Raden Ahmad Kosasih (Bogor, Jawa Barat, 1919) adalah seorang penulis dan penggambar komik termasyhur dari Indonesia. Generasi komik masa kini menganggapnya sebagai Bapak Komik Indonesia
Karya-karyanya terutama berhubungan dengan kesusastraan Hindu (Ramayana dan Mahabharata) dan sastra tradisional Indonesia, terutama dari sastra Jawa dan Sunda. Selain itu beliau juga menggambar beberapa komik silat yang memiliki pengaruh Tionghoa, namun tidak terlalu banyak. Kosasih mulai menggambar pada tahun 1953 lalu ia mulai berhenti dan pensiun pada tahun 1993. Kosasih terutama menggambar sketsa-sketsa hitam-putih tanpa memakai warna. Kosasih memulai kariernya pada penerbit Melodi di Bandung. Namun karya-karyanya yang terkenal diterbitkan oleh Maranatha. Akhir-akhir ini pada dasawarsa tahun 1990-an karya-karyanya diterbitkan ulang oleh Elex Media Komputindo dan penerbit Paramita di Surabaya. Karya: Sri Asih (1950)bisa dianggap sebagai superhero Indonesia yang pertama. Siti Gahara Ramayana Mahabharata
Menurut Marcel Bonneff dalam Komik Indonesia, komik Sri Asih dapat dijadikan patokan bagi awal pertumbuhan komik Indonesia. “Adapun komikusnya, Kosasih, dianggap –dan memang sepatutnya– sebagai bapak komik Indonesia. Komikus muda sangat menghormatinya,” tulis Bonneff.
RA Kosasih lahir di Desa Bondongan, Bogor, pada 1919, sebagai bungsu dari tujuh bersaudara. Dia kepincut pada seni menggambar ketika sekolah di Hollandsch Inlands School (HIS) Pasundan, melihat ilustrasi buku-buku pelajaran bahasa Belanda yang bagus-bagus. Sehingga buku catatannya cepat habis karena dia gambari. Setamat HIS, dia memilih tak meneruskan sekolah, padahal dengan sekolah dia berpeluang menjadi pamong praja. Pada 1939, Kosasih melamar pekerjaan sebagai juru gambar di Kebun Raya Bogor.
Para pendidik, tulis Bonneff, menentang komik yang berasal dari Barat, bahkan produk imitasinya, Sri Asih. Mereka juga mengkritik komik, bukan dari segi bentuknya yang dianggap tidak mendidik, melainkan juga dari segi gagasannya yang berbahaya. Beberapa penerbit seperti Melodi di Bandung dan Keng Po di Jakarta mengubah haluan, dan memproduksi komik yang menggali kebudayaan nasional. Penerbit Melodi mengarahkan Kosasih untuk membuat komik wayang.
“Kosasih yang orang Sunda,” tulis Bonneff, “hanya mempunyai pengalaman sebagai penonton (wayang). Maka dia meneliti dokumen, meminta bantuan dalang, untuk mencipta komik epos besar yang berasal dari India, Mahabharata dan Ramayana.” Masyarakat menyambut hangat kehadiran komik wayang. Sehingga, para pendidik yang masih menentang komik tidak punya alasan untuk mengkritik.
Sukses komik wayang demikian besar sehingga Kosasih, dari 1955 sampai 1960, tidak pernah berhenti membuat puluhan jilid komik untuk memuaskan pembacanya. Kosasih memerlukan waktu dua tahun untuk menggambar 26 jilid Mahabharata. Dia menyelesaikan satu jilid setebal 42 halaman setiap bulannya, kemudian lakon Bharatayudha, Pendawa Seda, Parikesit, dan Udayana, masing-masing 4 jilid.
Ketika popularitas komik wayang menurun, Kosasih beralih membuat komik legenda seperti Lutung Kasarung, Sangkuriang, dan dongeng untuk anak-anak. Pada 1967-1968, penerbit Melodi sementara berhenti menerbitkan komik. Kosasih pun menerbitkan komik silat di penerbit Lokadjaja, Jakarta.
Penerbit Melodi kembali ingin menerbitkan komik wayang. Kosasih diminta bantuannya karena dia satu-satunya komikus yang paling mampu mentransformasikan mitologi itu ke komik. “Penerbit dengan tidak ragu-ragu membayarnya Rp80.000 untuk dua jilid Bomantara (masing-masing 80 halaman), komiknya yang terbaru,” tulis Bonneff. “Komik Kosasih dianggap sebagai karya klasik yang dicetak ulang berkali-kali.”
Bapak komik Indonesia menghadap Sang Khalik pada dinihari, 24 Juli 2012, di usia 93 tahun.
Menurut Iwan, Sri Asih digambarkan sebagai seorang pahlawan berkemben. Ini bisa dianggap sebagai adaptasi komik pahlawan super Amerika ke dalam corak Indonesia.
Ceritanya, ada tokoh bernama Nani, seorang gadis lugu yang apabila dia mengucapkan kata sakti "Dewi Asih" maka ia akan berubah menjadi pahlawan super wanita yang bisa terbang, kebal, berkekuatan super, bisa menggandakan diri, dan memperbesar tubuhnya. Kisah-kisah Sri Asih tidak hanya berlokasi di Indonesia tapi juga sampai ke Singapura dan Macao.
Sosok Gahara adalah plesetan dari Sahara, ratu Kerajaan Turkana yang berpakaian Timur Tengah. Kostumnya, dengan perut terbuka, lengan baju sebatas siku, dan bercelana panjang. Keheroan perempuan ini, bisa terbang dan jago berkelahi. Musuh bebuyutannya, nenek sihir.
Komik ini pun laku keras. Para penerbit masih mencetak ulang karya komik ini hingga sekarang.
Kisah ini kemudian dibuat dalam bentuk komik oleh Kosasih. Idenya muncul dari bacaan Bhagawat Gita terjemahan Balai Pusaka.
Hasil
penjualan komik ini luar biasa. Bersama Mahabharata, angka penjualannya
mencapat 30 ribu eksemplar. Tiras paling besar sepanjang sejarah komik
Indonesia.
Secara singkat,
Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara
sepupu mereka sang seratus Kurawa, mengenai sengketa hak pemerintahan
tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayudha di medan
Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
Karya
ini melambungkan nama Kosasih, namun yang lebih penting lagi, komik
Mahabharata berhasil memperkenalkan kisah itu kepada generasi baru,
yakni anak-anak dan remaja perkotaan yang jarang nonton
wayang kulit atau wayang orang. Bagi mereka, komik Kosasih adalah referensi awal ke kisah klasik asal India itu.
Kesuksesan sebagai komikus jualah yang membuat Kosasih berani berhenti dari pekerjaannya sebagai PNS dan total menggambar.
Menurut Iwan, di tahun-tahun selanjutnya, Kosasih tetap menguasai pasar komik Indonesia dengan kembali membuat komik wanita superhero, kisah wayang, cerita rakyat, roman, lelucon, bahkan silat. Ada ratusan judul komik yang akan membuat namanya tetap abadi.