yang gagal.

Film ini kepanjangan sehingga harus dipendekan. Bukan karena ceritanya, tetapi ketetapan bioskop akan durasi filmlah penyebabnya. Karena adanya pemendekan maka banyak adegan yang dihilangkan sehingga terhilang pula informasi dalam cerita, walhasil penonton akan sulit menikmati alur ceritanya. Juru kamera juga kurang teliti, selain kabur, banyak kamera yang bergetar saat melakukan tracking shot dengan dolly. Musik Idris Sardi nyatanya tidak juga tinggi dari pada juru Kamera, sehingga di sana-sini tertemukan tembelan musik yang diambil dari piringan hitam. Dari segi permainan pun tidak ada yang cukup mengasyikan.

Tetapi diakui bahwa Sihombing tidak gagal menampilkan pemain baru macam Poppy Dharsono dan Rudy Hartono. Cuma Farouk Afero. Ternyata dengan sutradara yang baik sepertri Sihombing pun, Farouk tidak banyak bisa diselamatkan dari kebiasaan rutinnya.

TJITA-TJITA AJAH / 1959

 
 
Memenuhi cita-cita ayahnya, Firman (Mansjur Sjah) yang ditinggali rumah gubuk dan tanah, berusaha keras agar adiknya Agus (Sukarno M. Noor), menamatkan kuliahnya. Ia sendiri berjualan buah-buahan. Kisahnya kemudian adalah Agus yang jatuh cinta pada Isma (Chitra Dewi), anak janda penjahit Bu Slamet (Sofia Waldy), yang cukup berada. Apalagi dia masih bersaudara dengan keluarga Bu Dirham (Sulastri), janda kaya yang ingin anaknya, John (Bambang Irawan), yang sudah jadi direktur, kawin dengan Isma. Begitu juga keinginan Bu Slamet. Persaingan antara kaya-miskin ini yang menjadi tiang cerita. John sering mengolok-olok Agus. Isma yang sudah jatuh hati pada Agus, semakin tak suka pada John yang hanya dianggapnya sebagai kakak. Setelah Bu Slamet mengalah, maka semua pihak menerima Agus, bahkan John bersedia menanggung biaya perkawinan. 

PERFINI

SUKARNO M. NOOR
BAMBANG IRAWAN
CHITRA DEWI
NURBANI JUSUF
MARIA ROBOT
MANSJUR SJAH
SOFIA WD
ISKANDAR SUCARNO
CASSIM ABBAS
MULJADI
PUTY ARDIANA
ELLYA KHADAM

LAST TANGO IN JAKARTA / 1973

 
 
Pat Kelly dan Mandy Cook adalah pemain dari Inggris. Pat dan Mickey adalah dua wisatawan asing yang kehabisan uang saku. Mereka memutuskan menginap di sebuah hotel mewah, dengan niat mencari korban yang bisa ditipu. Pasangan ini bertemu dengan pasangan dari Indonesia, Charli dan Anna yang menginap di hotel yang sama untuk niat yang sama juga. Dalam kehidupan ini menampilkan sindiran dan humor tentang kesulitan hidup di kota besar, kebahagiaan yang identik dengan uang. Manajer hotel yang semula mengira kedatangan tamu istimewa menjadi uring-uringan karena ketahuan mereka semua adalah penipu.

P.T. CROWN EASTERN MOTION PICTURE

PAT KELLY (2)
MANDY COOK
DICKY ZULKARNAEN
RAHAYU EFFENDI
SARI NARULITA
MENZANO
KRIS BIANTORO
MASITO SITORUS
DHALIA
TREESYE SUTA
ATMONADI
A. KHALIK NOOR NASUTION