Icang bing Japprit dijuluki si Pincang yang karena kakinya memang pincang. Tetapi ia kaya karena itu ia terkenal dikampungnya. Soal kakinya yang pincang diselesaikan oleh Sabeni yang memberikan nasehat, pembantunya yang setia. Dengan sepatu tinggi sebelah selesailah persoalan itu. Langkah berikutnya adalah mencari istri. Sasarannya adalah perawan hampir tua, Roro Melati, putri tunggal Raden Wiro Senjoyo. Diakhir cerita nanti perkawinan memang tidak bisa dihindari, lantaran sang Raden menginginkan menantu. Jadi jalan menuju ke arah perkawinan itulah yang menjadi soal yang digarab oleh Sjuman masalah pokok dalam film.
Cerita ini bukan asing lagi kalau mereka yang nonton cerita panggung pada awal tahun enam puluhan. Dan Sjuman memang mengilhami cerita ini dari sandiwara panggung karya Anton P.Chekov.
Cerita dalam film ini tidak hanya ada soal lamaran, tapi ada cerita penyeludupan, dan punya pacar seorang gadis bisu. Dan Sjuman membagi cerita itu yang memiliki karakter yang menarik. Walhasil cerita peminangan tidak mendapat kesempatan yang cukup berkembang, sementara kisah sang penyeludup juda tiba dimata penonton secara tidak utuh. Banyak persoalan yang harus dijelaskan hingga kesan yang terpantul dari layar lebih kurang cuma kesan terpotong-potong.
Kalau saja Sjuman menyampingkan tokoh Penyeludup dan pacar gadis bisunya itu, film ini akan lebih menarik. Sjuman pernah sukses memfilm kan Si Mamad yang diilhami oleh pengarang yang sama Chekov, tetapi kali ini Sjuman tidak kokh dalam cerita Chekov sehingga ia meyimpang ke penyeludupan dan pacarnya si gadis bisu.
Jadinya film ini tanggung, 2 kisah yang dikerjakan sambil lalu. Sudah itu Sjuman juga tidak menyutradarai pemainnya dengan baik. Rima Melati (Roro Melati) hampir berteriak-teriak sepanjang film, sedangkan Benyamin (sebagai Icang) dimunculkan seperti orang yang tiudak kurang habis diserang penyakit asma.
Juru kamera Leo Fiole, ia kameraman terbaik, tapi hasilnya tidak sebagus itu. Gerak kamera kurang baik, dan warna tidak matang. Dan yang paling nampak menggangu adalah Icang sebagai orang Betawi tidak habis-habisnya memaki orang Jawa ketika bertengkar dengan Melati. Sedangkan orang Betawi habis-habisan dimaki oleh Melati.
Cerita ini bukan asing lagi kalau mereka yang nonton cerita panggung pada awal tahun enam puluhan. Dan Sjuman memang mengilhami cerita ini dari sandiwara panggung karya Anton P.Chekov.
Cerita dalam film ini tidak hanya ada soal lamaran, tapi ada cerita penyeludupan, dan punya pacar seorang gadis bisu. Dan Sjuman membagi cerita itu yang memiliki karakter yang menarik. Walhasil cerita peminangan tidak mendapat kesempatan yang cukup berkembang, sementara kisah sang penyeludup juda tiba dimata penonton secara tidak utuh. Banyak persoalan yang harus dijelaskan hingga kesan yang terpantul dari layar lebih kurang cuma kesan terpotong-potong.
Kalau saja Sjuman menyampingkan tokoh Penyeludup dan pacar gadis bisunya itu, film ini akan lebih menarik. Sjuman pernah sukses memfilm kan Si Mamad yang diilhami oleh pengarang yang sama Chekov, tetapi kali ini Sjuman tidak kokh dalam cerita Chekov sehingga ia meyimpang ke penyeludupan dan pacarnya si gadis bisu.
Jadinya film ini tanggung, 2 kisah yang dikerjakan sambil lalu. Sudah itu Sjuman juga tidak menyutradarai pemainnya dengan baik. Rima Melati (Roro Melati) hampir berteriak-teriak sepanjang film, sedangkan Benyamin (sebagai Icang) dimunculkan seperti orang yang tiudak kurang habis diserang penyakit asma.
Juru kamera Leo Fiole, ia kameraman terbaik, tapi hasilnya tidak sebagus itu. Gerak kamera kurang baik, dan warna tidak matang. Dan yang paling nampak menggangu adalah Icang sebagai orang Betawi tidak habis-habisnya memaki orang Jawa ketika bertengkar dengan Melati. Sedangkan orang Betawi habis-habisan dimaki oleh Melati.
P.T. MATARI ARTIS JAYA FILM |
BENYAMIN S RIMA MELATI SUROTO KARDJO AC-DC TIZAR PURBAYA AIDA MUSTAPHA OSMAN ALWI SUMIATI |