Kisah para bekas pejuang kemerdekaan setelah revolusi fisik. Ada yang jadi polisi, ada yang kecewa oleh penerimaan masyarakat, ada yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan baru, tapi ada pula yang melenceng dari cita-cita mulia, bekerjasama dengan pejabat untuk mengeruk keuntungan secara melanggar hukum. Yang kecewa adalah Karim (Sukarno M. Noor). Ia diperalat Surya (Rd Ismail). Untung ada Harun (Zainal Abidin) yang membuka kedok bekas teman seperjuangannya itu. Karim bisa bebas, sementara Surya mati tertembak polisi "sesudah subuh".
TJAHAJA FILM CORP. |
RD ISMAIL LIES INDRIANI SALEH SUKARNO M. NOOR TUTY S ZAINAL ABIDIN SOFIA WD D. HARRIS SORAYA RUSANTI M.S. DERITA TERRY SHIM |
NEWS
Pada waktu ini Pram sedang didalam kesibukan mewudjudkan buku roman sedjarah didalam bentuk trilogi, jaitu didalam 3 djilid. Buat sementara untuk gubahannja paling baru itu dipilihnja kepala mengandung peristiwa-peristiwa bersedjarah ditiga djaman di Indonesia. Mengenai gubahannja paling baru itu, ia terangkan bahwa jang djilid ke-I baru sudah 75%, djilid ke-II 25%, tetapi ketiganja diharapkan akan dapat selesai selekasnja,” keterangan di tulisan berjudul “Pramudya Ananta Toer”, terdapat di halaman 3. Pram menulis novel 3 jilid? Apakah judul novel?
Di depan, perempuan berbibir merah. Eh, di halaman 3, ada foto Pram dalam tampilan necis. Ia tampak masih muda dan ganteng. Di tulisan, Pram sudah dikabarkan beristri dengan kemenakan Husni Thamrin. Perempuan “ketjil mungil itu adalah tulen Djakarta.” Pram dan istri hidup bersama 7 anak “di sebuah rumah tanpa aliran listrik disalahsatu gang Simpat didaerah Rawamangun, Djakarta.” Rumah tanpa listrik digunakan menulis buku-buku ampuh. Nah, dirimu? Setiap hari berlistrik malah picik. Listrik cuma untuk ngecopke gawai. Kapan mau menulis? Listrik itu berurusan dengan gairah menulis. Orang malas menulis mungkin kesetrum dan terkena wabah pekok.
Dulu, Pram pernah menulis cerita mengenai subuh. Apakah dirimu menggandrungi subuh? Wah, dirimu tampak cemberut, berarti benci subuh. Kamu terbiasa melewati subuh dengan mata terpejam dan bermimpi sedang bercumbu dengan kambing di bawah pohon waru. Romantis! Pada masa 1950-an, ada produksi film berjudul Sesudah Subuh. Film itu memiliki lagu, bukan film bisu. Lagu pun berjudul sama, Sesudah Subuh. Di Varia, orang membaca tampilan lagu Sesudah Subuh, lagu oleh A Chalik dan lirik oleh Djoko Lelono. Kita membaca saksama: Dengar kawan segera,/ lihatlah tjahaja matari/ Diri djangan terlena,/ tugas menanti/ Ajo handai taulan,/ tunaikan baktmu/ Ajo handai taulan tunaikan bakti… Oh, lagu seperti milik bocah SD. Lagu kurang romantis, tak jua religius.
Lagu bisa dilantunkan orang sudah bangung tidur, bukan orang masih tidur. Kamu tetap tidur meski subuh sudah berlalu? Barangkali kamu sedang masuk angin, setelah kemarin berpacaran dalam hujan, pacaran cap basah. Nah, lihatlah iklan di halaman 32: Balsem Bintang Toedjoe. Dulu, para leluhur kita biasa menggunakan balsem itu untuk kerokan. Kamu pernah dikeroki di geger atau di pipi? Pesan lanjutan: “Pakailah Balsem Bintang Toedjoe bila perlu boleh diminum. Dapat dibeli ditiap-tiap toko.” Begitu.